CAMPUR KODE BAHASA (Campur Kode dalam Novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy)
Makalah disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Psiko-Sosiolinguistik
Dosen pengampu: Dr. Hisyam Zaini, M. A
Oleh: Nur Nissa Nettiyawati, S.S 13.2041.0213
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCASARJANA UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2014 1
BAB I PENDAHULUAN
Bahasa yang bertemu dengan bahasa lain pasti terjadi kontak. Mac Key menjelaskan bahwa kontak bahasa adalah pengaruh bahasa yang satu dengan bahasa yang lain secara langsung ataupun secara tidak langsung. Dalam kegiatan sehari-hari kita tidak biasa lepas dari proses komunikasi dengan bahasa, maka tidak jarang timbul peristiwa interferensi. Kontak bahasa yang menimbulkan interferensi sering dianggap peristiwa negatif, karena masuknya unsur-unsur bahasa pertama ke dalam bahasa kedua kedua atau sebaliknya menyimpang dari kaidah bahasa masing-masing. Weinreich mensinyalir bahwa interferensi adalah penyimpangan kaidah salah satu bahasa pada seorang dwibahasawan akibat pemakaian bahasa lebih dari satu1. Proses terjadinya kontak bahasa dalam suatu interaksi linguistik harus mengetahui hubungan peran yang ada di antara peserta percakapan. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah bahwa kontak bahasa itu merupakan hasil bersama (joint production). Salah satu implikasinya para pemakai bahasa harus saling memperhatikan pembicaraan dalam kontak tersebut2. Pengetahuan tentang hal itu diperoleh bersamaan atu sekaligus dengan pengetahuan dasar bahasa pertama atau bahasa ibu. Pengetahuan tersebut juga merupakan bagian dari norma-norma serta perilaku kemasyarakatan yang merupakan dasar bagi berdirinya suatu masyarakat bahasa. Eksistensi suatu masyarakat bahasa banyak bergantung pada norma-norma serta perilaku sosial. Peristiwa kontak bahasa terjadi dalam situasi konteks sosial, yaitu situasi di mana seseorang belajar bahasa kedua di dalam masyarakatnya. Dalam situasi seperti itu dapat dibedakan antara situasi belajar bahasa, proses pemerolehan bahasa, dan orang yang belajar bahasa3. Dalam interaksi sosial terjadi kontak bahasa saling pengaruh dan mempengaruhi. Orang yang lebih aktif dalam berbicara, akan banyak mendominasi dalam proses interaksi tersebut. Tak heran apabila suatu bahasa sering dipakai dalam 1
Uriel Weinreich, Languages in Contact, The Hague. Paris, 1953. Hlm 1 Abdul Syukur Ibrahim. Kajian Tindak Tutur. Usaha Nasional. 1993, Surabaya, hlm 171 3 Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1982, Surakarta. 2
Hlm 39
2
berkomunikasi,
maka
kemungkinan
besar
bahasa
tersebut
akan
mengalami
perkembangan dalam pemakaiannya. Dari uraian diatas, kami mencoba menjelaskan mengenai salah satu bentuk kontak bahasa yaitu campur kode, yang lebih rinci lagi bahasan kami adalah: pengertian campur kode, latar belakang terjadinya campur kode, kemudian ciri-ciri campur kode, klasifikasi campur kode, fungsi campur kode serta beberapa contoh study kasus untuk menambah pemahaman pembaca terhadap materi yang kami buat dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy.
3
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Campur Kode Suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih)
bahasa atau ragam bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu yang menuntut percampuran bahasa itu, disebut campur kode4. Campur kode terjadi karena ketergantungan penutur terhadap pemakaian bahasa. Lebih lanjut, Nababan juga menjelaskan ciri yang menonjol dalam campur kode ini adalah kesantaian atau situasi informal. Dalam situasi berbahasa yang formal, peristiwa campur kode kurang mendominasi. Kalaupun ada campur kode dalam keadaan demikian, itu disebabkan tidak adanya ungkapan yang terdapat dalam bahasa yang sedang dipakai itu, sehingga perlu memakai kata atau ungkapan dari bahasa asing yang bersangkutan. Kadang-kadang terdapat juga campur kode ini bila pembicaraan ingin memamerkan “keterpelajarannya” atau “kedudukannya”. Campur kode adalah pemakaian unsur bahasa lain, ragam lain atau gaya lain dalam suatu pembicaraan yang tanpa memiliki fungsi keotomiannya 5. Sebuah kode atau kode dasar yang digunakan dan memilki fungsi serta keotonomian, sedangkan kode lainnya sebagai unsur campuran hanyalah berupa serpihan-serpihan saja, tanpa fungsi atau keotonomian sebagai bentuk sebuah kode. Subyakto menyatakan bahwa campur kode adalah penggunaan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa antara orang-orang yang kita kenal dengan akrab. Dalam situasi berbahasa yang informal ini kita dapat bebas mencampur kode satu bahasa atau ragam bahasa apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat kita ungkapkan dalam bahasa lain. Campur kode dapat terjadi apabila ada istilah-istilah yang tidak dapat dikatakan
4
Nababan, P.W.J, Sosiolinguistik Suatu Pengantar, PT. Gramedia, 1984, Jakarta. Hlm 32 Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010, Jakarta. Hlm 151 5
4
dalam bahasa yang sedang digunakan dalam percakapan, maka akan terjadi campur kode6. Dalam literatur lain, campur kode atau yang disebut code mixing adalah penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa termasuk di dalam pemakaian kata dan sapaan7. Sering sekali kita mendengar peristiwa campur kode bahasa dalam percakapan penduduk Indonesia seharihari. Pencampuran bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa. Menurut Thelander, campur kode berbeda dengan alih kode. Campur kode adalah peralihan dari klausa satu ke klausa bahasa yang lain dan masing-masing klausa masih mendukung fungsi tersendiri, sedangkan pada campur kode klausa yang menyisipinya tidak mendukung fungsi itu sendiri atau dengan kata lain klausa tersebut tidak memiliki fungsi keotomian8. Dari berbagai pengertian mengenai campur kode, maka dapat disimpulkan bahwa definisi campur kode adalah sebuah peristiwa percampuran dua bahasa atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak percakapan atau tindak bahasa tanpa ada fungsi keotomian. Campur kode merupakan salah satu aspek tentang ketergantungan bahasa (language dependency) di dalam masyarakat multilingual, hampir tidak mungkin seorang penutur menggunakan satu bahasa yang lain9. Dalam campur kode, penggunaan dua bahasa atau lebih itu ditandai oleh: 1) Masing-masing bahasa tidak lagi mendukung fungsi tersendiri malainkan mendukung satu fungsi, dan 2) Fungsi masing-masing bahasa ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan.
6
Utari Sri Subyakto, Metode Pengajaran Bahasa, Duta Wacana University Press, 1988, Yogyakarta. Hlm 94-95 7 Harimurti Kridalaksana, Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa, Nusa Indah, 1980. Flores. Hlm 35 8 Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1983, Surakarta. Hlm 76 9 Kasyaful Anwar, Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.), Skripsi-FKIP, 2006, Universitas Mataram. Hlm 16
5
Dalam masyarakat multilingual, terdapat juga gejala lain yang disebut Alih Kode (code swithcing). Chaer membedakan Alih Kode (code switching) dengan Campur Kode (code mixing). Apabila di dalam alih kode fungsi konteks dan relevansi situasi merupakan ciri-ciri ketergantungan, sedangkan di dalam campur kode ciri-ciri ketergantungan ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. Kalau di dalam alih kode, masing-masing unsur bahasa tetap mempertahankan fungsinya sendiri-sendiri, maka di dalam gejala campur kode, unsurunsur bahasa yang disisipkan oleh penutur (dwibahasawan) disela-sela tuturannya, tidak lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut mendukung satu fungsi, sehingga alih kode dibedakan dari campur kode. Alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa alasan10. The lander lebih lanjut menjelaskan perbedaan alih kode dan campur kode. Bila di dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah alih kode. Tetapi, apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri atas klausa dan frase campuran (hybrid, clauses, hybrid phrases) dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode11. Campur kode terjadi bilamana seseorang mencampurkan dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak berbahasa tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa yang menuntut percampuran bahasa12. Campur kode memiliki ketergantungan yang ditandai oleh adanya hubungan timbal balik antara peranan dan fungsi bahasa. Dalam gejala campur kode unsur-unsur bahasa yang disisipkan oleh penutur (dwibahasawan) di sela-sela tuturan yang digunakan itu tidak lagi mendukung fungsi tersendiri, melainkan unsur-unsur yang merupakan gejala campur kode tersebut mendukung suatu fungsi. Fasold menawarkan bahwa kriteria gramatika untuk campur
10
Abdul Chaer, Linguistik Umum, Rineka Cipta, 1994, Jakarta. Hlm 69 Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010, Jakarta. Hlm 151 12 Aslinda dan Leni Syafyahya, Pengantar Sosiolinguistik, Refika Aditama, 2007, Bndung. Hlm 24 11
6
kode dari alih kode. Kalau seseorang menggunakan satu kata atau frase dari suatu bahasa, berarti ia telah melakukan campur kode13.
B.
Latar Belakang Terjadinya Campur Kode Apabila seorang penutur dalam tuturannya bercampur kode, maka harus ditanyakan
lebih dahulu siapakah dia. Dalam hal ini sifat-sifat khusus penutur (latar belakang sosial, tingkat pendidikan, rasa keagamaan, dan sebagainya) sangat penting. Sifat-sifat khusus penutur akan mewarnai campur kodenya. Di pihak lain fungsi kebahasaan menentukan sejauh mana bahasa yang dipakai oleh si penutur memberi kesempatan untuk bercampur kode. Menurut Suwito, latar belakang terjadinya campur kode pada dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua tipe yaitu: pertama, tipe yang berlatar belakang sikap (atitudinal type) dan kedua, tipe yang berlatar belakang kebahasaan (linguistic type). Kedua tipe ini saling bergantung dan tidak jarang bertumpang tindih (overlap). Atas dasar latar belakang sikap dan kebahasaan yang saling bergantung dan bertumpang tindih seperti itu, dan kita identifikasikan beberapa alasan atau penyebab yang medorong terjadinya campur kode. Alasan itu antara lain, (1) identifikasi peranan, (2) identifikasi ragam, dan (3) keinginan untuk menyelesaikan dan menafsirkan14. Campur kode terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara peran penutur, bentuk bahasa, dan fungsi bahasa. Artinya penutur yang mempunyai latar belakang sosial tertentu, cenderung memilih bentuk campur kode tertentu untuk mendukung fungsifungsi tertentu pula. Pemilihan bentuk campur kode demikian dimaksudkan untuk menunjukkan status sosial dan identitas kepribadiannya dalam masyarakat.
13
Abdul Chair dan Leonie Agustine, Sosiolinguistik: Perkenalan Awal, Rineka Cipta, 2010, Jakarta. Hlm 151 14 Suwito, Sosiolinguistik, Sebelas Maret University Press, 1996, Surakarta. Hlm 90-91
7
C.
Ciri- cirri Campur Kode Campur kode terjadi akibat pemakaian suatu bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang
lain, untuk itu campur kode mempunyai ciri-ciri sebagai berikut. a) Adanya aspek saling ketergantungan yang ditandai dengan adanya timbal balik antara peranan dan fungsi kebahasaan. b) Unsur-unsur bahasa atau variasi-variasi yang menyisipi dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi tersendiri, melainkan menyatu dengan bahasa yang disisipinya dan secara keseluruhan mendukung satu fungsi. c) Wujud dan komponen tutur tidak pernah sampai berwujud kalimat, melainkan hanya berwujud kata, frasa, idiom, bentuk baster, perulangan kata, dan klausa. d) Pemakaian bentuk campur kode tertentu kadang-kadang bermaksud untuk menunjukkan status sosial dan identitas pribadinya di dalam masyarakat. e) Campur kode dan kondisi yang maksimal merupakan konvergensi kebahasaan yang unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telah meninggalkan fungsinya dan mendukung fungsi bahasa yang disisipinya. Unsur tersebut bisa berbentuk campur kode ke dalam (inner code-mixing) dan campur kode keluar (outer code-mixing).
Menurut Suwito, campur kode memiliki beberapa ciri-ciri khusus, di antaranya adalah: (a) unsur-unsur bahasa atau variasi-variasinya yang menyisipkan ke dalam bahasa lain tidak lagi mempunyai fungsi semula, (b) unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam campur kode terbatas pada tingkat frase saja, (c) dalam kondisi yang maksimal, campur kode merupakan konvergensi bahasa (linguistic convergence) unsur-unsurnya berasal dari beberapa bahasa yang masing-masing telang meninggalkan fungsinya dan mendukung bahasa yang disisipinya15. Berdasarkan sumber bahasa yang menyisipinya, maka Suwito membagi campur kode menjadi dua yaitu: (a) yang bersumber dari bahasa asli dengan segala variasivariasinya, dan (b) bersumber dari bahasa asing. Campur kode dengan unsur-unsur 15
Suwito, Pengantar awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Henary Offset. 1982, Surakarta.
Hlm 75-76
8
golongan (a) disebut campur kode dalam atau inner code mixing, sedangkan campur kode yang unsur-unsurnya dari golongan (b) disebut campur kode ke luar disebut outer code mixing.
D.
Klasifikasi bentuk campur kode Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat dalam campur kode, Suwito
membedakan campur kode menjadi enam macam sebagai berikut16. 1. Penyisipan unsur-unsur berwujud yang kata. Kata yang dimaksudkan adalah satuan bahasa yang berdiri sendiri, terdiri dari morfem tunggal atau gabungan morfem. 2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa. Yang dimaksud dengan frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak predikatif, gabungan kata itu dapat rapat dan dapat renggang. 3. Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk baster. Baster adalah hasil perpaduan dua unsur bahasa yang berbeda yang membentuk satu makna. 4. Penyisipan unsur-unsur yang berbentuk perulangan kata. Perulangan kata yang dimaksud adalah kata yang dihasilkan dari proses reduplikasi. 5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom. Idiom yang dimaksudkan adalah konstruksi dari unsur-unsur yang saling memilih, masingmasing anggota memiliki makna yang ada karena bersama dengan anggota yang lain . 6. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terjadi dari subyek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat17.
16 17
Suwito, Sosiolinguistik, Sebelas Maret University Press, 1996, Surakarta. Hlm 92-94 Kridalaksana Harimurti, Kamus Linguistik, Gramedia Pustaka Utama, 1993. Jakarta. Hlm 87-110
9
E.
Fungsi Campur Kode Peristiwa campur kode terjadi pula karena adanya beberapa fungsi, antara lain: 1. Sebagai Perulangan Sering kali pesan dalam suatu bahasa (kode) diulangi dengan kode lain, baik secara literal atau dengan sedikit perubahan. Perulangan berfungsi untuk memberikan penekanan pada sebuah pesan atau menjelaskan apa yang telah dikatakan. 2. Sebagai Penyisip Kalimat Campur kode dapat berfungsi sebagai penyisip kalimat atau penyempurna kalimat sehingga kalimat itu menjadi kalimat yang utuh, yang bisa berbentuk kata, frasa atau ungkapan. Maksud utuh di sini, percakapan utuh bukan dalam hal kaidah, namun menyangkut penggabungan dua bahasa. Penyisipan kalimat di sini dimaksudkan bahwa dalam peristiwa tutur yang terjadi kalimat-kalimat yang disampaikan merupakan perpaduan antara dua bahasa atau lebih yang mengisyaratkan terjadinya peristiwa campur kode. 3. Sebagai Kutipan Dalam banyak hal, campur kode dapat diidentifikasikan baik sebagai kutipan langsung maupun sebagai laporan seorang penutur bilingual, dalam sela-sela pembicaraannya kadang-kadang menggunakan kode (bahasa) lain yang telah dinyatakan oleh seseorang. 4. Sebagai Fungsi Spesifikasi Lawan Tutur Penutur bermaksud menyampaikan pesan dengan kode lain kepada salah satu dari beberapa kemungkinan lawan tutur yang mengerti bahasa penutur.
10
5. Unsur Mengkualifikasi Isi Pesan Bentuk lain dari campur kode adalah pengelompokkan isi-isi pesan dalam bentuk kalimat, kata kerja, kata pelengkap atau predikat dalam konstruksi bahasa lain18.
F.
Contoh Studi Kasus Campur Kode Pada pembahasan kali ini, kami mencoba mengungkap sedikit campur kode
dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy. Unsur-unsur kebahasaan yang terdapat pada novel tersebut terdiri dari kata, frasa, klausa, baster, kata ulang, dan idiom atau ungkapan. Akan tetapi, kami akan menyajikan sebagian darinya. Berikut campur kode novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburahman El Shirazy: 1. Campur kode berbentuk kata
“Aku salut lho ada mahasiswa mandiri seperti Mas insinyur”. Puji Eliana (KCB1: 38) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Jawa ‘Mas’ kedalam tuturan bahasa Indonesia. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Eliana) menghormati lawan tuturnya (Azzam).
“Mas insinyur, tolong ya? Please, ya?” Kata Eliana dengan nada memelas (KCB1: 49 Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘Please’ kedalam tuturan bahasa Indonesia yang berti ‘mohon’. Fungsi campur kode tersebut penutur (Eliana) mempertegas sesuatu (permintaan) agar lawan tutur (Azzam) mau menolongnya.
18
Gumpers dalam Suwito, Mengkaji awal Sosiolinguistik, Teori dan Problema. Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret. 1985, Surakarta. Hlm 71
11
“Sungguh, aku merasa sangat terhormat menerima surprise ini” sahut Pak Juneidi (KCB1: 60) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Pak Juneidi, masuknya unsur bahasa Inggris ‘surprise’ ke dalam tuturan bahasa Indonesia, yang berarti ‘kejutan’. Fungsi campur kode tersebut penutur (Pak Juneidi) mencari jalan termudah menyampaikan maksud.
Eliana: “Benar, sungguh! Tapi Mas Khairul keburu pulang sih, jadi sorry dech, ya”. (KCB1: 67) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘sorry’ ke dalam tuturan bahasa Indonesia yang berarti ‘maaf’. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Eliana) menunjukkan keakraban dalam situasi santai kepada lawan tutur (Azzam).
Geram Eliana: “Dasar pemuda kampungan kolot! Konservatif! Pemuda bahlul bin tolol! Awas nanti ya!” (KCB1:69) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode kata bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Arab ‘bahlul’ kedalam tuturan bahasa Indonesia, yang berarti ‘bodoh’. Fungsi campur kode tersebut mempertegas sesuatu (amarah) penutur (Eliana) atas sikap Azzam kepadanya.
2. Campur kode berbentuk frasa
Astaghfirullah! Ia beristighfar (KCB1: 38) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode frasa bentuk deskripsi, masuknya unsur bahasa Arab ‘Astaghfirullah’ ke dalam teks bahasa Indonesia bermakna ‘mohon ampun’. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosa kata yaitu frasa yang biasa diucapkan umat islam untuk menyesali perbuatan.
12
Eliana: “French kiss, ciuman khas perancis. (KCB1: 67) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode frasa bentuk dialog yang dilakukan oleh tokoh Eliana, masuknya unsur bahasa Inggris ‘French Kiss’ ke dalam tuturan bahasa Indonesia bermakna ‘ciuman khas Perancis’. Fungsi campur kode tersebut penutur (Eliana) sedang membicarakan topic tertentu bersama lawan tuturnya (Azzam) tentang ‘French kiss’.
Azzam shalat Tahiyatul Masjid. Lalu sholat Qobliyah subuh. (KCB1: 75) Peristiwa diatas adalah campur kode frasa bentuk deskripsi, masuknya unsur bahasa Arab ‘Tahiyatul Masjid’ kedalam teks bahasa Indonesia. Fungsi campur kode tersebut kebutuhan kosakata yaitu pengarang menyebutkan nama shalat sunah yang biasa dilakukan umat Islam ketika memasuki masjid.
3. Campur kode berbentuk klausa
Keteraturan ini menunjukkan, Tuhan yang menciptakan alam semesta ini adalah satu, yaitu Allah Azza wa Jalla. Tuhan yang Maha Kuasa. (KCB1” 42) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk deskripsi, masuknya unsur bahasa Arab ‘Allah Azza wa Jalla’ ke dalam teks bahasa Indonesia, bermakna ‘Allah yang tak terkalahkan dan yang mempunyai kebesaran’. Fungsi campur kode tersebut adalah kebutuhan kosakata, klausa yang biasa digunakan untuk menyebutkan nama Allah.
Dengan nada bercanda Eliana menjawab “iya!” Husna menimbal “Hayoh kapokmu kapan” (KCB1: 159) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog yang dilakukan tokoh Husna, masuknya unsur bahasa Jawa ‘Hayoh kapokmu kapan’ kedalam teks bahasa Indonesia, bermakna ‘ayo jeramu kapan’. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Husna) 13
menunjukkan keakraban kepada lawan tutur kakaknya (azzam) serta kepada Eliana.
Azzam: “Begitu Pak Kiai merasa ada yang pantas memakainya silahkan Pak Kiai pakaikan di jarinya. Azzam akan sami’na wa atha’na..” (KCB2: 384) Peristiwa diatas adalah peristiwa campur kode klausa bentuk dialog yang dilakukan tokoh Azzam, masuknya unsur bahasa Arab sami’na wa atha’na ke dalam tuturan bahasa Indonesia, bermakna ‘kami dengar dan kami taati’. Fungsi campur kode tersebut adalah penutur (Azzam) mempermudah menyampaikan maksud.
4. Campur kode berbentuk kata ulang
Pak Ali: “coba kau renungkan, apakah ketika aku mewanti-wanti anak perempuanku agar tidak mencontoh Nicole kidman…” (KCB1: 81) Peristiwa diatas termasuk peristiwa campur kode kata ulang bentuk dialog yang dilakukan tokoh Pak Ali, masuknya unsur bahasa Jawa ‘wanti-wanti’ kedalam tuturan bahasa Indonesia. Fungsi campur kode tersebut
adalah
memudahkan
menyampaikan
maksud
dalam
komunikasi kepada lawan tutur (Azzam).
Itulah sedikit pemaparan dari kami tentang campur kode dalam novel Ketika Cinta Bertasbih karya Habiburrahman El Shirazy.
14
DAFTAR PUSTAKA Abdul Syukur Ibrahim. 1993. Kajian Tindak Tutur. Surabaya: Usaha Nasional.
Aslinda dan Syafyahya, Leni. 2007. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: Refika Aditama. Anwar, Kasyaful. 2006. Campur Kode Pemakaian Bahasa Indonesia pada Pengajian Tuan Guru Bajang (H.M. Zainul Majdi, M.A.) Skripsi-FKIP: Universitas Mataram. Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. 2010. Sosiolinguistik: Perkenalan Awal (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. _____. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. _____. 1995. Sosiolinguitik Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta. El shirazy, Habiburahman. Ketika Cinta Bertasbih 1, Jakarta: Republika, 2007 _____. Ketika Cinta Bertasbih 2, Jakarta: Republika, Cet. Ke-6, 2008 Kridalaksana, Harimurti. 1993. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
_____. 1980. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa. Flores: Nusa Indah Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Gramedia. Suwito. 1985. Mengkaji Awal Sosiolinguistik Teori dan Problem. Surakarta: Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret. _____. 1983. Pengantar Awal Sosiolinguistik. Teori dan Problem. Surakarta: Henary Offset. _____. 1996. Sosiolinguistik. Surakarta: Sebelas Maret University Press.. Subyakto, Utari Sri. 1988. Metode Pengajaran Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Weinreich, Uriel. 1974. Languages in Contact. Paris: The Hague. 15