MAKALAH BIOFARMASETIKA “SEDIAAN GEL IN-SITU” IN- SITU”
OLEH :
1. Novia Ibrina P (15.01.162)
9. Ricky Okto P (15.01.210)
2. Mutiara (15.01.167)
10. Kristina Tumba’ (15.01.215)
3. Nurwahidah (15.01.171)
11. Irna Saktiani (15.01.221)
4. Mariana (15.01.178)
12. Ambar Eka R (15.01.225)
5. Isna Hurria (15.01.83)
13. Dwi Wahyuni (16.01.375)
6. Fauziah Rahma P (15.01.189)
14. Meri P (14.01.173)
7. Ekawati Paembonan (15.01.194)
15. Nur Amma N (14.01.039)
8. Susi Susanti (15.01.199)
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR 2017
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar belakang Sediaan dengan penggunaan oral merupakan bentuk sediaan yang paling mudah dan nyaman untuk digunakan. Beberapa obat yang memiliki waktu paruh yang pendek lebih cepat dieliminasi dalam tubuh, sehingga diperlukan dosis yang berulang. Untuk menghindari penggunaan yang berulang, diperlukan formulasi sediaan yang dapat melepaskan obat secara perlahan-lahan dalam tubuh sehingga dapat mempertahankan konsentrasi obat dalam darah untuk waktu yang lama, salah satunya adalah melalui sediaan lepas lambat (sustained released ). Sediaan lepas lambat dirancang untuk mengurangi frekuensi pemberian dosis. Belakangan ini ditemukan pengembangan bentuk sediaan melalui sistem in-situ gel menggunakan gelling agent untuk memperpanjang pelepasan obat, meningkatkan
bioavaibilitas,
dan mengurangi efek samping dari obat yang
mengiritasi. Selain itu, sediaan in-situ gel dapat memungkinkan formulasi sediaan leaps lambat dalam bentuk cair yang didesain untuk membentuk gel in-situ pada lingkungan asam di dalam lambung. Sistem penghantaran obat in-situ gel merupakan suatu sistem mukoadhesif yang berbentuk cair pada suhu ruangan namun akan membentuk gel ketika mengalami kontak dengan cairan lambung dikarenakan terjadinya perubahan pH.
I.2 Maksud dan Tujuan I.2.1
Maksud 1. Dapat mengetahui sediaan gel in-situ. 2. Dapat mengetahui faktor-faktor biofarmasetika dari sediaan gel in-situ. 3. Dapat mengetahui evaluasi biofarmasetika dari sediaan gel in-situ.
I.2.2
Tujuan 1. Untuk mengetahui sediaan gel in-situ. 2. Untuk mengetahui
faktor-faktor biofarmasetika dari
sediaan gel in-situ. 3. Untuk mengetahui evaluasi biofarmasetika dari sediaan gel in-situ.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Pengertian Gel in-situ.adalah larutan polimer transparan sederhana yang merupakan cairan pada kondisi penyimpanan, namun diubah menjadi gel viskoelastis setelah dimasukkan ke dalam mata karena sifat transisi fasa dari polimer. Gel in-situ.adalah formulasi cairan yang mengalami konversi ke bentuk semipadat di bawah pengaruh berbagai rangsangan seperti perubahan pH, suhu, lingkungan ionik, dll.
II. 2 Keuntungan dan kerugian Keuntungan sediaan gel in-situ: 1. Mengurangi frekuensi
obat dalam sehari,
sehingga dapat
menyederhanakan pengaturan pemberian obat dan dapata mengurangi resiko kesalahan pemberian obat. 2. Dapat diperoleh konsentrasi zat aktif di daerah terapeutik untuk periode waktu yang lebih lambat daripada yang diindikasikan oleh waktu paruh. Hal ini menyebabkan efek farmakologi yang konstan. 3. Dapat mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan seperti toksisitas dan efek samping yang muncul segera setelah pemberian dosis tunggal karena konsentrasi zat aktif yang terlalu tinggi. 4. Dapat mencegah dan mengurangi iritasi saluran cerna yang disebabkan oleh beberapa sediaan oral dengan knsentrasi zat aktif yang besar.
Kerugian : 1. Resiko terjadinya penumpukan laju peniadaan lambat dan obat harus selalu berkerja selama 24 jam
2. Kesulitan pengeluaran obat dengan cepat bila terjadi toksisitas gawat atau alergi 3. Korelasi in vitro dan in vivo yang tidak dapat diramalkan 4. Ketersediaan sistemik yang rendah 5. Resiko terjadinya dose duping 6. Biaya pengembangan formula yang lebih mahal dan keterbatasan waktu huni obat dalam saluran cerna
II. 3 Faktor-faktor biofarmasetika 1. Permukaan penyerap Lambung lebih berperan pada penggetahan dibandingkan penyerapan. Namun mukosa lambung dapat melakukan penyerapantergantung lamanya kontak, bentuknya nonionik da n li po fi li ta s. Usus halus memiliki luas permukaanpenyerapan sekitar 40-50 meterpersegi.Sehingga peran penyerapan zat dominan. 2. Umur Saluran pencernaan pada bayi baru lahirbersifat sangat permeabel dibandingkandengan yang lebih umurnya, selain itufungsi enzimatik belum berfungsi sempurnayang kemungkinan dapat menyebabkanpenyerapan dosis berlebih. Demikian jugaorang tua fungsi sistem pencernaan danenzimatik fungsinya menurun. 3. pH dan perubahan pH Karena formulasiDerajat keasaman pH cairan saluran cerna terbatas pada pH 1 4. Tegangan permukaan Tegangan permukaan zat aktif pada cairan usus menurun karena adanya garam empedu yang dapat memudahkan pembasahan dan meningkatkan pelarutan. 5. Kekentalan Kekentalan yang ditambahkan dalam formulasi akan meningkatkan waktu tinggal sehingga dapat memberikan kesempatan penyerapan zat aktif. Zat aktif yang bersifat asam lemah dapat diserap dilambung, dan yang bersifat basa diserap di usus.
II. 4 Evaluasi biofarmasetika 1. Pemeriksaan Organoleptik Sediaan Pemeriksaan dilakukan dengan melihat perubahan fisik yang terjadi yaitu perubahan warna, rasa dan bau. 2. Pemeriksaan pH sediaan Pengukuran pH sediaan dilakukan dengan menggunakan pH meter. Setiap pengukuran dilakukan triplo pada masingmasing formula. 3. Viskositas dan Rheologi Ini adalah parameter penting untuk gel in situ, untuk dievaluasi. penyampaian
Sifat obat
viskositas in
situ
dan
reologi
membentuk
dalam
sistem
penilaian
dengan
menggunakan Rhefield Brookfield atau beberapa tipe lain dari viskometer seperti viskometer Ostwald. Viskositas formulasi ini harus sedemikian rupa sehingga tidak ada kesulitan yang dipertimbangkan selama pemberiannya oleh pasien, terutama selama pemberian parenteral dan okular. 4. Pemeriksaan Kadar Zat Aktif Pemeriksaan kadar zat aktif sediaan in situ gel dilakukan dengan cara memipet sebanyak 10 mL sediaan dan diencerkan hingga 100 mL dengan menggunakan dapar fosfat pH 6,8 sehingga didapatkan larutan dengan konsentrasi 750 g/mL. 5. Pemeriksaan Berat Jenis Sediaan Pemeriksaan
berat
jenis
sediaan
dilakukan
dengan
menggunakan piknometer 25 mL dengan rumus. (.+ )− ( .)
Berat Jenis Sediaan =
6. Uji Kapasitas Gel Pengukuran kapasitas gel secara in vitro dilakukan secara visual. Kapasitas gel dibedakan dalam 3 kategori berdasarkan waktu
pembentukan
dan
kepadatan
gel
yang
terbentuk,
diantaranya: +
= Gel terbentuk setelah beberapa menit, kepadatan rendah, terdispersi dengan cepat.
++
= Gel terbentuk dengan cepat, kepadatan sedang, bertahan hingga beberapa jam
+++
= Gel terbentuk dengan cepat, kepadatan tinggi, bertahan lama
7. Analisis Tekstur Ketegasan, konsistensi dan kekompakan hidrogel dinilai menggunakan penganalisis tekstur yang terutama menunjukkan syringeability sol sehingga formulasi dapat dengan mudah diberikan secara in vivo. Nilai kelekatan gel yang lebih tinggi dibutuhkan untuk menjaga kontak intim dengan permukaan seperti jaringan. II.5 Formula
Sediaan in-situ gel Ambroksol Hidroklorida pertama-tama dibuat dengan menambahkan
Natrium
Alginat
ke
dalam
air
suling
yang
telah
mengandung Natrium Sitrat 0,25% (b/v). Kemudian larutan tersebut dipanaskan hingga suhu. 60ºC sambil diaduk hingga larut, kemudian larutan tersebut didinginkan hingga 40ºC. Kalsium Klorida 0,075 % (b/v) ditambahkan ke dalam larutan tersebut setelah pendinginan dibawah 40ºC dengan pengadukan. Larutan ini disebut larutan 1. Ambroksol Hidroklorida sebanyak 75 mg/10 ml (0,75% b/v) dilarutkan ke dalam 10 ml larutan HCl 0,1 N kemudian ditambahkan secara perlahan ke dalam larutan 1 yang telah dingin sambil diaduk dengan menggunakan homogenizer untuk mendapatkan larutan yang homogen. Larutan dinetralkan dengan penambahan larutan NaOH 0,1 N. Nipagin, Aspartam, dan HPMC dilarutkan dalam air suling kemudian larutan tersebut ditambahkan kedalam larutan diatas. Diaduk hingga homogen. Larutan in-situ yang telah dibuat disimpan dalam botol coklat hingga digunakan. Larutan dibuat sebanyak 4 formula yaitu F1 hingga F4 dimana konsentrasi Kalsium Klorida dan Natrium Sitrat dari masingmasing formula dibuat tetap yaitu 0,075% (b/v) dan 0,25% (b/v). Sedangkan konsentrasi dari Natrium Alginat bervariasi yaitu 1,0 % ; 1,5 % ; 2,0 % ; dan 2,5 % (b/v).
BAB III PENUTUP III. 1 Kesimpulan Sistem penghantaran obat in-situ gel merupakan suatu sistem mukoadhesif yang berbentuk cair pada suhu ruangan namun akan membentuk gel ketika mengalami kontak dengan cairan lambung dikarenakan terjadinya perubahan pH. Adapun faktor biofarmasetik gel in situ adalah permukaan penyerap, umur, pH dan perubahan pH, tegangan permukaan, kekentalan. Adapun bentuk evaluasi pada sediaan gel in situ adalah pemeriksaan organoleptik sediaan, pemeriksaan pH sediaan, viskositas dan rheologi, pemeriksaan kadar zat aktif, pemeriksaan berat jenis sediaan, dan uji kapasitas gel.