MAKALAH PRESENTASI AUDIT MANAJEMEN
Oleh : Rizky Dharana Meidina I Dewa Made Gede B. B. Firda Maisarasita A.
125020301111043 125020307111011 125020307111015
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS JURUSAN AKUNTANSI MALANG 2015 Audit Investigatif
Audit Investigasi adalah proses pengumpulan dan pengujian bukti-bukti terkait kasus penyimpangan yang berindikasi merugikan keuangan Negara dan / atau perekonomian Negara, untuk memperoleh kesimpulan yang mendukung tindakan litigasi dan/atau tidakan korektif manajemen. Audit Investigasi dapat dilaksanakan atas permintaan Kepala Daerah dan Aparat Penegak Hukum. Audit Investigasi termasuk didalamnya audit dalam rangka menghitung kerugian keuangan Negara, audit hambatan kelancaran pembagunan, audit eskalasi audit klaim. Tujuan Audit Investigatif Tujuan dari dilakukannya Audit Investigatif antara lain untuk:
Memberhentikan manajemen
Memeriksa mengumpulkan dan menilai cukupnya dan relevannya bukti.
Melindungi reputasi dari karyawan yang tidak bersalah
Menemukan dan mengamankan dokumen yang relevan untuk investigasi.
Menemukan asset yang digelapkan dan mengupayakan pemulihan dari kerugian yang terjadi
Memastikan bahwa semua orang, terutama mereka yang diduga menjadi pelaku kejahatan, mengerti kerangka acuan dari investigasi tersebut, harapannya adalah bahwa mereka bersikap kooperatif dalam investigasi itu.
Memastikan bahwa pelaku kejahatan tidak bias lolos dari perbuatannya.
Menyapu bersih semua karyawan pelaku kejahatan
Memastikan bahwa perusahaan tidak lagi menjadi sasaran penjarahan.
Menentukan bagaimana investigasi akan dilanjutkan.
Melaksanakan investigasi sesuai standar, sesuai dengan peraturan perusahaan, sesuai dengan buku pedoman
Menyediakan laporan kemajuan secara tertatur untuk membantu pengambilan keputusan mengenai investigasi di tahap berikutnya.
Memastikan pelakunya tidak melarikan diri atau menghilang sebelum tindak lanjut yang tepat dapat diambil.
Mengumpulkan cukup bukti yang dapat diterima pengadilan, dengan sumber daya dan terhentinya kegiatan perusahaan seminimal mungkin.
Memperoleh gambaran yang wajar tentang kecurangan yang terjadi dan membuat keputusan yang tepat mengenai tindakan yang harus diambil
Mendalami tuduhan untuk menanggapinya secara tepat.
Memastikan bahwa hubungan dan suasana kerja tetap baik
Melindungi nama baik perusahaan atau lembaga
Mengikuti seluruh kewajiban hokum dan mematuhi semua ketentuan due diligence dan diklaim kepada pihak ketiga
Melaksanakan investigasi dalam koridor kode etik
Menemukan siapa pelaku dan mengumpulkan bukti mengenai niatnya.
Mengumpulkan bukti yang cukup untuk menindak pelaku dalam perbuatan yang tidak terpuji.
Mengidentifikasi praktek manajemen yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau perilaku yang melalaikan tanggung jawab.
Mempertahankan kerahasiaan dan memastikan bahwa perusahaan atau lembaga ini tidak terperangkap dalam ancaman tuntutan pencemaran nama baik
Mengidentifikasi saksi yang melihat atau mengetahui terjadinya kecurangan dan memastikan bahwa mereka memberikan bukti yang mendukung tuduhan atas dakwaan terhadap si pelaku.
Memberikan rekomendasi mengenai bagaimana mengelola risiko terjadinya kecurangan ini dengan tepat.
Teknik Audit Investigasi 1. Memeriksa Fisik Pengamatan fisik dari alat bukti atau petunjuk fraud menolong investigator untuk menemukan kemungkinan korupsi yang telah dilakukan. 2. Meminta informasi dan konfirmasi Meminta informasi dari auditee dalam audit investigatif harus disertai dengan informasi dari sumber lain agar dapat meminimalkan peluang auditee untuk berbohong. Meminta konfirmasi adalah meminta pihak lain (selain auditee) untuk menegaskan kebenaran atau ketidakbenaran suatu informasi. Meminta konfirmasi
dapat diterapkan untuk berbagai informasi, baik keuangan maupun nonkeuangan. Harus diperhatikan apakah pihak ketiga yang dimintai konfirmasi punya kepentingan dalam audit investigatif. Jika ada, konfirmasi harus diperkuat dengan konfirmasi kepada pihak ketiga lainnya. 3. Memeriksa dokumen Tidak ada audit investigatif tanpa pemeriksaan dokumen. Definisi dokumen menjadi lebih luas akibat kemajuan teknologi, meliputi informasi yang diolah, disimpan, dan dipindahkan secara elektronis. Karena itu, teknik memeriksa dokumen mencakup komputer forensik. 4. Review Analitikal Dalam review analitikal, yang penting adalah: kuasai gambaran besarnya dulu (think analytical first!). Review analitikal adalah suatu bentuk penalaran yang membawa auditor pada gambaran mengenai wajar atau pantasnya suatu data individual disimpulkan dari gambaran yang diperoleh secara global. Kesimpulan wajar atau tidak diperoleh dari perbandingan terhadap benchmark. Kesenjangan antara apa yang dihadapi denganbenchmark: apakah ada kesalahan (error), fraud, atau salah merumuskan patokan. Kenali pola hubungan (relationship pattern) data keuangan yang satu dengan data keuangan yang lain atau data non-keuangan yang satu dengan data non-keuangan yang lain. 5. Menghitung Kembali (Reperform) Reperform
dalam
audit
investigatif
harus
disupervisi
oleh
auditor
yang
berpengalaman karena perhitungan yang dihadapi dalam audit investigatif umumnya sangat kompleks, didasarkan atas kontrak yang sangat rumit, dan kemungkinan terjadi perubahan dan renegosiasi berkali-kali. 6. Net Worth Method Membuktikan adanya penghasilan yang tidak sah dan melawan hukum. Pemerikasan dapat dihubungkan dengan besarnya pajak yang dilaporkan dan dibayar setiap tahunnya. Laporan harta kekayaan pejabat merupakan dasar dari penyelidikan. Pembalikan beban pembukitian kepada yang bersangkutan.
7. Follow The Money Berarti mengikuti jejak yang ditinggalkan dari arus uang sampai arus uang tersebut berakhir. Naluri penjahat selalu menutup rapat identitas pelaku, berupaya memberi kesan tidak terlihat atau tidak di tempat saat kejadian berlangsung. Dana bisa mengalir secara bertahap dan berjenjang, tapi akhirnya akan berhenti di satu atau beberapa tempat penghentian terakhir. Tempat inilah yang memberikan petunjuk kuat mengenai pelaku fraud. Kunci Keberhasilan Investigasi Dengan Teknik Audit 1. Mengerti dengan baik persoalan yang akan dipecahkan, apa yang akan diinvestigasi. 2. Kuasai dengan baik tehnik-tehnik investigasi 3. Cermat dalam menerapkan tehnik yang dipilih 4. Cermat dalam menarik kesimpulan dari hasil penerapan tehnik yang kita pilih. Investigasi dan Audit Investigasi Investigasi secara sedehana dapat didefinisikan sebagai upaya pembuktian.Umumnya pembuktian ini berakhir di pengadilan dan ketentuan hukum (acara) yang berlaku. Aksioma dalam Investigasi Dalam pandangan para filsuf Yunani, aksioma adalah klaim atau pernyataan yang dapat dianggap benar, tanpa perlu pembuktian lebih lanjut.Aksioma atau postulate adalah pernyataan (propostion) yang tidak dibuktikan atau tidak diperagakan, dan dianggap sudah jelas dengan sendirinya (self-evident).Kebenaran dari proposisi ini tidak dipertanyakan (taken of granted). Aksioma merupakan titik tolak untuk menarik kesimpulan tentang suatu kebenaran yang harus dibuktikan (melalui pembentukan teori). Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menyebut tiga aksioma dalam melakukan investigasi atau pemeriksaan fraud. Ketiga aksioma ini oleh ACFE diistilahkan fraud axioms (aksioma fraud), yang terdiri atas : a. Aksioma 1 ; Fraud is hidden b. Aksioma 2 ; Reverse proof c. Aksioma 3 ; Existence of Fraud
Aksioma tentang fraud sangat gamblang (self-evident). Ketiga aksioma tentang fraud ini pun tidak memerlukan pembuktian mengenai kebenarannya.Namun, kadang pemeriksa berpengalaman pun sering kali menghadapi berbagai masalah ketika ia mengabaikan aksioma-aksioma ini. a. Fraud is Hidden “Fraud is Hidden” atau “fraud selalu tersembunyi”. Berbeda dengan kejahatan lain, sifat perbuatan fraud adalah tersembunyi atau mengandung tipuan (yang terlihat di permukaan bukanlah yang sebenarnya terjadi atau berlangsung). Bayangkan sejenak perampokan bank yang dilakukan segerombolan penjahat. Mereka masuk ke lobby bank, menodongkan senjata api kepada teller (juru bayar) dan manajer bank, minta para teller mengisi kantong-kantong mereka dengan uang dan barang berharga lain yang ada dalam kasanah (vault,kluis), kemudian meninggalkan bank dengan kecepatan tinggi. Semuanya disaksikan oleh pelanggan bank yang sedang atau akan bertransaksi. Bandingkan adegan tadi dengan adegan lain di mana kepala cabang suatu bank besar memfasilitasi “pelanggannya” dengan membuka L/C fiktif atau memberikan kredit bodong yang segera menjadi NPL (non-performing loan). Dalam adegan kedua, terjadi dua scenario. Skenario pertama yang terjadi di permukaan, seolah-olah ini transaksi normal antara banker dan pelanggan “terhormat”. Transaksi ini didukung dengan segala macam berkas resmi dari perusahaan sang pelanggan, bank, notaries, kantor akuntan, pengacara, bermacam-macam legitimasi (termasuk surat-surat keputusan dari lurah sampai petinggi Negara lainnya) dan entah berkas apalagi. Dalam scenario kedua, pihak-pihak yang terlibat menutup rapat-rapat kebusukan mereka; penyuapan aparat penegak hukum dan instansi lain merupakan biaya penutup kebusukan ini. Kedua scenario ini tidak terpisah, satu menguatkan yang lain dalam jalinan ayau packaging yang rapi. Karena itu, dirigennya juga mempunyai nama terhormat, arranger. Adegan pembobolan pertama (oleh perampok) terlihat kasar dan kasat mata. Adegan pembobolan kedua (oleh kelompok yang disebut atau menamakan diri mereka “professional”) terlihat bersih; karena bagian yang kotor sudah tersembunyi dlam pembungkusan atau packaging yang rapi.
Metode pembungkusannnya begitu rapi sehingga pemeriksa fraud atau investigator yang berpengalaman sekalipun seringkali terkecoh. Karena itu pemeriksa fraud atau investigator harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidakada fraud. Pernyataan yang mengandung risiko yang sangat besar. Fraud tersembunyi (atau lebih tepat,”disembunyikan”), fraud dibungkus rapi. b. Reverse Proof Pembuktian fraud secara timbal balik Pembuktian ada atau telah terjadinya fraud meliputi upaya untuk membuktikan fraud itu tidak terjadi. Dan sebaliknya, untuk membuktikan fraud tidak terjadi, kita harus berupaya membuktikan fraud itu terjadi harus ada upaya pembuktian timbale balik atau reverse proof. Kedua sisi fraud (terjadi dan tidak terjadi) harus diperiksa. Dalam hukum Amerika Serikat, “proof of fraud must preclude any explanation other than guilt” artinya pembuktian fraud harus mengabaikan setiap penjelasan, kecuali pengakuan kesalahan. c. Existence of Fraud Pemeriksa fraud berupaya membuktikan fraud memang terjadi. Hanya pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hal itu. Di Amerika Serikat wewenang itu ada pada pengadilan (majelis hakim) dan para jury. Diatas dikatakan: pemeriksa Fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa hasil pemeriksaannya membuktikan tidak ada fraud. Disini harus ditegaskan: pemeriksa fraud harus menolak memberikan pernyataan bahwa pemeriksanya membuktikan adanya fraud. Dalam upaya menyelidiki adanya fraud, pemeriksa membuat dugaan mengenai apakah seseorang bersalah (guilty) atau tidak (innocent). Bersalah atau tidaknya seseorang merupakan dugaan atau bagian dari “teori”, sampai pengadilan memberikan keputusannya.
Pertemuan Pendahuluan Akuntan forensik melakukan pertemuan pendahuluan dengan calon klien (pimpinan peusahaan di sekto swasta). Ia bisa bertemu dengan dan memwawancarai komite audit (atau pejabat perusahaan lainnya) dan menanyakan hal-hal sebagai berikut.
1. Mengapa pimpinan menduga atau mencurigai adanya fraud? 2. Pada Unit usaha (cabang,departemen,bagian) atau transaksi apa yang menduga terjadi fraud sehingga audit investigatif diperlukan? 3. Apa sifat (nature) dai fraud tersebut? 4. Kapan fraud diduga atau dicurigai terjadi? 5. Bagaimana masalahnya ditemukan? 6. Siapa yang menemukan maslahnya? 7. Bagaimana fraud tersebut dilakukan (modus operandi?) 8. Barapa banyak jumlah yang dijarah? 9. Siapa yang diduga menjadi pelaku fraud? 10. Apakah ada pekerjaan pendahuluan yang sudah dilakukan sebagai persiapan untuk audit investigatif? Setelah mendapatkan jawaban atas pertanyaan diatas, Akuntan Forensik kemudian merumuskan lingkup dan tujuan audit investigatif yang memenuhi harapan klien. Setelah ditunjuk sebagai auditor investigatif, akuntan forensik melakukan persiapan berdasarkan informasi sementara yag diperoleh. Diantaranya, ia membuat prediction. Prediction Langkah pertaman akutan dalam audit investigatifnya adalah menyusun prediction. Fraud Examiners Manual (2006) menjelaskan Prediction sebagai berikut: “Prediction adalah keseluruhan dari peristiwa, keadaan pada saat peristiwa itu, dan segala hal terkait atau berkaitan yang membawa seseorang yang cukup terlatih dan berpengalaman dengan kehatihatin yang memadai, kepada kesimpulan bahwa fraud telah, sedang atau akan berlangsung. Prediction adalah dasar untuk memulai investigasi. Investigasi atau pemeriksaan atau pemeriksaan fraud jangan dilaksanakan tanpa adanya prediction yang tepat. Setiap investigasi dimulai dengan keinginan atau harapan bahwa kasus ini berakhir dengan litigasi.Padahal ketika memulai investigasi, pemeriksa belum memiliki bukti yang cukup. Ia bau mempunyai dugaan atas dasar prediction yang dijelaskan di atas. Keadaan ini tidak berbeda sengan ilmuan yang mebuat “dugaan” atas dasar pengamatannya terhadap berbagai fakta, kemudian “dugaan” ini diujinya. Seperti hoptesis yang haus terjadi; selanjutnya akan disebut teori fraud. Teoi ini tidak lain dari rekaan atau perkiraan yang harus dibuktikan. Investigasi dengan pendekatan teori fraud meliputi langkah-langkah sebagai berikut : 1. Analisis yang tersedia 2. Ciptakan (atau kembangkan) hipotesis berdasarkan analisis diatas
3. Uji atau tes hipotesis tersebut 4. Perhalusan atau ubah hipotesis berdasarkan hasil pengujian sebelumnya. Pemeriksaan dalam hukum acara pidana Pembahasan mengenai pemeriksaan fraud di atas adalah dari kaidah-kaidah auditing. Istilah yang digunakan dalam pembahasan sebelumnya adalah istilah auditing. Padahal pemeriksaan fraud dimaksudkan untuk pembuktian di pengadilan. Idealnya, pendekatan auditing dan hukum berjalan seiring. Namun, latar belakang kedua bidang ilmu ini berbeda. Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981) mengatur tahapan hukum acara pidana sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Penyelidikan Penyidikan Penuntutan Pemeriksaan di sidang pengadilan Putusan pengadilan Upaya hukum Pelaksanaan putusan pengadilan Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pengadilan Tahap 1(penyelidikan) sampai dengan Tahap 6 (Upaya Hukum) merupakan satu
rangkaian pemeriksaan yang merupakan upaya pembuktian. Hal ini dijelaskan dalam setiap tahap dari Tahap 1 sampai dengan Tahap 6. Penyelidikan Penyelidikan adalah serangkaian kegiatan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu perbuatan yang diduga merupakan tindak pidana guna menentukan dapat/tidaknya penyelidikan dilakukan. Penyelidikan tidaklah berdiri sendiri atau terpisah dari penyidikan, melainkan merupakan satu rangkaian yang mendahului tindakan penyidikan lainnya, yakni penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Penyelidik mempunyai wewenang sebagai berikut: Menerima laporan atau pengaduan tentang adanya dugaan tindak pidana Mencari keterangan dan barang bukti Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri Atas perintah penyidik, penyelidik dapat melakukan tindakan berupa: Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan;
Pemeriksaan dan penyitaan surat; Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik. Wewenang penyelidik seperti mencari keterangan dan barang bukti sudah memasuki ruang lingkup pembuktian. Kalau keterangan yang diperoleh dari beberapa orang saling bersesuaian satu sama lain, apalagi kalau ada keterkaitan dengan barang bukti yang ditemukan, maka penyelidik dapat menduga telah terjadi suatu tindak pidana. Selanjutnya penyidikan dapat dilakukan. Apabila Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penyelidikan dan dari penyelidikan itu tidak ditemukan sekurang-kurangnya dua bukti, maka penyelidik melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan. Sedangkan apabila Kejaksaan dan Kepolisian yang melakukan penyelidikan, tidak dikenal penghentian penyelidikan. Dalam hal penyelidik (Kejaksaan dan Kepolisian) berpendapat perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana maka penyelidikan tidak dilanjutkan, tanpa proses. Penyidikan Penyidikan adalah serangkaian kegiatan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi untuk menemukan tersangkanya. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti, undang-undang memberi wewenang kepada penyidik untuk: Menggeledah dan menyita surat dan barang bukti. Memanggil dan memeriksa saksi, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan saksi. Memanggil dan memeriksa tersangka, yang keterangannya dituangkan dalam berita acara pemeriksaan tersangka. Mendatangkan ahli untuk memperoleh keterangan ahli yang dapat juga diberikan dalam bentuk laporan ahli. Menahan tersangka, dalam hal tersangka dikuatirkan akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti atau mengulangi melakukan tindak pidana. Apabila dari bukti-bukti yang terkumpul diperoleh persesuaian antara yang satu dengan yang lainnya, dan dari persesuaian itu diyakini bahwa memang telah terjadi tindak pidana dan tersangka itulah yang melakukannya, maka penyidik menyerahkan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum. Hasil penyidikan ini tertuang dalam berkas perkara yang didalamnya terdapat bukti-bukti.
Dalam hal Penyidik (Kepolisian atau Kejaksaan) berpendapat bahwa dari bukti-bukti yang dikumpulkan secara maksimal ternyata tidak cukup bukti atau terbukti tapi bukan merupakan tindak pidana (korupsi) maka mereka berwenang menghentikan penyidikan. KPK tidak dibenarkan menghentikan penyidikannya, karena kewenangannya ada pada penghentian penyelidikan. Prapenuntutan Prapenuntutan adalah tindakan jaksa (Penuntut Umum) untuk memantau perkembangan penyidikan setelah menerima pemberitahuan dimulainya penyidikan dari penyidik, mempelajari atau meneliti kelengkapan berkas perkara hasil penyidikan yang diterima dari penyidik serta memberikan petunjuk guna dilengkapi oleh penyidik untuk dapat menentukan apakah berkas perkara tersebut dapat dilimpahkan atau tidak ke tahap penuntutan. Penuntut Umum tidak akan menerima berkas perkara hasil penyelidikan yang buktinya tidak lengkap. Karena bukti ini akan dijadikan alat bukti di sidang pengadilan untuk membuktikan tindak pidana yang didakwakan. Di tahap prapenuntutan, pembuktian merupakan focus utama dalam meneliti berkas perkara hasil penyidikan. Penuntutan Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum yang melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang, sesuai dengan cara yang diatur dalam hukum acara pidana, dengan permintaan agar diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan. Setelah Penuntut Umum menerima atau menerima kembali hasil penyidikan yang lengkap dari penyidik, ia segera menentukan apakah berkas perkara itu sudah/ belum memenuhi syarat untuk dilimpahkan ke pengadilan. Pemeriksaan di pengadilan Seperti pada tahap-tahap sebelumnya, acara pemeriksaan di sidang pengadilan utidak lain berkenaan dengan pembuktian. Bukti-bukti yang diperoleh di tingkat penyidikan diperiksa kembali di sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti:
Saksi-saksi yang telah diperiksa oleh penyidik dipanggil kembali ke sidang
pengadilan untuk memperoleh alat bukti keterangan saksi. Tersangka yang sudah diperiksa di tahap penyidikan, diperiksa kembali disidang pengadilan, untuk mendapat alat bukti keterangan terdakwa.
Ahli yang telah memberikan keterangan di penyidikan atau yang telah membuat laporan ahli, dipanggil kembali untuk didengar pendapatnya atau dibacakan
laporannya di sidang pengadilan, agar diperoleh alat bukti keterangan ahli. Surat dan barang bukti yang telah disita oleh penyidik diajukan ke sidang pengadilan untuk dijadikan alat bukti surat dan petunjuk. Itulah cara memperoleh alat bukti di sidang pengadilan. Hanya alat bukti yang sah yang
diperoleh di sidang pengadilan, yang dapat meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Alat bukti yang sah ini terdiri atas: 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan saksi Keterangan ahli Surat Keterangan terdakwa Petunjuk Pemeriksaan di sidang pengadilan mempunyai satu tujuan saja, yaitu mencari alat bukti
yang membentuk keyakinan hakim tentang bersalah atau tidaknya terdakwa. Putusan Pengadilan Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah. Kesalahan terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakim, namun keyakinan itu harus didasarkan atas sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah, yang harus ada persesuaian satu dengan yang lain. Berdasarkan alat bukti yang diperoleh di sidang pengadilan, hakim menjatuhkan putusan:
Putusan pemidanaan, apabila pengadilan berpendapat bahwa terdakwa terbukti
bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Putusan bebas, apabila pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum, apabila pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana atau terbukti akan tetapi terdakwa tidak dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatannya.
Upaya Hukum Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi, atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali, atau hak Jaksa Agung untuk mengajukan kasasi demi kepentingan hukum dalam hal seta menurut cara yang diatur dalam undangundang. Upaya hukum ada dua macam, yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum Luar Biasa. Upaya Hukum Biasa terdiri atas Pemeriksaan Tingkat Banding dan Pemeriksaan Kasasi. Upaya Hukum Luar Biasa Terdiri atas Pemeriksaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Bukti Dan Pembuktian – Auditing Dan Hukum Dari penjelasan di bagian terdahulu, jelas bahwa keenam tahapan dalam KUHAP (mulai tahap Penyelidikan sampai Tahap Upaya Hukum baik upaya hukum biasa maupun upaya hukum luar biasa) berkenaan dengan pembuktian. Juga penjelasan Mengenai Fraud Theory tidak lain dari proses mengumpulkan bukti yang dapat diterima di pengadilan. Para auditor yang berlatar belakang pendidikan akuntansi mengenal istilah bukti audit. Mereka bahkan mengira bahwa pengertian bukti dalam auditing sama dengan pengertian yang digunakan di pengadilan atau dalam bidang hukum.
Tabel 12.1 Comparative Classification of Evidence In Two Fields Significant Characteristics Law Special purpose of Maintenance of justice area to which evidence is pertinent.
Auditing Protection readers
Subject matter to Occurrences at given times Financial propositions which evidence is and places pertinent
Method collection
of
statement
Statement
of Presentation by opposing Submission by interested and disinterested parties or parties
development
Rational deduction inference Passive
and Collected and developed by independent party Rationalization Both positive and passive
Role of judgementmaker in collection or development
Logical presumptions Professional standards Nature of rules Rules of admissibility and governing the study relevance A controlling factor A controlling factor of evidence Importance of time in judgement formation and evidence collection Persuasive Varies from absolute to persuasive Compulsiveness of evidence in judgement formation
Dalam bidang mereka sendiri para akuntan dan auditor di Indonesia sering terkecoh dengan “bukti” dan sesuatu yang mengandung unsur-unsur pembuktian (evidential matter). Audit harus menghimpun evidential matter (hal-hal yang bersifat membuktikan) dan tidak sekedar evident atau bukti konkrit sebagai dasar untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan klien. Yang dimaksud dengan evidential matter misalnya pengetahuan yang ada di pikiran auditor mengenai uang yang sebenarnya dikeluarkan untuk membeli suatu aktiva. Ukuran keabsahan (validitas) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada pertimbangan auditor. Dalam hal ini bukti audit berbeda dengan bukti hukum yang diatur secara tegas oleh peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor dalam rangka memberikan pendapat atas laporan keuangan yang diauditnya. Ketepatan sasaran, obyektif, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti. Perbandingan antara evidence dan evidential matter No
Evidence
Evidential Matter
. 1
Ada di luar benak atau kesadaran Ada di dalam benak atau kesadaran
2
auditor Bersifat konkrit, empiris
intelektual dan mental auditor Bersifat abstrak
3 4
Realitas obyektif Realitas substantif
Realitas subjektif Realitas bentuk
Investigasi Pengadaan Pengadaan barang dan jasa pemerintah adalah kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa oleh kementrian/lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang dan jasa. Ketentuan perundang-undangan mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai APBN dan APBD terdapat pada Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Dikutip dari Kepres 80/2003, tujuan dikeluarkannya ketentuan perundangan ini adalah: “Agar pengadaan barang dan jasa yang dibiayai dengan APBN dan APBD dapat dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka, dan perlakuan yang adil bagi semua pihak, sehingga hasilnya dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas pemerintah dan pelayanan masyarakat.” Dalam proses pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemborongan atau jasa lainnya yang memerlukan penyedia barang dan jasa dibedakan menjadi empat cara berikut: 1. 2. 3. 4.
Pelelangan umum Pelelangan terbatas Pemilihan langsung Penunjukan langsung Pelelangan terbatas umumnya sama dengan pelelangan umum, kecuali dalam
pengumuman dicantumkan kriteria peserta dan nama-nama penyedia barang dan jasa yang akan diundang. Apabila setelah diumumkan terdapat penyedia barang dan jasa yang tidak tercantum dalam pengumuman dan berminat serta memenuhi kualifikasi, maka wajib untuk diikutsertakan dalam pelelangan terbatas. Terdapat dua istilah yang sering muncul dalam proses pelelangan umum, yaitu prakualifikasi dan pascakualifikasi. Prakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa sebelum memasukkan penawaran. Pascakualifikasi adalah proses penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu lainnya dari penyedia barang dan jasa setelah memasukkan penawaran. Salah satu kewajiban dalam pengadaan barang dan jasa adalag penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri). Berikut data yang digunakan sebagai dasar penyusunan HPS: 1. Harga pasar setempat menjelang dilaksanakannya pengadaan.
2. Informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik asosiasi terkai, dan sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 3. Daftar biaya/tarif barang dan jasa yang dikeluarkan oleh agen tunggal atau pabrikan. 4. Biaya kontrak sebelumnya yang sedang berjalan dengan mempertimbangkan faktor perubahan biaya apabila terjadi perubahan biaya. 5. Daftar biaya standar yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang. HPS disusun oleh panitia atau pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang dan jasa. HPS digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk perinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran. Pelanggaran terhadap ketentuan pengadaan barang dan jasa bisa berupa sanksi administrasi, tuntutan ganti rugi atau gugatan perdata, dan pemrosesan secara pidana. Berikut perbuatan penyedia barang dan jasa yang dapat dikenakan sanksi: 1. Berusaha memengaruhi panitia pengadaan atau pejabat yang berwenang dalam bentuk dan cara apapun, baik langsung maupun tidak langsung guna memenuhi keinginannya yang bertentangan dengan ketentuan dan prosedur yang ditetapkan dalam dokumen pengadaan atau kontrak, dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Melakukan persengkongkolan dengan penyedia barang dan jasa lain untuk mengatur harga penawaran di luar prosedur pelaksana pengadaan barang dan jasa sehingga mengurangi/menghambat/memperkecil dan/atau meniadakan persaingan yang sehat dan/atau merugikan pihak lain. 3. Membuat dan/atau menyampaikan dokumen dan/atau keterangan lain yang tidak benar untuk memenuhi persyaratan pengadaan barang dan jasa yang ditentukan dalam dokumen pengadaan. 4. Mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan/atau tidak dapat diterima oleh panitia pengadaan. 5. Tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya sesuai kontrak secara bertanggung jawab. Secara luas, sistem pengadaan publik Indonesia diyakini merupakan sumber utama bagi kebocoran anggaran yang memungkinkan korupsi dan kolusi yang memberikan sumbangan besar terhadap kemerosotan pelayanan jasa bagi rakyat miskin Indonesia. Besarnya pengadaan mengesankan skala potensial masalah tersebut. Suatu sistem pengadaan efektif harus dipusatkan pada upaya untuk memastikan bahwa dana publik dibelanjakan dengan baik guna meningkatkan efektivitas pembangunan. Apabila suatu sistem pengadaan berfungsi dengan baik, dipastikan pembelian barang akan bersaing dan
efektif. Melihat ke depan, suatu sistem pengadaan publik kelas dunia dan bukannya sistem dengan reputasi global untuk mendorong korupsi akan menjadi semakin penting bagi Indonesia dengan munculnya zona perdagangan bebas Asia dan pelaksanaan ketentuanketentuan World Trade Organization pada waktunya, yang mewajibkan pada negara-negara anggotanya memberi akses kepada pengadaan pemerintah bagi perusahaan-perusahaan dari mitra dagang. Apa saja yang membuat sistem pengadaan menjadi baik? Supaya berfungsi efektif, suatu rezim pengadaan perlu mencakup ciri-ciri berikut: 1. Kerangka hukum yang jelas, komprehensif, dan transparan, Antara lain, mewajibkan pemasangan iklan yang luas tentang kesempatan-kesempatan penawaran, pengungkapan sebelumnya tentang semua kriteria untuk mendapatkan kontrak, pemberian kontrak yang didasarkan atas kriteria yang objektif bagi penawar yang dinilai paling rendah, pemaparan publik bagi penawaran-penawaran itu, akses terhadap mekanisme peninjauan untuk keluhan penawar, pengungkapan publik dari hasil-hasil proses pengadaan, dan pemeliharaan catatan lengkap tentang seluruh proses tersebut. 2. Kejelasan tentang tanggung jawab dan akuntabilitas fungsional, Termasuk penunjukan tanggung jawab yang jelas atas pengelolaan proses pengadaan, memastikan bahwa aturan-aturan ditaati, dan mengenakan sanksi-sanksi jika aturanaturan itu dilanggar. 3. Suatu organisasi yang bertanggung jawab untuk kebijakan pengadaan dan pengawasan penerapan tepat dari kebijakan tersebut. Secara ideal, badan ini tidak boleh bertanggung jawab pula untuk mengelola proses pengadaan. Badan tersebut harus memiliki wewenang dan independensi untuk bertindak tanpa takut atau pilih kasih dalam menjalankan tanggung jawabnya. 4. Suatu mekanisme penegakan. Tanpa penegakan, kejelasan aturan, dan fungsi tidak ada artinya. Badan audit pemerintah harus dilatih untuk mengaudit pengadaan publik dan memulai tindakan terhadap mereka yang melanggar aturan-aturan. Pemerintah perlu menetapkan mekanisme-mekanisme yang memiliki kepercayaan penuh dari para penawar. 5. Staf pengadaan yang terlatih dengan baik, Merupakan suatu kunci untuk memastikan sistem pengadaan yang sehat. Investigasi Pengadaan Terdapat tiga tahapan dalam pengadaan yang menggunakan sistem tender atau penawaran terbuka: 1. Tahap pratender (presolicitation phase)
2. Tahap penawaran dan negosiasi (solicitation and negotiation phase) 3. Tahap pelaksanaan dan penyelesaian administratif (performance and administration phase) Auditor harus menguasai seluk beluk dan potensi fraud dalam setiap tahap. Yang dapat membantunya adalah gejala-gejala yang sering muncul ke permukaan pada setiap tahan tersebut di atas yang akan dijelaskan lebih lanjut di bawah ini. Tahap Pratender Dalam tahap ini, umumnya terjadi kejadian berikut: 1. Pemahaman mengenai kebutuhan perusahaan atau lembaga akan barang dan jasa yang akan dibeli. 2. Pengumuman mengenai niat perusahaan atau lembaga itu untuk membuat kontrak. 3. Penyusunan spesifikasi. 4. Penentuan mengenai kriteria pemenang. Auditor harus mengenali penyimpangan dari prosedur baku dan harus mewaspadai ketidaklengkapan dokumen. Terdapat dua skema fraud yang utama, yaitu penentuan kebutuhan dan penentuan spek. Dalam menentukan kebutuhan, sering kali terjadi persengkongkolan antara pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli dengan kontraktor atau penyuplai. Penyuplai memberikan uang suap pada pejabat atau pegawai dari lembaga yang membeli sebagai ungkapan terima kasihnya karena pejabat atau pegawai itu berhasil menentukan kebutuhan akan barang dan jasa yang akan dipasok. Hal ini akan menyebabkan perusahaan korban membeli barang atau jasa yang sebenarnya tidak dibutuhkan perusahaan persebut. Dalam menentukan spesifikasi, terdapat persyaratan tertentu mengenai elemen, material, dimensi, dan lain-lain yang harus dipenuhi dalam suatu proyek. Spesifikasi dibutuhkan untuk memberi informasi mengenai kebutuhan perusahaan dan digunakan sebagai dasar dalam penerimaan tender. Dalam kasus ini, vendor menyuap karyawan dari perusahaan pembeli yang terlibat dalam persiapan spesifikasi kontrak. Sebagai gantinya, karyawan mengatur spesifikasi kontrak yang dapat menampung kemampuan penyuap. Tahap Penawaran dan Negosiasi Tahap ini melakukan kegiatan sebagai berikut: a. Sebelum klarifikasi dan negosiasi dilakukan, panitia/pejabat pengada-an membuat pedoman klarifikasi dan negosiasi teknis dan harga. Dalam pedoman klarifikasi dan
negosiasi teknis dan harga di-cantumkan hal-hal teknis dan item pekerjaan yang akan diklarifikasi dan dinegosiasi, tetapi tidak boleh mencantumkan rincian HPS; b. Klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada peserta pemilihan langsung yang menawarkan harga terendah sampai terjadi kesepakatan. Klarifikasi dan negosiasi tidak boleh dihadiri oleh peserta pemilihan langsung lainnya; c. Klarifikasi dan negosiasi teknis dilakukan untuk mendapatkan barang/jasa yang sesuai dengan spesifikasi yang tercantum dalam dokumen pemilihan penyedia barang/jasa atau spesifikasi yang lebih tinggi; d. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak harga satuan, panitia/pejabat pengadaan melakukan klarifikasi dan negosiasi terutama terhadap harga satuan itemitem pekerjaan yang harga satuan penawarannya lebih tinggi dari harga satuan yang tercantum dalam HPS; e. Bagi pengadaan barang/jasa berdasarkan kontrak lumpsum, panitia/pejabat pengadaan melakukan negosiasi hanya pada harga total saja; f. Setelah klarifikasi dan negosiasi, panitia/pejabat pengadaan meminta kepada peserta pemilihan langsung yang akan diusulkan untuk menandatangani berita acara hasil klarifikasi dan negosiasi. Apabila tidak terjadi kesepakatan dengan urutan pertama, maka klarifikasi dan negosiasi dilakukan kepada urutan penawar terendah berikutnya; g. Berdasarkan berita acara tersebut, panitia/pejabat pengadaan membuat surat usulan penetapan penyedia barang/jasa kepada pejabat yang berwenang menetapkan. Skema fraud dalam tahap ini umumnya berupa persengkongkolan antara pembeli dan kontraktor yang diunggulkan dan kontraktor “pendamping” atau “pemantas” yang meramaikan proses penawaran. Terdapat beberapa skema fraud sebagai berikut: 1. Permainan yang berkenaan dengan pemasukan dokumen penawaran. Misalnya, membuka dokumen penawaran lebih awal, menerima dokumen penawaran meskipun sudah melewati batas waktu, mengubah dokumen penawaran secara tidak sah (setelah berhasil “mengintip” dokumen saingan), mengatur harga penawaran, memalsukan berita acara dan dokumen proses tender lainnya. 2. Permainan yang berkenaan dengan manipulasi dalam proses persaingan terbuka yang disebut dengan bid-rigging. Hal ini dilakukan dengan cara bersengkongkol antara pembeli dan sebagian peserta tender. 3. Tender arisan (bid rotation) dilakukan untuk menentukan pemenang (kontraktor dengan persyaratan atau terms terbaik) sebelum dokumen penawaran dibuka. 4. Menghalangi penyampaian dokumen penawaran. Misalnya, peserta tender yang tibatiba mengundurkan diri dengan atau tanpa alasan, peserta tender yang ditolak karena
menggunakan ‘formulir’ yang salah atau ‘lupa’ merekatkan materai, peserta tender yang mengatur persyaratan tambahan, dan lain-lain. 5. Menyampaikan dokumen penawaran pura-pura (complementary bids) yang berisi harga yang relatif lebih tinggi atau persyaratan yang sudah pasti akan mengalahkannya.
Penyampaian
complementary
bids
dimaksudkan
untuk
“meramaikan bursa” agar tender terlihat lebih sahih. 6. Memasukkan dokumen penawaran “hantu” (phantom bids). Perusahaan menciptakan perusahaan palsu yang masuk dalam arena tender. Biasanya mereka terkait pada seorang pemilik yang sama. Tanda yang cepat dikenali adalah alamat dan nomor telepon yang sama, akta notaris (akta pendirian) dibuat pada hari yang sama di notaris yang sama dengan nomor urut yang teratur. 7. Kontraktor dengan sengaja memainkan harga. Sesudah terpilih dalam proses negosiasi, ia “menafsirkan kembali” data harganya. Hal ini akan berakhir dengan harga yang lebih mahal dari kontraktor yang dikalahkannya. Bentuk lain adalah penggantian subkontraktor atau konsultan yang lebih rendah mutu atau kualifikasinya, atau tidak mengungkapkan nilai dari barang-barang proyek sesudah proyek berakhir. Tahap Pelaksanaan dan Penyelesaian Administratif Tahap ini meliputi kegiatan berikut: 1. Perubahan dalam order pembelian. 2. Review yang tepat waktu atas bagian pekerjaan yang sudah selesai dikerjakan dan untuk bagian mana kontraktor berhak menerima pembayaran. Ada dua bentuk fraud dalam tahap ini, yaitu substitusi atau penggantian produk dan “kekeliruan” dalam perhitungan pembebanan. Untuk menaikkan keuntungan, kontraktor mengganti barang atau produk atau bahan baku/pembungkus yang dipasoknya. Substitusi ini bisa berbentuk: 1. 2. 3. 4. 5.
Pengiriman barang yang mutunya lebih rendah. Pengiriman bahan yang belum diuji. Pemalsuan hasil pengujian. Pengiriman barang palsu. Pemalsuan sertifikasi, misalnya sertifikasi keaslian barang, mutu, atau persyaratan
lain. 6. Pembuatan sample yang khusus untuk mengujian dan memang lulus pengujian, tetapi sebagian besar produk yang dikirimkan tidak sebaik sample ini. 7. Pemindahan tags yang bertanda “Sudah Diperiksa” dari barang yang sudah diperiksa ke barang yang belum diperiksa. 8. Penggantian dengan barang-barang yang kelihatannya sama.
Kekeliruan dalam pembebanan biaya bisa berupa kekeliruan perhitungan (misalnya ada biaya yang boleh dan tidak boleh dibebankan ke proyek), kekeliruan dalam pembebanan biaya material atau tenaga kerja. Contohnya, dalam kontrak penggunaan tenaga konsultan yang pembebanannya meliputi jumlah waktu (man-hours, man-days, dst.) dikalikan tarif per satuan waktu. Yang bisa dimainkan adalah jumlah waktu, tarif yang seharusnya, dan hasil perkalian. Selain itu, dalam tahap ini biasanya terjadi penyalahgunaan pada proses tendering yang telah disegel. Orang yang mempunyai akses pada penawaran yang telah tersegel biasanya menjadi target vendor tak beretika yang mencari keuntungan dalam proses ini. Vendor menyuap karyawan untuk memberikan informasi sehingga vendor dapat mempersiapkan penawarannya. Vendor yang menyuap karyawan ini dapat mengumpulkan penawarannya yang paling akhir karena ia telah mengetahui harga yang diberikan kompetitornya sehingga ia dapat melakukan penyesuaian-penyesuaian tertentu. Red Flag Terdapat beberapa hal yang dapat mengindikasikan adanya praktik bid-rigging antara lain: 1. Harga kontrak yang tinggi secara tidak biasa. Misalnya, jika dua atau lebih kontraktor bersekongkol dengan karyawan dalam proses penawaran, atau jika karyawan memasukkan penawaran dari vendor fiktif untuk menaikkan harga kontrak, penawaran yang memenangkan kontrak ini akan mempunyai
harga
yang
sangat
tinggi
dibandingkan
dengan
harga
yang
diekspektasikan, kontrak sebelumnya, jumlah yang dianggarkan, dsb. Organisasi harus memonitor trend harga untuk mencegah hal ini. 2. Penawaran rendah diikuti oleh perubahan order atau penyesuaian yang menaikkan pembayaran pada kontraktor secara signifikan. Hal ini dapat mengindikasikan kontraktor bersekongkol dengan seseorang dalam perusahaan yang mempunyai wewenang untuk menyesuaikan kontrak. Kontraktor mengumpulkan harga penawaran yang sangat rendah untuk memastikan bahwa penawaran ini akan memenangkan kontrak, mengetahui bahwa harga akhir akan naik setelah pemberian suap. 3. Perbedaan harga antar penawar yang tidak dijelaskan. Perbedaan harga yang signifikan dapat terjadi ketika penawar yang jujur mengumpulkan penawaran dalam proses penawaran yang kompetitif di mana proses tersebut didominasi oleh penawar-penawar yang telah bersekongkol, di mana mereka mempunyai harga penawaran yang sangat rendah. 4. Terdapat pola tertentu dalam proses penawaran.
Jika kontraktor yang paling akhir mengumpulkan penawarannya memenangkan kontrak secara berulang, hal ini dapat mengindikasikan bahwa karyawan memperbolehkan kontraktor ini untuk melihat penawaran kompetitornya. 5. Penawar yang kalah dalam kontrak sering menjadi subkontraktor proyek. Hal ini mengindikasikan vendor-vendor tersebut bersekongkol untuk membagi proses kontrak, menyetujui jika salah satu vendor memenangkan kontrak maka yang lain akan memperoleh bagian tertentu melalui penyusunan subkontraktor. 6. Terdapat perhitungan atau kesalahan perhitungan yang sama dalam satu atau dua penawaran, juga terdapat dua atau lebih perusahaan yang memiliki alamat, nomor telepon, dll yang sama. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa karyawan atau vendor membentuk vendor fiktif untuk menciptakan ilusi kompetisi dimana sebenarnya hal tersebut tidak benar-benar ada. Komputer sebagai Alat Bantu Teknologi komputasi membantu auditor dalam mendeteksi fraud dalam pengadaan barang. Program komputer dapat khusus dibuat untuk mengidentifikasi: 1. 2. 3. 4.
Penyuplai dengan alamat P.O. BOX. Penyuplai dengan alamat yang sama dengan alamat pegawai. Kontrak yang gagal dalam proses tender, tetapi sekarang menjadi subkontraktor. Pembayaran kepada penyuplai tertentu selama suatu jangka waktu (untuk mendeteksi
kemungkinan pembayaran yang berulang-ulang atau pembayaran ganda). 5. Pembayaran kepada penyuplai yang tidak melalui sistem yang ada. 6. Pegawai atau konsultan yang dalam hari yang sama menangani beberapa proyek, atau proyek yang bukan untuk pembeli.
Referensi Website Kementrian Perindustrian tkdn.kemenperin.go.id/download.php?id=20 Wells, Joseph T. 2010. Principles of Fraud Examination Third Edition. Wiley, USA Tuanakotta, Theodorus M. 2010. Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif Edisi 2. Penerbit Salemba Empat, Jakarta