MAKALAH ANALISIS FARMASI
OLEH KELOMPOK 1-5 KELAS :FARMASI C
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN CITRA HUSADA MANDIRI KUPANG TAHUN 2017
KELOMPOK 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
Analisis farmasi merupakan salah satu ilmu yang dipelajari didalam dunia farmasi, ilmu ini mempelajari tentang bagaimana cara kita mengetahui adanya kandungan dan jumlah kandungan suatu zat dalam suatu sampel. Salah satu metode di analisis farmasi adalah metode spektrofotometri. Spektrofotometri adalah sebuah metode analisis untuk mengukur konsentrasi suatu senyawa berdasarkan kemampuan senyawa tersebut mengabsorpsi berkas sinar atau cahaya. Spektrofotometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu, sementara fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisiskan atau diabsorpsi. Prinsip kerja spektrofotometer adalah menggunakan instrumen obat atau molekul dengan radiasi elektromagnetik yang energinya sesuai. 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Jelaskan definisi analisis farmasi! 2. Jelaskan tahapan analisis! 3. Jelaskan klasifikasi metode analisis! 1.3. TUJUAN 1. Mengetahui definisi analisis farmasi. 2. Mengetahui tahapan analisis. 3. Mengetahui klasifikasi metode analisis.
BAB II PEMBAHASAN 2.1. Definisi Analisis Farmasi
Analisis farmasi melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada khususnya, dan bahan kimia pada umumnya. Standar yang digunakan sebagai acuan dalam proses analisis farmasi yaitu Farmakope Indonesia. Farmakope didefinisikan sebagai suatu buku standar farmasi yang dimaksudkan untuk menjamin keseragaman keseragaman dalam jenis,
kualitas, komposisi, dan
kekuatan obat yang yang telah diakui atau telah diizinkan oleh pemegang kewenangan dan diwajibkan
bagi apoteker (Urdang, G., 1951). Oleh karena itu Farmakope
bersifat
mandatori, yang ditetapkan ditetapkan oleh pihak yang mempunyai kewenangan pada suatu negara. Analisis farmasi terbagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Analisis kualitatif merupakan analisis untuk melakukan identifikasi elemen, spesies, dan atau senyawa-senyawa yang ada didalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel.
Analisis kuantitatif adalah, analisis untuk menentukan jumlah (kadar) absolute atau relative dari suatu elemen atau spesies yang ada didalam sampel.
Analisis struktur adalah penentuan letak dan pengaturan ruang tempat atom dalam suatu elemen atau molekul, serta identifikasi gugus-gugus karakteristik (gugusgugus fungsional) dalam suatu molekul.
2.2. Tujuan Analisis Farmasi
Tujuan Umum : Terkait dengan penentuan komposisi suatu senyawa dalam suatu bahan atau sampel yang lazim. Tujuan Khusus : Terkait dengan pemahaman secara mendalam tentang tahapan-tahapan dalam analisis farmasi secara keseluruhan dan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
2.3 Klasifikasi Metode Analisis
a. Metode Klasik/Metode Konvensional Pelaksanaan kuantitatif reaksi kimia merupakan dasar dari analisis kimia metode konvensional yaitu gravimetri, titrimetri atau volumetri. 1) Gravimetri Gravimetric merupakan cara pemeriksaan jumlah zat yang paling tua dan yang paling sederhana dibandingkan dengan cara pemeriksaan kimia lainnya. Analisis gravimetri adalah cara analisis kuantitatif berdasarkan berat tetap (berat konstan)-nya. Dalam analisis ini, unsur atau senyawa yang dianalisis dipisahkan dari sejumlah bahan yang dianalisis. Bagian terbersar analisis gravimetric menyangkut perubahan unsur atau gugus dari senyawa yang dianalisis menjadi senyawa lain yang murni dan mantap (stabil), sehingga dapat diketahui berat tetapnya. Berat unsur atau gugus yang dianalisis selanjutnya dihitung dari rumus senyawa serta berat atom penyusunnya. Dalam analisis gravimetri, zat yang akan ditetapkan diubah terlebih dahulu menjadi suatu endapan yang tidak larut kemudian dikumpulkan dan ditimbang, misalnya konsentrasi perak dalam sampel logam dapat ditetapkan secara gravimetri dengan cara mulamula melarutkan sampel tersebut dalam asam nitrat kemudian
ke
dalam
larutan
tersebut
ditambahkan
ion
klorida
secara
berlebihansehingga semua ion perak yang ada dalam larutan mengendap sebagai perak klorida. Setelah dilakukan pencucian, endapan perak klorida dikeringkan dan akhirnya ditimbang. 2) Titrimetri atau Volumetri Metode titrimetri masih digunakan secara luas karena merupakan metode yang
tahan,
murah,
dan
mampu
memberikan
ketetapan
(presisi)
yang
tinggi,keterbatasan metode ini adalah bahwa titrimetri kurang spesifik. Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetric atau analisis kuantitatif dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku (standar) yang kadar (konsentrasinya) telah diketahui secara teliti dan reaksinya berlangsung secara kuantitatif.
Untuk dapat dilakukan analisis valumetri harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a) Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini. b) Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris. c) Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika. d) Harus ada indikator jika syarat 3 tidak dipenuhi. Indikator juga dapat diamati dengan pengukuran daya hantar listrik (titrasi potensiometri/konduktometri). Metode-metode titrimetri: a) Asidi-alkalimetri b) Titrasi bebas air (TBA) c) Titrasi argentometri d) Titrasi kompleksometri e) Titrasi redoks f) Titrasi diazotasi
Dalam analisis titrimetri (sampai sekarang sering disebut analisis volumetri), zat yang akan ditetapkan dibiarkan bereaksi dengansuatu pereaksi yang ditambahkan sebagai larutan standar, kemudianvolume larutan standar yang diperlukan diukur. Tipe reaksi yangbiasa digunakan dalam titrimetri adalah:
Reaksi penetralan (asam basa) Contoh: jika asam (HA) ditetapkan dengan basa (BOH) maka reaksinya adalah: HA + OH-→ A- + H2O
Reaksi pembentukan kompleks Contoh: reaksi antara ion perak dengan sianida Ag+ + 2CN-→Ag(CN)2-
Reaksi pengendapan Contoh: pengendapan kation perak dengan anion halogen, reaksinya adalah: Ag+ + X-→AgX(p)
Reaksi oksidasi-reduksi Contoh: besi(II) dalam larutan asam dititrasi dengan larutan kalium permanganat (KMnO4) reaksinya adalah: 5Fe2+ + MnO4- + 8H+→ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
Karena pada dasarnya pekerjaan titrimetri diakhiri dengan menentukanvolume zat yang bereaksi, maka titrimetri sering juga disebut dengan volumetri.Sedangkan volumetri atau gasometri didasarkan pada pengukuran volume gas yang dibebaskan atau diserap dalam suatu reaksi kimia. b. Metode Modern Metode modern lebih mengarah pada penggunaan alat atau instrument yang canggih. Secara umum metode modern lebih unggul dibanding dengan metode konvensional, karena metode modern menawarkan kepekaan yang tinggi ( batas deteksinya kecil ), jumlah sampel yang diperlukan sedikit, dan waktu pengerjaannya relatif cepat karena beberapa metode modern (seperti kromatografi), selain dapatt untuk melakukan analisis kuantitatif juga dapat digunakan untuk melakukan pemisahan senyawa yang terdapat dalam sampel. Metode modern yang saat ini penggunaannya luas terutama untuk menganalisis sediaan farmasi dengan komponen zat aktif tunggal adalah metode spektrofotometri yang melibatkan penggunaan sinar sebagai sumber energi.Spektrofotometri UV-Vis banyak digunakan
untuk
analisis
senyawa-senyawa
obat
yang
mempunyai
kromofor
organik.Sementara itu, spektrofotometri serapan atom (SSA), merupakan metode yang sangat selektif terhadap logam tertentu dan banyak digunakan untuk menganalisis unsur logam. Metode modern lain yang juga digunakan adalah metode potensiometri; suatu metode analisis yang mendasarkan pada penggunaan arus listrik untuk mengukur potensial elektroda yang dapat dihubungkan dengan konsentrasi ion tertentu.Selain itu,
ada juga metode polarografi yang juga merupakan metode analisis yang melibatkan penggunaan elektroda dan arus listrik. 2.4 Tahapan Analisis
a. Perencanaan Analisis Perencanaan analisis adalah suatu tahap dimana peneliti mulai merencanakan segala hal yang berhubungan dengan proses analisis yang akan dilakukan, mulai dari persiapan alat dan bahan, pengambilan sampel, metode yang dipakai dalam analisis sampai proses evaluasinya. b. Sampling Teknik sampling adalah cara pengambilan sampel, contoh atau cuplikan dari bahan ruah atau lapangan yang menjadi obyek analisis. Pengetahuan yang baik tentang proses sampling (pengambilan sampel) dan tujuan analisis dapat menghindarkan dari kesalahan analisis.Tingkat kepercayaan terhadap data analisis juga sangat tergantung bagaimana suatu sampling dilakukan. Sampel yang diambil harus bersifat representative (mewakili) populasi zat/bahan yang akan dianalisis dan haruslah homogen. Analisis yang baik haruslah sudah mengetahui akan pentingnya sampling, penyiapan sampel, pra perlakuan sampel, serta cara-cara pemindahan dan penyimpanan sampel yang benar. Dalam banyak hal, sediaan obat/sampel secara umum tidak dapat dianalisis secara langsung misalkan dengan kromatografi tanpa terlebih dahulu dilakukan perlakuan awal terhadap sampel tersebut.Langkah ini dikategorisasikan sebagai sampling atau langkah pembersihan sampel dari pengotor yang mungkin ada sehingga mengganggu analisis lebih lanjut. c. Penyiapan Sampel Pengambilan sampel merupakan masalah yang sangat penting dalam analisis untuk mengetahui kadar atau konsentrasi suatu senyawa tertentu dalam sampel hanya dilakukan terhadap sejumlah kecil sampel. Oleh karena itu, cara pengambilan sampel
yang salah meskipun metode analisisnya tepat dan teliti hasilnya tidak akan memberikan petunjuk yang benar mengenai sifat (dalam hal ini kadar) yang akan diselidiki. Aturan umum yang pasti mengenai cara pengambilan sampel dan berapa besarnya sampel yang harus diambil tidak dapat dirumuskan secara umum, sebab cara pengambilan sampel sangat tergantung pada sifat dan jumlah bahan yang dianalisis. Cara pengambilan sampel zat padat akan berbeda dengan cara pengambilan zat cair, dan akan berbeda pula dengan gas. Namun, pada prinsipnya sampel yang dianalisis harus bersifat representative, artinya sampel yang akan dianalisis benar-benar mewakili populasinya. Berdasarkan prinsip ini dikenal 2 macam cara pengambilan sampel dalam proses analisis yaitu : 1. Pengambilan sampel random (cuplikan random,cuplikan acak). Cara pengambilan sampel ini dilakukan terhadap bahan yang serba sama (homogen) atau dianggap serba sama. Misalnya larutan sejati, batch tablet, ampul, dsb.Untuk dapat disampel secara random, sampel harus terlebih dahulu digerus secara homogen.Begitu pula larutan/suspensi harus dikocok sampai homogen, baru dilakukan pengambilam sampel secara random. 2. Pengambilan sampel representative Sampel yang dikirim ke laboratorium analisis untuk dilakukan pengujian harus representative untuk menghindari resiko adanya hasil analisis yang keluar dari spesifikasi yang ditentukan. Cara ini dilakukan jika bahan yang akan dianalisis tidak homogen. Dalam hal ini, sampel harus diambil dari bagian-bagian yang berbeda-beda dari setiap wadah (bagian atas,tengah,bawah,samping,dsb). Masing-masing sampel harus dicampur 0homogeny kemudian sampel diambil secara random untuk dianalisis.
d. Pengukuran Berbagai sifat fisika atau kimia dapat digunakan sebagai suatu cara identifikasi kualitatif dan pengukuran kuantitatif atau keduanya. Jika sifatnya (pengukuran analit) adalah spesifik dan selektif, maka tahap pemisahan dan perlakuan awal sampel dapat disederhanakan. e. Perhitungan Suatu analisis dapat dikatakan selesai bila hasil-hasilnya dinyatakan sedemikian rupa sehingga si peminta analisis dapat memahami artinya.Teknik-teknik statistic ditahuntahun belakangan ini banyak digunakan baik dalam pengembangan maupun dalam pengolahan data untuk memperoleh hasil akhir analisis. Contoh rumus perhitungan kadar :
Dengan:
mt = massa zat terlarut mp = massa zat pelarut
Dengan:
vt = massa zat terlarut vp = massa zat pelarut
f. Pelaporan Pelaporan adalah tahap dimana peneliti menyampaikan hasil analisis yang telah diperoleh. Dalam proses pelaporan hasil analisis, harus disertakan dengan CA (Certificat Of Analyzes) Contoh Certificat Of Analyzes :
g. Evaluasi Evaluasi adalah tahap terakhir dari keseluruhan proses analisis dimana, peneliti meninjau kembali proses analisis yang telah dilakukan.
PEMBAHASAN KELOMPOK :
Analisis Farmasi adalah suatu metode yang dilakukan untuk mengidentifikasi kandungan bioaktif dari suatu sampel. Ada dua metode umum yang digunakan dalam analisis farmasi yaitu Metode Klasik/Konvensional dan Metode Modern. Metode Klasik/Konvensional adalah metode analisis yang bersifat sederhana, tanpa menggunakan alat-alat yang canggih seperti pada metode modern. Metode ini hanya sebatas pengujian atau identifikasi senyawa-senyawa dengan cara sederhana seperti Titrasi. Sedangkan Metode Modern merupakan kebalikan dari Metode Konvensional/ Klasik yaitu proses analisis yang menggunakan alat-alat canggih dalam proses analisisnya, seperti Spektrofotometri dan Kromatografi. Namun, dari kedua metode ini memiliki kelebihan dan kelemahannya masing-masing. Kelebihan Metode Klasik/Konvensional yaitu Tidak memakai biaya yang besar dan menggunakan bahan baku dari alam. Kelemahan metode ini yaitu Proses analisisnya memakan waktu yang lama dan hasil analisis yang diperoleh kurang spesifik. Sedangkan Kelebihan Metode Modern adalah Pengerjaannya cepat dan tidak memakan waktu yang lama serta hasil analisis yang diperoleh lebih akurat dan spesifik. Namun, kelemahan metode ini adalah Biaya yang digunakan besar dan menggunakan bahan rujukan yang sudah pernah diteliti sebelumnya. Ada beberapa tahapan dalam analisis farmasi, yaitu : 1. Perencanaan Analisis , adalah suatu tahap dimana kita mempersiapkan segala sesuatu yang berhubungan dengan proses pengujian yang akan kita lakukan, seperti merencanakan berapa banyak biaya yang akan digunakan, penyiapan sampel, penyiapan alat dan bahan dan menentukan siapa yang akan melakukan pengujian, yang tentunya sudah memiliki kemampuan atau berkompeten dibidangnya. 2. Sampling, adalah tahapan dimana kita melakukan pengambilan sampel atau data cuplikan yang hendak dianalisis. 3. Penyiapan Sampel, merupakan hal yang terkait dengan proses analisis dimana kita melakukan proses untuk mempersiapkan sampel untuk dianalisis sesuai prosedur yang berlaku. 4. Pengukuran, merupakan tahapan dimana kita melakukan identifikasi kualitatif terhadap kadar atau kandungan senyawa yang telah dianalisis.
5. Perhitungan, merupakan tahapan dimana kita melakukan analisis kuantitatif untuk menetapkan kandungan atau kadar senyawa hasil analisis. 6. Pelaporan, adalah tahap untuk melakukan penyampaian hasil analisis. 7. Evaluasi, adalah tahap dimana kita meninjau kembali hasil analisis yang telah dilakukan, apakah sudah sesuai dengan standar yang ditetapkan atau tidak.
BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN
Analisis farmasi melibatkan penggunaan sejumlah teknik dan metode untuk memperoleh aspek kualitatif, kuantitatif, dan informasi struktur dari suatu senyawa obat pada khususnya, dan bahan kimia pada umumnya.
Tujuan analisis farmasi adalah terkait dengan penentuan komposisi suatu senyawa dalam suatu bahan atau sampel yang lazim.
Klasifikasi Metode Analisis ada 2, yaitu : a. Metode Klasik/Metode Konvensional b. Metode Modern
Tahapan Analisis dibagi menjadi : a. Perencanaan Analisis b. Sampling c. Penyiapan Sampel d. Pengukuran e. Perhitungan f. Pelaporan g. Evaluasi
3.2. SARAN
Sebaiknya berbagai pengembangan metode analisis farmasi dilakukan dengan metode yang terarah agar hasil penelitian yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan.
KELOMPOK 2 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Suatu bahan atau sediaan farmasi disebut bermutu apabila hasil analisis terhadap bahan tersebut menunjukkan kesesuaian dengan spesifikasi yang ditetapkan dan didasarkan pada tujuan penggunaannya. Bahan yang sama apabila tujuan penggunaannya berbeda dapat memiliki spesifikasi yang berbeda pula contohnya air minum, air murni (aqua purificata FI), air steril untuk injeksi, dan air accu. Kesemuanya berbahan air yang sama namun berbeda tujuan penggunaannya, maka spesifikasi juga berbeda. Contoh lain garam dapur, garam meja, NaCl dan lainnya. Spesifikasi dari bahan atau sediaan farmasi disesuaikan dengan standar yang ditetapkan. Terdapat beberapa standar yang biasa digunakan antara lain: 1. ISO (International Standard Organization) 2. BSN (Badan Standarisasi Nasional) 3. SNI (Standar Nasional Indonesia) 4. FI (Farmakope Indonesia) 5. Farmakope negara lain yang diacu oleh negara pemasok bahan Meskipun demikian, standar mana yang dipilih dapat ditetapkan oleh instansi yang diberikan kewenangan, seperti BPOM. Untuk beberapa spesifikasi tertentu misalnya tidak terdapat pada standar yang ditentukan, maka dapat merujuk kepada standar lain yang memiliki spesifikasinya. Secara umum spesifikasi bahan dalam obat meliputi:
Identifikasi
Kemurnian: (a) keasaman/kebasaan, pH (b) jarak lebur (c) cemaran spesifik (d) cemaran umum
Penetapan kadar/potensi
Terkait dengan cemaran, diperbolehkan adanya cemaran dengan batas jumlah tertentu, dan tentu saja tidak memiliki toksisitas yang krusial seperti karsinogen. Jika ada potensi karsinogen sedikit pun, hal ini tidak dapat ditoleransi. Pada analisis mutu telah diketahui diperlukan standar yang diacu untuk mengetahui spesifikasinya atau persyaratannya. Dalam hal ini perlu juga diketahui caranya terkait dengan metode/prosedur analisis dalam standar acuannya. Prosedur perlu verifikasi terlebih dahulu, tidak bisa langsung digunakan. Memang benar bisa saja tanpa verifikasi prosedur dilakukan, tapi yang terjadi bisa memperoleh hasil yang diharapkan atau tidak. Jika ternyata diperoleh hasil yang tidak diharapkan maka bisa jadi prosedurnya yang salah atau personil yang mengerjakannya yang salah. Jadi verifikasi sangat penting dilakukan terlebih dahulu, untuk menghindari kesalahan akibat salah prosedur. Prosedur analisis ada yang ditulis langsung di dalam monografi, ada pula yang ditulis di dalam lampiran. Prosedur yang di dalam monografi merupakan prosedur yang memang spesifik untuk bahan tertentu saja. Sementara prosedur yang di lampiran, dapat digunakan untuk berbagai bahan secara umum. Setiap pengerjaannya harus CPOB, selain bahan baku yang menentukan mutu.
B.Rumusan Masalah
1. Apa acuan standar dalam analisis ? 2. Apa yang dimaksud dengan Farmakope dan farmakope Indonesia ? 3. Apa saja istilah-istilah dalam ketentuan umum Farmakope ? 4. Bagaimana monografi bahan baku obat dan monografi sediaan obat ? 5. Bagaimana pengujian mutu bahan baku obat dan sediaan farmasi sesuai farmakope C.Tujuan
1. Untuk mengetahui acuan standar analisis 2. Untuk mengetahui pengertian farmakope dan farmakope indonesia 3. Untuk mengetahui istilah-istilah dalam ketentuan umum farmakope 4. Untuk mengetahui monografi bahan baku obat dan monografi sediaan Obat 5. Untuk mengetahui pengujian mutu bahan baku obat dan sediaan farmasi sesuaifarmakope.
BAB II PEMBAHASAN
A. Acuan standar dalam analisis
Farmakope Indonesia dinyatakan dalam monografi,lampiran, dan ketentuan umum. Identitas, kekuatan,kualitas dan kemurnian bahan ditetapkan sesuai jenis pengujian, prosedur pengujian, dan kriteria penerimaanyang dinyatakan baik dalam monografinya, dalamketentuan umum ataupun dalam lampiran, kecuali secarakhusus dinyatakan lain. Standar monografi, lampiran dan ketentuan umumdiberlakukan terhadap bahan tersebut mulai dari proses produksi hingga kadaluarsa. spesifikasi produk dan cara Pembuatan obat yang baik (misalnya inisiasirancang kualitas), dikembangkan dan diterapkan untuk menjamin kesesuaian bahan dengan standar Farmakopehingga batas waktu kadaluarsanya dalam ko nd isi penyimpanan yang sesuai, sehingga setiap bahan resmiyang diuji akan memenuhi kesesuaian dengan standar Farmakope. Pada saat tertentu, standar Farmakope menggunakan prosedur statistik, dengan banyak satuan uji dan jugarancangan prosedur berkelanjutan untuk membantu pengguna membuktikan bahan yang diuji memenuhistandar. Pendekatan terhadap prosedur statistik dimaksudkan untuk membuat simpulan terhadapkelompok unit yang lebih besar, tetapi dalam banyak kasus, pernyataan memenuhi kesesuaian dengan standar Farmakope ditetapkan hanya pada unit yang diuji.Pengulangan, replikasi, pengabaian hasil pencilan datasecara statistik ataupun ekstrapolasi hasil terhadapkelompok uji yang lebih luas, seperti halnya frekuensiyang sesuai untuk pengujian bets tidak dinyatakan dalam Farmakope. Frekuensi pengujian dansampling ditetapkan sesuai kegunaan
oleh
pengguna
lain
farmakope.Pembuatan
sediaan
resmi
dilakukan
sesuai
dengan prinsip dasar cara Pembuatan obat yang baik denganmenggunakan komponen yang sesuai dengan rancanganspesifikasi untuk menjamin sediaan akhir memenuhi persyaratan monografi.
Kriteria penerimaan
Meliputi kesalahan analisis dari variasi yang tidak bisa dihindari pada saat produksi dan formulasi, dan kesalahan yang masih dapat diterima pada kondisi teknis. nilai kriteria
penerimaan Farmakope bukan merupakan dasar pengakuan bahwa bahan resmi dengan kemurnian melebihi 1//8 adalah melebihi kualitas Farmakope. sama halnya, ketika bahan disiapkan dengan persyaratan kondisi yang lebih ketat dari spesifikasi monografi tidak menjadi dasar pengakuan bahwa bahan tersebut melebihi persyaratan Farmakope. Lampiran
Masin g-m asi ng
lam piran
menet apkan penomoran
yang
dicantumkan
dalam
tanda
kurungsetelah judul lampiran (contoh Kromatografi 90+1:). Lampiran terdiri dari: 1. Uraian tentang jenis pengujian dan prosedur penetapannya pada masing-masing monografi. 2. Informasi umum untuk interpretasi persyaratanFarmakope. 3. Uraian umum tentang jenis wadah dan penyimpanan. jika monog rafi me ru ju k pad a la mp ir an , krite ri a penerimaan dicantumkan setelah judul lampiran. beberapa lampiran menyajikan penjelasan suatu jenis uji atau teknik analisis. lampiran ini dapat menjadi rujukanlampiran pengujian lain yang mencantumkan teknik terkait, prosedur rinci, urutan dan kriteria penerimaan.
B.Pengertian farmakope dan farmakope Indonesia
Farmakope
didefinisikan sebagaisuatu buku standarfarmasi yang dimaksudkan untuk
menjamin keseragaman dalam jenis, kualitas, komposisi, dan kekuatan obat yang telah diakui atau telah diizinkan oleh pemegang kewenangan dan diwajibkan bagi apoteker (Urdang, G., 1951). Farmakope Indonesia adalah buku resmi yang memuat monografi sediaan obat dan senyawa kimia yang dilengkapi dengan uraian rumus , sifat fsiko kimia, uji identifikasi, analisis kuantitatif, aturan dosis, dan persyaratan baku lainnya untuk menentukan mutu dan pemurniannya .
C.Pengertian istilah-istilah dalam ketentuan umum farmakope
Bahan Proses Suatu bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan.
Bahan Tambahan
Suatu bahan atau zat yang digunakan atau ditambahkan untuk keawetan, sebagai zat warna, baik pada sediaan resmi dan sediaan tidak resmi.
Tangas Uap Tangas yang berisi uap panas yang mengalir
Tangas Air
Tangas yang berisis air mendidih
Larutan Kecuali dinyatakan lain larutan untuk pengujian atau penetapan kadar dibuat menggunakan air sebagai pelarut.
Bobot Jenis adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 derajat terhadap bobot.
Suhu Semua suhu dalam Farmakope dinyatakan dalam derajat Celcius, dinyatakan dengan tanda derajat, nol kecil, di tempatkan di sebelah kanan atas angka.
Pemerian Pemerian memuat mengenai sifat zat secara umum yang meliputi wujud, rupa, warna , rasa, bau dan beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau sifat fisika, untuk dijadikan petunjuk dalam pengelolaan, peracikan, dan penggunaan.
Kelarutan Informasi dalam pengunaan, pengolahan, dan peracikan suatu bahan.Kelarutan dalam zat Farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai berikut
NO
Istilah Kelarutan
Jumlah bagian pelarut
1
Sangat mudah larut
<1
2
Mudah larut
1 - 10
3
Larut
10 - 30
4
Agak sukar larut
30-100
5
Sukar Larut
100-1.000
6
Sanagat Sukar Larut
1.000-10.000
7
Praktis Tidak larut
> 10.000
Wadah dan Penyimpanan Wadah adalah tempat penyimpanan sampel dengan sumbatannya tidak boleh mempengaruhi bahan yang di simpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kasiat, mutu atau kemurnianya. Penyimpanan adalah suatu cara agar obat di simpan dengan baik sehingga tercegah cemaran, peruraian, pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
Kemasan Tahan Rusak Wadah suatu sediaan steril untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yang disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep dokter, harus disegel sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel.
Wadah tidak tembus cahaya Wadah tidak tembus cahaya harus melindungi isi dari pengaruh cahaya, dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan melapisi wadah tersebut.Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara dibungkus dengan pembungkus yang buram. Jika dalam monografi "terlindung dari cahaya" dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak tembus cahaya.
Wadah Tertutup Baik Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
Wadah Tertutup Rapat (cairan) Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair, padat, uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguap selama penanganan, distribusi, dan dapat ditutup kembali.
Wadah Tertutup Kedap (gas) Wadah tertutup kedap harus mencegah menembusnya udara atau gas selama penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
Wadah Satuan Tunggal
Digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka.Tiap wadah satuan tunggal harus diberi etiket seperti identitas, kadar atau kekuatan, nama produsen, no batch dan tanggal kadaluarasa.
Wadah Dosis Tunggal Wadah untuk bahan yang digunakan pada parenteral.
Wadah Dosisi Satuan Adalah wadah satuan untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral dalam dosis tunggal langsung dari wadah.
Wadah Satuan Ganda Adalah wadah yang dapat diambil isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.
Wadah Dosis Ganda Adalah wadah satuan ganda yang digunakan secara parenteral.
Suhu Penyimpanan 1. Dingin suhu < 8 derajat. Lemari pendingin mempunyai suhu 2 - 8 derajat, sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 sampai - 10 derajat. 2. Sejuk antara 8 - 15 derajat kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada suhu sejuk dapat disimpan dalam lemari pendingin. 3. Suhu kamar antara 15-30 derajat . 4. Hangat suhu antara 30-40 derajat. 5. Panas berlebih suhu > 40 derajat.
Penandaan Bahan yang disebutkan dalam Farmakope harus diberi penandaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Persen 1.
Persen bobot per bobot (b/b) menyatakan jumlah gram zat dalam 100 gram larutan atau campuran.
2.
Persen bobot per volume (b/v) menyatakan jumlah zat dalam 100 ml larutan sebagai pelarut dapat digunakan atau pelarut lain.
3.
Persen volume per volume (v/v) menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml larutan.
Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau setengah padat, yang dimaksud adalah b/b, untuk larutan dan suspensi suatu zat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v untuk larutan cairan didalan cairan yang dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam cairan yang dimaksud adalah b/v.
Daluarsa Adalah waktu yang menunjukan batas akhir obat masih memenuhi syarat baku. Dalurasa dinyatakn dalam bulan dan tahun harus dicantumkan dalam etiket.
Suhu terkendali : 1. Suhu dingin: suhu tidak lebih dari 80C. Lemari pendingin memiliki suhu antara 2-80C sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 s/d -100C. 2. Suhu sejuk: suhu antara 8-150C. kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada suhu sejuk dapat disimpan dilemari pendingin. 3. Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15-300C. 4. Suhu hangat adalah suhu antara 30-400C. 5. Suhu panas adalah suhu diatas 400C.
D. Monografi bahan baku obat dan Monografi bahan baku sediaan obat
Monografi untuk bahan obat terdiri :
Nama generik dalam bahasa indonesia
Nama generik dalam bahasa inggris
Struktur molekul Nama kimia lengkap dengan nomor CAS
Bobot molekul
Pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam bahan yang diperiksa
Pemerian bahan
kelarutan
Identitas dan identifikasi
Kemurnian dan pengujiannya
Prosedur penetapan kadar bahan aktif
Wadah dan cara penyimpanan
Monografi untuk sediaan obat terdiri dari:
Nama sediaan dalam bahasa indonesia
Nama sediaan dalam bahasa inggris (dahulu bahasa latin)
Pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam sediaan yang dimaksud atau diperiksa
Standar Identitas dan identifikasi
Standar Kemurnian dan cara pengujian (tergantung pada bahan aktif dan bentuk sediaannya)
Kinerja obat dan pengujiannya (waktu hancur, disolusi, keseragaman sediaan, sterilisasi, endotoksin)
Prosedur penetapan kadar atau potensi bahan aktif dalam sediaan
Wadab h dan penyimpanan
MONOGRAFI:
Contoh monografi Parasetamol: Nama latin: Acetaminophenum Nama inggris: Asetaminofen Nama indonesia: Parasetamol Pemerian: Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; b erasa pahit. Kelarutan: larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95 %) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida. Identifikasi a. Larutkan 100 mg dalam 10 ml air, tambahkan 0,05 ml larutan besi (III) klorida P; terjadi warna biru violet b. Larutkan 200 mg dalam 4 ml piridina P, tambahkan 500 mg paranotrobenzoilklorida P, didihkan selama 2-3 menit, dinginkan, tuangkan dalam 40 ml air sambil diaduk. Cuci endapan berturut-turut dengan 30 ml air, dengan 30 ml larutan Natrium karbonat P 1% b/v dan dengan 30 ml air; hablurkan kembali dengan etanol (95% ) P; suhu lebur hablur lebih kuran 210.
c. Larutkan 50 mg dalam 100 ml metanol P; pada 1 ml tambahkan 1 ml asam klorida 0,1 N kemudian metanol P secukupnya hingga hin gga 100,0 100 ,0 ml. Serapan-2 cm larutan pada 249 nm lebih kurang 0,90 d. Didihkan 100 mg dengan 1 ml asam klorida P selama 3 menit, tambahkan 10 ml air, dinginkan; tidak terbentuk endapan. Tambahkan 0,05 ml kalium bikromat 0,1 N; terjadi perlahan-lahan warna violet yang tidak berubah menjadi merah (perbedaan dari fenasetina). Suhu lebur: 1690-1720. Timbal: tidak lebih dari 10 bpj Susut pengeringan: tidak lebih dari 0,5% Sisa pemijaran: tidak lebih dari 0,1% Penetapan kadar: lakukan penetapan dengan cara penetapan kadar nitrogen, menggunakan 300 mg yang ditimbang saksama dan 8 ml asam sulfat bebas nitrogen P. Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, gterlindung dari cahaya Khasiat dan penggunaan: analgetikum; antipiretikum.
E.Pengujian Mutu Bahan Baku Obat
Tujuan : menetapkan kesesuaian dengan den gan persayaratan bahan baku obat meliputi: identitas, atribut mutu, kemurnian dan kadar. Cara : menggunakan metode prosedur dan instrumen yang tercantum dalam Farmakope 1. Syarat Identitas Syarat identitas atau identitas baku adalah pernyataan kualitatif yang harus dipenuhi untuk membuktikan kebenaran, kesesuaian identitas dan keotentikan senyawa aktif seperti yang tertera pada etiketnya sehingga dapat dibedakan dengan senyawa/bahan yang lain.Identifikasi adalah suatu cara untuk mengungkap identitas dan membuktikan me mbuktikan bahwa bahan yang diperiksa mempunyai identitas yang sesuai dengan senyawa yang tertera pada etiketnya.Identifikasi ini mengikat walaupun cara pengujiannya tidak cukup kuat tetapi harus spesifik dan peka.Pengujian lainnya dapat digunakan sebagai penunjang pembuktian identitas bahan yang diuji.
Cara melakukan identifikasi Syarat identitas dapat diungkap dengan melakukan berbagai uji identifikasi yang berdasar pada: 1. Cara metode kimiawi 2. Cara fisikokimia 3. Cara kromatografi 4. Cara fisika
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan
Sebelum suatu produk industri farmasi beredar di masyarakat,perlu di lakukan pengujian mutu bahan baku produk tersebut serta sediaan yang cocok yang sesuai dengan acuan standar farmakope indonesia. B. Saran
Perlu di berikan penjelasan tentang tahapan dalam analisis farmasi.
KELOMPOK 3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Analisis kualitatif
merupakan
analisis
untuk
melakukan
identifikasi
elemen,spesies, dan/ atau senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan dengan cara untuk mengetahui ada atau tidaknya suatu analit yang dituju dalam suatu sampel (Rohman, 2007). Berbagai sifat fisika atau kimia dapat digunakan sebagai suatu cara identifikasi kualitatif atau kuantitatif. Jika sifatnya (pengukuran analit) adalah spesifik dan selektif, maka tahap pemisahan dan perlakuan awal sampel dapat disederhanakan. Pengubahan analit ke bentuk yang sesuai sehingga analit dapat dideteksi atau dapat diukur harus juga diperhatikan. Tahapan ini berkaitan dengan metode pemisahan untk suatu situasi yang spesifik tergantung pada sejumlah faktor. Pemilihan teknik ini umumnya didasarkan pada ketelitian dan ketepatan hasil analisis yang diperlukan (Rohman, 2007). Pelarut memenuhi beberapa fungsi dalam reaksi ki mia, dimana pelarut melarutkan reaktan dan reagen agar keduanya bercampur, sehingga hal ini akan memudahkan penggabungan antara reaktan dan reagen yang seharusnya terjadi agar dapat merubah reaktan menjadi produk. Pelarut juga bertindak sebagai kontrol suhu, salah satunya untuk meningkatkan energi dari tubrukan partikel sehingga partikel-partikel tersebut dapat bereaksi lebih cepat, atau untuk menyerap panas yang dihasilkan selama reaksi eksotermik (Joshua, 2010). Senyawa kompleks adalah senyawa yang terbentuk karena penggabungan dua atau lebih senyawa sederhana, yang masing-masing dapat berdiri sendiri. Senyawa kompleks digunakan sebagai penunjuk kesempurnaan reaksi. Menurut Werner, orang yang pertama kali berhasil mengkaji senyawa kompleks ini, beberapa ion logam cenderung berikatan koordinasi dengan zat-zat tertentu membentuk senyawa kompleks yang mantap. Kelarutan senyawa kompleks koordinasi dalam air bergantung terutama pada muatan kompleksnya. Senyawa kompleks yang bermuatan lazimnya mudah larut dalam air, sebaliknya senyawa kompleks yang tak bermuatan biasanya sukar larut dalam air (Rivai, 2006).
Banyak senyawa kimia yang mempunyai sifat fotoluminisensi yakni senyawa kimia tersebut dapat dieksitasikan oleh cahaya dann kemudian memancarkan kembali sinar yang panjang gelombangnya sama atau berbeda dengan panjang gelombang semula (panjang gelombang eksitasi). Pada fluoresensi, pemancaran kembali sinar oleh molekul yang telah menyerap energi sinar terjadi dalam waktu yang sangat singkat setelah penyerapan (108 detik). Jika penyinaran kemudian dihentikan, pemancaran kembali oleh molekul tersebut juga berhenti. Fluoresensi berasal dari transisi antara tingkat-tingkat energi elektronik singlet dalam suatu molekul (Rohman, 2007). B. TUJUAN 1. Untuk mengetahui Identifikasi Senyawa Obat Secara Kimia, Fisika, Dan FisikoKimia (Spektrofotometri, Kromatografi) 2. Untuk mengetahui Identifikasi umum: Kation dan Anion. 3. Untuk mengetahui Identifikasi Basa Nitrogen Organik (Spektrum Ir Larutan Cs2) 4. Untuk mengetahui Identifikasi Tetrasiklin :KK Dan KLT 5. Untuk mengetahui Identifikasi KLT : Prosedur (Basitrasin, Neomisin, dan Polimiksin B)
BAB II PEMBAHASAN A. Identifikasi Senyawa Obat Secara Kimia, Fisika, Dan Fisiko-Kimia (Spektrofotometri, Kromatografi) Cara Kimia
Contoh uji identifikasi dengan cara kimia tercantum pada Uji Identifi-kasi umum, FI IV (p. 920 -925) dan USP/NF 2003 (p. 2052 – 2053).
Beberapa contoh reaksi warna, reaksi pengendapan, reaksi pemben-tukan gas dan reaksi nyala adalah sebagai berikut: 1). Reaksi warna : Fe3++ 3CNS- Fe(CNS)3-larutan merah 2). Reaksi pengendapan : Pb2+SO42- PbSO4endapan putih 3). Reaksi pembentukan gas: CO32-+ 2H+ H2O + CO24). Reaksi nyala: Senyawa natrium dalam nyala api yang tidak berwarna memberikan warna kuning intensif.
Cara Fisika
Dengan cara fisika hasil pengukuran zat uji dibandingkan dengan hasil pengukuran baku pembanding(misalnya BPFI atau USPRS).
Cara fisika seperti penetapan suhu lebur, indeks bi as, rotasi jenis akan diuraikan pada uji kemurnian
Cara Fisiko-Kimia
Metode yang dicantumkan dalam monografi biasanya metoda spektrofotometri dan kromatografi 1).Metoda Spektrofotometri (USP / NF 2003, p.2054 – 2055 ).Spektrum infra merah
lebih spesifik dari pada spektrum serapan UV. Kombinasi keduan ya merupakan cara identifikasi yang lebih meyakinkan. a). Spektofotometri UV-VIS
Spektrum serapan (200 – 400 nm) larutan uji dan larutan baku menunjukkan maksima dan minimal yang sama pada panjang gelombang yang sama dengan daya serap dan/ rasio serapan dalam batas yang dapat diterima.
-
Sianok obalamin: ( λmaks278 nm, 361 nm dan 550 nm), serapan relatif ( A, 361 nm / A, 550 nm = 3,15 – 3,40 ).
-
Morfin hidroklorida:( λmaks285 nm, A 1%, 1 cm = 41 ).
-
Kortison asetat: Daya serap padaλmaks238 nm, berbeda t.l.d 3,0 %.
b). Spektrofotometri IR
Perbedaan spektra (3800 cm-1 – 650 cm-1)zat uji dengan pembanding disebabkan oleh polimorfi. Ulangi pembuatan spektra dari sisa penguapan larutan yang dibuat dengan cara yang sama.
-
IdentifikasiBasa Nitrogen Organik ( FI IV, hal. 919 ): untuk amin-tersier,spektrum dibuat menggunakan larutan sari dalam CS2.
-
Hidroklorotiazida: Spektra dibuat dengan menggunakan cakram KBr.
-
Deksametason: Spektra dibuat dengan menggunakan cakram KBr.
Bila spektra berbeda ulangi menggunakan sisa penguapan dari larutan zat dengan asetonitril. 2).Metoda Kromatografi .
Biasanya digunakan metode kromatografi kertas (KK) atau kromatografi lapis tipis (KLT) yang didasarkan atas nilai Rf dan warna bercak dari zat uji dibandingkan dengan baku pembanding.Waktu retensi (t) dari kromatogram KG (GC) atau KCKT (HPLC) dari penetapan kadar, juga dapat digunakan untuk identifikasi. a).Identifikasi Umum secara KLT (TLC) ,
kecuali dinyatakan lain (FI IV, hal. 920):Fase diam: Silika gel dengan zat berfluoresensi (Silika gel GF254), 0,25 mm)Fase gerak: Kloroform – metanol – air ( 180:15:1 ).Prosedur: Penotolan, larutan uji, larutan baku masing-masing 10 μl, 2 cm dari tepi bawah lempeng, jarak rambat ¾ tinggi lempeng.Pengamatan: lampu UV 254 nm, Rflarutan uji dan larutan baku, sesuai.
-
Deksametason natrium fosfat (FI IV, hal. 289)
-
Kapsul ampisilin (FI IV, hal. 104), yang dinyatakan lain: Fase gerak, aseton – air – toluen – asam asetat glasial (650:100:100:25)Pengamatan, semprot dengan larutan ninhidrin 0,3 % dalam etanol, panaskan 90015 menit.
B.Identifikasi umum: Kation dan Anion
Analisis Kation
Analisis kation memerlukan pendekatan yang sistematis, umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu pemisahan dan identifikasi (pemastian). Pemisahan dilakukan dengan cara mengendapkan suatu kelompok kation dari larutannya.
Kelompok kation yang mengendap dipisahkan dari larutan dengan cara sentrifus dan menuangkan filtratnya ke tabung uji yang lain. Larutan yang masih berisi sebagian besar kation kemudian diendapkan kembali membentuk kelompok kation baru. Jika dalam kelompok kation yang terendapkan masih berisi beberapa kation maka kation-kation tersebut dipisahkan lagi menjadi kelompok kation yang lebih kecil, demikian seterusnya sehingga pada akhirnya dapat dilakukan uji spesifik untuk satu kation. Identifikasi (pemastian) kation dalam suatu cuplikan dapat diketahui dengan melakukan uji
menggunakan pereaksi-pereaksi yang spesifik, meskipun agak sulit mendapatkan pereaksi yang spesifik untuk setiap kation. Oleh karena itu umumnya dilakukan terlebih dahulu penggolongan kation. Sebelum dilakukan pengendapan golongan dan reaksi identifikasi kation dengan cara basah cuplikan padat harus dilarutkan dahulu. Supaya mendapatkan larutan cuplikan yang baik, zat yang akan dianalisis dihomogenkan dahulu sebelum dilarutkan. Sebagai pelarut dapat dicoba dahulu secara berturut-turut mulai dari air, HCl encer, HCl pekat, HNO3 encer, HNO3 pekat, air raja (HCl : HNO3 = 3 : 1). Mula-mula dicoba dalam keadaan dingin lalu dalam keadaan panas. Bila pelarutnya HCl pekat larutan harus diuapkan sampai sebagaian besar HCl habis. Bila larutan HNO3 atau air raja, maka semua asam harus dihilangkan dengan cara menguapkan larutan sampai hampir kering,
kemudian ditambahkan sedikit HCl, diuapkan lagi sampai volumenya sedikit lalu encerkan dengan air. Larutan cuplikan dapat mengandung bermacam-macam kation. Ada beberapa cara pemeriksaan kation secara sistematis. Misalnya cara fosfat dari reni, cara peterson dan cara H2S.
Tabel analisis kualitatif kation metode H2S dalam tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai berikut.
Tabel 4. Kelompok kation analisis kualitatif
Analisis Anion
Cara pengenalan anion dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu berdasarkan Bunsen, Gilreath dan Vogel. Bunsen menggolongkan anion dari sifat kelarutan garam perak dan garam bariumnya, warna, kelarutan garam alkali dan kemudahan menguapnya. Gilreath menggolongkan anion berdasarkan pada kelarutan garam kalsium, barium, cadmium dan garam peraknya. Sedangkan Vogel menggolongkan anion berdasarkan pada proses yang digunakannya, yaitu pemeriksaan anion yang dapat menguap bila diolah dengan asam, dan pemeriksaan anion berdasarkan reaksinya dalam larutan.
Gambar Skema analisis kualitatif anion
Cara identifikasi anion tidak begitu spesifik seperti pada identifikasi kation. Analisis anion meliputi analisis pendahuluan, analisis anion dari zat asal dan analisis anion dengan menggunakan larutan ekstrak soda. Dari hasil analisis sebelumnya (data kelarutan) dan pengetahuan tentang kation yang ada dapat memberikan petunjuk tetang anion yang mungkin ada atau tidak ada dalam larutan sampel. Sebagai contoh zat asal larut dalam air panas, anion yang mungkin ada adalah klorida karena PbCl3 larut dalam air panas dan tidak mungkin nitrat karena timbal nitrat mudah larut dalam air dingin. C. Identifikasi Basa Nitrogen Organik (Spektrum Ir Larutan Cs2)
Identifikasi basa nitrogen organik Cara ini digunakan untuk identifikasi senyawa amin tersier. Jika zat berupa ruahan, larutkan 50 mg zat dalam 25 ml asam klorida 0,01 N. Untuk bentuk sediaan tablet atau kapsul, timbang sejumlah serbuk setara dengan 50 mg zat kocok dengan 25 ml asam klorida 0,01 N selama 10 menit. Pindahkan larutan ke dalam corong pisah, saring jika perlu bilas penyaring dan sisa beberapa kali dengan sedikit air. Dalam corong pisah kedua larutan 50 mg. Baku pembanding Farmakope Indonesia yang sesuai dalam 25 ml asam klorida 0,01 N. Pada masing-masing larutan tambahkan 2 ml natrium hidroksida 1 N dari 4 ml karbon dissulfida P dan kocok selama 2 menit. Jika perlu sentrifus, hingga lapisan bawah menjadi jernih, saring melalui penyaring kering, kumpulkan filtrat dalam labu kecil bersumbat kaca. Segera ukur serapan infremerah dari masing-masing filtrat pada panjang gelombang antara 7
15 menggunakan sel 1 mm dengan karbon disulfida P sebagai blangko. Spektrum serapan inframerah larutan uji menunjukkan maksimum menunjukan pada panjang gelombang yang sama seperti pada larutan baku. D. Identifikasi Tetrasiklin :KK Dan KLT
Tetrasiklin merupakan sekelompok antibiotik yang sering digunakan karena sifatnya sebagai antibiotik berspektrum luas terhadap bakteri, baik bakteri gram positif atau bakteri gram negatif.
Metode Analisis Tetrasiklin
Berbagai metode analisis telah digunakan untuk analisis tetrasiklin, baik dalam senyawa ruah atau dalam sediaan farmasetik, yaitu: Metode titrasi bebas air Metode spektrofotometri
Metode fluorometri Flow injection analysis Kromatografi lapis tipis Kromatografi cair kinerja tinggi Kromatografi cair-spektrometri massa Elektroforesis kapiler
Identifikasi Tetrasiklin dan Turunannya (USP/NF 2003, p. 2054)Metoda berikut dapat
digunakan untuk Identifikasi bahan baku maupun sediaan yang mengadung tetrasiklin dan/atau turunannya: (doksisiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin).Metode KK atau KLT dapat digunakan. Kecuali dinyatakan lain, gunakan metode KK. Larutan baku kecuali dinyatakan lain dalam monografi, larutan baku pembanding farmakope indonesia untuk zat yang dapat diidentifikasi dalam pelarut yang sama dan kadar yang sama seperti pada larutan uji.
Metode KK : Fase gerak: Kloroform – nitrometana -piridin (10:20:3)Fase diam: Kertas
Whatman no.1 (20x20 cm) yg diimpreknasi dafar pH 3,5.Prosedur: Totolkan 2 μl larutan baku, larutan uji dan larutan resolusi dengan jarak 1,5 cm, masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas.Pengamatan: Beri uap amonia, lampu UV 366nm, ketiga larutan memberikan bercak utama yang berfluoresensi kuningdengan Rf yang sesuai.
Metode Kromatografi Lapis Tipis
Beberapa peneliti telah melaporkan penggunaan metode KLT untuk memisahkan antibiotik golongan tetrasiklin dengan penjerap Kieselguhr, silika gel dan selulosa. Secara umum KLT merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan peralatan khusus, meskipun demikian beberapa metode yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwa metode ini membutuhkan waktu yang lama untuk pemisahan tetrasiklin. Disamping itu biasanya lempeng KLT mengandung sekelumit logam yang dapat berikatan dengan tetrasiklin. Oleh karena itu, seringkali ditambahkan EDTA untuk mengikat logam ini. Beberapa kondisi KLT fase normal untuk pemisahan tetrasiklin dapat diringkas pada tabel ini.
Tetrasiklin
Sampel
Lempeng
Sistem
Ekstraksi
pelarut OTC,
TC, -
dan CTC
TC,
Tablet
Deteksi
dan clean up
Silika
gel n-butanol
Dilarutkan
Disemprotkan
yang
yang
dalam
dengan FeCl3
mengandung
dijenuhkan
metanol
EDTA
dengan air
Selulosa
EDTA 0,1M -
ATC,dan
–
NH4Cl
EATC
0,1% CHCl3
Fluoresensi 428nm
yang dijenuhkan dengan EDTA
–
NH4Cl TC,
CTC, -
Tanah
Etil
ETC, ATC,
diatomae
yang
dan EATC
yang
dijenuhkan
mengandung
dengan
EDTA,
EDTA
gliserol
asetat -
Fluoresensi 370nm
dan
PEG 400 TC,
CTC, -
Kieselguhr
Aseton : air -
Fluoresensi
ETC, ATC,
yang
(10:1)
370nm
dan EATC
mengandung
Aseton : etil
EDTA
asetat : air (20:10:3)
TC,
CTC, Kapsul dan Kieselguhr
Aseton : etil Dilarutkan
Disemprotkan
ETC, ATC, tablet
yang
asetat : air dalam
dengan Fast
dan EATC
mengandung
(80:40:12)
Blue B
metanol
EDTA TC,
CTC, Kapsul dan
Selulosa
CHCl3 yang Dilarutkan
Fluoresensi
ETC, ATC, serbuk
yang
dijenuhkan
dalam
dan EATC
mengandung
dengan
metanol
EDTA
EDTA
370nm
Singkatan : TC = tetrasiklin, CTC = klor-tetrasiklin, ETC = 4-epitetrasiklin, ATC = anhidrotetrasiklin, EATC = 4-epianhidroterasiklin, OTC = oksitetrasiklin E. Identifikasi KLT : Prosedur (Basitrasin, Neomisin, dan Polimiksin B)Basitrasin
Basitrasin adalah suatu polipeptida yang dihasilkan dari pertumbuhan organisme kelompok licheniformis dari bacilus subtilis (familia bacilaceae). Potensi kurang dari 40 unit per mg. Pemberian serbuk, putih hingga kekuningan tidak berbau atau baerbau lemah; higdroskopik; larutan terurai dengan cepat pada suhu kamar; mengendap dan tidak aktif oleh garam dari beberapa logam berat. Kelarutan mudah larut dalam air; larut dalam etanol, dalam metanol dan dalam asam asetat glasial; larutan dalam pelarut organik biasanya menunjukkan sisa yang tidak larut; tidak larut dalam aseton, dalam kloroform dan dalam eter. Baku pembanding zink basitrasin BPFI; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan tidak lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0 selama 3 jam sebelum digunakan. Identifikasi lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang terterah pada kromatografi (931). Totolkan masing-masing 1 larutan dalam natrium edetat P (1 dalam 100) yang mengandung (1) zat uji 6,0 mg per ml dan (2) zink basitrasin BPFI 6,0 mg per ml pada jarak yang sama, 2,5 cm dari tepi lempeng kromatografi campuran silika gel setebal 0,25 mm. Masukan lempeng ke dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak campuran butanol P-asam asetat glasial P-air-piridina P-etanol P (60 : 15 :10 :6 : 5) selama 30 menit, dan biarkan fase gerak merambat hingga 3 per 4 tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarkan fase gerak menguap dan semprot lempeng dengan larutan triketohidrindena hidrat P ( 1 dalam 100 ) dalam campuran butanol P-piridina P (99:1) panaskan lempeng pada suhu lebih kurang 110 0 selama lebih kurang 5 menit: harga R bercak utama yang diperoleh dari larutan (1) sesuai dengan larutan (2). f pH (1071) antra 5,5 dan 7,5; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 10000 unit per ml.
susut pengeringan (1121) tidak lebih dari 5,0 %, lakukan pengeringan dalam botol bersumbat kapiler dalam hampa udara pada tekanan tidak lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0 selama 3 jam, menggunakan lebih kurang 100 mg. Penetapan potensi lakukan penetapan seperti yang tertera pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk. Neomisin Sulfas
Neomisin sulfas adalah garam sulfat dari neomisin antibakteri yang dihasilkan oleh pertumbuhan streptomyces frsdiae Waksaman (familia sterptomyces) atau campuran dari 2 atau lebih bentuk gram mempunyai potensi setara dengan tidak kurang dari 600 neomisin per mg, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemberiaan serbuk, putih sampai agak kuning dan padatan kering mirip es; tidak berbau atau praktis tidak berbau; mikroskopik; larutannya dalam kloroform dan d alam eter. Baku pembanding neomisin sulfat BPFI : lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0selama 3 jam sebelum digunakan. Idnetifikasi A lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang terterah pada kromatografi. Totolkan secara merata terpisah masing-msing 1 larutan yang mengandung zat uji 20 per ml dan (2) neomisin sulfa BPFI 20 per ml pada lempeng kromatografi silika gel, masukan lempeng ke dalam bejana kromatografi berisi fase gerak campuran air-amonium hidriksida P-asetat, yang dibuat segar dan dibiarkan fase gerak merambat sampai lebih kurang 3 per 4 tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarkan kering diudara dan panaskan pada suhu 105 0selama 1 jam semprot lempeng dengan larutan ninhidri P dalam butanol (1 dalam 100), panaskan pada suhu 105 0selama 5 menit, amati kromatogram : harga Rf bercak merah utama yang diperoleh dari larutan uji sesuai dengan yang diperoleh dari larutan baku. B larutan lebih kurang 10 mg dalam 1 ml tambahkan 5 ml asam sulfat 15 N dan panaskan pada suhu 100 0selama 100 menit. Biarkan dingin tambahkan 10 ml xilena P kocok selam 10 menit biarkan memisah dan enaptuangkan lapisan xilena pada lapisan xilena
tambahkan 10 ml P-bromoanillin kocok terjadi warna merah muda terang setelah itu biarkan. C larutan 1 dalam (1 dalam 20) menunjukan reaksi sulfas cara A, B dan C yang tertera pada uji identifikasi umum. pH antara 5,0 dan 7,5; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 33 mg per ml susut pengeringan tidak lebih dari 8,0 % ; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan tidka lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0selama 3 jam, menggunakan lebih kurang 100 mg. Syarat lain neomisin sulfat yang akan digunakan untuk pembuatan salep mata memenuhi syarat uji sterilitas menurut prosedur uji menggunakan penyaringan membran. Penetapan potensi lakukan penetapan seperti tertera pada potensi antibiotik secara mikrobiologi. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya. Polimiksin B sulfas
Polimiksin B sulfas adalah garam sulfat dari sejenis polimiksin yaitu zat yang dihasilkan oleh biakan bacilus polyxiksa migula atau campuran dari 2 atau lebih bentuk garamnya. Potensi tidak kurang dari 6000 unit polimiksin B F1 per mg, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan,. Pemerian serbuk putih sampai kekuning-kuningan; tidak berbau khas lemah. Kelarutan mudah larut air; sukar larut dalam etanol. Baku pembanding polimiksin B sulfat BPFI ; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan tidak lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0 selama 3 jam sebelum digunakan. L-serin BPFI ; lakukan pengeringan pada suhu 105 0 selama 3 jam sebelum digunakan. Identifikasi A. Lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada kromatografi. Larutan uji larutan 5mg dalam 1 ml asam klorida 6 N dalam vial reaksi 3ml. tutup rapat vial dan panaskan dalam modul pemanas pada suhu 135 0 selam 5 jam. Keluarkan vial dari modul pemansa, biarkan dingin pada suhu kamar dan buka tutup. Uapkan isi vial dalam modul pemanas pada suhu 100 0 dengan aliran gas nitrogen P sampai kering. Lanjutkan pemanasan sampai tidak ada lagi asam klorida yang terdeteksi dengan
meletakkan kertas lakmus diatas mulut vial. Larutan residu dalam 0,5 ml air. Larutan acuan buat dengan cara seperti larutan uji, menggunakan 5mg polimiksin B sulfat BPFI. Larutan baku buat larutan dalam air mengandung (1) 2mg L-leusin BPFI, (2) 2mg L-treonin BPFI (3) 2 mg Lfenillalanin BPFI (4) 2 mg L-serin BPFI per ml. Prosedur totolkam secara terpisah berbentuk pita yang panjangnya 10 mm masing-masing larutan uji, larutan acuan dan keempat larutan baku pada lempeng kromatografi silika gel setebal 0,25 mm. Masukkan lempeng dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak campuuran fenol P-air (75;25), sedemikian yang hingga menggantung diatas fase gerak selam 15 jam. Kemudian tur unkan lempeng hingga menyentuh fase gerak dan merambat lebih kurang 3 per 4 tinggi lempeng dilakukan dalam keadaan cahaya yang dikurangi. Angkat lempeng, kerinkan pada suhu 1100 selama 5 menit, semprot lempeng dengan pereaksi yang dibuat dengan melarutkan 1 g ninihidrin P dalam 50 ml etanol P dan 10 ml asetat glasial P. Panaskan lempeng pada suhu 1100 selama 5 menit dan amati kromatogram. Harga R f bercak utama uji dan larutan acuan sesuai dengan harga R f larutan baku (1), (2) dan(3) tetapi tidak terdapat pita dengan harga R f yang sesuai dengan harga R f .
B. Larutan 2 mg zat uji dalam 5 ml air tambahkan 5 ml larutan natrium hidroksida 2,5
N campur dan tambahkan 5 tetes larutan tembaga (II)
sulfat P (1 dalam 100 ) tetes demi tetes kocok ; terjadi warna lempeng kemerahan. C. Larutan (1 dalam 20 ) menunjukan asam sulfat seperti yang tertera pada uji identifikasi umum.Ph antara 5,0 dan 7,5 ; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 5 mg per ml. Susut pengeringan tidak lebih dari 7,5% lakukan pengeringan dalam botol bersumbat kapiler dalam hampa udara, pada suhu 600selama 3
jam menggunakan 100mg. Sisa pemijaran tidak lebih dari 5,0% lakukan penetapan dengan membasahkan sisa pengarapan dengan 2 ml asam nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P. Penetapan kadar lakukan penetapan seperti yang tertera pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi.Wadah dan penyimpanana dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya. Pembahasan Kelompok Identifikasi
Identifikasi adalah uji kualitatif untuk mengenal identitas suatu zat berdasarkan sifat fisika maupun sifat kimianya.
Identifikasi dengan reaksi kimia dapat berupa reaksi nyala, reaksi warna, reaksi pengendapan, maupun reaksi pembentukan gas.
Identifikasi dengan cara fisika misalnya: penetapan suhu lebur, titik eutektik, indeks bias, rotasi jenis, bobot jenis, termasuk identifikasi secara spektrofotometri, maupun kromatografi.
Satu macam uji identifikasi tidak cukup untuk memastikan identitas suatu zat. Karena itu digunakan kombinasi dari cara-cara uji identifikasi diatas.
Cara identifikasi adalah sebagai berikut :
Reaksi warna Reaksi Pengendapan Suhu lebur Indeks bias dg Refractometer Bobot Jenis : dengan Picnometer Spektrum : IR UV-VIS ( λmax, A(1%,1cm), serapan relatif) KLT : Rf bandingkan tinggi bercak KCKT & KG : tR Bilangan Asam
Analisis kualitatif kation metode H2S
Analisis Kualitatif Anion
Identifikasi Tetrasiklin dan Turunannya (USP/NF 2003, p. 2054)Metoda berikut dapat
digunakan untuk Identifikasi bahan baku maupun sediaan yang mengadung tetrasiklin dan/atau turunannya: (doksisiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin).Metode KK atau KLT dapat digunakan. Kecuali dinyatakan lain, gunakan metode KK.
Metode KK : Fase gerak: Kloroform – nitrometana -piridin (10:20:3)Fase diam: Kertas
Whatman no.1 (20x20 cm) yg diimpreknasi dafar pH 3,5.Prosedur: Totolkan 2 μl larutan baku, larutan uji dan larutan resolusi dengan jarak 1,5 cm, masing-masing 2,5 cm dari tepi kertas.Pengamatan: Beri uap amonia, lampu UV 366nm, ketiga larutan memberikan bercak utama yang berfluoresensi kuningdengan Rf yang sesuai.
Metode KLT: Fase gerak: Asam oksalat 0,5 M dibuat pH 2,0 dengan amonia – asetonitril
– metanol( 80:20:20).Fase diam: Silika gel teroktilsilanisasi, tebal 0,25 mm diaktifkan 1300, 20 menitProsedur: Totolkan 1 μllarutan baku, larutan uji dan larutan resolusi, kembangkan dengan jarak rambat ¾ tinggi lempeng. Larutan resolusiterdiri dari: Klortetrasiklin hidroklorida, doksisiklin hiklat dan tetrasiklin hidroklorida masing-masing 0,5 mg dalam 1 ml metanol.Pengamatan:Lampu UV 366 nm setelah diberi uap amonia 5 menit.Bercak utama larutan uji memberikan Rf dan intensitas warna yang sama dengan larutan baku, dan larutan resolusi memberikan pemisahan yang sempurna. Identifikasi KLT : Prosedur Umum, prosedur khusus (Basitrasin, Neomisin, dan Polimiksin B) Basitrasin
Identifikasi lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang terterah pada kromatografi (931). Totolkan masing-masing 1 larutan dalam natrium edetat P (1 dalam 100) yang mengandung (1) zat uji 6,0 mg per ml dan (2) zink basitrasin BPFI 6,0 mg per ml pada jarak yang sama, 2,5 cm dari tepi lempeng kromatografi campuran silika gel setebal 0,25 mm. Masukan lempeng ke dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhkan dengan fase gerak campuran butanol P-asam asetat glasial P-air-piridina P-etanol P (60 : 15 :10 :6 : 5) selama 30 menit, dan biarkan fase gerak merambat hingga 3 per 4 tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarkan fase gerak menguap dan semprot lempeng dengan larutan
triketohidrindena hidrat P ( 1 dalam 100 ) dalam campuran butanol P-piridina P (99:1) panaskan lempeng pada suhu lebih kurang 110 0selama lebih kurang 5 menit: harga R bercak utama yang diperoleh dari larutan (1) sesuai dengan larutan (2). f pH (1071) antra 5,5 dan 7,5; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 10000 unit per ml. susut pengeringan (1121) tidak lebih dari 5,0 %, lakukan pengeringan dalam botol bersumbat kapiler dalam hampa udara pada tekanan tidak lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0 selama 3 jam, menggunakan lebih kurang 100 mg. Penetapan potensi lakukan penetapan seperti yang tertera pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat, ditempat sejuk. Neomisin Sulfas
A. lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang terterah pada kromatografi. Totolkan secara merata terpisah masing-msing 1 larutan yang mengandung zat uji 20 per ml dan (2) neomisin sulfa BPFI 20 per ml pada lempeng kromatografi silika gel, masukan lempeng ke dalam bejana kromatografi berisi fase gerak campuran air-amonium hidriksida P-asetat, yang dibuat segar dan dibiarkan fase gerak merambat sampai lebih kurang 3 per 4 tinggi lempeng. Angkat lempeng, biarkan kering diudara dan panaskan pada suhu 105 0selama 1 jam semprot lempeng dengan larutan ninhidri P dalam butanol (1 dalam 100), panaskan pada suhu 105 0selama 5 menit, amati kromatogram : harga Rf bercak merah utama yang diperoleh dari larutan uji sesuai dengan yang diperoleh dari larutan baku. B. larutan lebih kurang 10 mg dalam 1 ml tambahkan 5 ml asam sulfat 15 N dan panaskan pada suhu 100 0selama 100 menit. Biarkan dingin tambahkan 10 ml xilena P kocok selam 10 menit biarkan memisah dan enaptuangkan lapisan xilena pada lapisan xilena tambahkan 10 ml P-bromoanillin kocok terjadi warna merah muda terang setelah itu biarkan. C larutan 1 dalam (1 dalam 20) menunjukan reaksi sulfas cara A, B dan C yang tertera pada uji identifikasi umum.
pH antara 5,0 dan 7,5; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 33 mg per ml susut pengeringan tidak lebih dari 8,0 % ; lakukan pengeringan dalam hampa udara pada tekanan tidka lebih dari 5 mmHg pada suhu 60 0selama 3 jam, menggunakan lebih kurang 100 mg. Syarat lain neomisin sulfat yang akan digunakan untuk pembuatan salep mata memenuhi syarat uji sterilitas menurut prosedur uji menggunakan penyaringan membran. Penetapan potensi lakukan penetapan seperti tertera pada potensi antibiotik secara mikrobiologi. Wadah dan penyimpanan dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya. Polimiksin B sulfas A. Lakukan kromatografi lapis tipis seperti yang tertera pada kromatografi.
Larutan uji larutan 5mg dalam 1 ml asam klorida 6 N dalam vial reaksi 3ml. tutup rapat vial dan panaskan dalam modul pemanas pada suhu 135 0selam 5 jam. Keluarkan vial dari modul pemansa, biarkan dingin pada suhu kamar dan buka tutup. Uapkan isi vial dalam modul pemanas pada suhu 100 0 dengan aliran gas nitrogen P sampai kering. Lanjutkan pemanasan sampai tidak ada lagi asam klorida yang terdeteksi dengan meletakkan kertas lakmus diatas mulut vial. Larutan residu dalam 0,5 ml air. Larutan acuan buat dengan cara seperti larutan uji, menggunakan 5mg polimiksin B sulfat BPFI. Larutan baku buat larutan dalam air mengandung (1) 2mg L-leusin BPFI, (2) 2mg L-treonin BPFI (3) 2 mg L-fenillalanin BPFI (4) 2 mg L-serin BPFI per ml.Prosedur totolkam secara terpisah berbentuk pita yang panjangnya 10 mm masing-masing larutan uji, larutan acuan dan keempat larutan baku pada lempeng kromatografi silika gel setebal 0,25 mm. Masukkan lempeng dalam bejana kromatografi yang berisi fase gerak campuuran fenol P-air (75;25), sedemikian yang hingga menggantung diatas fase gerak selam 15 jam. Kemudian tur unkan lempeng hingga menyentuh fase gerak dan merambat lebih kurang 3 per 4 tinggi lempeng dilakukan dalam keadaan cahaya yang dikurangi. Angkat lempeng, kerinkan pada suhu 1100 selama 5 menit, semprot lempeng dengan pereaksi yang dibuat dengan melarutkan 1 g ninihidrin P dalam 50 ml etanol P dan 10 ml asetat glasial P. Panaskan lempeng pada suhu 1100 selama 5 menit dan amati kromatogram. Harga R f bercak utama uji dan larutan acuan sesuai dengan harga R f larutan
baku (1), (2) dan(3) tetapi tidak terdapat pita dengan harga R f yang sesuai dengan harga R f .
B. Larutan 2 mg zat uji dalam 5 ml air tambahkan 5 ml larutan natrium hidroksida 2,5
N
campur dan tambahkan 5 tetes larutan tembaga (II) sulfat P (1 dalam 100 ) tetes demi tetes kocok ; terjadi warna lempeng kemerahan. C. Larutan (1 dalam 20 ) menunjukan asam sulfat seperti yang tertera pada uji identifikasi umum. Ph antara 5,0 dan 7,5 ; lakukan penetapan menggunakan larutan yang mengandung 5 mg per ml. Susut pengeringan tidak lebih dari 7,5% lakukan pengeringan dalam botol bersumbat kapiler dalam hampa udara, pada suhu 600
selama 3 jam
menggunakan 100mg. Sisa pemijaran tidak lebih dari 5,0% lakukan penetapan dengan membasahkan sisa pengarapan dengan 2 ml asam nitrat P dan 5 tetes asam sulfat P. Penetapan kadar lakukan penetapan seperti yang tertera pada penetapan potensi antibiotik secara mikrobiologi.Wadah dan penyimpanana dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya.
BAB III KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Identifikasi dengan reaksi kimia dapat berupa reaksi n yala, reaksi warna, reaksi pengendapan, maupun reaksi pembentukan gas.
Identifikasi dengan cara fisika misalnya: penetapan suhu lebur, titik eutektik, indeks bias, rotasi jenis, bobot jenis, termasuk identifikasi secara spektrofotometri, maupun kromatografi.
Identifikasi dengan cara fisika-kimia : yaitu metode spektrofotometri dan kromatografi
Ada beberapa cara pemeriksaan kation secara sistematis. Misalnya cara fosfat dari reni, cara peterson dan cara H2S.
Cara pengenalan anion dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu berdasarkan Bunsen, Gilreath dan Vogel.
Identifikasi bahan baku maupun sediaan yang mengadung tetrasiklin dan/atau turunannya: (doksisiklin, oksitetrasiklin dan tetrasiklin) dapat digunakan metode KK dan KLT
Metode identifikasi Basitrasin, Neomisin, dan Polimiksin B menggunakan KLT.
KELOMPOK 4 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengakui industri farmasi Indonesia masih ketergantungan bahan baku obat dari luar negeri dengan 90% impor. Bahkan, nilai impor pada 2014 lebih besar dari nilai ekspor 6,68% atau total sebesar USD900 juta. Tahun 2013 nilai ekspor USD532 juta tumbuh 16,98% dari 2012. Meskipun demikian farmasi masih dikuasai produk impor, nilai impor lebih besar dari nilai ekspor.Untuk mengurangi ketergantungan bahan baku obat, perlu ditumbuhkan industri bahan baku obat di tanah air, dimana pemerintah perlu membuat rencana strategis berupa roadmap pengembangan bahan baku obat di Indonesia serta menetapkan starting point dan strategi yang harus ditempuh dalam mewujudkan peningkatan kemandirian bahan baku obat di Indonesia. Ada
tiga
stake
holder
utama
yang
memiliki
peran
sentral
dalam
pengembangan dan penyedian bahan baku obat. yaitu: 1. Industri farmasi yang memiliki tanggung jawab dalam hal pengembangan bahan baku obat dalam negeri. 2. Peneliti dan akademisi yang memiliki kapasitas untuk pengembangan bahan baku obat. 3. Pemerintah
yang
harus
memiliki
“political
will”
untuk
melaksanakan
peningkatan kemandirian bahan baku obat ini. Pemerintah harus memberikan insentif dan membuat kebijakan yang kondusif bagi industri untuk mengembangkan bahan baku obat, serta menciptakan berbagai skema pendanaan penelitian untuk mendorong kolaborasi riset antara peneliti dan industri. Pada saat ini ada beberapa pendapat untuk memasukan lembaga pembiayaan keuangan seperti bank, koperasi dan lain lain
sebagai salah satu stake holder
penting dalam pengembangan industri bahan baku obat.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu uji pemurnian bahan baku obat? 2. Apa saja sumber-sumber pencemaran umum? 3. Bagaimana uji batas dan sisa pemijaran? 4. Apa itu sisa pelarut?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian uji kemurnian bahan baku obat 2. Untuk mengetahui sumber-sumber pencemaran umum 3. Untuk mengetahui uji batas dan sisa pemijaran 4. Untuk mengetahui pengertian dari sisa pelarut
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN UJI KEMURNIAN BAHAN BAKU OBAT
Uji kemurnian dimaksudkan untuk mengetahui kemurnian atau ada tidaknya cemaran pada suatu zat kemurnian, seperti suhu lebur, indeks bias, rotasi jenis, bobot jenis atau kekentalan juga merupakan identitas suatu zat. Uji kemurnian antara lain : 1. Suhu lebur /Jarak lebur Dalam bidang kefarmasian, titik lebur digunakan sebagai penentuan kualitas dari suatu zat ataupun kemurnian dari suatu zat yang terdapat pengotoran yang dapat menyebabkan penurunan nilai titik lebur dari suatu zat ataupun baaahan obat dari titik lebur yang sebenarnya. Suatu keadaan dimana zat padat berubah menjadi cairan dibawah tekanan 1 atmosfer dapat diartikan sebagai titik lebur dari suatu zat. Selain itu, titik lebur juga dapat diartikan sebagai keadaan dimana terjadi keseimbangan antara fase padat dengan fase cair lainnya pada suatu zat. 2. Kadar air Tujuanya adalah untuk mengetahui kadar air benih dengan mengunakan metode yang sesuai bagi ketentuan pengujian sedangkan kadar pengujian kadar air itu sendri adalah berat air yang hilang karena proses pemanasan sesuai dengan aturan yang ditetapan,Uji kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air pada benih. Kadar air benih ini mempengaruhi lama daya simpan benih. Kadar air benih yang aman berkisar antara 7%-8% 3. Indeks bias Perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut. Harga indeks bias berubah2 tergantung dari panjang gelombang cahaya yang digunakan dalam pengukuran menggunakan sinar natrium dengan pnjng gelombang 589,3 nm pada suhu 20 derajat celcius. 4. Rotasi optik
Besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi jika sinar terpolarisasi dilewatkan melalui cairan. Kecuali dinyatakan lain, pengukuran dilakukan menggunakan sinar natrium pada lapisan cairan setebal 1 dm pda suhu 20 derajat celsius 5. Kekentalan Kekentalan atau koefisien kekentalan adalah hambatan dorongan relatif 2 lapisan cairan yang berdekatan, dinyatakan dalam satuan cp. Kekentalan merupakan fungsi suhu, umumnya makin tinggi suhu kekentalan makin turun 6. Spektrum / serapan UV Pengujian dapat di lakukan dengan spektrum UV dan serapan 7. Cemaran / senyawa sejenis Pengujian cemaran atau cemaran snyawa yang sejenis 8. Keasaman-kebasaan Pengujian asam dan basa 9. Uji Sterilitas (antibiotika untuk injeksi) Pengujian di lakukan dengan teknik aseptik yang cocok 10. Uji Pirogenitas Pengujian di lakukan dengan mengukur peningkatan suhu badan yang di sebabkan penyuntikan intravena sediaan uji steril. Macam Bahan Baku Obat
1. Bahan Baku Kimia adalah semua bahan/materi berupa unsur, senyawa tunggal, dan/atau campuran yang berwujud padat, cair, atau gas. 2. Bahan Baku Obat Herbal adalah baku obat alami yang berasal dari sumber daya alam biotik maupun abiotik. Sumber daya biotik meliputi jasad renik, flora dan fauna serta biota laut, sedangkan sumber daya abiotik meliputi sumber daya daratan, perairan dan angkasa dan mencakup kekayaan/ potensi yang ada di dalamnya 3. Bahan Baku Sediaan Biologik adalah bahan berupa vaksin, serta (anti sera) dan bahan diagnostika biologik. Vaksin adalah sediaan biologik yang digunakan untuk menimbulkan kekebalan terhadap satu penyakit hewan. Sedangkan Sera (anti sera) adalah sediaan biologik berupa serum darah yang mengandung zat kebal
berasal dari hewan dipergunakan untuk mencegah, menyembuhkan atau mendiagnosa penyakit pada hewan yang disebabkan oleh bakteri, virus atau jasad renik lainnya dengan maksud untuk meniadakan daya toksinnya. Dan bahan diagnostika biologik adalah sediaan biologik yang digunakan untuk mendiagnosa suatu penyakit pada hewan.
Sifat Fisika Dan Kimia Bahan Obat Sifat-sifat kimia fisika merupakan dasar untuk menjelaskan aktifitas biologis obat karena sifat kimia fisika memegang peranan penting dalam menentukan metode yang tepat untuk formulasi suatu obat, sehingga didapatkan suatu sediaan yang efektif, stabil, dan aman.Sifat fisika kimia ini juga akan berkaitan erat dalam pengangkutan obat untuk mencapai reseptor. Sebelum mencapai reseptor, molekul-molekul obat harus melalui bermacam-macam membran, berinteraksi dengan senyawa-senyawa dalam cairan luar dan dalam sel serta biopolimer. Disini sifat kimia dan fisika berperan dalam proses penyerapan dan distribusi obat sehingga kadar obat pada waktu tertentu mencapai reseptor dalam jumlah yang cukup besar.Hanya obat yang mempunyai struktur dengan kekhasan yang tinggi saja yang dapat berinteraksi dengan reseptor biologis, sifat kimia fisika harus menunjang orientasi khas molekul pada permukaan reseptor. Proses mengenal sifat-sifat fisika dan kimia bahan obat ini disebut dengan identifikasi atau sering juga disebut analisa, analisa farmasi dibagi menjadi: 1. Analisa farmasi kualitatif ini meliputi analisa secara: Fisika Identifikasi secara organoleptis (bentuk, warna, bau, rasa dan lainnya), kelarutan, tetapan fisika (titik lebur, titik beku, titik didih, berat jenis, viskositas, dan lainnya), mikroskopis (melihat partikel obat menggunakan mikroskop). Kimia Analisa dengan menambahkan zat-zat kimia ke dalam bahan obat/obat yang diperiksa sehingga menimbulkan reaksi-reaksi tertentu yang dapat diidentifikasi secara kasat mata seperti terbentuknya endapan, warna, bau dan lainnya. Mikroskopis Analisa ini adalah dengan melihat partikel dari unsur/senyawa yang terkandung dalam bahan obat/obat. Dapat dilihat langsung menggunakan mikroskop, atau direaksikan terlebih dahulu dengan zat kimia tertentu kemudian dilihat menggunakan mikroskop. Instrumental Yaitu analisa/penentuan jenis suatu unsur/senyawa dari suatu bahan obat menggunakan instrumen/alat yang
kompleks/modern
seperti
spektrofotometer,
kromatografi,
Atomic
Absorbans
Spektrofotometri (AAS), dan lainnya.
2. Analisa farmasi kuantitatif ini meliputi analisa secara: Gravimetri dan titrimetri Analisa dengan cara memisahkan senyawa atau campuran menjadi unsur tertentu dalam bentuk murni dan dihitung jumlah/kadar zat yang akan diperiksa berdasarkan penimbangan/ berat. Volumetri Yaitu analisa kadar suatu unsur/senyawa kimia dalam suatu larutan yang berasal dari bahan obat/obat dengan cara direaksikan dengan zat lain yang kadar/konsentrasinya telah diketahui. B. PENGERTIAN CEMARAN
Cemaran adalah sesuatu yang masuk ke dalam produk secara tidak dingaja dan tidak dapat dihindari yang berasal dari proses pengolahan, penyimpanan dan atau terbawa dari bahan baku. sumber cemaran berasal dari sisa bahan baku, pelarut atau pereaksi, hasil penguraian, hasil reaksi dengan wadah atau alat produksi, cemaran dari udara. cemaran terjadi karena kesalahan produksi, pengangkutan dan penyimpanan. Beberapa senyawa asing bersifat toksis atau memberikan efek yang lain yang berbeda dengan zat utamanya
maka
keberadaanya
harus
diuji
untuk
menjamin
khasiat
dan
keamanannya.Pengujian terhadap adanya senyawa asing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi zat pada kondisi penggunaan biasa. Contohnya : C, H, S, N,+ O2 ® CO 2 + H 2O + H 2S + NO + NO 2. Ada 5 pencemaran organik yang presisten yang disadari atau tidak akrab dengan kehidupan sehari-hari yaitu: 1. Aldrin, berupa pestisida yang dipakai untuk membunuh rayap, belalang ,cacing, serta hama serangga lainnya. 2. Chlordane, yakni pestisida yang dipakai secara luas untuk mengendalikan rayap dan serangga dengan spektrum luas terutama dibidang pertanian.
3. DDT, yakni pestisida yang paling terkenal karena banyak dipakai untuk melindungi masyarakat dan hewan penyebab penyakit malaria dan penyakit lainnya. 4. Dieldrin, yakni berupa pestisida yang dipakai untuk mengendalikan hama dan rayap tekstil tetapi juga kerap dipakai untuk mengendalikan serangga penyebab penyakit dan untuk pertanian. 5. Endrin, yakni pestisida untuk serangga yang disemprotkan pada daun tanaman werti kapas dan butir pada Cemaran senyawa organik mudah menguap Contohnya: 1. Etilen dioksida ( batas 10 bpj) 2. Dimetil amilin ( dalam bupivakain) 3. Metilen klorida ( dalam tablet salut) 4. Glutaraldehida ( dalam film polimer) 5. Benzena ( batas 100 bpj) 6. Kloroform ( batas 50 bpj ) 7. 1,4 dioksan ( batas 100 bpj ) 8. Trikloroetilen ( batas 100 bpj )
Cemaran organik Cemaran organik adalah senyawa asing atau cemaran organik dalam zat berasal dari hasil uraian, senyawa asam atau basa bebasnya, senyawa antara, senyawa sejenis atau hasil samping reaksi sintesis atau isolasi yang tidak sempurna dihilangkan pada saat pemurniaanya. 1) Merkuri Merkuri berupa logam cair berwarna putih keperakan, mengkilat dan tidak berbau.Merkuri merupakan salah satu logam berat yang berbahaya dan dapat terjadi secara alamiah di lingkungan, sebagai hasil dari perombakan mineral di alam melalui proses cuaca/iklim, dari angin dan air. Senyawa merkuri dapat ditemukan di udara, tanah dan air dekat tempat-tempat kotor dan berbahaya.
Merkuri dapat berikatan dengan senyawa lain seperti klorin, sulfur atau oksigen membentuk senyawa atau garam merkuri anorganik. Kebanyakan senyawa merkuri anorganik berupa serbuk atau larutan berwarna putih kecuali untuk merkuri sulfida (dikenal sebagai sinabar) yang berwarna merah dan berubah menjadi hitam apabila terkena cahaya. Umumnya merkuri ditemukan di alam dalam bentuk merkuri metalik, merkuri sulfida, merkuri klorida dan metil merkuri. Bersifat toksik. 2) Arsen Arsen merupakan logam anorganik berwarna abu-abu, dengan kelarutan dalam air sangat rendah. Unsur ini bereaksi dengan halogen, asam pengoksidasi pekat dan alkali panas. Persenyawaan arsen dengan oksigen, klorin dan sulfur disebut arsen anorganik, sedangkan persenyawaan arsen dengan C & H disebut arsen organik. Senyawa arsen digunakan dalaminsektisida dan sebagai bahan pendadahan (doping) dalam semikonduktor. Unsur ini digunakan untuk mengeraskan beberapa aloi timbal, bersifat toksik 3) Timbal Timbal (Pb) memiliki nomor atom 82; bobot atom 207,21; Valensi 2-4. Timbal merupakan logam yang sangat beracun terutama terhadap anak-anak. Secara alami ditemukan pada tanah. Timbal tidak berbau dan tidak berasa. Timbal dapat bereaksi dengan senyawa-senyawa lain membentuk berbagai senyawasenyawa timbal, baik senyawa-senyawa organik seperti timbal oksida (PbO), timbal klorida (PbCl2) dan lain-lain. Sumber-sumber timbal antara lain cat usang, debu, udara, air, makanan, tanah yang terkontaminasi dan bahan bakar bertimbal. Penggunaan senyawa-senyawa timbal antara lain pembuatan gelas, penstabil pada senyawa-senyawa PVC, cat berbasis minyak, zat pengoksidasi, bahan bakar, bersifat toksik.
Cemaran anorganik Cemaran anorganik adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang merupakan bentuk-bentuk organik dalam arti bahan buangan tersebut akan dapat terurai dan habis dalam tatanan lingkungan dengan adanya organisme-organisme pengurai(dekomposer).
Contoh : 1. H2O-Air adalah senyawa anorganik sederhana, meskipun mengandung hidrogen, atom kunci (bersama dengan karbon) dalam banyak senyawa organik. Atom dalam molekul air telah membentuk ikatan yang sangat sederhana karena kurangnya karbon. 2. HCL-Hidroklorida, juga dikenal sebagai asam klorida ketika dilarutkan dalam air, tidak berwarna, asam korosif dengan Ph yang cukup kuat. Hal ini ditemukan dalam cairan lambung dari banyak hewan, membantu dalam pencernaan dengan memecah makanan. 3. CO2-Karbon
dioksida,
meskipun
kehadiran
atom
karbon
dalam
rumus,
diklasifikasikan sebagai senyawa anorganik. Hal ini menyebabkan perselisihan dalam komunitas ilmiah. Senyawa organik mengandung karbon atau hidrokarbon, yang membentuk ikatan yang lebih kuat. 4. NO2-gas nitrogen dioksida menyajikan berbagai warna pada temperatur yang berbeda. Hal ini sering diproduksi dalam tes nuklir atmosfer. Hal ini sangat beracun, dan bentuk-bentuk ikatan lemah antara atom nitrogen dan oksigen. 5. Fe2O3-Besi (III) Oksida merupakan salah satu dari tiga oksida utama besi, dan merupakan senyawa anorganik karena kurangnya atom karbon atau hidrokarbon. Besi (III) Oksida terjadi secara alami sebagai hematit, dan merupakan sumber yang paling baik digunakan untuk industri produksi baja.
C. UJI BATAS DAN SISA PEMIJARAN
1.
Uji Batas Uji batas adalah suatu proses atau langkah dalam menentukan batas suatu kandungan maksimum dan minimum dalam suatu uji.
Uji batas logam berat Pengujian ini di maksudkan untuk menunjukan batas cemaran logam yang masih di perkenankan, yang di warnai ion sulfida. Pengujian dilakukan dengan membandingkan wrna larutan uji terhadap wrna larutan pembanding. Pengujian dilakukan dengan 3 cara berikut : 1. Cara ini di gunakan untuk zat yang larutannya jernih dan tidak berwarna.
2. Cara ini di gunakan untuk zat yang larutannya tidak jernih atau tidak berwrna , mengganggu pengendapan logam oleh ion sulfida atau untuk zat berupa minyak lemak atau minyak atsiri. 3. Cara ini di gunakan untuk zat yang jernih dan tidak berwrna dengan menmbahkan larutan natrium hidroksida encer P.
Uji batas arsen Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukan batas cemaran arsen yang masih di perkenankan. Alat botol -120ml mulut lebar, disumbat dengan karet yang ditembus pipa kaca, panjang 200mm, diameter dalam 6,5mm, diameter luar lebih kurang 8mm dan ujung bawah disempitkan hingga diameter dalam lebih kurang 1 mm. pada dinding pipa dekat bagian yang disempitkan dibuat sebuah lubang diameter tidak kurang dari 2mm. ujung atas di potong rata dan di haluskan dengan pembakaran atau di asah. Jika botol diisi dengan 700ml cairan, ujung yang di sempitkan harus berada di atas permukaan cairan, sedang lubang samping berada di bawah sumbat. Dua buah sumbat berukuran lebih kurang 25mm/25mm, masing-masing berlubang dibagian tengah dengan diameter 6,5 mm dihubungkan dengan penjepit pegas atau penjepit lainnya yang cocok. Sumbat karet tersebut dapat diganti jika dikehendaki menurut yang tertera pada pengujian.
Uji batas besi. Alat digunakan tabung nessler yang tertera pada uji batas logam berat. Pereaksi amonia Pfe adalah amonia encer P yang memenuhi syarat berikut: uapkan 5,0 ml amonia encer P di atas tangas air hingga kering. Tambahkan 40,0 ml air, 2,0 ml larutan asam sitrat Pfe 2o% b/v dan 2 tetes asam tiglikolat P, campur. Basakan dengan amonia encer P, encerkan dengan air secukupnya hingga 50,0 ml; tidak boleh terjadi warna merah jambu. Pengujian pada larutan ditambahkan 2,0 ml larutan asam sitrat Pfe 20% b/v dan 2 tetes asam tioglikolat P, campur. Basakan dengan amonia Pfe, encerkan dengan air secukupnya hingga 50,0 ml, biarkan selama 5 menit. Bandingkan
warna larutan uji terhadap larutan pembanding warna; warna larutan uji tidak lebih intensif dari larutan pembanding warna.
Uji batas logam berat. Pengujian ini dimaksudkan untuk menunjukkan batas cemaran logam yang masih diperkenankan, yang diwarnai ion sulfida. Pengujian dilakukan dengan membandingkan warna larutan uji terhadap warna larutan pembanding. Pengujian dilakukan dengan 3 cara sebagai berikut : cara 1 digunakan untuk zat yang larutannya jernih dan tidak berwarna . cara 2 digunakan untuk zat yang larutannya tidak jernih atau tidak berwarna, mengganggu pengendapan logam oleh ion sulfida atau untuk zat berupa minyak lemak atau minyak atsiri. Cara 3 digunakan untuk zat yang jernih dan tidak berwarna dengan penambahan larutan natrium hidroksida encer P.
Uji batas timbal Uji batas timbal dilakukan dengan salah satu cara sebagai berikut. Cara 1. Alat gunakan tabung nessler yang tertera pada uji batas logam berat. Pereaksi amoniak encer PPb adalah amonia encer P yang memenuhi syarat berikut: pada 20,0ml tambahkan 1,0 ml larutan kalium sianida PPb, encerkan dengan air secukupnya hingga 50,o ml, tambahkan 2 tetes larutan natrium sulfida PPb, tidak terjadi warna kehitaman. Pengujian sediakan larutan primer dan larutan pembantu menurut cara yang tertera pada larutan uji untuk masing-masing zat uji. Kecuali larutan dibuat menggunakan air panas mengandung sejumlah tertentu asam asetat PPb, jika terbentuk karbondioksida harus dihilangkan dengan pendidihan. Cara 2. Simpan semua pereaksi dalam wadah kaca borosolikat. Bilas semua alat baik baik, mula-mula dengan asam nitrat encer P( 50% v/v) hangat kemudian ditambahkan dengan air.
Pereaksi larutan amonium sianida PPb larutkan 2 g kalium sianida P dalam 15 ml amoniak P, encerkan dengan air dengan secukupnya hingga 100,0 ml.
Uji batas klorida Alat gunakan tabung nessler yang tertera pada uji batas labu berat. Cara larutkan sejumlah zat uji dalam air atau buat larutan uji sesuai yang tertera pada masing-masing monografi, masukkan kedalam tabung nessler. Tambahkan 10,0 ml asam nitrat encer P, kecuali jika pada pembuatan laju uji telah ditambahkan asam nitrat P. encerkan dengan air secukupnya hingga 50,0 ml, tmbahkan 1,o larutan perak nitrat P, aduk segera dengan penganduk kaca, biarkan selama 10 menit.
Uji batas sulfat Alat gunakn tabung nessler yang tertera pada uji batas logam berat. Pereaksi suspensi barium sulfat campur 15,0 ml barium klorida 0,5 M, 55,0 ml air dan 200 ml etanol (95 %) bebas sulfat P. tambahkan 5,0 ml larutan kalium sulfat P 0,018% b/v, encerkan dengan air secukupnya hingga 100,0 ml kemudian campurkan. Suspensi barium sulfat harus dibuat segar. Barium klorida 0,5 M larutkan 122,1 g barium klorida P dalam air secukupnya hingga 1000,0 ml etanol 90% bebas sulfat P adalah etanol 95% P yang memenuhi syarat berikut: uapkan 25,0 ml etanol 95% P hingga sisa lebih kurang 2 ml, sisa memenuhi uji batas sulfat sebagai opelesensi pembanding digunakan campuran 2,0 ml asam klorida encer P dan 43,0 ml air yang mengandung 5,0 ml suspensi barium sulfat.
Uji terhadap zat terarangkan Alat gunakan tabung nessler yang teretra pada uji batas logam berat. Pereaksi larutan kobalt(II) klorida K larutkan lebih kurang 65 g kobalt(II) klorida P dalam campuran yang terdiri dari 25 ml asam klorida P dan 975 ml air secukupnya hingga 1000,0 ml. pipet 5ml kedalam labu iodum- 25 ml, tambahkan 5,0 ml hidrogenperoksida encer P dan 15 ml larutan natrium hidroksida P, didihkan selama10menit, dinginkan, tambahkan 2 g kalium iodida P dan 20 ml asam sulfat P 25 %v/v . setelah endapan larut, titrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 M menggunakan indikator larutan kanji P. lakukan penetapan blangko.
2. Uji Pemijaran Uji sisa pemijaran merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku dengan tujuan membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan cemaran atau mengandung senyawa asing dan cemaran dimaksudkan untuk membatasi senyawa demikian sampai pada jumlah yang tidak mempengaruhi partikel pada kondisi biasa. Persentase sisa pemijaran dibandingkan pula antara sampel dan standar zat yang diuji. Penetapan
sisa
pemijaran
dilakukan
dengan
terlebih
dahulu
mengonstankan krusibel yang akan dipakai. Krusibel ditimbang dan dicatat bobotnya sebelum dipijar di dalam tanur. Setelah satu jam pemanasan, dinginkan krusibel dalam desikator, dan timbang hingga didapatkan bobot yang konstan. Bila belum didapatkan bobot yang konstan, ulangi pemijaran dalam tanur, dinginkan, dan timbang kembali Penetapan sisa pemijaran kecuali dinyatakan lain, timbang saksama 1,5 g zat dalam krus yang telah ditara, panaskan mula-mula perlahan-lahan hingga zat mengarang sempurna kemudian dipijarkan. Sisa pemijaran dibasahi dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan perlahan-lahan hingga terdapat asap putih yang tidak terjadi atau tidak mucul lagi. Selanjutnya dipijarkan pada suhu 80º± 25º hingga bobot tetap. Jika sisa jumlah melebihi batas yang ditera pada masing-masing monografi, basahi lagi dengan 1 ml asam sulfat P, panaskan dan pijarkan seperti yang telah dilakukan diatas. D. SISA PELARUT
Sisa pelarut adalah kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak. Bertujuan untuk memberikan jaminan bahwa selama proses tidak meninggalkan sisa pelarut yang seharusnya tidak boleh ada. Berguna dalam penyiapan ekstrak dan kelayakan ekstrak untuk formulasi. Batasnya : <1 % untuk etanol. Contohnya :
timbang 2 gr ekstrak etanol, larutkan dalam 25 ml aq kemudian masukkan dalam labu destilasi. Atur suhu destilat 78,5ºc, lakukan destilasi sehingga tidak ada yang menetes lagi ( ± 2jam).
Tambahkan aquades 25 ml aq, tetapkan bobot jenis caira pada suhu 25ºc.
Sisa pelarut jangan sampai mejadi cemaran
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
Uji kemurnian d untuk mengetahui kemurnian atau ada tidaknya cemaran pada suatu zat kemurnian, seperti suhu lebur, indeks bias, rotasi jenis, bobot jenis atau kekentalan juga merupakan identitas suatu zat. Uji kemurnian antara lain : 1. Suhu lebur /Jarak lebur 2. Kadar air 3. Indeks bias 4. Rotasi optik 5. Kekentalan 6. Spektrum / serapan UV 7. Cemaran / senyawa sejenis 8. Keasaman-kebasaan 9. Sterilitas (antibiotika untuk injeksi) 10. Uji Pirogenitas Metode analisis di bagi menjadi 2 yaitu analisis secara kuantitatif dan kualitatif, metode kuantitatif di bagi 2 yaitu gravimetri dan volumetri. B. SARAN
Diharapkan agar terdapat lebih banyak lagi pustaka di perpustakaan agar mahasiswa tidak kesulitan dalam mencari daftar pustaka yang benar
PEMBAHASAN KELOMPOK :
A. Pengertian uji kemurnian bahan baku obat Uji kemurnian adalah suatu proses untuk mengetahui ada atau tidaknya cemaran pada suatu zat kemurnian, seperti suhu lebur, indeks bias, rotasi jenis, bobot jenis atau kekentalan juga merupakan identitas suatu zat. Uji kemurnian antara lain : 1. Suhu lebur /Jarak lebur 2. Kadar air 3. Indeks bias 4. Rotasi optik 5. Kekentalan 6. Spektrum / serapan UV 7. Cemaran / senyawa sejenis 8. Keasaman-kebasaan 9. Sterilitas (antibiotika untuk injeksi) 10. Uji Pirogenitas Pengertian Cemaran B. Cemaran adalah sesuatu zat asing atau benda asing secara tidak disengaja yang masuk dan berasal dari proses pengolahan, penyimpanan dan atau terbawa dari bahan baku. Sumber cemaran berasal dari sisa bahan baku, pelarut atau pereaksi, hasil penguraian, hasil reaksi dengan wadah atau alat produksi, cemaran dari udara. Cemaran juga bisa bersal dari kesalahan produksi, pengangkutan dan penyimpanan. C. Sumber-Sumber Cemaran 1. Cemaran organik 2. Cemaran anorganik D. Uji Batas 1. Uji batas logam berat 2. Uji batas arsen 3. Uji batas besi 4. Uji batas timbal 5. Uji batas klorida 6. Uji batas sulfat 7. Uji terhadap zat terarangkan
E. Sisa Pemijaran Uji sisa pemijaran merupakan salah satu uji syarat kemurnian bahan baku dengan tujuan membuktikan bahwa bahan bebas dari senyawa asing dan cemaran, ini dimaksudkan untuk memberi batas maksimum dan batas minimum kadar cemaran dalam bahan baku yang di uji. Karena batas tersebut akan menentukan kualitas atau mutu dari bahan baku obat.
KELOMPOK 5 BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Air merupakan kandungan yang penting dalam bahan pangan. Semua bahan pangan memiliki kandungan air dalam jumlah yang berbeda-beda baik itu bahan pangan hewani maupun nabati. Sedangkan kadar air merupakan persen air yang terkandung dalam bahan pangan. Menurut Dwijosepputro (1994) kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan,karena air dapat mempengaruhi kenampakan tekstur dan cita rasa pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi menyebabkan mudahnya bakteri,kapang,dan khamir untuk berkembang biak,sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Untuk menganalisis kadar air harus memilih metode analisis yang tepat dan benar dengan memperhatikan terlebih dahulu sifat dan keadaan bahan pangan yang akan dianalisa. Ada beberapa metode analisis yang digunakan untuk menganalisa kadar air suatu bahan pangan yakni : metode oven (gravimetri), metode distilasi azeotropik, metode Karl Fischer, metode desikasi kimia, dan metode termogravimetri. Salah satu merode analisa yang sering digunakan adalah metode oven (gravimetri) dengan prinsip memanaskan bahan pada titik didih air sehingga air menguap. Oleh karena itu pada praktikum ini akan dilakukan analisa kadar air bahan pangan dengan metode oven (gravimetri).
B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penatapan jarak lebur, indeks bias, rotasi optik , kekentalan dan bobot
jenis pada bahan baku obat ! 2. Bagaimana penatapan kadar air dengan metode karl ficher pada bahan baku obat ! 3. Bagaimana penatapan kadar air dengan metode azeotropik tolue pada bahan baku obat ! 4. Bagaimana penatapan kadar air dengan metode grafimetri pada bahan baku obat !
BAB II PEMBAHASAN
A. KADAR AIR
Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu bahan. Dalam simplisia, menentukan tingkat keamanan untuk disimpan. Dalam bahan makanan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan. Selain itu juga sebagai penentu dalam proses pengolahan maupun pendistribusian agar ditangani secara tepat. Penentuan kadar air dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus. Daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kandungan air dalam bahan pangan akan berubah-ubah sesuai dengan lingkungannya, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan daya awet bahan pangan tersebut. Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan atau pun sediaan yang dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetri yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan , dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi. Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105-1100C selama 3 jam atau didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan dilakukan dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang -kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan. Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung senyawasenyawa yang mudah menguap ( volatile ) seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh (sample) dimasukkan.
B. Penetapan suhu atau jarak lebur Suhu lebur zat padat adalah suhu pada saat zat padat mulai melebur dan melebur
sempurna.
Jadi jarak lebur adalah jarak antara suhu awal dan suhu akhir peleburan zat.
Suhu awal peleburan dicatat pada saat zat mulai melebur dan suhu akhir dicatat pada saat hilangnya fase padat menjadi fase cair.
Peralatan
1. Pipa kapiler (10 cm, diameter 0,8 – 1,2 mm dan tebal 0,2 – 0,3 mm). 2. Termometer yang telah dikalibrasi. 3. Wadah gelas untuk tangas cairan yang transparan dengan pengaduk dan pemanas api
atau listrik. Sekarang sudah ada alat listrik otomatis dan digital komersial untuk penetapan suhu dan jarak lebur tersebut (electrothermal melting point determination apparatus). Penetapan suhu atau jarak lebur
Setiap peralatan harus memiliki ketelitian yang setara d an harus sering dikalibrasi dengan menggunakan satu atau lebih dari 6 baku pembanding suhu lebur.
Dalam FI IV terdapat 5 metode yang semuanya menggunakan pipa kapiler. Yang paling banyak dipakai adalah metode I.
Pernyataan “lebih kurang ” berati suhu lebur tidak boleh berbeda + 2 o dari suhu lebur yang dinyatakan. Sedangkan jarak lebur yang diuji harus berada dalam rentang suhu yang dinyatakan monografi.
Tujuan penetapan suhu lebur atau Jarak Lebur
Dalam bidang kefarmasiaan suhu lebur digunakan sebagai penentuan kualitas dari suatu zat ataupun kemurnian dari zat yang terdapat pengotoran yang dapat menyebabkan penurunan nilai suhu lebur dari suatu zat ataupun bahan obat dari suhu lebur yang sebenarnya. C. Penetapan Indeks Bias Indeks bias suatu zat adalah perbandingan kecepatan cahaya dalam hampa udara
dengan kecepatan cahaya dalam zat tersebut.
Indeks bias berguna untuk identifikasi cairan murni dan pengujian kemurnian.
Indeks bias dinyatakan pada suhu 20o dengan menggunakan Refraktometer yang dilengkapi dengan cahaya Natrium garis D 589,3 nm.
Refraktometer komersial dirancang dengan menggunakan cahaya putih tapi telah dikompensasi agar memberikan indeks bias setara dengan cahaya natrium garis`D.
Tujuan penetapan indeks bias
Pengukuran indeks bias penting untuk :
Menilai sifat dan kemurnian suatu medium salah satunya berupa cairan.
Mengetahui konsentrasi larutanlarutan.
Mengetahui nilai perbandingan komponen dalam campuran dua zat cair.
Mengetahui kadar zat yang diekstrasikan dalam pelarut.
D. Penetapan Rotasi Optik dan Rotasi Jenis
Rotasi optik adalah besar sudut pemutaran bidang polarisasi yang terjadi bila cahaya terpolarisasi dilewatkan padanya. Cahaya yang digunakan adalah lampu Natrium pada garis D atau garis 546,1 nm pada spektrum raksa.
Beberapa senyawa optik-aktif dalam keadaan murni atau dalam bentuk larutan dapat memutar bidang polarisasi cahaya terpolarisasi yang melewatinya. Kemampuan ini dapat digunakan sebagai kriteria identifikasi dan juga kemurnian.
Rotasi jenis adalah besar sudut pemutaran bila dilewatkan pada larutan sepanjang 1 dm yang mengandung 1g/ml
Tanda (+) diberikan pada senyawa yang memutar ke arah yang searah putaran jarum jam, dan tanda (-) untuk yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam.
Peralatan dan perhitungan
1. Peralatan : Polarimeter (manual ataupun digital) 2. Perhitungan Rotasi Jenis adalah: [α]tD = 100 α/(L.c) di mana α = besar sudut rotasi L = panjang sel dalam dm c = kadar zat (g/100 ml) Penetapan Rotasi Optic dan Rotasi Jenis
Ukuran rotasi optik larutan yang dibuat menurut cara tertera pada masing-masing monografi pada suhu 20o menggunakan sinar natrium dengan panjang gelombang 589,3 nm dalam tabung 1 dm
[α] =
α
atau [ α ] =
Ket :
[ α ] = rotasi jenis α= rotasi optic l = larutan dalam dm C = jumlah g zat per 100 ml d= bobot jenis larutan p= jumlah g zat per 100 g larutan Tujuan Penetapan Rotasi Optic dan Rotasi Jenis
Tujuan penetapan Rotasi Optic dan Rotasi Jenis adalah untuk mengetahui tentang uji suatu kemurnian zat selain itu untuk menguji penggunaan polimeter.
E. Penetapan Kekentalan atau Viskositas
Kekentalan atau viskositas adalah suatu pernyataan “ tahanan untuk mengalir “ dari satu system yang mendapatkan suatu tekanan. Makin kental suatu cairan, maka makin besar gaya yang dibutuhkan untuk membuatnya mengalir pada kecepatan tertentu. Hubungan antara bentuk dan viskositas merupakan refleksi derajat solvasi partikel. Bila viskositas gas meningkat dengan naiknya temperature, maka viskositas cairan juga akan menurun jika temperature di naikan. Penetapan kadar air kekentalan atau viskositas umumnya digunakan untuk pengukuran kekentalan meliputi penetapan waktu yang di butuhkan oleh sejumlah volume tertentu cairan untuk mengalir melalui kapiler. Banyak viscometer tabung kapiler telah dirancang, tetapi viscometer
Ostwald
dan
ubbelohde
adalah
yang
paling
sering
digunakan.
Dalam
mengkalibrasikan viscometer kapiler, perlu dihitung konstanta viscometer k dengan rumus: k = v / d.t
Keterangan : v = kekentalan cairan yang diketahui (centipoises/cp) d = bobot jenis cairan uji (gram/liter) t = waktu alir cairan (detik) dari batas atas hingga batas bawah dalam tabung kapiler
kekentalan dinamik ditetapkan memakai viscometer kapiler, misalnya viscometer Ostwald. Karena penetapan secara langsung sukar dilakukan, penetapan kekentalan dinamik pada umumnya dilakukan dengan penambahan cairan pembanding yang kekentalan mutlak telah diketahui yaitu dengan digunakan air. Kekentalan dinamik suatu cairan dapat dihitung: ηx = ηair . tx . ρx keterangan : ηx = kekentalan cairan x ηair = kekentalan pada suhu tetap (poise) tair = waktu alir air (detik) tx = waktu alir cairan x (detik) ρair = bobot jenis air (g/l) ρx = bobot jenis cairan x (g/l)
F.
Penetapan Bobot Jenis Bobot jenis dan bobot per ml ditetapkan untuk cairan atau larutan.
Bobot jenis adalah perbandingan antara bobot zat di udara pada suhu 25o terhadap bobot air dengan volume dan suhu yang sama.
Bobot per ml adalah bobot zat dalam gram per ml yang ditimbang di udara pada suhu 20o, kecuali dinyatakan lain dalam monografi.
Alat yang digunakan : Piknometer
Tujuan penetapan bobot jenis
penetapan bobot jenis dalam bidang farmasi bertujuan untuk mengetahui bobot jenis dapat mengetahui kemurnian dari suatu sediaan khususnya yang berbentuk larutan.
G. Penetapan Kadar Air dengan Metode Titrasi Karl Fischer
Titrasi Karl Fischer adalah suatu metoda analisis yang digunakan untuk mengukur kandungan air di dalam berbagai produk. Prinsip pokok itu didasarkan pada Reaksi Bunsen antara iodium dan sulfurdioksida dalam suatu medium yang mengandung air. Penentuan air diatur dalam USP 34 <921>Water Determination dan di dalam British Pharmacopeia 2012 Determination of water dan juga oleh Farmakope Eropa Method 1(Ph.Eur.method2.5.12).Metode ini digunakan untuk menetukan kadar air produk kering. Cara penetapan Titrasi Karl Fischer
Menggunakan cara potensiometri. Digunakan elektrode kombinasi kaca-platina dan labu khusus agar selama proses titrasi tidak kemasukan air. Pereaksi yang digunakan: Larutan KF A (Iodium, metanol,piridin) dan larutan KF B (piridin dan gas SO2). Pereaksi ini dcampurkan dalam jumlah yang sama sebelum digunakan, dan dibakukan kesetaraannya dengan air atau zat organik yang mengandung air kristal. Titik ekuivalent: terbentuknya warna kuning pertama /100±50 gmikroamper arus searah pada lebih kurang 200 m V potensial yang digunakan. Penetapan kadar air cara KF tidak boleh digunakan untuk zat yang bereaksi dengan Iodium seperti kafein, penisilin dan turunannya, padi, atau yang lainnya. Tujuan penetapan kadar air dengan metode Titrasi karl fisher ini biasanya di industri farmasi untuk penentuan kadar air dalam bahan baku. Penetuan kadar air ini sebagai uji kualitas bahan baku yang telah ditentukan. Dalam titrasi karl fisher hanya air yang akan diukur , berbeda dengan LOD (loss of Drying) semua zat menguap termasuk kandungan air dan semua pelarut. LOD adalah teknik analisis tidak spesifik menghilangkan tidak hanya air tapi sepuruh
pengotor mudah menguap seperti alkohot dari sampel. H. Penetapan Kadar Air Dengan Metode Azeotropik Toluen Pengukuran kandungan air yang berada dalam bahan ataupun sediaan yang dilakukan dengan cara yang tepat diantaranya cara titrasi, destilasi atau gravimetri yang bertujuan memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan , dimana nilai maksimal atau rentang yang diperbolehkan terkait dengan kemurniaan dan kontaminasi. Cara penentuan kadar air bergantung pada jenis bahan makanan dan bahan lain yang terdapat dalam bahan makanan tersebut. Untuk bahan sediaan yang mengandung bahan yang mudah menguap (minyak atsiri), penentuan kadar air dilakukan dengan cara destilasi azeotrop. Destilasi azeotrop digunakan untuk menghasilkan campuran azeotrop (campuran dua / lebih komponen yang sulit dipisahkan) mengunakan tekanan tinggi. Azeotrop adalah campuran dari dua / lebih komponen yang memiliki titik didih konstan. Komposisi azeotrop tetap konstan dalam penambahan tekanan, tetapi ketika tekanan total berubah, kedua titik didih dan komposisi azeotrop berubah. Akibatnya, azeotrop bukan komponen tetap yang komposisinya harus selalu konstan dalam interval suhu dan tekanan, tetapi ke campuran yang dihasilkan karena pengaruh kekuatan intramolekuler dalam larutan. Azeotrop dapat di destilasi dengan menggunakan tambahan pelarut tertentu, misalnya penambahan benzena atau toluena untuk memisahkan air.
Air dikeluarkan dari sampel dengan cara destilasi azeotropik kontinyu dengan menggunakan pelarut “immicible”. Air dikumpulkan dalam tabung penerima dan volume air yang terkumpul dapat diketahui. Karena berat jenis pelarut lebih kecil dari berat jenis air, maka air selalu berada dibawah pelarut dan pelarut akan kembali ke labu didih. Tujuan penetapan kadar air dengan metode azeotropik toluen bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan yang berdasarkan standar atau parameter.
I.
Penetapan Kadar Dengan Metode Gravimetrik
Metode gravimetrik adalah metode analisis yang didasarkan pada pengukuran massa analit atau senyawa. Analisis gravimetri adalah proses isolasi dan pengukuran berat suatu unsur atau senyawa tertentu. Bagian terbesar dari penetuan secara analisis gravimetri meliputi transformasi unsur atau radikal ke senyawa murni stabil yang dapat segera diubah menjadi bentuk yang dapat ditimbang dengan teliti. Berat unsur dihitung berdasarkan rumus senyawa dan berat atom unsurunsur yang menyusunnya. Pemisahan unsur-unsur atau senyawa yang dikandung dilakukan dengan beberapa cara, seperti: metode pengendapan, metode penguapan, metode elektroanalisis, atau berbagai macam metode lainnya. Penetapan kadar air dengan metode gravimetric misalnya timbang seksama zat uji sebanyak 1 gram. Keringkan botol timbang dangkal bersumbat kaca selama 30 menit. Masukkan zat uji kedalam botol tersebut, dan timbang seksama botol bersama isinya. Perlahan-lahan dengan menggoyang, rata zat uji. Masukkan kedalam oven, buka sumbat dan biarkan sumbat ini dalam oven. Panaskan zat uji pada suhu 100-105 oC selama 2 jam kemudian timbang dan ulangi pemanasan sampai berat konstan. Rumus pengeringan =
ℎ
x 100 %
Agar penetapan kuantitas analit dalam metode gravimetri mencapai hasil yang mendekati nilai sebenarnya, harus dipenuhi 2 kriteria : 1) Proses pemisahan atau pengendapan analit dari komponen lainnya berlangsung sempurna. 2) Endapan analit yang dihasilkan diketahui dengan tepat komposisinya dan memiliki tingkat kemurnian yang tinggi, tidak bercampur dengan zat pengotor.
Tujuan penetapan kadar air dengan metode azeotropik toluen bertujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya kandungan air dalam bahan yang berdasarkan standar atau parameter.
BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN
a) Kadar air merupakan salah satu parameter penentu mutu bahan. Penetapan kandungan air dapat dilakukan beberapa cara, hal ini tergantung pada sifat bahannya b) Dalam penetapan dalam suatu sediaan hal-hal yang harus di perhatikan adalah suhu atau jarak lebur, indeks Bias, Rotasi Optik dan Rotasi Jenis, Kekentalan dan bobot jenis. c) Ada pun metode-metode yang di gunakan dalam penetapan kadar air dalam sediaan adalah Metode Titrasi Karl Fischer, Metode Azeotropik Toluen dan Metode Gravimetri
PEMBAHASAN KELOMPOK Kadar air