TUGAS KELOMPOK HUKUM AGRARIA “Hak Memungut Hasil Hutan” Oleh : Eric Yoga A.P. 135010100111041 Abyan Kunang 135010100111048 Adi Wahyu A 135010100111052 Denna A.P.W. 135010100111097 Siska Ayu K 135010100111112 Marshia Aprilia Y 135010107111070 Ardiyanto 135010107111060 Kelas : B
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015
PENDAHULUAN Latar Belakang Dewasa ini pengaturan hak-hak atas tanah semakin banyak digunakan dalam lingkup hukum agraria.Dengan adanya pengaturan hak-hak atas tanah ,baik itu hak milik , hak guna usaha, hak guna bangunan ,hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hak memungut hasil hutan.Maka penggunaan atas tanah tidak dapat digunakan sewenang- wenang karena ada peraturan yang mengaturnya. Maka dari itu untuk menggunakan tanah kita harus pastikan terlebih dahulu ,apakah tanah tersebut ada yang memiliki atau tidak.Dan kita tidak bisa sembarangan mengambil segala sesuatu yang terdapat pada tanah tak bertuan atau berpenghuni tersebut. Apabila diketahui bahwa tanah tersebut ada yang memilikinya , dan kita sudah lama mengambil hasil dari tanah tersebut , bisabisa si pemilik tanah tersebut tidak terima karena produk atau hasil yang terdapat pada tanahnya tersebut kita ambil.Dan bisa berlanjut ke jalur hukum karena tuntutan dari pemilik tanah tersebut.
Rumusan masalah (1) Apakah yang dimaksud dengan hak memungut hasil hutan ? (2) Siapa saja yang dapat memungut hak hasil hutan?
Tujuan (1) Menjelaskan pengertian dari hak memungut hasil hutan (2) Menjelaskan siapa yang dapat memungut hak hasil hutan
PEMBAHASAN (1) Berdasarkan Pasal 46 Ayat 1 UUPA ,Hak memungut hasil hutan adalah hak yang dimiliki oleh warga Indonesia yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah (2) Berdasarkan Pasal 46 Ayat 1 UUPA , yang dapat memungut hasil hutan hanya dipunyai oleh warga negara Indonesia
KASUS POSISI KASUS Pihak KPH Perhutani Bondowoso mulai angkat bicara terkait kasus dugaan pencurian tujuh batang kayu jati dengan terdakwa nenek Asyani. Saat di Pengadilan Negeri Situbondo, Kamis (12/3/2015), Humas KPH perhutani, Abdul Gani, menjelaskan kronologis hilangnya kayu jati milik perhutani tersebut. Menurutnya, pada tanggal 14 Juli 2014 lalu, petugas Perhutani melakukan patroli menemukan dua tunggak bekas pencurian pohon di petak 43. Selanjutnya, pihak Perhutani melakukan penyelidikan hilangnya pohon kayu jati itu. Dari hasil penyidikan, petugas lapangan mencurigai ada seseorang yang menimbun kayu jati tersebut. “Dugaan sementara, kayu jati itu bukan dari kayu lahan," kata Abdul Gani. Berdasarkan kecurigaan itu, akhirnya Perhutani melaporkan ke pihak kepolisian kalau ada orang yang menyimpan kayu jati milik Perhutani. Sehingga pihak kepolisian dan Perhutani melakukan operasi gabungan untuk memastikan kebenaran laporan tersebut. "Ternyata benar dan yang menyimpan itu Cipto alias Pak Pit. Dan petugas kami sudah sesuai prosedur kalau ada kehilangan kayu dan langsung membuat laporan huruf A," jelasnya. Dari penyitaan barang bukti itu, akhirnya berkembang setelah Cipto dimintai keterangan oleh pihak Polsek, kalau kayu itu titipan milik Asyani yang diangkut pikap. "Perhutani kan membuat laporan, ya selanjutnya urusan penyidik polisi dan bukan kewenangan Perhutani," kata Abdul Gani. Untuk memastikan itu, lanjut Abdul Gani, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan keabsahan dan motif kelir kayu itu "Kelir kayu Perhutani dan kayu desa yang beda, itu yang menjadi dasar utama" tukasnya. Akibat hilangnya dua batang kayu jati hasil tanaman tahun 1974 silam, Pihak perhutani mengalami kerugian sekitar sebesar Rp 4 juta lebih.
PENYELESAIAN KASUS Pengadilan Negeri Situbondo memvonis nenek Asyani hukuman percobaan selama 1 tahun 3 bulan. Meski divonis 1 tahun 3 bulan nenek Asyani tidak perlu menjalani tahanan karena masa percobaan. Hanya saja pihak nenek asyani tidak menerima hasil putusan itu dan menganggap akan mendapat stigma yang buruk dimata masyarakat karena dipandang sebagai terdakwa kasus pencurian kayu.
Analisis
Dalam kasus yang dialami nenek Asyani tersebut menurut ketentuan Pasal 46 (1) UUPA yang isinya adalah: (1) Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan hanya dapat dipunyai Warga Negara Indonesia dan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam pasal itu disebutkan bahwa yang berhak memungut hasil hutan adalah WNI, dengan ini berati siapapun dia selama dia merupakan warga negara indonesia maka ia berhak memilihi hak memugut hasil hutan dan nenek Asyani memenuhi unsur dalam pasal itu. Tapi dalam hal ini perlu dikaji lebih lanjut tentang kata “diatur dengan peraturan pemerintah”. Artinya kita harus merujuk kepada Peraturan Pemerintah yang mengatur masalah terkait dengan pemungutan hasil hutan. Dan dalam hal ini pengaturan mengenai hak memungut hasil hutan dengan produk hukum peraturan pemerintah hanya diatur dalam PP Nomor 21 Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan dan Hak Pemungutan Hasil Hutan. Tetapi PP Nomor 21 Tahun 1970 itu bukan peraturan pelaksanaan yang merujuk kepada UU No 5 Tahun 1960 tentang UUPA. Peraturan yang hanya merujuk kepada UU No 5 Tahun 1960 tentang UUPA hanyalah UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Jadi menurut hemat kami, acuan mengenai hak memungut hasil hutan itu adalah berdasarkan UU Kehutanan ini. Karena belum ada pengaturan labih lanjut mengenai hak pemungutan hasil hutan ini. Sebelumnya mari kita perjelas terlebih dahulu bahwa dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatakan dalam Pasal 5 (1) yang isinya: Hutan berdasarkan statusnya terdiri dari: a. hutan negara, dan b. hutan hak. Hal pertama yang perlu diketahui adalah hutan apakah yang digunakan oleh Perhutani untuk melaksanakan pekerjaannya? Ternyata berdasarkan Pasal 3 (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2010 tentang Perusahaan Umum (Perum) Kehutanan Negara yang isinya: “Dengan Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah melanjutkan penugasan kepada Perusahaan untuk melakukan Pengelolaan Hutan di Hutan Negara yang berada di Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Jawa Barat, dan Provinsi Banten, kecuali hutan konservasi, berdasarkan prinsip pengelolaan hutan lestari dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik” Hutan yang digunakan oleh Perhutani merupakan bagian dari hutan negara. Kemudian yang perlu diketahui untuk selanjutnya adalah hutan negara yang digunakan Perhutani di daerah Situbondo merupakan hutan yang berfungsi apa? Menurut website dari perhutani sendiri Perhutani II Wilayah Jawa Timur mengelola kawasan hutan produksi. Oleh karenanya acuan yang dapat dilihat adalah pada Pasal 28 (2) UU No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yang isinya adalah: “Pemanfaatan hutan produksi dilaksanakan melalui pemberian izin usaha pemanfaatan kawasan, izin usaha pemanfaatan jasa lingkungan, izin usaha
pemanfaatan hasil hutan kayu, izin usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu, dan izin pemungutan hasil hutan bukan kayu.” Jadi bila kita melihat ketentuan pasal diatas, sudah jelas bahwa segala pemanfaatan hutan hasil produksi harus berdasarkan izin termasuk pada pemungutan hasil hutan. Siapa sajakah yang dapat diberikan izin pemungutan hasil hutan? Dalam pasal selanjutnya yaitu pasal 29 (5) dijelaskan bahwa izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 (2) dapat diberikan kepada perorangan dan koperasi. Artinya nenek Asyani juga dapat mengambil hasil hutan tetapi harus berdasarkan izin. Izin ini penting, karena pengaturan mengenai larangannya sudah jelas di dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dalam Pasal 50 ayat (3) huruf e yang melarang setiap orang menebang pohon atau memanen atau memungut hasil hutan di dalam utan tanpa memiliki hak atau izin dari pejabat yang berwenang. Ancaman pidananya pun mengenai larangan diatur pula yaitu di dalam Pasal 78 ayat (5) yang intinya siapapun yang melanggar ketentuan Pasal 50 ayat (3) huruf e dan f diancam pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 5 milyar rupiah. Jadi dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa memang benar nenek Asyani memiliki hak atas pemungutan hasil hutan karena ia merupakan bagian dari warga negara Indoesia. Tetapi perlu diingat, pemungutan hasil hutan ini ada mekanisme atau prosedurnya. Yang tujuannya agar masyarakat memiliki rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara dan menjaga kelestarian hutan.
Kesimpulan Setiap orang memiliki hak untuk memungut hasil hutan, hak yang dimaksud bukanlah hak yang seluas luasnya karena segala sesuatu yang berhubungan dengan banyak orang akan diatur oleh pemerintah termasuk pada hak memungut hasil hutan. Mengingat fungsi hutan yang begitu besar pada kehidupan manusia maka memang seharusnya pemerintah mengatur hak memugut hasil hutan ini agar tidak disalahgunakan orang-orang yang tidak bertangguang jawab dengan dalih memiliki hak pemugutan hasil hutan. Dan pada kasus pencurian hasil hutan yaitu kayu yang dilakukan oleh nenek Asyani kami simpulkan bahwa bukanlah kesengajaan nenek Asyani untuk memungut hasil hutan atau pun sengaja melanggar hukum. Nenek Asyani hanyalah seseorang yang tidak mengerti hukum. Tetapi hukum tidak pernah mengenal bulu siapapun harus dihukum bila bersalah. Tetapi dengan mengingat umur nenek Asyani yang sudah tergolong tua, seharusnya permasalahan ini dapat diselesaikan dengan jalan kekeluargaan terlebih dahulu. Mengingat dampak dari vonis hakim ini akan berpotensi pada terganggunya mental nenek Asyani serta sanksi sosial yang tidak dapat dihindarkan. Dalam pengadilan pun hakim seharusnya menggunakan logikanya dalam memutus suatu perkara.