TINJAUAN PUSTAKA BLOK RESPIRASI “
PULMONARY INFARCTION ”
1) Rifka Wikamto
H1A 008 006
2) Lanira Zarima N.
H1A 008 038
3) Qori Adawiyah
H1A 008 049
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM 2010
LUNG INFARCT Definisi Infark merupakan kematian iskemik jaringan dalam tubuh yang hidup. Hanya kematian jaringan yang disebabkan oleh berkurangnya pasokan darah yang disebut sebagai sebagai infark. Infark terjadi karena adanya hambatan pada vena dan arteri yang mengalirkan darah ke dalam organ (Underwood, 1999). Pulmonary infarction merupakan nekrosis terlokalisasi pada jaringan paru yang disebabkan oleh sumbatan aliran darah arteri, paling sering akibat emboli pulmonal. Manifesatsi klinis bervariasi dari nyeri dada subklinis hingga pleuritik, dispnea, hemoptisis, dan takikardia (Dorland, 2002).
Epidemiologi Sekitar 10% pasien yang menderita emboli paru dapat mengalami infark paru (Kamangar, 2010). Insidensi tromboemboli vena yang termasuk didalamnya emboli paru dan trombosis vena dalam relatif konstan dengan jumlah 117 kasus per 100.000 orang per tahun. Kejadian tromboemboli vena meningkat pada usia lebih dari 60 tahun baik pada laki-laki maupun perempuan. Derajat mortalitas dikaitkan dengan emboli paru tidak bisa diprediksi, biasanya mencapai lebih dari 15 % setelah 3 bulan terdiagnosis. Hampir 25% pasien dengan emboli paru mengalami kematian mendadak (Piazza, 2006). Walaupun infark paru seringkali dikaitkan dengan embolisme paru, infark paru juga dapat terjadi pada berbagai kelainan seperti vaskulitis, infeksi angioinvasif, penyakit sickle-cell, embolisme tumor, dan pulmonary torsion. Suatu studi retrospektif yang melibatkan 43 sampel menyebutkan bahwa dua penyebab utama dari infark paru adalah tromboemboli paru (18 kasus, 42%) dan infeksi paru (5 kasus, 12%). Infark akibat tromboemboli paru membentuk nodul soliter atau multipel yang berlokasi di regio subpleura. Penyebab lainnya termasuk kerusakan alveolar difus sebanyak 2 kasus (5%), pulmonary torsion sebanyak 2 kasus (5%), dan masing-masing 1 kasus untuk kanker paru, amiloidosis, emboloterapi, dan embolisme kateter. Sebanyak 12 kasus (28%) tidak memiliki kausa yang jelas namun dicurigai penyebabnya adalah tromboemboli paru yang pernah mereka alami sebelumnya (Parambil, 2005).
Etiologi Infark paru biasanya merupakan kelanjutan dari emboli paru, di mana terjadi nekrosis pada sebagian jaringan parenkim paru akibat tersumbatnya aliran darah yang menuju jaringan paru tersebut oleh tromboemboli. Oleh karena jaringan parenkim paru memperoleh aliran darah dari 2 jenis peredaran peredaran darah (cabang-cabang (cabang-cabang arteri pulmonalis dan cabang arteri bronkialis), bronkialis), maka emboli paru jarang berlanjut menjadi infark paru (Sudoyo, 2007). Jaringan parenkim paru diperdarahi oleh 2 peredaran darah, sehingga hanya sebagian kecil pasien dengan emboli paru berlanjut menjadi infark paru. Infark paru banyak terjadi pada keadaan infeksi dan gagal jantung kiri, tetapi banyak pula pasien infark paru tanpa didahului dengan infeksi, penyakit jantung, ataupun penyakit paru (Sudoyo, 2007). Perlu diingat bahwa paru tidak hanya mendapatkan oksigen dari arteri pulmonalis, tetapi juga arteri bronkialis dan secara langsung dari udara di alveolus. Jika sirkulasi sirkulasi bronkus normal dan ventilasi dipertahankan secara adekuat, maka penurunan aliran darah yang terjadi tidak menyebabkan nekrosis jaringan. Kejadian infark paru akibat tromboembolus paru terjadi hanya pada sekitar 10% kasus. Infark paru dapat terjadi jika terdapat gangguan fungsi jantung atau sirkulasi bronkus, atau jika bagian paru yang beresiko kurang mendapat ventilasi akibat penyakit dasarnya (Robbins, 2007).
Kelainan Patologi Anatomi Gambaran mikroskopis infark paru menunjukkan adanya nekrosis koagulasi pada dinding alveoli dan alveoli penuh dengan eritrosit serta sedikit reaksi inflamasi. Pada infark paru yang terjadi tidak lengkap, timbul ekstravasasi eritrosit ke dalam alveoli tanpa adanya nekrosis (Sudoyo, 2007). Embolus yang tersangkut di arteri paru berukuran sedang atau kecil. Dengan sirkulasi dan aliran arteri bronkialis yang adekuat, vitalitas parenkim paru dapat dipertahankan, tetapi rongga alveoli mungkin terisi oleh darah sehingga terjadi perdarahan paru akibat kerusakan iskemik pada sel endotel (Robbins, 2007). Ketika terjadi iskemik ringan pada jaringan paru akan mengakibatkan terjadinya dilatasi kapiler, arteriol, dan venula. Selain itu juga terjadi peningkatan permeabilitas vaskular dengan kebocoran cairan dan eritrosit. Hal ini terjadi karena sel endotel pembuluh darah sangat peka terhadap hipoksemia. Perdarahan paru yang terjadi menyerupai infark paru, tetapi struktur
jaringan paru dipertahankan dipertahankan dan arsitektur sebelumnya sebelumnya kembali lagi setelah resorbsi darah (Sudoyo, 2007). Perdarahan paru yang disebabkan oleh tromboemboli paru atau infark paru dapat bersifat multipel dan banyak ditemukan di lobus bawah, terutama paru kanan. Infark paru biasanya terletak pada jaringan paru perifer, cenderung berbentuk kerucut ( wedge-shaped ). ). Daerah ini berwarna gelap dan merah coklat dengan batas yang tegas. Pada infark paru, jaringan nekrosis selalu hemoragis dan struktur paru asli rusak atau tidak ada. Pada perjalanannya, warna infark paru berubahdari merah gelap
menjadi coklat bila eritrosit rusak dan pigmen hemosiderin
difagositosis makrofag. Kemudian warnanya berubah menjadi keabu-abuan bila terjadi fibrosis dan infark paru berubah menjadi jaringan parut. Retraksi daerah fibrotik ini menyebabkan cekungan pada permukaan pleura (Sudoyo, 2007). Jika keadaan kardiovaskular kurang, seperti yang terjadi pada gagal jantung kongestif, akan terjadi infark. Ukuran infark bervariasi dari yang sulit dilihat hingga mengenai sebagian besar lobus. Biasanya infark berbentuk baji dengan dasar di permukaan pleura dan puncak mengarah ke hilus paru. Permukaan pleura di sekitarnya sering ditutupi oleh eksudat fibrinosa. Jika dapat diidentifikasi, pembuluh yang tersumbat biasanya ditemukan di dekat apeks daerah yang infark (Robbins, 2007).
Patogenesis Mekanisme terjadinya infark paru sampai sekarang belum diketahui dengan jelas. Apabila terjadi obstruksi cabang pulmonalis yang relatif kecil hingga sedang, yang bersifat seperti endartery akan menyebabkan infark paru jika terjadi insufisiensi sirkulasi (Robbins, 2007).
Infark paru sering terjadi pada gagal jantung, PPOK, dan renjatan yang berlangsung lama. Gagal jantung dan renjatan yang berlangsung lama akan diikuti dengan menurunnya aliran darah ke dalam arteri bronkialis, yang kemudian memudahkan terjadinya infark paru. Pada pasien PPOK terjadi perubahan atau hilangnya struktur normal arteri bronkialis, yang selanjutnya juga menyebabkan terjadinya infark paru (Sudoyo, 2007). Infark paru juga dapat terjadi pada pasien vaskulitis dan emboli septik. Vaskulitis yang terjadi pada arteri bronkialis menimbulkan peradangan dan trombosis, yang kemudian berakhir dengan infark paru. Pada emboli septik, infark paru terjadi karena proses radang yang disebabkan oleh mikroorganisme yang dapat menimbulkan nekrosis inflamasi (Sudoyo, 2007).
Pada infark paru, hemoptisis timbul setelah 12 jam terjadinya emboli dan sesudah 24 jam daerah infark berbatas tegas dengan daerah paru yang sehat karena adanya konsolidasi perdarahan dan atelektasis. Selanjutnya sel-sel septum intraalveoli mengalami nekrosis dengan pembengkakan dan menghilangnya struktur histologis. Dua minggu kemudian terjadi perubahan yang ditandai dengan adanya penetrasi kapiler-kapiler baru dari daerah paru yang sehat ke arah paru yang terkena infark. Perdarahan secara perlahan-lahan mulai terserap dan jaringan yang nekrosis diganti dengan jaringan ikat, yang selanjutnya berubah menjadi jaringan parut ( fibrosis). Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya jaringan parut bergantung pada luasnya infark. Semakin luas infark, maka makin lama terjadinya jaringan parut (Sudoyo, 2007).
Trombus vena dalam tungkai
Penyebab non-embolus:
bawah
vaskulitis, infeksi angioinvasif, penyakit sickle-cell, embolisme tumor, pulmonary torsion,dll.
Trombus ikut aliran darah ke jantung
Trombus masuk ke dalam peredaran darah paru
INFARK PARU
Penyumbatan di arteri pulmonalis dan/atau arteri bronkialis
Emboli Paru Gangguan pada Saluran napas dan Sirkulasi
Aliran darah ke parenkim paru terganggu
d i p e n g a r u h
1. Ukuran massa emboli
2. Ukuran arteri yang tersumbat
3. Keadaan sirkulasi umum dan sirkulasi paru
Timbulnya infark pada emboli paru tergantung pada tiga hal yaitu ukuran massa emboli, ukuran arteri yang tersumbat, dan keadaan dari sirkulasi umum dan sirkulasi paru. Emboli kecil mengnai arteri yang lebih perifer dan pada sirkulasi kardiovaskular adekuat, arteri bronkialis dapat mencukupi vitalitas dari parenkim paru, akan tetapi ruangan alveoli sering penuh dengan darah yang menyebabkan perdarahan paru. Bila sirkulasi kardiovaskular tidak adekuat, seperti pada penyakit bendungan jantung, maka penyumbatan arteri paru menyebabkan infark. Lebih dari 95% embolus paru berasal dari trombus di vena dalam tungkai bawah, biasanya berasal dari vena poplitea dan vena besar di atasnya (Robbins, 2007). Banyak material atau substansi yang dapat membentuk emboli yang nantinya menuju ke sirkulasi paru. Termasuk didalamnya adalah lemak, tumor, emboli septik, udara, cairan amnion, dan benda asing lainnya (Huang, 2008). Kejadian infark paru terkadang dikaitkan pula dengan kanker paru. Akan tetapi, kejadiannya jauh lebih jarang jika dibandingkan dengan infark akibat emboli paru. Kanker paru dapat mengakibatkan infark paru jika terjadi metastase sel kanker ke arteri dan vena pulmonal sehingga terjadi obstruksi. Sebuah kasus infark paru pernah dilaporkan di Tokyo yang setelah dianalisis penyebabnya adalah adenosquamous cell carcinoma paru-paru kanan. Kanker ini mengakibatkan infark paru multipel di lobus superior dan medial dekstra (Nomori, 2000).
Manifestasi Klinis Gambaran klinis infark paru menyerupai emboli paru. Mungkin dijumpai sesak napas mendadak, takipnea, batuk-batuk, hemoptisis, nyeri pleuritik (dirasakan di dinding dada daerah paru yang terkena atau menjalar sampai ke daerah bahu ipsilateral). Nyeri pleuritik tadi menyebabkan pergerakan dada daerah yang terkena menjadi berkurang. Gejala umum lainnya, misalnya terdapat demam dan takikardia (Sudoyo, 2007). Apabila sumbatan emboli paru mengenai srteri yang kecil akan tampak gangguan respirasi yang lebih mencolok. Hilangnya surfaktan dari sebagian besar alveoli paru karena iskemia paru akan menyebabkan timbulnya atelektasis paru yang progresif (Sudoyo, 2007). Tanda-tanda fisik paru yang tampak terdiri atas pleuritis, elevasi daerah diafragma yang terkena, dan tanda-tanda konsolidasi daerah paru yang terkena. Keikutsertaan pleura dalam infark paru hampir selalu ada sehingga sering dijumpai keluhan nyeri pleuritik , adanya tanda-
tanda efusi pleura, adanya suara gesek pleura, dan sebagainya. Elevasi diafragma karena tarikan ke atas oleh atelektasis daerah infark paru menunjukkan area konsolidasi (Sudoyo, 2007). Dari hasil pemeriksaan fisik pasien infark paru ditemukan adanya penurunan ekskursi hemitoraks, terdengar suara geseka pleura ( pleural friction rub), pekak pada saat perkusi, dan menurunnya suara paru. Gejala yang menonjol pada pasien ini adalah nyeri pleura yang akut, susah bernapas, dan hemoptisis (Kamangar, 2010). Pneumonia juga bisa berlanjut menjadi infark paru yang biasa disebut pneumonia infarction. Tanda klinis yang bisa dijumpai pada pneumonia infarction adalah :
-
Penurunan keadaan umum secara cepat.
-
Demam persistent dan takikardia.
-
Leukositosis yang progresif 20000/μL (20 × 10 /L).
-
Sputum berwarna kuning.
-
Terdapat cavitasi pada infiltrat paru (Siegenthaler, 2007).
9
Foto Rontgen Toraks Tanda utama infark paru adalah nekrosis koagulasi parenkim paru di daerah perdarahan (Robbins, 2007). Kelainan patologis ini secara radiologis tampak sebagai infiltrat, dan berlangsung kira-kira 1 minggu kemudian menyembuh, dan akhirnya meninggalkan garis-garis fibrosis (scar ). ). Apabila infark yang terjadi tidak lengkap, secara radiologis akan tampak sebagai infiltrat yang akan menyembuh dalam waktu 2-4 hari, tanpa meninggalkan sisa garis-garis fibrosis pada gambaran radiologis (Sudoyo, 2007).
Tatalaksana Infark paru merupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat, dan seksama. Jadi, tindakan yang bersifat preventif ataupun teraupetik sudah dilaksanakan sejak penegakan diagnosis. Pengobatan yang diberikan kepada pasien infark paru terdiri atas tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien, pengobatan atas dasar indikasi khusus, dan pengobatan utama terhadap infark paru, serta beberapa pengobatan lainnya (Sudoyo, 2007).
1. Tindakan untuk memperbaiki keadaan umum pasien
Tindakan pertama yang dilakukan adalah mempertahankan fungsi-fungsi vital tubuh. Hal-hal yang perlu dilakukan, misalnya :
Memberikan oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia.
Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kestabilan keluaran ventrikel kanan dan aliran darah pulmonal.
Melakukan intubasi bila diperlukan (Sudoyo, 2007).
2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus
Karena ini merupakan keadaan gawat darurat, sedikit atau banyak akan menimbulkan gangguan terhadap fungsi jantung, sehingga perlu dilakukan tindakan pengobatan jika memang ada gangguan pada jantung. Misalnya, jika ada indikasi untuk pemberian obat vasopressor, obat inotropik, antiaritmia, digitalis, dan sebagainya (Sudoyo, 2007).
3. Pengobatan utama terhadap infark paru
Pengobatan utama yang dilakukan hingga saat ini adalah :
Pemberian antikoagulan dengan heparin dan warfarin.
Pengobatan trombolitik (Sudoyo, 2007).
Referensi :
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. EGC : Jakarta. Robbins-Kumar-Cotranz. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. EGC : Jakarta. Siegenthaler. 2007. Differential Diagnosis in Internal Medicine. Thieme : New York. Sudoyo, et al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Pusat Penerbitan IPD FKUI : Jakarta. Underwood. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. Edisi 2. Volume 1. EGC : Jakarta. Saunders. 2007. Saunders Comprehensive Veterinary Dictionary, 3 ed . Available from http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/pulmonary+infarction (Accessed 21 July 2010). Nomori, et al. 2000. Multiple pulmonary infarction associated with Lung Cancer. Japanese Journal
of
Clinical
Oncology
30:40-42.
Available
from
http://jjco.oxfordjournals.org/cgi/content/abstract/30/1/40 (Accessed 21 July 2010). Parambil, et al. 2005. Causes anda Presenting Features of Pulmonary Infarctions in 43 Cases Identified by Surgical Lung Biopsy. CHEST vol. 127 no. 4 1178-1183. Available from http://chestjournal.chestpubs.org/content/127/4/1178.full (Accessed 20 July 2010).
Huang,
et
al.
2008.
Pulmonary
Infarction.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/908045-diagnosis (Accessed 21 July 2010). Kamangar,
et
al.
2010.
Pulmonary
Embolism.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/300901-overview (Accessed 20 July 2010). Piazza, et al. 2006. Acute Pulmonary Embolism. Circulation. 2006;114:e28-e32. Available from http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/114/2/e28 (Accessed 20 July 2010).