LAPORAN PENDAHULUAN
A. KONSEP DASAR 1. Pengertian
Mitral stenosis adalah blok aliran darah pada tingkat katup mitral, akibat adanya perubahan struktur mitral leaflets yang menyebabkan tidak membukanya katup mitral secara sempurna pada saat diastolik (Muttaqin, 2009).
2. Anatomi Fisiologi
Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan alat pompa kiri, yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru, dan darah bersih ke peredaran darah sistemik. sistemik. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi; vena kava, atrium kanan, ventrikal kanan, arteri pulmonal, paru-paru, vena pulmonal, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteri, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava. Batas kiri jantung terdiri atas tonjolan yang bulat lonjong atau setengah bulat, terdiri dari tonjolan I paling atas adalah arkus aorta, merupakan setengah bulatan yang kira-kira sebesar ibu jari, berhubungan langsung dengan aorta desenden. Tonjolan II: disebabkan oleh arteri pulmonal, pada umumnya lebih kecil, kadangkadang sukar terlihat. Pada sistolik jantung, tonjolan ini akanlebih nyata. Tonjolan III: disebabkan oleh aurikel atrium kiri, biasanya tidak tampak kecuali jika ada pembesaran atrium kiri. Tonjolan IV : dibentuk oleh dinding luar ventrikel kiri.
1
Pada batas kanan jantung juga terdapat 4 tonjolan, tonjolan I: disebabkan oleh vena kava superior, merupakan pelebaran di sisi mediastinum. Tonjolan II: disebabkan oleh aorta asenden, merupakan garis lurus mengarah ke atas menuju ke arkus aorta. Batas vena kava dengan aorta asenden sukar ditetapkan tanpa aortogram. Tonjolan III : kadang-kadang ada tonjolan kecil yang disebabkan oleh vena azygos. Tonjolan IV : tonjolan besar adalah atrium kanan. Stenosis mitral (MS) menyebabkan perubahan pada bentuk jantung dan perubahan-perubahan pada pembuluh darah paru-paru sesuai beratnya MS dan kondisi
jantung.Konveksitas
batas
kiri
jantung
mengindikasikan
bahwa
stenosis menonjol.Padakebanyakan kasus terdapat dua kelainan yakni stenosis mitral dan insufisiensi mitral, umumnya salah satunya menonjol.Ventrikel kiri juga sangat melebar ketika insufisiensi mitral terlibat sangatsignifikan.Tandatanda radiologis klasik dari pasien dengan MS yaitu adanya kontur ganda (double contour) yang mengarah pada adanya pembesaran atrium kiri, serta adanya garisgaris septum yang terlokalisasi (Mansjoer, 2008).
3. Klasifikasi
(Muttaqin, 2009)
4. Etiologi
Penyebab tersering dari stenosis mitral adalah endokarditis reumatik, akibat reaksi yang progresif dari demam rematik oleh infeksi streptokokkus.Diperkirakan 90% stenosis mitral didasarkan atas penyakit jantung rematik. Penyebab lainnya walaupun jarang yaitu stenosis mitral kongenital, vegetasi dari systemic lupus 2
eritematosus (SLE), deposit amiloid, mucopolysaccharhidosis, rheumatoid arthritis (RA), Wipple’s disease, Fabry disease, akibat obat fenfluramin/phentermin, serta kalsifikasi annulus maupun daun katup pada usia lanjut akibat proses degeneratif. Stenosis katup mitral juga bisa merupakan suatu kelainan bawaan.Bayiyang lahir dengan kelainan ini jarang bisa bertahan hidup lebih dari 2 tahun, kecuali jika telah menjalani pembedahan. Miksoma(tumor jinak di atrium kiri) atau bekuan darah dapat menyumbat aliran darah ketika melewati katup mitral dan menyebabkan efek yang sama seperti stenosis katup mitral (Muttaqin, 2009).
5. Patofisiologi
Pada keadaan normal area katup mitral mempunyai ukuran 4- 6 cm². Bila area orifisum katup ini berkurang sampai 2cm², maka diperlukan upaya aktif atrium kiri berupa peningkatan tekanan atrium kiri agar aliran transmitral yang normal tetap terjadi. Stenisis mitral kritis terjadi bila pembukaan katub berkurang, hingga menjadi 1 cm². Pada tahap ini dibutuhkan suatu tekanan atrium kiri sebesar 25 mmHg untuk mempertahankan cardiac output yang normal.(swain 2005). Gradien transmitral merupakan
“
hall mark” stenosis mitral selain luasnya area katup
mitral.walaupun Rahimtoola berpendapat bahwa gradien dapat terjadi akibat aliran besar melalui katup normal ,atau aliran normal melalui katup sempit. Sebagai akibatnya tekanan atrium kiri akan diteruskan ke v. Pulmonalis dan seterusnya mengakibatkan kongestiparu serta keluhan sesak.( exertional dyspnea). Derajat berat ringannya stenosis mitral, selain berdasarkan gradien transmitral, dapat juga ditentukan oleh luasny area katup mitral, serta hubungan antara lamanya waktu antara penutupan katup aorta dan kejadian opening snap . berdasarkan luasnya area katup mitral dapat di lihat pada tabel dibawah ini: Derajat stenosis
A20-OS interval Area
gradien
Ringan
>110 msec
>1.5cm ²
< 5 mmHg
Sedang
80- 100 msec
>1 dan 1.5cm²
5-10mmHg
Berat
<80msec
<1 cm²
>10 mmHg
3
A2 – OS; w Stenosis mitral terjadi karena adanya fibrosis dan fusi komisura katup mitral pada waktu fase penyembuhan dema reumatik. Terbentuknya sekat jaringan ikat tanpa pengapuran mengakibatkan lubang katup mitral pada waktu diastolik lebih kecil dari normal. (Arief Mansjoer, dkk. 2000). Strenosis mitral mengahalangi aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel selama fase diastolik ventrikel. untuk mengisi ventrikel dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah melalui katup yang meyempit. Karena itu, selisih tekanan atau gradien tekanan antara keuda ruang tersebut meningkat. Dalam keadaan normal selisih tekanan tersebut minimal. Otot atrium kiri mengalamai hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan memompakan darah. Makin lama peranan kontraksi atrium makin penting sebagai faktor pembantu pengisian ventrikel. atrium kiri kini tidak lagi berfungsi mengalirkan darah ke ventrikel. Dilatasi atrium terjadi oleh karena voluem atrium kiri meningkat karena ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri secara normal. Peningkatan tekanan dan volume atrium kiri dipantulkan ke belakang ke dalam pembuluh paru-paru. tekanan dalam vena pulmonalis dan kapiler meningkat. akibatnya terjadi kongesti vena yang ringan sampai edema intertisial yang kadang-kadang disertai transudasi dalam alveoli. Pada akhirnya, tekanan arteri pulmonalis harus meningkat sebagai akibat dari resistensi vena pulmonalis yang meninggi. Respons ini memastikan gradien tekana yang memadai untuk mendorong darah melalui pembuluh darah paru-paru. Akan tetapi, hipertensi pulmonalis meningkatkan resistensi ejeksi ventrikel kanan menuju arteria pulmonalis. Ventrikel kanan memberi rspon terhadap peningkatan beban tekanan ini dengan cara hipertrofi. Pembuluh paru-paru mengalami perubahan anatomosis yang tampaknya bertujuan melindungi kapiler paru-paru terhadap tekanan ventrikel kana dan aliran pulmonar yang meniggi. terjadi perubahan struktur, yaitu hipertrofi tunika media dan penebalan intima pada dinding arteria kecil dan arteriola. mekanisme yang memerankan respon anatomosis ini masih belum diketahui dengan pasti. Perubahan-perubahan ini menyempitkan lumen pembuluh, dan meningkatkan resistensi pembuluh paru. Konstriksi arteiolar ini 4
meningkatkan tekana arteri pulmonalis. tekanan pulmonar dapat menimgkatkan progresif sampai setinggi tekanan sistemik. Ventrikel kanan tidak dapat memenuhi tugas sebagai pompa tekanan tinggi untuk janggka waktu yang lama. karena itu, akhirnya ventrikel kana tidak dapat berfungsi lagi sebagai pompa. Gagal ventrikel kanan dipantulan ke belakang ke sirkulasi sistemik, menimbulkan kongesti pada vena sistemik dan edema perifer. Gagal jantung kanan dapat disertai oleh regurgitasi fungsional katup trikuspid akibat pembesaran ventrikel kanan. Sesudah beberapa tahun, lsi stenosis mitralis akan memperkecil lubang katup. gejalagejala secara khas belum muncul sebelum lubang katup ini mengecil sampai sekitar 50%, yaitu dari ukuran normal. pada keadaan dimana lubang katup sudah menyempit seperti ini, maka tekanan atrium kiri akan naik untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung; akibatnya, tekanan vena pulmonalis akan meningkat, menimbulkan dispnea. Pada tahap awal biasanya dapat didengar bising jantung diastolik yang merupakan petunjuk adanya katup abnormal melalui lubang katup yang menyempit (Price, 2012).
6. Tanda dan Gejala
Kebanyakan penderita mitral stenosis bebas keluhan dan biasanya keluhan utama berupa sesak napas dan dapat juga berupa fatigue. Pada stenosis mitral yang bermakna dapat mengalami sesak pada aktifitas sehari-hari, paroksismal nokturnal dispnea, ortopnea atau oedema paru.Aritmia atrial berupa fibrilasi atrium juga merupakan kejadian yang sering terjadi pada stenosis mitral, yaitu 30-40%. Sering terjadi pada usia yang lebih lanjut atau distensi atrium yang akan merubah sifat elektrofisiologi dari atrium kiri, dan hal ini tidak berhubungan dengan derajat stenosis. Manifestasi klinis dapat juga berupa komplikasi stenosis mitral seperti tromboemboli, infektif endokarditis atau simtomatis karena kompresi akibat besarnya atrium kiri seperti disfagia dan suara serak (Muttaqin, 2009).
5
7. Pemeriksaan Diagnostik
1) Kateterisasi jantung : Gradien tekanan (pada distole) antara atrium kiri dan ventrikel kiri melewati katup mitral, penurununan orivisium katup (1,2 cm), peninggian tekanan atrium kiri, arteri pulmunal, dan ventrikel kanan ; penurunan curah jantung. 2) Ventrikulografi kiri : Digunakan untuk mendemontrasikan prolaps katup mitral. 3) ECG : Pembesaran atrium kiri ( P mitral berupa takik), hipertropi ventrikel kanan, fibrilasi atrium kronis. 4) Sinar X dada : Pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri, peningkatan vaskular, tandatanda kongesti/edema pulmunal. 5) Ekokardiogram : Dua dimensi dan ekokardiografi doppler dapat memastikan masalah katup. Pada stenosis mitral pembesaran atrium kiri, perubahan gerakan daun-daun katup (Brunner & Suddarth, 2014).
8. Penatalaksanaan
Stenosis mitral merupakan kelainan mekanis, oleh karena itu obat-obatan hanya bersifat suportif atau simtomatis terhadap gangguan fungsional jantung, atau pencegahan terhadap infeksi.Beberapa obat-obatan seperti antibiotik golongan penisilin, eritromisin, sefalosporin sering
digunakan
untuk
demam
rematik
atau
pencegahan endokardirtis.Obat-
obatan inotropik negatif seperti ß-blocker atau Ca-blocker , dapat memberi manfaat pada pasien dengan irama sinus yang memberi keluhan pada saat frekuensi jantung meningkat seperti pada latihan. Fibrilasi atrium pada stenosis mitral muncul akibat hemodinamik yang bermakna akibat hilangnya kontribusi atrium terhadap pengisian ventrikel serta frekuensi ventrikel yangcepat.Pada keadaan ini pemakaian digitalis merupakan indikasi, dapat dikombinasikan dengan penyekat beta atau antagonis kalsium. Antikoagulan warfarin sebaiknya digunakan pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium atau irama sinus dengan kecenderungan pembentukan trombus untuk mencegah fenomena tromboemboli (Brunner & Suddarth, 2014).
6
9. Pathway Demam reumatik
Non reumatik
Bakteri Streptococcus Beta Hemolitikus Group A
1. Kongenital 2. Lupus Eritematosis Sistemik (SIE) 3. Arterial Miksoma 4. Endokarditis 5. Virus Coxsackie
Demam Rheumatik
Tubuh salah persepsi, dianggap antigen Tubuh membentuk antibodi
Antibodi menyerang katup mitral jantung, karena strukturnya mirip bakteri demam rheumatik
Katup mitral rusak
Mengalami proses perbaikan
Terdapat jaringan fibrosis pd katup lama-lama kaku
STENOSIS
7
STENOSIS
Aliran darah dari Atrium kiri ke Ventrikel kiri terhambat
Tahanan tinggi di atrium kiri
Input darah ke ventrikel kiri menurun
Pembesaran atrium kiri
Cardiac output menurun
Fibrilasi atrium
Suplai darah menurun
Palpitasi (frekuensi tinggi dan tidak teratur)
MK: Penurunan cardiac output
Mk: Gangguan Rasa Nyaman
Ke jaringan
Ke otak
Ke ginjal
hi oksia Kebutuhan 02 jantung meningkat
Tidak tercukupi kelelahan
MK: Ketidakefe ktifan perfusi jaringan perifer
MK: Resiko ketidakefek tifan perfusi jaringan otak
MK: Intoleran Aktivitas
Peningkatan tekanan vena pulmonal
Tekanan hidrostatik > tekanan onkotik
Vena dan kapiler pecah
Darah merembes ke8 intestinal
Penurunan GFR oliguri
MK: Gangguan eliminasi urine
Darah merembes ke interstisial
Edema pulmonal
Sesak
MK: Ketidakefekti fan pola nafas
Tekanan paru meningkat Alveolus terdesak
MK: Kelebihan Volume Cairan
MK: Gangguan Pertukaran Gas
Tekanan torak juga menin kat
Mendesak diafragma
Nyeri dada
Tekanan di abdomen menin kat
MK:
STENOSIS MITRAL
Nyeri Akut PENATALAKSANAAN PEMBEDAHAN
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Pre Operasi
Post Operasi
Kurang pengetahuan
Pembedahan
Luka insisi
MK: Ansietas
MK: Nyeri Akut
(Corwin, 2009)
Mual, muntah, nyeri abdomen
Perawatan luka kurang adekuat
Keterbatasan mobilisasi
MK:
MK:
Resiko Infeksi
Hambatan mobilitas fisik
9
B. KONSEP KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat Gejala : Kelemahan, kelelahan, Pusing, rasa berdenyut,Dispnea karena kerja, palpitasi, Gangguan tidur (Ortopnea, dispnea paroksimal nokturnal, nokturia, keringat malam hari). Tanda : Takikardi, gangguan pada TD, Pingsan karena kerja,Takipnea, dispnea b. Sirkulasi Gejala : Riwayat kondisi pencetus, contoh demam reumatik, endokarditis bakterial subakut, infeksi streptokokal; hipertensi, kondisi kongenital ( contoh kerusakan atrial-septal, sindrom marfan), trauma dada, hipertensi pulmonal.Riwayat murmur jantung, palpitasi, Serak, hemoptisis, Batuk, dengan/tanpa produksi sputum. Tanda : Nadi apikal : PMI kuat dan terletak di bawah dan ke kiri Getaran : Getaran diastolik pada apek Bunyi jantung : S1 keras, pembukaan yang keras Penurunan atau tak ada S1, bunyi robekan luas, adanya S3, S4 Kecepatan : Takikardi pada istirahat Irama : Tak teratur, fibrilasi atrial Bunyi rendah, murmur diastolik gaduh DVJ : Mungkin ada pada adanya gagal ventrikel kanan c. Integritas Ego Gejala : Tanda kecemasan, contoh gelisah, pucat, berkeringat, fokus menyempit, gemetar. d. Makanan/Cairan Gejala : Disfagia, perubahan berat badan, penggunaan diuretik. Tanda : - Edema umum atau dependen. - Hepatomegali dan asites - Pernapasan payah dan bising dengan terdengar krekels dan mengi. e. Neurosensori Gejala : Episode pusing/pingsan berkenaan dengan bahan kerja. 10
f. Pernapasan Gejala : Dispnea (kerja, ortopnea, paroksismal, noktural). Batuk menetap atau noktural (sputum mungkin/tidak produktif) Tanda : Takipnea, Bunyi napas adventisius (krekels dan mengi), sputum banyak dan bercak darah (edema pulmonal), gelisah/ketakutan (pada adanya edema pul monal) g. Keamanan Gejala : Proses infeksi/sepsis, kemoterapi radiasi. Tanda : Adanya perawatan gigi (pembersihan, pengisian, dan sebagainya), perlu perawatan gigi/mulut.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang sering ditemukan pada pasien stenosis mitralis antara lain : a. Penurunan curah jantung b/d perubahan kontraktilitas b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian aliran arteri-vena; penurunan aktifitas. c. Intoleran aktifitas b/d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen d. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan membran alveolar-kapiler e. Kelebihan volume cairan b/d gangguan mekanisme regulasi
11
3. Intervensi Keperawatan No
Diagnosa
Tujuan & Kriteria Hasil
Intervensi
Keperawatan
1.
Penurunan
curah Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji frekuensi nadi, RR,
jantung
b/d keperawatan selama 3x24
perubahan
jam,
kontraktilitas
jantung
penurunan
curah
TD secara teratur setiap 4 jam.
dapat 2. Auskultasi & catat bunyi
diminimalkan.
jantung.
Kriteria hasil :
3. Kaji
perubahan
warna
kulit terhadap sianosis dan -
Vital sign dalam batas normal (TD 120/80 +10 mmHg, nadi 60100x/menit,
RR
16-
20x/menit, suhu 36,537,2̊C) -
pucat. 4. Pantau intake dan output setiap 24 jam. 5. Batasi
aktifitas
adekuat. 6. Berikan
Gambaran ECG normal (sinus rhythm)
- bebas
gejala
secara
psikologis
kondisi lingkungan
yang tenang. gagal
jantung -
urine
output
adekuat
0,5-2 ml/kgBB -
klien ikut serta dalam aktifitas
yang
mengurangi beban kerja jantung.
2.
Ketidakefektifan perfusi
Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor perubahan tiba-
jaringan keperawatan selama 3x24
perifer b/d penurunan jam, sirkulasi
perfusi
darah
jaringan
tiba atau gangguan mental kontinu (camas, bingung, letargi, pingsan).
12
perifer; penghentian adekuat. aliran
2. Observasi adanya pucat,
arteri-vena; Kriteria hasil :
sianosis,
penurunan aktifitas. Vital sign dalam batas normal (TD 120/80 +10 mmHg, nadi 60100x/menit,
RR
16-
20x/menit, suhu 36,537,2̊C) -
intake output seimbang,
-
akral teraba hangat,
-
sianosis (-),
-
nadi perifer kuat,
latihan
klien
beraktifitas
5. Pantau pernafasan. fungsi
GI,
catat
penurunan usus,
sesuai yang
1. Kaji
toleransi
terhadap
aktifitas
menggunakan parameter
batas
berikut: nadi 20/mnt di
dapat
atas frek nadi istirahat,
dispnea,
peningaktan
kelelahan menunjukkan
13
pasien
dapat
Kriteria hasil:
beraktifitas
dan
perubahan keluaran urine.
catat
peningkatan
distensi
masukan
diukur.
-
kaki
aktif/pasif.
7. Pantau
keperawatan selama 3x24
toleransi
edema.
abdomen, konstipasi.
Intoleran aktifitas b/d Setelah diberikan tindakan
kebutuhan oksigen
eritema,
mual/muntah,
tidak ada oedem,
dan jam,
dorsofleksi),
bising
nyeri/ketidaknyamanan.
suplai
pada betis dengan posisi
anoreksia,
- bebas
antara
3. Kaji tanda Homan (nyeri
6. Kaji
sadar/terorientasi, -
catat
kekuatan nadi perifer.
4. Dorong
- pasien
ketidakseimbangan
kulit
dingin/lembab, -
3.
belang,
nyeri
TD, dada, berat,
kelemahan, berkeringat, dalam
pusing atau pingsan.
-
dengan
frekuensi
jantung/irama dan TD dalam batas normal -
kulit
hangat,
muda dan kering.
merah
2. Tingkatkan istirahat dan batasi aktifitas. 3. Pengunjung
atau
kunjungan oleh pasien. 4. Kaji
kesiapan
meningaktkan contoh:
untuk aktifitas
penurunan
kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek
nadi,
peningaktan pada
perhatian
aktifitas
dan
perawatan diri. 5. Dorong
memajukan
aktifitas/toleransi perawatan diri. 6. Berikan bantuan sesuai kebutuhan mandi,
(makan, berpakaian,
eleminasi). 7. Anjurkan
pasien
menghindari peningkatan tekanan
abdomen,
mengejan saat defekasi. 8. Jelaskan
pola
peningkatan bertahap dari aktifitas, contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri, bangun dari tempat tidur, belajar berdiri dst.
14
4.
Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas, gas
b/d
perubahan keperawatan selama 3x24
membrane alveolar- jam, kapiler
pertukaran
catat krekels, mengii.
gas 2. Anjurkan
adekuat.
pasien
batuk
efektif, nafas dalam.
Kriteria hasil:
3. Dorong perubahan posisi sering.
-
sianosis tidak ada,
-
edema tidak ada,
-
vital sign dalam batas dapat diterima,
4. Pertahankan
posisi
semifowler,
sokong
tangan dengan bantal. 5. Pantau GDA (kolaborasi
-
akral hangat,
-
suara nafas bersih
-
SpO2 dalam
tim rentang
normal.
medis),
nadi
oksimetri. 6. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi. 7. Kolaborasi
pemberian
diuretik.
4.
Kelebihan
volume Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas
cairan b/d gangguan keperawatan selama 3x24 mekanisme regulasi
jam,
kelebihan
volume
cairan teratasi. Kriteria hasil :
untuk adanya krekels. 2. Catat
adanya
adanya edema dependen. 3. Ukur masukan/keluaran, catat
-
balance cairan masuk dan keluar seimbang,
-
vital sign dalam batas yang dapat diterima
-
tanda-tanda edema tidak ada,
-
DVJ,
pengeluaran, konsentrasi.
penurunan sifat Hitung
keseimbangan cairan. 4. Pemasukkan total cairan 2000 cc/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler.
suara nafas bersih.
15
5. Berikan
diet
rendah
natrium/garam 6. Kolaborasi diuretik.
16
pemberian
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta. Doenges, Marilynn E. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed.3.EGC. Jakarta. Mansjoer, Arif, dkk. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius. Jakarta Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika. Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 . Jakarta : EGC.
17