LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN OLIGOHIDRAMNION DI RUANG BOUGENVIL (VK)
Disusun Oleh: Andita Apriliani 15149013871008
PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN BANGSA PURWOKERTO 2015
A. DEFINISI
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal yaitu kurang dari 500 mL. Marks dan Divon (1992) mendefinisikan oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan AFI ( Amnion Fluid Index) Index) 5 cm atau kurang. 5 Sedangkan menurut menurut Norwitz (2001) mendefinisikan mendefinisikan oligohidramnion oligohidramnion bila pada pemeriksaan ultrasonografi diketahui total volume cairan amnion <300 mL, hilangnya kantong vertikel tunggal yang berukuran 2 cm, atau AFI <5cm pada kehamilan aterm atau <5th persentil sesuai usia kehamilan.2
Volume cairan amnion
5
B. ETIOLOGI
Penyebab
pasti
terjadinya
oligohidramnion
masih
belum
diketahui.
Namun, oligohidramnion bisa terjadi karena peningkatan absorpsi/kehilangan cairan (seperti pada: ketuban pecah dini) dan penurunan produksi dari cairan amnion (seperti pada : kelainan ginjal kongenital, ACE inhibitor, inhibitor, obstruksi uretra, insufisiensi uteroplasenta, infeksi kongenital, NSAIDs). Sejumlah faktor predisposisi telah dikaitkan dengan berkurangnya berkurangnya cairan amnionik , dan lainnya . 2 Beberapa keadaan yang yang berhubungan berhubungan dengan oligohidramnion, oligohidramnion, antaranya: 5 1. Pada janin
: kelainan kromosom, hambatan pertumbuhan, kematian, kehamilan postterm
2. Pada placenta placenta : solusio solusio plasenta 3. Pada ibu
: hipertensi, preeklamsi, diabetes dalam kehamilan
4. Pengaruh obat : NSAIDs, ACE inhibitor
Keadaan yang berkaitan dengan Oligohidramnion
4
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis oligohidramnion adalah, pada saat inspeksi uterus terlihat lebih kecil dan tidak sesuai dengan usia kehamilan yang seharusnya. Ibu yang sebelumnya pernah hamil dan normal, akan mengeluhkan adanya penurunan gerakan janin. Saat dilakukan palpasi abdomen, abdo men, uterus akan teraba lebih kecil dari ukuran normal dan bagian-bagian janin mudah diraba. Presentasi bokong dapat terjadi. Pemeriksaan auskultasi normal, denyut jantung janin sudah terdengar lebih dini dan lebih jelas, ibu merasa nyeri di perut pada setiap gerakan anak, persalinan lebih lama dari biasanya, sewaktu his/mules akan terasa sakit sekali, bila ketuban pecah, air ketuban akan sedikit sekali bahkan tidak ada yang keluar.1
D. PATOFISIOLOGI
Pecahnya membran adalah penyebab paling umum dari oligohidramnion . Namun, karena cairan ketuban terutama adalah urine janin di paruh kedua kehamilan , tidak adanya produksi urin janin atau penyumbatan penyumbatan pada saluran kemih janin dapat dapat juga menyebabkan oligohidramnion. Janin yang menelan cairan amnion , yang terjadi secara fisiologis , juga mengurangi jumlah cairan. 1 Masalah pada klinik ialah pecahnya ketuban berkaitan dengan kekuatan selaput. Pada perokok dan saat terjadi infeksi terjadi perlemahan pada ketahanan selaput se laput hingga pecah. Pada kehamilan normal hanya ada sedikit makrofag. Pada saat kelahiran leukosit akan masuk ke dalam cairan amnion sebagai reaksi terhadap peradangan. Pada kehamilan
normal tidak ada IL-1B, tetapi pada persalinan preterm IL-1B akan ditemukan. Hal ini berkaitan dengan terjadinya infeksi. infeksi.3 Pada insufisiensi plasenta dapat terjadi hipoksia janin. Hipoksia janin yng berlangsung kronis akan memicu mekanisme redistribusi darah. Salah satu dampaknya adalah terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, produksi urin berkurang, dan terjadilah oligohidramnion.3
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Wanita hamil yang dicurigai mengalami oligohidramnion, harus dilakukan pemeriksaan ultrasonografi untuk memperkirakan jumlah cairan amnion, dan memast ikan diagnosis oligohidramnion. 5 Oligohidramnion dapat dicurigai bila terdapat kantong amnion yang kurang dari 2x2 cm, atau indeks cairan pada 4 kuadran kurang dari 5 cm. setelah 38 minggu volume akan berkurang, tetapi pada postterm oligohidramnion merupakan penanda serius apalagi bila bercampur mekonium.3 Amnionic fluid index index (AFI) diukur pertama dengan membagi uterus menjadi empat kuadran dengan menggunakan linea nigra sebagai divisi kanan dan kiri, umbilikus untuk kuadran atas dan bawah. Diameter maksimum vertikal kantong amnion di setiap kuadran yang tidak mengandung tali pusat atau ekstremitas janin diukur dalam sentimeter; jumlah pengukuran pengukuran
ini adalah AFI. Sebuah AFI normal adalah 5,1-25
cm, dengan
oligohidramnion didefinisikan sebagai kurang dari 5,0 cm dan polihidramnion karena lebih dari 25 cm. 8 Kategori Diagnostik Amnionic Diagnostik Amnionic Fluid Index (AFI) Index (AFI) Volume Cairan Amnion
Nilai AFI (cm)
Severe Oligohydramnion
≤5
Moderate Oligohydramnion
5.1-8.0
Normal
8.1-24.0
Polyhydramnion Polyhydramnion
>24
Penilaian jumlah cairan amnion melalui pemeriksaan ultrasonografi dapat dilakukan 3
dengan cara subjektif ataupun semikuantitatif. semikuantitat if.
F. PENATALAKSANAAN
Pertimbangkan untuk hospitalisasi hospitalisasi pada kasus yang didiagnosa setelah usia kehamilan ke hamilan 26-33 minggu. Jika fetus tidak memiliki anomali, persalinan sebaiknya dilakukan. 1 Ibu
disarankan untuk tirah baring dan hidrasi guna meningkatkan produksi cairan ketuban dengan meningkatkan ruang intravaskular ibu . Studi menunjukkan bahwa dengan minum 2 liter air , dapat meningkatkan AFI sebesar 30 % . 1 Jika anomali janin tidak dianggap mematikan atau penyebab oligohidramnion tidak diketahui, amnioinfusion amnioinfusion profilaktik dengan normal salin, ringer laktat, atau glukosa 5% dapat dilakukan untuk mencegah deformitas kompresi dan penyakit paru hipoplastik, dan juga untuk memperpanjang usia 5
kehamilan.
Amnioinfusion Amnioinfusion adalah pemberian infuse normal salin 0,9% ke dalam uterus selama persalinan untuk menghindari menghindari kompresi ko mpresi pada tali t ali pusat atau untuk melarutkan mekonium yang bercampur dengan cairan amnion. Studi menunjukkan bahwa normal salin tidak akan
mempengaruhi
keseimbangan
elektrolit
fetus.
Pada
kehamilan
preterm
direkomendasikan menggunakan cairan hangat, sedangkan untuk kehamilan aterm dianjurkan cairan pada suhu ruangan. Aminoinfusion dilakukan dengan menggunakan intrauterine pressure catheter (IUPC). (IUPC). Prosedur melakukannya melakukannya yakni 1. Menghubungkan Menghubungkan kantong cairan infuse ke IV tubing 2. Flush tubing , untuk menghindari menghindari masuknya udara ke dalam uterus 3. Menjelaskan kepada pasien bahwa prosedur infuse tidak akan menyakitkan. Insersi IUPC mungkin akan tidak nyaman 4. Menyiapkan sarung tangan steril, lubrikan, IUPC, dan kabel 5. Atur IUPC pada tekanan nol atmosfer 6. Setelah IUPC dimasukkan, nilai tonus uterus saat pasien istirahat pada sisi kiri, kanan, dan punggung, lalu rekam. 7. Pasang IV tubing IV tubing pada pada AMNIO port AMNIO port di IUPC. 8. Bolus dengan 250-600 ml, 250 ml akan menghasilkan 6cm kantung cairan a mnion; mnion; 9. Gunakan infuse pump setelah bolus, maintenance cairan 150-180ml per jam, yang paling sering digunakan digunakan adalah 180 ml per jam. Interpretasinya dikatakan hasilnya positif jika didapati penurunan keparahan deselerasi, mekonium berkurang viskositasnya dan warnanya lebih cerah. Sedangkan dikatakan negatif jika terjadi peningkatan tonus uterus saat istirahat dan tidak ada peningkatan pada pola DJJ. Kontraindikasi dari amnioinfusion seperti plasenta previa, korioamnionitis, fetal anomali, malpresentasi janin, impending delivery, delivery, kehamilan multipel, kelainan uterus, serviks yang tidak berdilatasi, perdarahan pada trimester III yang tidak terdiagnosa. Adapun komplikasi dari tindakan ini yaitu hidramnion, prolaps tali pusat, tekanan intra uterus yang tinggi, abruptio plasenta, infeksi uterus, maternal chilling (karena cairan
terlalu dingin), fetal bradikardi (karena cairan terlalu dingin), fetal takikardi (karena cairan terlalu panas).9
10
Prosedur amnioinfusion
DAFTAR PUSTAKA
1. Charter,
Barter.
Polyhydramnios
and
Oligohydramnions.
Available
at
th
http://reference.medscape.com/article/975821-overview [Accesed 9 February 2015] 2. Norwitz, ER.Schorge, JO. 2001. Obstetrics and Gynecology at a Glance. Blackwell science. p 102-103 3. Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka. Hal 155156,267-269,277 4. Cunningham, et al.2010.Williams Obstetrics 23 rd ed. McGraw-Hill. p 59-61, 490-491, 495-498 5. Chamberlain, G. 1997. Obstetrics by 10 Teachers, 16 th ed. Oxford University press. p 1314 nd
6. Cunnigham Cunnigham FG. 2005. Williams Obstetrics 22 ed. McGraw-Hill. p 296- 299 7. Ultrasound
Assessment
of
Amniotic
Fluid.
Available
at
http://www.fetalultrasound.com/online/text/3-063.HTM http://www.fetalultrasound.com/onli ne/text/3-063.HTM [Accesed 9th February 2015] 8. John T. Queenan, Catherine Y. Spong, Charles J. Lockwood. 2007. Management 2007. Management of High Risk Pregnancy: An Evidence – Based Approach. Approach. Blackwell Publishing : 319 9. Aminoinfusion
nursing
guideline.
2011.
Available
at
http://obgyn.med.umich.edu/sites/obgyn.med.umich.edu/files/internal_resources_clinical/ th
amnioinfusion.pdf [Accesed 13 February 2015] 10. Weismiller, David. 1998. Transcervical amnioinfusion. East Carolina University School of Medicine Greenville, Am Fam Physician. Feb 1:57(3):504-510. Available at http://www.aafp.org/afp/1998/0201/p504.h http://www.aafp.org/afp/19 98/0201/p504.html tml [Accesed 13 th February 2015] Dochterman, J.M and Gloria, N.B. 2004. Nursing Intervention Clasification (NIC). USA: Mosby. Herdman, T.H. 2012. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. 2012-2014. Jakarta: Jakarta: EGC.
