MIASTENIA GRAVIS
A. Pengertian Pengertian Miastenia Gravis adalah suatu penyakit pada sambungan neuromuskular yang karakteristik dengan adanya kelemahan dan keletihan otot skelet (otot rangka) yang jelas dan berfluktuasi sering terjadi kekambuhan dan penyembuhan sebagian.(Perawatan VC Hal. 106) Miastenia gravis adalah penyakit autoimun kronis yang tak dapat diperkirakan yang ditandai oleh destruksi reseptor asetilkolin pada jungsi neuromuscular, menyebabkan kelemahan otot dan keletihan berlebih. (Rencana Asuhan dan Dokumentasi Dokumentasi Keperaw Keperawatan atan Hal. 293) Miastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi tranmisi neuromuscular pada otot tubuh yang kerjanya di bawah kesadaran seseorang (volunter). Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan, dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunteer dan hal itu dipengaruhi oleh fungsi
saraf
cranial
. ( http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askephttp://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-
miastenia-gravis.html )
Jadi, kesimpulannya Miastenia Gravis adalah penyakit kelemahan otot yang cukup berat dimana terjadi kelelahan otot-otot secara cepat dengan lambatnya pemulihan dan sering terjadi kekambuhan.
B. KLASIFIKASI MIASTENIA GRAVIS Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe : 1. Ocular miastenia terkenanya otot-otot mata saja, dengan ptosis dan diplopia sangat ringan dan tidak ada kematian.
3
2. A . Mild g eneralized myi asthenia
Permulaan lambat, sering terkena otot mata, pelan-pelan meluas ke otototot skelet dan bulber. System pernafasan tidak terkena. Respon terhadap otot baik.
B . Moderate g eneralized myas thenia Kelemahan hebat dari otot-otot skelet dan bulbar dan respon terhadap obat tidak memuaskan. 3. Severe generalized myasthenia
A . Acute fulmating myas thenia Permulaan cepat, kelemahan hebat dari otot-otot pernafasan, progesi penyakit
biasanya
komlit
dalam
6
bulan.
Respon
terhadap
obat
kurangmemuaskan, aktivitas penderita terbatas dan mortilitas tinggi, insidens tinggi thymoma
B . Late s evere myasthenia Timbul paling sedikit 2 tahun setelah kelompok I dan II progresif dari myasthenia gravis dapat pelan-pelan atau mendadak, prosentase thymoma kedua paling tinggi. Respon terhadap obat dan prognosis jelek 4. Myasthenia crisis
Menjadi cepat buruknya keadaan penderita myasthenia gravis dapat disebabkan : - pekerjaan fisik yang berlebihan - emosi - infeksi - melahirkan anak - progresif dari penyakit - obat-obatan yang dapat menyebabkan neuro muskuler, misalnya streptomisin,
neomisisn, kurare, kloroform, eter, morfin sedative dan
muscle relaxan. - Penggunaan urus-urus enema disebabkan oleh karena hilangnya kalium
4
C.ETIOLOGI Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian
terjadilah
kontraksi
otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperan
D. TANDA dan GEJALA 1. Kadang didahului dengan emosi yang berubah 2. Infeksi saluran nafas 3. Diplopia pada siang hari atau sore hari diikuti ptosis 4. Gerakkan ekstrakuler terbatas 5. Ptosis pada waktu menengadahkan kepala dan mengerutkan otot dahi, otot ekspresi muka, mengunyah, menelan, dan otot untuk berbicara terganggu. 6. Pasien mengeluh tidak dapat menggigit makanan/kesukaran menelan. 7. Regurgitasi melalui hidung 8. Suara sengau disertai disarti ( sukar bicara ) 9. Afonia temporer
5
E. PATOFISIOLOGI Pada myasthenia gravis, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang menyerang salah satu jenis reseptor pada otot samping pada simpul neuromukular-reseptor yang bereaksi terhadap neurotransmiter acetycholine. Pada orang normal, bila ada impuls saraf mencapai hubungan neuromuskular, maka membran akson terminal presinaps mengalami depolarisasi sehingga asetilkolin akan dilepaskan dalam celah sinaps. Asetilkolin berdifusi melalui celah sinaps dan bergabung dengan reseptor asetilkolin pada membran postsinaps. Penggabungan ini menimbulkan perubahan permeabilitas terhadap natrium dan kalium secara tiba-tiba menyebabkan depolarisasi lempeng akhir dikenal sebagai potensial lempeng akhir (EPP). Jika EPP ini mencapai ambang akan terbentuk potensial aksi dalam membran otot yang tidak berhubungan dengan saraf, yang akan disalurkan sepanjang sarkolema. Potensial aksi ini memicu serangkaian reaksi yang mengakibatkan kontraksi serabut otot. Sesudah transmisi melewati hubungan neuromuscular terjadi, astilkolin akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase. Pada miastenia gravis, konduksi neuromuskular terganggu. Abnormalitas dalam penyakit miastenia gravis terjadi pada endplate motorik dan bukan pada membran presinaps. Membran postsinaptiknya rusak akibat reaksi imunologi. Karena kerusakan itu maka jarak antara membran presinaps dan postsinaps menjadi besar sehingga lebih banyak asetilkolin dalam perjalanannya ke arah motor endplate dapat dipecahkan oleh kolinesterase. Selain itu jumlah asetilkolin yang dapat ditampung oleh lipatan-lipatan membran postsinaps motor end plate menjadi lebih kecil. Karena dua faktor tersebut maka kontraksi otot tidak dapat berlangsung lama.
6
SKEMA PATOFISIOLOGI
Reaksi Antibody
Tingginya Ekskresi
Reduksi/Blok
Asetilkolin
Asetilkolin
Diterminal Presinaps
Dipostsinaps
Kegagalan Impuls Saraf Melewati Neuro junction
Kelemahan Otot
Gejala klinik
Ptosis,Diplobia,Paralisis Otot wajah
7
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Ditegaskan secara klinis, dengan mengamati gejala yang timbul, adanya keletihan yang terlalu cepat dapat di uji sebagai berikut : 1. Test Wertenberg : Pasien membuka mata,melihat ke atas, melihat jari pemeriksa selama 30-60 detik tanpa berkedip. Perhatikan kelopak mata dan kerdipan matanya. 2. Pasien diminta menghitung misalnya 1 – 50, perhatikan timbulnya disarti dan kerasnya suara. 3. Tes edrofonium (edofronium klorida) 2 mg iv bila tidak ada efek, 60 detik kemudian ditambah 8 mg. Respon positif : perbaikan kekuatan, tanpa disertai terkulai lidah. Dosis berlebihan anti kolenisterase dapat menimbulkan krisis kolinergik menyebabkan terjadinya kelemahan oleh karena depolarisasi berlebihan dari endplate motorik serta gejala overstimulasi reseptor muskarianik sehingga terjadi krisis atau reaksi muskarinik berat, dapat diberi atropin sulfat 0,6 mg iv atau lebih. 4. Rontgen dada dan CT scan dada : mengetahui kemungkinan adanya thymoma
serta
dapat
menunjukan
hiperplasia
timus
yang
dianggap
menyebabkan respon autoimun . 5. Electromyogram (EMG) : mengetahui kontraksi otot.
G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Miastenia Gravis ditentukan dengan meningkatkan fungsi pengobatan pada obat antikolinesterase dan menurunkan serta mengeluarkan
sirkulasi
antibodi.
Terapi
mencakup
agens-agens
antikolinesterase dan terapi imunosupresif, yang terdiri dari plasmeferesis dan timektomi. 1. Agens-agens antikolinesterase. Obat ini bereaksi dengan meningkatkan konsentrasi
asetilkolin
yang
relatif
tersedia
pada
persimpangan
8
neuromuskular. Mereka diberikan untuk meningkatkan respons otot-otot terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot. Kadang-kadang mereka
diberikan
hanya
Obat-obatan
dalam
(Mestinon),
ambenonium
pengobatan
mengurangi digunakan
khlorida
simtomatik.
piridostigmin
(Mytelase),
dan
bromida neostigmin
bromida(Prostigmine). Banyak
pasien
lebih
suka
pada
piridostigmin
karena
obat
ini
menghasilkan efek samping yang sedikit. Dosis ditingkatkan berangsurangsur sampai tercapai hasil maksimal yang diinginkan (bertambahnya kekuatan, berkurangnya kelelahan), walaupun kekuatan otot normal tidak tercapai dan pasien akan mempunyai kekuatan beradaptasi terhadap beberapa
ketidakmampuan.
Obat-obat antikolinesterase diberikan dengan susu, crackers, atau substansi penyangga makanan lainnya. Efek samping mencakup kram abdominal, mual, muntah, dan diare. Dosis kecil atrofin, diberikan satu atau dua kali sehari, dapat menurunkan atau mencegah efek samping. 2. Terapi imunosupresif ditentukan dengan tujuan menurunkan produksi antibodi antoreseptor atau mengeluarkan langsung melalui perubahan plasma. Terapi imunosupresif mencakup kortikosteroid, plasmaferesis dan timektomi. Terapi kortikosteroid dapat menguntungkan pasien dengan miastenia yang pada umumnya berat. Kortikosteroid digunakan mereka dengan efek terjadinya penekanan respons imun pasien, sehingga menurunkan jumlah penghambatan antibodi. Dosis antikolinesterase diturunkan sampai kemampuan pasien untuk mempertahankan respirasi efektif dan kemampuan menelan dipantau. Dosis steroid berangsurangsur ditingkatkan dan obat antikolinesterase diturunkan dengan lambat. Prednison digunakan dalam beberapa hari untuk menurunkan efek samping, kadang-kadang pasien memperlihatkan adanya penurunan kekuatan otot setelah terapi dimulai, tetapi ini biasanya hanya sementara. Obat-obat sitotoksik juga diberikan. Walaupun mekanisme aksi yang muncul tidak sepenuhnya dimengerti, namun obat-obat seperti azatioprin (Imuran)
dan
siklofosfamid
(Cytoxan)
menurunkan
titer
sirkulasi 9
antisetilkolin pada reseptor antibodi. Efek samping yang muncul kadangkadang terjadi dan hanya pasien dengan penyakit berat saja yang diobati dengan obat-obatan ini.
H. KOMPLIKASI Komplikasi yang kemungkinan muncul pada penderita miastenia gravis (MG), yaitu: 1. Krisis miastenia 2. Krisis kolinergik
10