LAPORAN PENDAHULUAN KEJANG DEMAM KOMPLEKS
A. Pengertian
Kejang Demam adalah kejang yang berhubungan dengan demam (suhu di atas 38,4˚C per rectal) tanpa adanya infeksi susunan syaraf pusat atau gangguan elektrolit akut, terjadi pada anak berusia di atas 1 bulan, dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. Kejang Demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 38˚C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Kapita selekta Kedokteran, 2000) Kejang Demam Sederhana adalah kejang yang bersifat umum, singkat, dan hanya terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang Demam Komplek adalah adalah kejang yang bersifat fokal, lamanya lebih dari 10-15 menit atau berulang dalam 24 jam. (IDAI, 2004)
B. Faktor Resiko dan Etiologi
1. Faktor Resiko a. Demam b. Riwayat kejang demam orang tua atau audara kandung kandung c. Perkembangan terlambat d. Problem pada neonatus e. Anak dalam pertawatan khusus f.
Kadar Natrium rendah
2. Etiologi Hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernapasan pernapasan atas, otitis medis, pneumonia, pneumonia, gastroenteritis, ISK. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.
Kadang-kadang demam yang tidak begitu terlalu tinggi dapat menyebabkan kejang.
C. Manifestasi Manifestasi Klinik
Umumnya kejang demam berlangsung singkat, berupa serangan kejang klonik atau tonik klonik bilateral. Bentuk kejang yang lain dapat juga terjadi sperti mata terbalik ke atas dengan disertai kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa didahului kekakuan, atau hanya sentakan atau kekakuan fokal. Sebagian kejang berlangsung kurang dari 6 menit dan kurang dari 8 % berlangsung lebih dari 15 menit. Seringkali kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenaj, tetapi setelah beberapa detik atau menit, anak terbangun dan sadar kembali tanpa deficit neurologist. Kejang dapat diikuti hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama dapat diikuti oleh hemiparesis yang menetap. Bangkitan kejang yang bverlangsung lama lebih sering terjadi pada kejang demam yang pertama. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000)
D. Penatalaksanaan
1. Keperawatan a. Memonitor demam b. Menurunkan demam : kompres hangat c. Segera memberikan oksigen bila terjadi kejang d. Mengelola antipiretik, antikonvulsan e. Suctioning 2. Medik a. Pengobatan fase akut Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang klien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan dan fungsi
jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik. Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. Bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit, gunakan diazepam intra rectal 5 mg (BB < 10 kg) atau 10 mg (BB> 10 kg). Bila kejang tidak berhenti dapoat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/KgBB/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan NaCl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena. Bila
kejang
berhenti
dengan
diazepam,
lanjutkan
dengan
fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan – 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian berikan feobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kg BB/hari di bagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan
dan setelah membaik per oral.
Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran, dan depresi pernafasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin, lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8 mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. b. Mencari dan mengobati penyebab Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama. c. Pengobatan profilaksis 1) Profilaksis intermiten Diberikan diberikan diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diasepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg (BB < 10 kg) dan 10 mg (BB> 10 kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5˚C. Efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia. 2) Profilaksis terus menerus. Diberikan untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy di kemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan. Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 dan 2) : a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (missal serebral palsy atau mikrosefal) b. Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara atau menetap. c. Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan pengobatan jangka panjang, maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rtektal tiap 8 jam di samping antipiretik. E. Asuhan Keperawatan I.
Pengkajian
a. Identitas : umur, alamat b. Riwayat Kesehatan 1) Keluhan utama (keluhan yang dirasakan klien saat pengkajian) : demam, iritabel, menggigil, kejang) 2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita klien saat masuk rumah sakit) : kapan mulai panas ? 3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh klien) : pernah kejang dengan atau tanpa demam ? 4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau tidak) : orang tua, saudara kandung pernah kejang ? 5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ? 6) Riwayat imunisasi c. Pemeriksaan Fisik 1) Keadaan umum : kesadaran, vital sign, status nutrisi (berat badan, panjang badan, usia) 2) Pemeriksaan persistem a) Sistem persepsi sensori Penglihatan : air mata ada / tidak, cekung / normal Pengecapan : rasa haus meningkat / tidak, lidah lembab / kering b) Sistem persyarafan : kesadaran, menggigil, kejang, pusing
c) Sistem pernafasan :
dispneu, kusmaul, sianosis, cuping
hidung, d) Sistem kardiovaskuler : takikardi, nadi lemah dan cepat / tak teraba, kapilary refill lambat, akral hangat / dingin, sianosis perifer e) Sistem gastrointestinal : Mulut : membran mukosa lembab / kering Perut : turgor ?, kembung / meteorismus, distensi Informasi tentang tinja : warna (merah, hitam), volume, bau, konsistensi, darah, melena f) Sistem integumen : kulit kering / lembab g) Sistem perkemihan : bak 6 jam terakhir, oliguria / anuria d. Pola Fungsi Kesehatan 1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan : sanitasi ?, 2) Pola nutrisi dan metabolisme : anoreksia, mual, muntah 3) Pola eleminasi a) Bab : frekuensi, warna (merah ?, hitam ? ), konsistensi, bau, darah b) Bak : frekuensi, warna, bak 6 jam terakhir ?, oliguria, anuria 4) Pola aktifitas dan latihan 5) Pola tidur dan istirahat 6) Pola kognitif dan perceptual 7) Pola toleransi dan koping stress 8) Pola nilai dan keyakinan 9) Pola hubungan dan peran 10) Pola seksual dan reproduksi 11) Pola percaya diri dan konsep diri
II. Diagnosa Keperawatan
1) Hipertermi b.d viremia, peningkatan metabolik 2) PK : Kejang b.d hipertermi 3) Resiko aspirasi b.d akumulasi secret, muntah, penurunan kesadaran
Rencana Keperawatan
No
1.
Diagnosa
Tujuan
Keperawatan
Hipertermi
b.d, Setelah
Intervensi
dilakukan
pening-katan
tindak-an
metabolik, viremia
selama … X 24 jam suhu
perawatan
badan
Batasan
normal,
karakteristik :
kriteria :
pasien dengan
Suhu
badan
35,9˚C- 37,3˚C
Diraba hangat Kulit memerah
Monitor suhu dan warna kulit
yang adekuat
Suhu kulit normal
Respirasi meningkat
respirasi
Anjurkan intake cairan dan nutrisi
(0800)
Takikardi
Monitor tekanan darah, nadi dan
gejala hipertermi Termoregulasi
Kejang
Monitor suhu sesuai kebutuhan
Monitor dan laporkan tanda dan
Suhu tubuh > nor-mal
Mengatur Demam (3900 )
Ajarkan
mencegah panas yang Berikan
Tidak ada sakit
klien
bagaimana tinggi
antipiretik sesuai advis
dokter
kepa-la / pusing Tidak ada nyeri otot
Mengobati Demam (3740)
Monitor suhu sesuai kebutuhan Tidak
ada
perubahan warna kulit Nadi, dalam
respirasi
batas normal
Hidrasi adequate Pasien menyatakan nyaman Tidak menggigil Tidak iritabel / gra-gapan / kejang
Monitor IWL Monitor suhu dan warna kulit Monitor tekanan darah, nadi dan respirasi Monitor
derajat
penurunan
kesadaran Monitor kemampuan aktivitas Monitor leukosit, hematokrit, Hb Monitor intake dan output Monitor adanya aritmia jantung Dorong peningkatan intake cairan Berikan cairan intravena
Tingkatkan sirkulasi udara dengan kipas angin Dorong atau lakukan oral hygiene Berikan obat antipiretik untuk mencegah klien menggigil / kejang Berikan obat antibiotic untuk mengobati penyebab demam Berikan oksigen Kompres hangat diselangkangan, dahi dan aksila. Anjurkan
klien
untuk
tidak
Anjurkan klien memakai
baju
memakai selimut
berbahan dingin, tipis dan menyerap keringat
Manajemen Lingkungan (6480)
Berikan ruangan sendiri sesuai indikasi Berikan tempat tidur dan kain / linen yang bersih dan nyaman Batasi pengunjung
Mengontrol Infeksi (6540)
Anjurkan klien untuk mencuci tangan sebelum makan Gunakan sabun untuk mencuci tangan Cuci tangan sebelum dan sesudah me-lakukan
kegiatan
perawatan
klien Ganti tempat infuse dan bersihkan
sesuai dengan SOP Berikan perawatan kulit di area yang odem Dorong klien untuk cukup istirahat Lakukan
pemasangan
infus
dengan teknik aseptik Anjurkan klien minum antibiotik sesuai advis dokter
2.
Potensial
Setelah
komplikasi : kejang
tindakan keperawatan
aura
selama ...x 24 jam
kejang. Jika ya, beri-tahu tindakan
perawat mengatasi mengurangi kejang
dilakukan
Tentukan apa klien merasakan sebe-lum
awitan
aktivitas
akan pengamanan untuk diambil jika aura dan tersebut dirasakan episode
Bila
aktivitas
kejang
terjadi,
observasi dan dokumentasikan hal berikut : a.
Bila kejang mulai
b. Jenis gerakan, bagian tubuh yang terlihat c. Perubahan ukuran pupil dan posisi d. Inkontinensia urine atau feses e. Durasi f. Ketidaksadaran perilaku
(durasi)
setelah
kejang
,
kelemahan, paralisis setelah kejang, tidur setelah kejang (periode (progresi dapat
pasca-taktile) aktivitas
kejang
membantu
dalam
mengidentifikasi
fokus
anatomik dari kejang) Berikan privasi selama dan sesudah aktivitas kejang Selama aktivitas kejang, lakukan tindakan untuk menjamin ventilasi adekuat
(misal-nya
dengan
melepaskan pakaian). Jangan coba memaksa jalan napas atau spatel lidah masuk pada gigi yang mengatup. (ge-rakan tonik / klonik kuat dapat menye-babkan sumbatan jalan napas. Pemasukan jalan napas paksa dapat menyebabkan cidera) Selama aktivitas kejang, bantu gerakan mencegah
secara cidera.
hati-hati Jangan
untuk coba
membatasi gerakan. (restrain fisik dapat mengakibatkan trauma pada muskuloskeletal) Bila kejang terjadi saat klien sedang du-duk, bantu turunkan klien ke lantai dan tempatkan sesuatu yang lunak dibawah kepalanya. (tindakan ini
akan
membantu
mencegah
trauma) Jika kejang telah teratasi letakkan klien pada posisi miring. (posisi ini membantu mencegah aspirasi sekret) Biarkan individu tidur setelah periode ke-jang, orientasi lagi setelah
bangun.
(indi-vidu
ini
akan
mengalami amnesia, orient-tasi ulang akan
membantu
klien
untuk
memperoleh rasa kontrol dan dapat menu-runkan ansietas) Jika
orang
mengalami
tersebut
kejang
berlanjut
umum,
lapor
dokter dan awali tin-dakan : a. Pertahankan jalan napas b. Penghisapan jika diperlukan c. Berikan
oksigen
melalui
kanul nasal d. Awali untuk pemberian infus Pertahankan tempat tidur pada posisi rendah dengan pagar tempat tidur terpa-sang serta lapisi pagar tempat tidur de-ngan kain (sebagai tindakan hati-hati un-tuk mencegah bahaya jatuh atau trauma) Jika kondisi klien kronis, evaluasi kebu-tuhan
penyuluhan
tehnik
penatalaksanaan diri sendiri 3.
Resiko aspirasi b.d Setelah
dilakukan
aku-mulasi sekret, tindakan keperawatan muntah, penurunan
selama … x 24 jam
kesadaran
klien tidak mengalami aspirasi,
Faktor Resiko :
Monitor
kriteria :
rata-rata,
ritme,
kedalaman, dan usaha napas Catat
dengan simetris,
Penurunan
gerakan ada
dada
apakah
penggunaan
otot
tambahan, dan retraksi Monitor crowing, suara ngorok
reflek ba-tuk dan Respiratory status : gag reflek
Memonitor Respirasi (3350)
ventilation (0403)
Monitor pola napas : bradipneu, takipneu, kusmaull, apnoe
Ngt
Respirasi
dalam
Penurunan rentang normal kesadaran
yang ventilasinya menurun / tidak
Ritme dalam batas ada dan catat adanya suara tambahan
Gangguan normal menelan
K/p suction dengan mendengarkan
Ekspansi
dada
Produksi secret simetris me-ningkat
Dengarkan suara napas : catat area
Monitor
Tidak ada sputum
Dispneu
suara ronkhi atau krakles
Tidak
ada
peningkatan
gelisah,
cemas, air hunger Monitor kemampuan klien untuk
penggunaan otot-otot batuk efektif tambahan
Catat karakteristik dan durasi
Tidak ada retraksi batuk dada
Monitor secret di saluran napas
Tidak ditemukan dispneu
Monitor hasil roentgen thorak
Dispneu aktivitas
saat
pendek
Bebaskan jalan napas dengan chin
ti-dak lift atau jaw thrust bila perlu
ditemukan Napas
Monitor adanya krepitasi
Resusitasi bila perlu pendekti-dak
ditemukan
Berikan terapi pengobatan sesuai advis
(oral,
injeksi,
atau
terapi
inhalasi)
Tidak ditemukan taktil fremitus
Membersihkan Jalan Nafas (3160)
Tidak ditemukan suara napas tambahan
Pastikan kebutuhan suctioning Auskultasi suara napas sebelum dan sesudah suctioning
Respiratory status : gas ekchange (0402)
Status
mental
dalam batas normal Bernapas dengan mudah Gelisah
Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning Meminta
klien
napas
dalam
sebelum suctioning Berikan oksigen dengan kanul nasal untuk memfasilitasi suctioning
tidak na-sotrakheal
ditemukan
Gunakan alat yang steril setiap
Tida ada sianosis Tidak somnolent
ada
melakukan tindakan Anjurkan klien napas dalam dan istirahat setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakheal Monitor status oksigen pasien Hentikan suction apabila klien me-nunjukkan bradikardi
Manajemen Jalan Nafas ( 3140)
Buka jalan napas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi Identifikasi
pasien
perlunya
pema-sangan jalan napas buatan Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada bila perlu Keluarkan secret dengan batuk atau suction Auskultasi suara napas , catat adanya suara nafas tambahan Kolaborasi
pemberian
bronkodilator bila perlu Monitor
respirasi
dan
status
oksigen
Mencegah Aspirasi (3200)
Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk, gag reflek dan kemampuan menelan.
Monitor status paru-paru Pertahankan airway Alat suction siap pakai, tempatkan disamping bed, dan suction sebelum makan Beri makanan dalam jumlah kecil Pasang NGT bila perlu Cek posisi NGT sebelum memberikan makan Cek residu sebelum memberikan makan Hindari pemberian makanan jika residu banyak Libatkan
keluarga
selama
pemberian makan Potong makanan menjadi kecilkecil Mintakan obat dalam bentuk sirup Puyer pil sebelum diberikan Jaga posisi kepala klien elevasi 3040˚ selama dan setelah pemberian makan Anjurkan / atur posisi klien semi fowler atau fowler ketika makan K/p per sonde atau drip feeding Cek apakah makanan mudah di telan
Mengatur posisi (0840)
Miringkan kepala bila kejang untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan.
4
Risiko
injuri
/
cedera b.d. adanya kejang, jaringan
Setelah
dilakukan
Manajemen Lingkungan
tindakan keperawatan
Diskusikan tentang upaya-upaya
hipoksia selama … X 24 jam
mencegah cedera, seperti lingkungan
tidak terjadi cidera, yang dengan criteria :
aman
menghindarkan
untuk
klien,
lingkungan
yang
berbahaya (misalnya memindahkan Status neurologist Fungsi neurologi: sadar, kontrol gerakan pusat, fungsi motorik atau
sensorik
otak
batas
yang
dalam
diharapkan.
perabotan) Memasang pengaman tempat tidur Memberikan
penerangan
yang
keluarga
untuk
cukup Menganjurkan menemani klien Memindahkan barang-barang yang
Dapat dapat membahayakan berkomunikasi Ukuran
Bersama
tim
kesehatan
lain,
pupil berikan penjelasan pada klien dan
dalam batas normal Pupil reaktif
keluarga adanya perubahan status kesehatan
Pola gerakan mata Tak ada kejang Tak
ada
sakit
kepala Pola nafas dalam batas normal. Pola istirahat tidur ter-cukupi Kontrol Resiko
Mengakui adanya risiko
Manajemen kejang
Tunjukkan gerakan yang dapat mencegah injury / cidera. Monitor hubungan antara kepala dan mata selama kejang. Longgarkan pakaian klien Temani klien selama kejang
Mengatur airway Berikan oksigen bila perlu Berikan terapi iv line bila perlu
Monitor
faktor
risiko lingkungan. Mengembangkan strategi kontrol risiko yang efektif.
Monitor status neurology Monitor vital sign Orientasikan kembali klien setelah kejang Laporkan lamanya kejang
Menghindari
Laporkan karakteristik kejang:
eksposur
yang bagian tubuh yang terlibat, aktivitas
mengancam
kese- motorik, dan pening-katan kejang.
hatan.
Dokumentasikan informasi tentang Mengenali kejang
perubahan kesehatan
sta-tus
Kelola medikasi (kolaborasi) Kelola anti kejang (kolaborasi) bila diperlukan. Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu Monitor lama periode postictal dan karak-teristiknya
Pencegahan kejang
Sediakan tempat tidur yang bisa diatur rendah-tinggi, bila perlu. Temani klien selama melakukan aktivitas diluar rumah sakit, bila perlu Monitor regimen terapi Monitor
pemenuhan
medikasi
antiepilepsi. Instruksikan keluarga / orang terdekat untuk melaporkan medikasi dan aktivitas kejang yang terjadi. Ajarkan
pada
klien
tentang
medikasi dan efek sampingnya.
Monitor tingkat obat antiepilepsi, bila perlu Sediakan nasopharyngeal
suction,
ambubag,
airway
disamping
tempat tidur. Pasang side rail tempat tidur. .Ajarkan orang tua untuk mengenali faktor pemicu.
5
Perfusi
jaringan Setelah
dilakukan
serebral tak efektif tindakan keperawatan b.d.
hipovolemia, selama … X 24 jam
gangguan
aliran perfusi
vena dan arteri.
Peningkatan perfusi cerebral :
Mengkonsultasikan dengan dokter untuk
menentukan
jaringan hemodinamik (volume perfusi darah,
serebral
efektif, nadi,
dengan criteria :
respirasi,
perdarahan), parameter
Perfusi jaringan
tersebut
mengelola dalam
batas
Kelola / kolaborasi obat vasoaktif, untuk mengatur hemodinamik
Fungsi neurology
Monitor
Tekanan intrakranial
da-lam
ada
prothrombin,
partial
thromboplastin. Atur serum glukosa dalam batas
batas normal Tak
dan
kesadaran,
normal
cerebral
sakit
normal Jaga hematokrit pada rentang
kepala
33%
Tak ada bunyi
terapi
hemodilusi
Monitor tanda perdarahan, status
Tak gelisah
neurologi-kesadaran
Tak ada agitasi
Monitor tanda overload cairan.
Tak ada muntah
Monitor intake dan out put
Tak ada sinkope
neurology
untuk
hipervolemia.
bruit carotis
Status
parameter
:
nitoring Neurologik :
Monitor ukuran pupil, bentuk,
kesadaran
Membuka terhadap
mata
kesimetrisan, dan reaktivitas.
stimulasi
Monitor tingkat kesadaran
eksternal
Monitor tingkat orientasi
Orientasi cognitif
Monitor PCS
Komunikasi sesuai
Monitor memori saat ini, rentang
situasi
perhatian, memori masa lalu, mood,
Mematuhi perintah perasaan/emosi, tingkah laku. Berespon (gerak) terhadap yang
Monitor vital sign suhu, tekanan
stimulus darah, nadi, respirasi. berbahaya
(nyeri).
Monitor (kedalaman,
status pola,
respirasi
usaha
untuk
Mengikuti bernafas) terhadap stimulus dari
Monitor refleks kornea
lingkungan
Monitor refleks batuk dan refleks
Tak ada kejang
muntah Monitor
tonus
otot,
gerakan
motorik. Monitor adanya tremor Monitor diplopia,
gangguan
nistagmus,
visual:
pemendekan
lapang pandang, aktivitas visual Monitor lancar,
karakteristik aphasia,
bicara: kesulitan
menemukan kata-kata. Monitor respon terhadap stimulus: verbal, taktil, stimulus berbahaya. Monitor adanya parestesia Monitor refleks babinski, respon cushing
6.
Kecemasan (orang Setelah dilakukan
Menurunkan Cemas
tua,
anak)
ancaman
b.d.
tindakan keperawatan selama … X 24 jam
perubahan
status kecemasan orang tua
kese-hatan,
krisis berkurang / hilang,
situasional
Gunakan
pendekatan
dengan
konsep atraumatik care Jangan
memberikan
jaminan
tentang prognosis penyakit
dengan criteria :
Jelaskan semua prosedur dan dengarkan keluhan klien/keluarga Pahami
Mengotrol cemas
Klien/keluarga harapanpasien/keluargadalamsituasis mampu
tres
mengidentifikasi dan
Temani
pasien/keluarga
mengungkapkan
memberikan
gejala cemas.
mengurangi takut
Mengidentifikasi,
keamanan
informasi
menunjukkan
tindakan prognosis
untuk
mengontrol
cemas
dan
Bersama tim kesehatan, berikan
mengungkapkan, dan teknik
untuk
Anjurkan
mengenai
diagnosis,
keluarga
untuk
menemani anak dalam pelaksanaan
Vital sign (TD,
tindakan keperawatan
nadi, respirasi) dalam batas normal
punggung, bila lperlu
Postur ekspresi bahasa
Lakukan massage pada leher dan
tubuh,
Bantu pasien mengenal penyebab
wajah, kecemasan tubuh,
dan .
tingkat
Dorong pasien/keluarga
untuk
mengungkapkan perasaan, ketakutan,
aktivitasmenunjukkan persepsi tentang penyakit berkurangnya
Instruksikan pasien/keluarga
kecemasan.
menggunakan teknik relaksasi
Menunjukkan
(sepert tarik napas dalam, distraksi,
peningkatan konsentrasi
dll) dan
akurasi dalam berpikir
Kolaborasi pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
DAFTAR PUSTAKA
-
Arif Mansjoer dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI Jakarta, 2000
-
Budi Santosa, Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006, Prima Medika
-
Dina Kartika S, Pediatricia, Tosca Enterprise, Yogyakarta, 2005
-
Hardiono D. Pusponegoro dkk, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, IDAI, 2004
-
Helen Lewer, Learning to Care on the Paediatric Ward : terjemahan, EGC Jakarta, 1996
-
Joanne C. McCloskey, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, 1996
-
Judith M. Wilkinson, Prentice Hall Nursing Diagnosis Handbook with NIC Intervention and NOC Outcomes, Upper Saddle River, New Jersey, 2005
-
Marion Johnson, Nursing Outcomes Classification (NOC), Mosby-Year Book, 2000
-
Tri Atmadja DS, Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak, RSUD Wates, 2001