LAPORAN PENDAHULUAN
KARDIOMIOPATI PERIPARTUM
disusun oleh:Laili Maslahatun N (105070200111028)
DEFINISI
Kardiomiopati peripartum merupakan salah satu bentuk kardiomiopati dilatasi yang didefinisikan sebagai disfungsi sistolik ventrikel kiri yang terjadi pada bulan terakhir periode kehamilan atau 5 bulan pertama masa nifas. Kardiomiopati dilatasi merupakan kelainan otot jantung akibat iskemia dan non-iskemia yang menyebabkan dilatasi ruang jantung terutama ventrikel kiri tanpa hipertrofi yang signifikan, sehingga menyebabkan gangguan fungsi sistolik akibat penurunan fungsi kontraktil miokardium.
Kardiomiopati peripartum juga dapat terjadi pada wanita yang sudah pernah mengalami kelainan struktural jantung atau gangguan fungsi kardiovaskular, dengan bukti fungsi ventrikel kiri sebelumnya normal. Untuk dapat digolongkan ke dalam penyakit ini, tidak boleh ditemukan bukti disfungsi ventrikel kiri oleh berbagai sebab sebelumnya dan tidak ada diagnosis alternatif lain. Kriteria definisi lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan pemeriksaan penunjang, yakni ekokardiografi, tidak harus ditemukan adanya dilatasi ruang jantung, namun ditemukan tanda disfungsi sistolik ventrikel kiri yang ditunjukkan oleh kriteria ekokardiograi klasik misalnya penurunan fraksi pemendekan di bawah 30% dan berkurangnya fraksi ejeksi ventrikel kiri di bawah 45%.
ETIOLOGI
Penyebab pasti kardiomiopati peripartum masih belum diketahui, beberapa faktor etiologi yang potensial adalah infeksi virus (coxsackievirus, parvovirus B19, adenovirus dan herpesvirus), proses inflamasi, miokarditis, peristiwa autoimun akibat kehamilan, peningkatan apoptosis miokardium, efek hormonal, toksemia, abnormalitas respons hemodinamik terhadap kehamilan, predisposisi genetik dan pemotongan enzimatik protein prolaktin selama peristiwa stres oksidatif. Biopsi jantung pada tahap awal rumatan penyakit dapat menemukan tanda miokarditis, mungkin disebabkan oleh reaksi autoimun terhadap antigen asing janin yang sedang dikandung.
Kardiomiopati peripartum dicurigai terjadi sebagai konsekuensi ketidakseimbangan proses stres oksidatif, menyebabkan pemotongan enzimatik hormon laktasi prolaktin sehingga berubah menjadi faktor angiostatik yang bersifat poten dan fragmen pro-apoptotik.Selain itu, peristiwa microchimerism fetal, terdapatnya sel fetal yang lolos masuk ke dalam sirkulasi maternal dan menginduksi terjadinya miokarditis autoimun serta abnormalitas kejadian stres oksidatif juga berperan cukup signifikan.
FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan seorang wanita mengalami kardiomiopati peripartum, diantaranya adalah; multiparitas, usia maternal yang lanjut (walaupun penyakit ini dapat mengenai semua usia, insidensi akan meningkat pada wanita berusia > 30 tahun), kehamilan multifetal, pre-eklamsia, hipertensi gestasional dan ras Afrika Amerika.
PATOFISIOLOGI
Stres oksidatif selama periode peripartum memiliki peran cukup penting dalam menyebabkan kerusakan ventrikel kiri. Senyawa proinflamatorik dan peristiwa stres oksidatif akan makin meningkat selama proses kehamilan normal dan mencapai puncaknya pada trimester terakhir kehamilan. Ketidakseimbangan proses stres oksidatif selama periode kehamilan dan pasca melahirkan dapat menyebabkan terjadinya pemotongan enzimatik hormon prolaktin oleh cathepsin-D menjadi fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa. Fragmen prolaktin dengan berat molekul 16-KDa ini dapat menginduksi apoptosis sel endotelial pembuluh darah, penghambatan proliferasi sel endotel yang diinduksi VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) dan mengganggu mekanisme vasodilatasi vaskuler yang diperantarai nitric oxide. Fragmen ini dapat merusak struktur mikrovaskuler jantung yang pada akhirnya akan menyebabkan dilatasi ruang jantung dan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Secara molekuler, beberapa jalur transduksi sinyal telah terbukti memiliki peran penting dalam melindungi organ jantung maternal dari kerusakan selama proses kehamilan, termasuk jalur STAT3 (Signal Transducer and Activator of Transcription Factor-3). Pada model binatang percobaan, delesi gen yang mengkode jalur STAT3 akan menyebabkan terjadinya pemotongan proteolitik secara enzimatik hormon prolaktin menjadi faktor antiangiogenik, proapoptotik dan proinflamatorik poten sehingga berhubungan dengan terbentuknya serta progresivitas kardiomiopati dilatasi. Pada pasien dengan predisposisi genetik terdapat setidaknya 6 gen yang berperan dalam patogenesis kardiomiopati dilatasi, mutasi pada gen-gen ini dapat menimbulkan gangguan produksi protein mutan sel otot jantung yang tidak sensitif terhadap ion kalsium sehingga terjadi gangguan kontraksi miokardium. Gagal jantung akibat kardiomiopati peripartum disebabkan oleh gagalnya adaptasi tubuh untuk mempertahankan tekanan perfusi ke jaringan perifer. Hal ini disebabkan oleh aktivasi sistem neurohormonal yang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Aktivasi kronik berlebihan sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS) dan sistem saraf simpatik (adrenergik atau katekolaminergik) menyebabkan remodeling ventrikel kiri yang progresif hingga tingkat seluler menyebabkan bertambah buruknya gejala klinis. Selain itu kontribusi aktivasi sitokin proinflamasi pada gagal jantung kronik dapat menyebabkan fibrosis, hipertrofi dan gangguan fungsi pompa ventrikel kiri.
Gangguan fungsi pompa akan menyebabkan turunnya stroke volume dan cardiac output sehingga menyebabkan hipoperfusi jaringan perifer. Hal ini akan mengaktifkan sistem adaptasi atau kompensasi berupa peningkatan fungsi kontraktil melalui mekanisme Frank-Starling (akibat peningkatan volume akhir diastolik ventrikel kiri yang meregangkan serabut otot ventrikel kiri) dan aktivasi sistem neurohumoral (saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron). Pada awal terjadinya disfungsi, pasien jarang mengeluh karena adanya mekanisme adaptasi, namun seiring perjalanan waktu ketika terjadi progresi degenerasi sel otot jantung dan remodelling yang menyebabkan overload volume, pasien akan mulai mengeluhkan gejala gagal jantung. Dimensi ruang ventrikel yang melebar akan menyebabkan pelebaran annulus katup atrioventrikular menyebabkan regurgitasi katup fungsional. Regurgitasi bersamaan dengan disfungsi sistolik memiliki beberapa konsekuensi, yakni terjadi overload volume dan tekanan pada atrium serta ventrikel sehingga menyebabkan pembesaran atrium serta i brilasi atrium, dan penurunan stroke volume menuju sirkulasi sistemik.
Pada pemeriksaan patologi makroskopis dapat ditemui dilatasi semua ruang jantung dengan sedikit hipertroi dinding. Secara mikroskopis ditemukan tanda degenerasi miosit dengan hipertrofi serta atrofi ireguler serabut otot jantung disertai i brosis intersitial dan perivaskular yang ekstensif. Pertumbuhan fetal yang baik sangat ditentukan oleh aliran darah maternal yang baik menuju uterus plasenta, gangguan fungsi pompa jantung harus mulai dicurigai serta dievaluasi jika ditemukan tanda gangguan pertumbuhan janin dalam kandungan akibat terganggunya aliran darah dan oksigenasi.
GEJALA KLINIS
Spektrum tanda dan gejala gagal jantung yang disebabkan oleh kardiomiopati peripartum sangat bervariasi. Sekitar 50% pasien gagal jantung sistolik bahkan tidak bergejala sama sekali. Pada pasien asimptomatik, salah satu indikasi awal diagnosis ini hanya pada saat evaluasi kondisi janin menggunakan monitor dan teknik ultrasonografi fetal. Presentasi klinis dan ciri hemodinamik pasien kardiomiopati peripartum tidak bisa dibedakan dari kondisi kardiomiopati dilatasi dan gagal jantung sistolik yang disebabkan etiologi lain. Diagnosis gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang terarah. Berikut ini adalah tanda gejala yang dapat muncul:
Pasien akan mengalami penurunan kapasitas latihan, takipnea, palpitasi/takikardia, tekanan nadi yang sempit dan merasa mudah lelah. Gangguan perfusi jaringan otak akibat kurangnya cardiac output akan bermanifestasi sebagai rasa pusing dan melayang, bahkan kadang berupa penurunan kesadaran (syncope), terutama pada aktivitas fisik berlebihan. Pada gagal jantung tingkat lanjut dengan gejala kongesti berat dapat ditemukan nyeri perut, anorexia, batuk, susah tidur dan gangguan mood.
Pasien kardiomiopati peripartum akan mengalami tanda dan gejala khas gagal jantung kronik. Namun perlu diingat bahwa fatigue, gejala sesak nafas saat beraktivitas dan edema kaki wajar ditemukan pada wanita hamil mulai trimester ke-2 hingga tahap akhir, sehingga kondisi kardiomiopati dilatasi akan lebih sulit dideteksi hanya melalui gejala klinis.
Gejala klinis lain yang merupakan tanda peringatan pada pasien kardiomiopati peripartum antara lain nyeri dada tidak spesifik, rasa tidak nyaman abdomen, distensi perut, batuk, hemoptisis, tanda edema paru, orthopnea dan paroxysmal nocturnal dyspnea yang biasanya terjadi pada wanita yang mungkin telah memiliki kelainan jantung sebelumnya. Sebagian besar kardiomiopati peripartum berada pada kondisi NYHA (New York Heart Association) kelas fungsional III-IV saat pertama kali datang ke tenaga kesehatan. Tanda fisik pasien gagal jantung akibat kardiomiopati dilatasi pada masa peripartum bervariasi tergantung derajat kompensasi, tingkat kronisitas (gagal jantung akut dibandingkan dengan gagal jantung kronik), dan keterlibatan ruang jantung (jantung sebelah kiri atau kanan). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan konfigurasi jantung dan hepar yang membesar dengan tingginya tekanan vena sistemik. Tanda fisik overload cairan atau kongesti yang dapat ditemukan pada pasien dengan gagal jantung kronik antara lain ronkhi basah pada auskultasi paru, tanda efusi pleura, distensi/peningkatan tekanan vena jugularis, asites, hepatomegali, edema perifer, bising sistolik sebagai tanda adanya regurgitasi mitral akibat dilatasi masif lumen ventrikel dan atrium kiri, serta gallop S3 pada auskultasi akibat peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri pada penurunan fungsi ventrikel kiri akibat dilatasi.
Gangguan perfusi perifer terutama pada pasien gagal jantung tingkat lanjut dengan penyakit penyerta anemia, dapat dilihat melalui pemeriksaan ekstremitas yang teraba dingin, pucat, sianosis, dan pemanjangan waktu pengisian kapiler. Khusus pada pasien kardiomiopati peripartum, dapat ditemukan tanda bergesernya perabaan ictus cordis ke arah lateral dan bising ejeksi sistolik di tepi kiri sternum akibat regurgitasi mitral. Selain itu tanda embolisasi organ perifer tubuh misalnya ekstremitas bawah, usus dan otak dapat terjadi akibat trombus yang terbentuk di ventrikel kiri yang berdilatasi. Pada kasus jarang dapat pula terjadi emboli paru akibat terlepasnya trombus yang terbentuk di ventrikel kanan yang berdilatasi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kardiomiopati peripartum merupakan diagnosis eksklusi hanya jika seluruh kemungkinan mekanisme dasar penyakit jantung lain sebagai faktor etiologi telah disingkirkan dengan analisis riwayat perjalanan penyakit, pemeriksaan fisik yang terarah dan hasil pemeriksaan penunjang lainnya. Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan antara lain elektrokardiografi , ekokardiografi , dan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan Fisik: Kriteria Framingham dapat dipakai untuk menegakkan diagnosis gagal jantung menggunakan kriteria klinis (anamnesis dan pemeriksaan fisik). Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria Framingham yaitu jika didapatkan 2 gejala mayor pada pemeriksaan klinis atau minimal terdapat 1 gejala mayor dengan 2 gejala minor yang terpenuhi.
Kriteria Mayor: Peningkatan tekanan vena jugularis, distensi vena leher, paroxysmal nocturnal dyspnea, edema paru akut, ronkhi basah basal paru, kardiomegali, gallop S3, Refluks hepatojugular.
Kriteria Minor: Batuk pada malam hari, sesak saat aktivitas fisik (dyspnea d'efort), efusi pleura, penurunan kapasitas vital 1/3 pengukuran normal, takikardia dengan laju ventrikel >120 kali/ menit, hepatomegali, edema ekstremitas, penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan (termasuk dalam kriteria mayor dan minor).
Elektrokardiografi: Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai dan memantau aktivitas kelistrikan otot jantung secara non-invasif dengan tingkat akurasi cukup tinggi. Dengan pemeriksaan EKG dapat dideteksi tanda adanya gagal jantung dan faktor pencetus lain misalnya gangguan irama jantung (takikarida ventrikular, takikardia supraventrikular dan sindroma preeksitasi) serta abnormalitas segmen ST dan gelombang T.
Pemeriksaan Holter kadang diperlukan untuk pasien gagal jantung pada kardiomiopati peripartum dengan aritmia transien misalnya fibrilasi atrial atau takikardi ventrikel.
Foto rontgen toraks: Pemeriksaan radiologi dapat menilai ukuran jantung (kardiomegali), kondisi parenkim paru, derajat kongesti, edema alveoli, edema interstitial, efusi pleura dan dilatasi pembuluh darah lobus superior paru/sefalisasi. Perlu diingat pemeriksaan rontgen toraks memberikan risiko cukup signifikan terhadap janin dalam kandungan. Penggunaan teknik diagnostik ini sedapat mungkin dihindari dan dalam keadaan terpaksa dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung region abdomen ibu selama proses pengambilan gambar.
Ekokardiografi: Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi sistolik dan diastolik pasien kardiomiopati peripartum dengan kondis gagal jantung kronik. Selain itu pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk mencari kemungkinan penyebab utama gagal jantung lain, misalnya iskemia kardiomiopati, gangguan katup jantung dan sebagainya. Pada pemeriksaan ekokardiografi dapat ditemukan bukti disfungsi sistolik ventrikel kiri dengan fraksi ejeksi <45%, fraksi pemendekan (fractional shortening) <30% dan dilatasi seluruh ruangan jantung. Pada sekitar 43% kasus kardiomiopati peripartum dapat ditemukan tanda adanya regurgitasi mitral dan trombus intramural ventrikel kiri terutama pada pasien dengan fraksi ejeksi dibawah 35%.
Pemeriksaan hematologi: Pemeriksaan darah rutin, kimia darah dan kadar elektrolit (natrium, kalium) sangat penting dilakukan terutama untuk meminimalisi kemungkinan terjadinya aritmia. Pemeriksaan laboratorium lain dapat ditambahkansesuai kondisi klinis masing-masing pasien. Pemeriksaan biomarker jantung, seperti BNP (brain natriuretic peptide) dan NT Pro-BNP(N-terminal pro-brain natriuretic peptide), selainuntuk kepentingan diagnosis, dapat juga digunakan untuk pemantauan hasil terapi dan menilai prognosis.
PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan utama terapi pasien kardiomiopati peripartum dengan gagal jantung kronik adalah memperbaiki gejala, memperpanjang angka harapan hidup, meningkatkan status fungsional, mempertahankan kualitas hidup, mencegah progresivitas penyakit, mencegah rekurensi, dan menurunkan angka rehospitalisasi. Penanganan pasien kardiomiopati peripartum dengan tanda dan gejala gagal jantung kronik dapat menggunakan dua pendekatan klinis, yakni terapi non-medikamentosa (mekanik) dan terapi medikamentosa.
Terap non-medikamentosa yang dapat dilakukan antara lain edukasi pasien, melakukan aktivita fisik yang sesuai dengan kondisi klinis intervensi diet dengan pembatasan konsumsi garam, mencegah asupan cairan berlebih menghindari penggunaan obat golongan NSAID tanpa indikasi mutlak, dan vaksinasi terhadap agen penyebab infeksi saluran pernafasan yang dapat memperburuk status klinis pasien, misalnya vaksinasi pneumococcus dan inlfuenza. Sedangkan terapi mekanik dapat dilakukan dengan pertimbangan khusus dan harus melibatkan tenaga ahli dalam pengambilan keputusan. Karena pada 50% pasien kardiomiopati peripartum biasanya mengalami perbaikan setelah 6 bulan terdiagnosis, sehingga harus dievalusi dengan akurat. Namun pada pasien gagal jantung yang hamil dengan kondisi hemodinamik tidak stabil, harus dilakukan tindakan operasi dengan teknik anastesi epidural dan spinal. Terapi ini mekanik terdiri dari pembedahan, terapi mekanik dan intervensi invasif minimal misalnya pemasangan IABP (Intra Aortic Baloon Counterpulsation) dan LVAD (Left Ventricular Assisst Device) terutama pada pasien dengan kondisi hemodinamik tidak stabil.
Terapi medikamentosa
Prepartum (Amlodipine, hidralazin/nitrat, digoksin, diuretik, beta blocker). Penggunaan obat golongan ACE-I dikontraindikasikan secara absolut pada pasien hamil. Obat golongan ini telah terbukti memiliki efek teratogenik dan berbahaya bagi pertumbuhan serta perkembangan janin dalam kandungan.
Post partum (ACE inhibitor atau angiotensin II receptor blocker, digoksin, diuretik, amlodipin, hidralazin/nitrat, beta blocker). Terapi menggunakan obat golongan ACE-I dapat mulai dilakukan pasca melahirkan dengan perhatian terhadap beberapa agen yang juga disekresikan melalui air susu ibu (ASI) selama periode laktasi; benazepril, captopril, dan enalapril cukup aman.
Terapi farmakologi intravena pada pasien dengan gejala yang berat (idak berespon terhadap terapi oral) dobutamin, dopamine, milrinon, nitroprusid.
Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital berubah pad aktivitas.
Sirkulasi:
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan), Tekanan Nadi ; mungkin sempit., Irama Jantung ; Disritmia., Frekuensi jantung ; Takikardia, Nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi secara inferior ke kiri, Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4 dapat, terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah, Murmur sistolik dan diastolic, Warna ; kebiruan, pucat abu-abu, sianotik, Punggung kuku ; pucat atau sianotik dengan pengisian, kapiler lambat, Hepar ; pembesaran/dapat teraba, Bunyi napas ; krekels, ronkhi, Edema ; mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.
Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan penggunaan diuretic.
Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites) serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
Higiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah tersinggung.
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas dan sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi diri.
Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda :
Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori pernpasan.
Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbui(edema pulmonal), Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar, Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi, warna kulit ; Pucat dan sianosis.
Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus otot, kulit lecet. Interaksi sosial.
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.
Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya : penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
Intervensi dan Rasionalisasi
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan ;
Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
Bunyi ekstra (S3 & S4)
Penurunan keluaran urine
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin kusam
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan
Klien akan : Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung , Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi
Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.
Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi, Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi,
Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.
Kaji bisisng usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Konsul dengan ahli diet.
Rasional : perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem kardiovaskular.Jakarta:Salemba Medika)
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung, September 1996, Hal. 443 – 450
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Price, Sylvia A, et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6. Jakarta: EGC.
Woods,L.Susan.dkk.2000.Cardiac Nursing.Lippincolt:Williams&wilkins