LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA
A. Definisi Penyakit
Pneumonia merupakan suatu peradangan alveoli atau pada parenchyma paru yang terjadi pada anak (Suriadi, 2006). Pneumonia adalah inflamasi atau infeksi pada parenkim paru (Betz, 2002). Pneumonia adalah suatu peradangan paru yang disebabkan oleh bermacam- macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing (Staf FKUI, 2006). Pneumonia adalah bentuk infeksi pernapasan akut bawah. Bila seseorang menderita pneumonia, nanah dan cairan mengisi alveoli dalam paru yang mengganggu penyerapan oksigen, dan membuat sulit bernapas (WHO, 2006). Pneumonia adalah setiap penyakit radang paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau jamur. Bahan kimia atau agen lain bisa menyebabkan paru menjadi meradang. Suatu jenis pneumonia yang terkait dengan influenza kadang-kadang berakibat fatal. Pneumonia berpotensi fatal lainnya dapat dihasilkan dari makanan atau inhalasi cair (pneumonia aspirasi). Hanya mempengaruhi beberapa pneumonia lobus paru (pneumonia lobaris), namun ada juga yang menyebar lebih (bronkopneumonia). Nyeri dada, sputum mukopurulen, dan meludah darah (hemoptisis) adalah tanda-tanda umum dan gejala penyakit. Jika udara di paru digantikan oleh cairan dan puing-puing inflamasi, jaringan paru kehilangan tekstur kenyal dan menjadi bengkak dan membesar (konsolidasi). Konsolidasi berhubungan terutama dengan pneumonia bakteri, bukan pneumonia virus. Pneumocystis carinii pneumonia (PCP) adalah jenis pneumonia erat terkait dengan AIDS. Bukti terbaru menunjukkan bahwa hal itu disebabkan oleh jamur yang berada di dalam atau pada kebanyakan orang (flora normal), tetapi tidak menyebabkan kerugian selama individu tetap sehat. Ketika sistem kekebalan tubuh mulai gagal, organisme ini menjadi menular (oportunistik). Diagnosis bergantung pada pemeriksaan biopsi jaringan paru-paru atau pencucian bronkial (lavage) (Gylys & Wedding, 2009).
Pneumonia adalah suatu proses peradangan di mana terdapat konsolidasi yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat. Pertukaran gas tidak dapat berlangsung pada daerah yang mengalami konsolidasi dan darah dialirkan ke sekitar alveoli yang tidak berfungsi. B. Etiologi
Etiologi pneumonia yaitu bakteri, virus, jamur dan benda asing. Berdasarkan anatomis dari struktur paru yang terkena infeksi, pneumonia dibagi menjadi pneumonia lobaris, pneumonia lobularis (bronkhopneumonia), dan pneumonia intersitialis (bronkiolitis). Bronkhopneumonia merupakan penyakit radang paru yang biasanya didahului dengan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bagian atas dan disertai dengan panas tinggi. Keadaan yang menyebabkan turunnya
daya
tahan
tubuh,
yaitu
aspirasi,
penyakit
menahun,
gizi
kurang/malnutrisi energi protein (MEP), faktor patrogenik seperti trauma pada paru, anestesia, pengobatan dengan antibiotika yang tidak sempurna merupakan faktor yang mempengaruhi terjadinya bronkhopneumonia. Menurut WHO diberbagai negara berkembang Streptococus pneumonia dan Hemophylus influenza merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada dua pertiga dari hasil isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah (Depkes, 2009) Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah merupakan etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak diselidiki patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Anak laki – laki – laki laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak perempuan (Prober, 2009) Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan pneumonia sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat menyebabkan timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini : 1. Bakteri Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis. 2. Virus Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet. Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus. 3. Jamur Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran burung. 4. Protozoa Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS. C. Patofisologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ pa ru. Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel sistem pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru (tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif yang merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae. Kuman pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak, atau masuk ke pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi pneumokokus invasif bias berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian, gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf, hingga kematian. D. Tanda dan Gejala
1. Pneumonia bakteri Gejala awal : - Rinitis ringan - Anoreksia - Gelisah Berlanjut sampai : - Demam - Malaise - Nafas cepat dan dangkal ( 50 – 80 ) - Ekspirasi bebunyi - Lebih dari 5 tahun, sakit kepala dan kedinginan - Kurang dari 2 tahun vomitus dan diare ringan - Leukositosis - Foto thorak pneumonia lobar
2. Pneumonia virus Gejala awal : - Batuk - Rinitis Berkembang sampai - Demam ringan - Batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, - Batuk hebat dan lesu - Emfisema obstruktif - Ronkhi basah - Penurunan leukosit 3. Pneumonia mikoplasma Gejala awal : - Demam - Mengigil - Sakit kepala - Anoreksia - Mialgia Berkembang menjadi : - Rinitis - Sakit tenggorokan - Batuk kering berdarah - Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
5. Data Fokus
1. Wawancara a. Klien Dilakukan dengan menanyakan identitas klien yaitu nama, tanggal lahir, usia, berat badan, tinggi badan. Serta dengan menanyakan riwayat kesehatan dahulu, riwayat kesehatan sekarang, riwayat tumbuh kembang serta riwayat sosial klien b. Orang tua mencakup nama, umur, alamat, pekerjaaan, riwayat kehamilan serta riwayat kesehatan keluarga c. Anamnese Klien biasanya mengalami demam tinggi, batuk, gelisah, rewel, dan sesak nafas. Pada bayi, gejalanya tidak khas, sering sekali tanpa demam dan batuk. Anak kadang mengeluh sakit kepala, nyeri abdomen disertai muntah. 2. Pemeriksaan Fisik Manifestasi klinis yang terjadi akan berbeda- beda berdasarkan kelompok umur tertentu. Pada neonatus sering dijumpai takipneu, reaksi dinding dada, grunting, dan sianosis. Pada bayi-bayi yang lebih tua jarang ditemukan grunting. Gejala yang sering terlihat adalah tapikneu, retraksi, sianosis, batuk, panas, dan iritabel. Pada pra-sekolah, gejala yang sering terjadi adalah demam, batuk (non produktif / produktif), tapikneu, dan dispneu yang ditandai reaksi dinding dada. Pada kelompok anak sekolah dan remaja, dapat dijumpai panas, batuk (non produktif / produktif), nyeri dada, nyeri kepala, dehidrasi dan letargi. Pada semua kelompok umur, akan dijumpai adanya napas cuping hidung. Pada auskultasi, dapat terdengar pernapasan menurun. Fine crackles (ronkhi basah halus) yang khas pada anak besar, bisa juga ditemukan pada bayi. Gejala lain pada anak besar adalah dull (redup) pada perkusi, vokal fremitus menurun, suara nafas menurun, dan terdengar fine crackles (ronkhi basah
halus) didaerah yang terkena. Iritasi pleura akan mengakibatkan nyeri dada, bila berat dada menurun waktu inspirasi, anak berbaring kearah yang sakit dengan kaki fleksi. Rasa sakit dapat menjalar ke leher, bahu dan perut. Pemeriksaan berfokus pada bagian thorak yang mana dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi dan didapatkan hasil sebagai berikut : a. Inspeksi: Perlu diperhatikan adanya tahipne, dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan cuping hidung, distensis abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada saat menarik napas. Batasan takipnea pada anak usia 2 bulan -12 bulan adalah 50 kali / menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada kedalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada akan tampak jelas. b. Palpasi: Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membeasar, fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan (tachichardia) c.
Perkusi: Suara redup pada sisi yang sakit
d. Auskultasi: Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung / mulut bayi. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronkial, egotomi, bronkofoni, kadang-kadang terdengar bising gesek pleura.
3. Pemeriksaan Penunjang Foto rontgen thoraks proyeksi posterior - anterior merupakan dasar diagnosis utama pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi sering kali tidak sesuai dengan gambaran klinis. Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa – apa tetapi gambaran foto thoraks menunjukkan pneumonia berat. Foto thoraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedalan menjadi tiga macam yaitu ; konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air bronchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat pneumococcus atau bakteri lain. Pneumonia intersitisial biasanya karena virus atau Mycoplasma, gambaran berupa corakan bronchovaskular bertambah, peribronchal cuffing dan overaeriation; bila berat terjadi pachyconsolidation karena atelektasis. Gambaran pneumonia karena S aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang diffus, corakan peribronchial yang
bertambah,
dan
tampak
infiltrat
halus
sampai
ke
perifer.
Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan efusi pleural (empiema), sedangkan Mycoplasma akan memberi gambaran berupa infiltrat retikular atau retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. Ketepatan perkiraan etiologi dari gambaran foto thoraks masih dipertanyakan namun para ahli sepakat adanya infiltrat alveolar menunjukan penyebab bakteri sehingga pasien perlu diberi antibiotika. Hasil pemeriksaan leukosit > 15.000/μl dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri. Laju endap darah (LED) dan C reaktif protein juga menunjukkan gambaran tidak khas. Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema (Kittredge, 2000). Pemeriksaan sputum kurang berguna. Biakan darah jarang positif pada 3 – 11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influienzae kemungkinan positif 25 – 95%. Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sensitifitas rendah.
4. Penatalaksanaan 1. Oksigen 1-2 L / menit 2. IVFD (Intra Venous Fluid Drug)/ (pemberian obat melalui intra vena) dekstrose 10 % : NaCl 0,9 % = 3 : 1, + KCL 10 mEq / 500 ml cairan. Jumlah cairan sesuai dengan berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi. 3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai dengan makanan entral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feding drip. 4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan beta agonis untuk memperbaiki transpormukosilier. 5. Koreksi gangguan keseimbangan asam - basa dan elektrolit. 6. Antibiotik sesuai hasil biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia komuniti base: - Ampicilin 100 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian - Kloramfenicol 75 mg / kg BB / hari dalam 4 hari pemberian Untuk kasus pneumonia hospital base : - Sevotaksim 100 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian - Amikasim 10 - 15 mg / kg BB / hari dalam 2 kali pemberian. ( Arif mansjoer, dkk, 2001, Hal 468)
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. PENGKAJIAN
Pengkajian dilakukan dengan melakukan anamnesis pada pasien. Data-data yang dikumpulkan atau dikaji meliputi : A. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi, pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab. B. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit emfisema bervariasi, antara lain: sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekeret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental, merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas. 2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas , batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak secret keluar ketika batuk, secret berwarna kuning kental , merasa cepat lelah ketika melakukan aktivitas. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita penyakit lain seperti TB Paru, DM, Asma, Kanker,Pneumonia dan lain-lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor predisposisi. 4. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat menyebabkan penyakit emfisema.
C. Kebutuhan Bio-Psiko-Sosial-Spiritual
1. Bernafas Pasien
umumnya mengeluh sesak dan kesulitan dalam bernafas karena terdapat
sekret. Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini, meskipun dapat menjadi produktif. Faktor keluarga dan keturunan, misalnya defisiensi alpha 1-antitripsin penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus. Tanda : Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat : fase ekspirasi memanjang dengan mendengkur, nafas bibir. Penggunaan otot bantu pernafasan, misalnya : meninggikan bahu, rekraksi fosa supra klavikula, melebarkan hidung. Dada : Dapat
terlihat
hiperinflasi
dengan peninggian
diameter
AP (bentuk
barrel), atau perbandingan diameter. AP sama dengan diameter bilateral, gerakan diafragma minimal. Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi. Perkusi : Hipersonor pada area paru. Warna : klien dengan emfisema kadang disebut “pink puffer” karena warna kulit normal, meskipun pertukaran gas tidak normal dan frequensi pernafasan cepat. Taktil premitus melemah. 2. Makan dan Minum Observasi seberapa sering pasien makan dan seberapa banyak pasien menghabiskan makanan yang diberikan. Minum seberapa banyak dan seberapa sering pasien minum. 3. Eliminasi Observasi BAB dan BAK pasien, bagaimana BAB atau BAK nya normal atau bermasalah, seperti dalam hal warna feses /urine, seberapa sering, seberapa banyak, cair atau pekat, ada darah tau tidak,dll. 4. Gerak dan Aktivitas Observasi apakah pasien masih mampu bergerak, melakukan aktivitas atau hanya duduk saja(aktivitas terbatas). Biasanya pasien dengan anemia mengalami kelemahan pada tubuhnya akibat kurangnya suplai oksigen ke jaringan tubuh.
5. Istirahat dan tidur Kaji kebutuhan/kebiasaan tidur pasien apakah nyenyak/sering terbangun di sela-sela tidurnya. 6. Kebersihan Diri Kaji bagaimana toiletingnya apakah mampu dilakukan sendiri atau harus dibantu oleh orang lain. Berapa kali pasien mandi ? 7. Pengaturan suhu tubuh Cek suhu tubuh pasien, normal(36°-37°C), pireksia/demam(38°-40°C), hiperpireksia = 40°C< ataupun hipertermi <35,5°C. 8. Rasa Nyaman Observasi adanya keluhan yang mengganggu kenyamanan pasien. Pasien dengan penyakit emfisema biasanya mengalami sesak nafas, batuk, dan nyeri di daerah dada. 9. Rasa Aman Kaji pasien apakah merasa cemas atau gelisah dengan sakitnya. 10. Sosialisasi dan Komunikasi Observasi apakah pasien mampu berkomunikasi dengan keluarganya, seberapa besar dukungan keluarganya. 11. Prestasi dan Produktivitas Prestasi apa yang pernah diraih pasien selama pasien berada di bangku sekolah hingga saat usianya kini. 12. Ibadah Ketahui agama apa yang dianut pasien, kaji berapa kalipasien sembahyang, dll. 13. Rekreasi Observasi apakah sebelumnya pasien sering rekreasi dan sengaja meluangkan waktunya untuk rekreasi. Tujuannya untuk mengetahui teknik yang tepat saat depresi. 14. Pengetahuan atau belajar Seberapa besar keingintahuan pasien untuk mengatasi mual yang dirasakan dan caranya meningkatkan nafsu makannya.Disinilah peran kita untuk memberikan HE yang tepat.
D. Pemeriksaan Fisik
1. Rambut dan hygene kepala Warna rambut hitam, tidak berbau, rambut tumbuh subur, dan kulit kepala bersih. 2. Mata ( kanan/kiri ) Posisi mata simetris, konjungtiva merah muda, skelera putih, dan pupil isokor, dan respon cahaya baik. 3. Hidung Simetris kiri dan kanan, tidak ada pembengkakkan, dan berfungsi dengan baik. 4. Mulut dan tenggorokan Rongga normal, mukosa terlihat pecah-pecah, tonsil tidak ada pembesaran. 5. Telinga Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen, dan pendengaran tidak terganggu. 6. Leher Kelenjer getah bening, sub mandibula, dan sekitar telinga tidak ada pembesaran. 7. Dada/ thorak a. Inspeksi Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernapasan serta penggunaan otot bantu napas. Pada inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest (akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak efektik dan penggunaan otot-otot bantu napas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasi adanya tanda pertama infeksi pernapasan b. Palpasi Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya menurun. c.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diafragma menurun.
d. Auskultasi Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yangf dihasillkan. Klien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi ini terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. 8. Kardiovaskular a. Irama jantung regular; S1,S2 tunggal. b. Nyeri dada ada, biasanya skala 6 dari 10 c. Akral lembab d. Saturasi Hb O2 hipoksia 9. Persyarafan a. Keluhan pusing ada b. Gangguan tidur ada 10. Perkemihan B4 (bladder) a. Kebersihan normal b. Bentuk alat kelamin normal c. Uretra normal 11. Pencernaan a. Anoreksi disertai mual b. Berat badan menurun 12. Muskuloskeletal/integument a. Berkeringat b. Massa otot menurun
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan pola napas Definisi : inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat Berhubungan dengan :
-
Ansietas
-
Posisi tubuh
-
Deformitas tulang
-
Deformitas dinding dada
-
Keletihan
-
Perventilasi
-
Sindrom hipoventilasi
-
Gangguan muskuloskeletal
-
Kerusakan neurologis
-
Imaturitas neurologis
-
Disfungsi neuromuskular
-
Obesitas
- Nyeri -
Keletihan otot pernapasan
-
Cedera medula spinalis
Ditandai dengan :
-
Perubahan kedalaman pernapasan
-
Perubahan ekskursi dada
-
Mengambil posisi tiga titik
-
Bradipnea
-
Penurunan tekanan ekspirasi
-
Penurunan tekanan inspirasi
-
Penurunan ventilasi semenit
-
Penurunan kapasitas vital
-
Dispnea
-
Peningkatan diameter anterior- posterior
-
Pernapasan cuping hidung
-
Ortopnea
-
Fase ekspirasi memanjang
-
Pernapasan bibir
-
Takipnea
-
Penggunaan otot aksesorius untuk pernapasan
2. Gangguan pertukaran gas Definisi : kelebihan atau defisit pada oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membran alveolar-kapiler Berhubungan dengan :
-
Perubahan membran alveolar-kapiler
-
Ventilasi-perfusi
Ditandai dengan
- pH darah arteri abnormal - pH arteri abnormal - pernapasan abnormal (mis, kecepatan, irama,kedalaman,) -
warna kulit abnormal (mis, pucat, kehitaman)
-
Konfusi
-
Sianosis ( pada neonatus saja)
-
Penurunan karbon dioksida
-
Diaforesis
-
Dispnea
-
Sakit kepala saat bangun
-
Hiperkapnea
-
Hipoksemia
-
Hipoksia
-
Iritabilitas
- Napas cuping hidung
-
Gelisah
-
Somnolen
-
Takikardia
-
Gangguan penglihatan
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Berhubungan dengan:
-
Factor biologis
-
Factor ekonomi
-
Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi utrient
-
Ketidakmampuan untuk mencerna makanan
-
Ketidakmampuan menelan makanan
-
Factor psikologis
Ditandai dengan:
-
Kram abdomen
- Nyeri abdomen -
Menghindari makan
-
Merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan
-
Melaporkan perubahan sensasi rasa
-
Melaporkan kurangnya makanan
-
Merasa kenyang segera setelh mengigesti makanan
-
Objektif
-
Tidak tertarik untuk makan
-
Kerapuhan kapiler
-
Diare dan/atau steatore
-
Adanya bukti kekurangan makanan
-
Kehilangan rambut yang berlebihan
-
Bising usus hiperaktif
-
Kurang informasi, malinformasi
-
Kurangnya minat pada makanan
-
Miskonsepsi
-
Konjungtiva dan membrane mukosa pucat
-
Tonus otot buruk
-
Luka, rongga mulut inflamasi
-
Kelemahan otot yang dibutuhkn untuk menelan atau mengunyah
4.
Intoleran Aktivitas
Berhubungan dengan :
-
Kelemahan umum
-
Ketidakseimbangan antara suplai dam kebutuhan oksigen Ditandai dengan
-
Laporan verbal tentang keletihan atau kelemahan
-
Frekuensi jantung atau respons TD terhadap a ktivitas abnormal
-
Rasa tidak nyaman saat bergerak atau dipsnea
-
Perubahan-perubahan EKG mencerminkan iskemia;distrimia
5. Risiko tinggi terhadap infeksi Faktor risiko :
-
Tidak adekuatnya pertahanan utama (penurunan kerja silia, menetapnya sekret)
-
Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, peningkatan pemajanan pada
lingkungan)
-
Proses penyakit kronis
-
Malnutrisi
III. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
a.
Ketidakefektifan pola napas
Intervensi 1) Membandingkan
status
sekarang
dengan
status
sebelumnya
untuk
mendapatkan perubahan dalam status pernapasan. Rasional : Untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien 2) Mengajarkan teknik yang benar untuk menggunakan obat dan peralatan (misalnya menarik nafas, nebulizer, aliran maksimum). Rasional : Agar keluarga dan pasien mengetahui cara menggunakan peralatan dan obat dengan benar. 3) Memantau kecepatan, irama, kedalaman, dan upaya untuk bernapas. Rasional : Untuk mengetahui apakah px masih mengalami kesulitan bernafas 4) Mengamati gerakan dada, termasuk simetri, penggunaan dari otot bantu pernapasan, dan penarikan otot supraclavikular dan intercostals. Rasional : Untuk mengetahui perkembangan penyakit px 5) Memberikan cairan hangat untuk minum, dengan tepat. Rasional : Untuk mengurangi gejala batuk 6) Catat adanya pergerakan dada, lihat pergerakan dada yang asimetris, menggunakan otot bantu dan retraksi otot supraklavikular serta intercosta Rasional : Ketidaksimetrisan pada dada dan penggunaan otot bantu pernapasan pada pasien mengindikasikan adanya gangguan pernapasan 7) Monitor kemampuan pasien untuk batuk efektif Rasional : Batuk efektif dapat membantu mengeluarkan dahak bila ada 8) Memberitahukan tentang diagnosis, pengobatan, dan pengaruh dari gaya hidup. Rasional : Agar px mengetahui penyakitnya, pengobatan yang harus dijalani, penyebabnya agar px dapat mengubah gaya hidupn ya. 9) Membantu dalam mengenal tanda/gejala dari reaksi asthma mendatang dan pelaksanaan dari ketepatan pengukuran respon.
Rasional : Menghindari faktor predisposisi yang dapat meningkatkan gejala asma. 10) Melatih pernapasan /relaksasi. Rasional : Untuk membantu pasien memulai pernapasan secara normal 11) Menentukan dan memperbarui pengobatan asthma,dengan tepat. Rasional : Memberikan pengobatan yang tepat sesuai perkembangan penyakit pasien 12) Monitor RR, irama, kedalaman, dan usaha respirasi Rasional : Untuk mengetahui frekuensi pernafasan sudah normal apa belum 13) Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan Rasional : Untuk mengetahui ada kelainan pada saluran pernapasan 14) Monitor tingkat kegelisahan, kecemasan Rasional : Kecemasan dan kegelisahan dapat memacu terjadinya sesak b. Gangguan pertukaran gas berhubungan Intervensi 1) Kaji frequensi kedalaman pernafasan catat penggunaan otot bantu nafas, nafas bibir. Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan/atau kronisnya proses penyakit. 2) Kaji/awasi secara rutin warna kulit dan membran mokusa. Rasional : Sianosis mungkin perifer atau sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia. 3) Tinggikan kepala bantu klien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas,
dorong
nafas
dalam perlahan atau nafas
bibir
sesuai
kebutuhan individu. Rasional : Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi duduk
tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas dan kerja nafas. 4) Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara atau bunyi abnormal.
Rasional : Bunyi nafas mungkin redup karena penurunan aliran udara. Adanya mengindikasi spasme bronkus/tertahannya sekret. 5) Awasi tingkat kesadaran/status mental. Rasional : Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum pada hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/samnolen menunjukkan disfungsi serebral yang berhubungan dengan hipoksemia. 6) Palpasi fremitus. Rasional : Penurunan
getaran
fibrasi
diduga
adanya pengumpulan
cairan atau udara terjebak. 7) Evaluasi tingkat toleransi aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan kalem. Batasi aktivitas pasien atau dorong untuk tidur/istirahat di kursi selama fase akut. Mungkinkan pasien melakukan aktivitas secara bertahap dan tingkatkan toleransi sesuai aktivitas individu Rasional : selama distres pernapasan berat/akut/refraktori pasien secara total tak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksia dan dispnea. Istirahat diselingi aktivitas perawatan masih penting dari program pengobatan. Namun, program latihan ditujukan untuk meningkatkan ketahanan dan kekuatan tanpa menyebabkan dispnea berat, dan dapat meningkatkan rasa sehat. 8) Awasi GDA. Rasional : PaCO2
biasanya
meningkat
dan
PaO2 secara
umum
menurun, sehingga hipoksemia terjadi dengan derajat lebih besar atau lebih kecil. 9) Berikan O2 tambahan yang sesuai dengan indikasi
hasil GDA dan
toleransi pasien. Rasional : Dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. 10) Bantu intubasi Rasional : Terjadinya/kegagalan nafas yang akan datang memerlukan upaya tindakan penyelamatan hidup.
c. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Intervensi : 1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan, catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan. Rasional :Pasien distres pernafasan
akut
sering
anoreksia
karena
dispneu, produksi sputum dan obat, selain itu banyak klien PPOM mempunyai kebiasaan makan buruk. Orang yang mengalami emfisema sering kurus dengan perototan kurang. 2) Auskultasi bunyi bising usus. Rasional : Penurunan/hipoaktif bising usus menunjukkan mobilitas gaster dan konstipasi (komplikasi umum) yang berhubungan dengan pilihan makan yang buruk, penurunan aktivitas dan hipoksemia. 3) Berikan perawatan oral sering, buang sekret. Rasional :Rasa tak enak bau dan penampilan adalah pencegah utama terhadap nafsu makan dan dapat membuat mual dan muntah dengan peningkatan kesulitan nafas. 4)
Dorong periode istirahat selama 1 jam sebelum dan sesudah makan.
Berikan makanan posisi kecil tapi sering. Rasional : Membantu
menurunkan kelemahan
selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatan masukan kalori total. 5) Hindari makanan yang sangat panas atau sangat dingin. Rasional : Suhu ekstrim dapat mencetuskan/meningkatkan spasme batuk. 6)
Konsul ahli gizi/nutrisi untuk memberikan makanan yang mudah
dicerna, secara nutrisi seimbang. Rasional :Metode
makan
dan
kebutuhan
kalori
berdasarkan
pada
situasi/kebutuhan individu untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya klien/penggunaan energi. 7)
Kaji
pemeriksaan
sesuai indikasi.
laboratorium.
Berikan
vitamin/mineral/ elektolit
Rasional : Mengevaluasi/mengatasi
kekurangan
dan
keefektifan
tetap
nutrisi. 8) Beri O2 tambahan selama makan sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan dispneu dan meningkatkan energi untuk makan. d. Resiko tinggi terhadap infeksi Intervensi 1) Awasi secara ketat suhu tubuh pasien. Rasional : Demam dapat terjadi karena adanya infeksi. 2) Kaji pentingnya latihan nafas, batuk efektif, perubahan posisi sering dan masukan cairan adekuat. Rasional : Aktivitas diatas dapat meningkatkan mobilitas dan pengeluaran sekret untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi paru. 3) Observasi warna, karakter, bau sputum. Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru. 4) Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat. Rasional : Menurunkan memperbaiki pertahanan
konsumsi/kebutuhan klien
terhadap
keseimbangan oksigen dan infeksi
meningkatkan
penyembuhan. 5) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat. Rasional : Malnutrisi
dapat mempengaruhi
kesehatan
umum dan
menurunkan tahanan terhadap infeksi. 6)
Dapatkan spesimen sputum dengan batuk atau penghisapan untuk
pewarnaan kuman, gram, kultur sensitivitas. Rasional : Dilakukan
untuk mengidentifikasi organisme penyebab
dan
kerentanan terhadap berbagai anti mikrobial. 7) Berikan antimikrobial/antibiotik sesuai indikasi. Rasional : Dapat diberikan pada organisme khusus yang terindentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau diberikan secara profilatik karena resiko tinggi.
e.
Intoleransi aktivitas
Intervensi 1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen : merokok, suhu yang ekstrim, stres. Rasional :Merokok suhu ekstrim, dan stress menyebabkan vasokontriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan oksigen. 2) Secara bertahap tingkatkan aktivitas harian sesuai peningkatan toleransi klien. Rasional : Mempertahankan pernafasan lambat sedang dari latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi pernafasan. 3) Pertahankan terapi oksigen tambahan, sesuai kebutuhan. Rasional : Oksigen
tambahan
meningkatkan
kadar
oksigen
yang
bersirkulasi dan memperbaiki toleransi aktivitas. 4) Berikan dukungan emosional dan semangat. Rasional : Rasa
takut
peningkatan aktivitas.
terhadap kesulitan bernafas
dapat menghambat
DAFTAR PUSTAKA
A.Gylys B, Wedding ME. (2009). Medical Terminology Systems A Body System Approach. Philadelpia: F.A. Davis Company. Behram, Kleigman, Alvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC Betz, Sowden. (2002) Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta: EGC Bukchech, Gloria, et al (2012). Nursing International Classification. Lowa : Mosby Carpenito. (2008). Ilmu Keperawatan Anak Edisi 3. Jakarta :EGC Depkes. (2009). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Laporan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia Publishing. Jhonson, Marion. (2012). Outcome project Nursing Clasification NOC. St Louis Missouri : Mosby Kittredge M.(2000 ) The Respiratory System. Philadelphia: Chelsea House Publishers. Ngastiyah. (2005). Perawatan Anak Sakit: Edisi 2. Jakarta: EGC. Riyadi S, Suharsono. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak Sakit . Yogyakarta: Gosyen Staf Pengajar FKUI. (2006) Ilmu Kesehatan Anak , Buku Kuliah 3. Jakarta: Infomedika Suriadi, Rita. (2006). Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Jakarta : Penebar Swada WHO, UNICEF (2006). Pneumonia: The forgotten killer of children. Geneva: WHO Press Wiley, NANDA International. (2012). Nursing Diagnostig : Defenition and Clasification 2012-2014. Jakarta : ECG