STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL ICU – CCU- HCU
RSUP Dr. KARIADI
RSUP Dr. KARIADI / FK UNDIP SEMARANG 2012
Semarang, 10 Oktober 2012
Kepada Yth : Direktur RSUP Dr. Kariadi Semarang Di tempat
Perihal
: Pengesahan protap PGD
Lampiran
: 1 (satu) berkas
Dengan hormat, Dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan penderita kritis, kami telah menyusun Standar Prosedur Operasional Pelayanan Medik untuk bagian ICU-CCU-HCU sebagai standar baku pelayanan penderita di ruang intensif. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon legitimasi dari Rumah Sakit atas Standar Operasional Prosedur yang terlampir. Demikian untuk dijadikan periksa dan atas izin Bapak, kami mengucapkan terimakasih.
Hormat kami, Ka. Instalasi Rawat Intensif
( Dr.Jati Listiyanto Pujo,Sp.An, KIC ) NIP : 130 516 880
DAFTAR ISI 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PEMENERIMAAN PASIEN BARU No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Menerima pasien baru berasal dari UGD, Poliklinik, Paviliun Garuda, dan Ruangan Memberikan pelayanan keperawatan pada pasien kritis yang sesuai dengan indikasi medis Pasien mem Tempat tidur siap pakai Humidifier Oksigen Kanul Oksigen Masker Oksigen Standar infus Bed side monitor Ventilator dan Trolly Emergency bila diperlukan 1. 2.
3. 4.
5.
6.
7.
8.
Sebelum pasien masuk ICU/ CCU Dokter pengirim terlebih dahulu konsul ke Dokter ICU/ CCU, apakah ada/ tidak indikasi rawat ICU/ CCU Dokter ICU/ CCU menginformasikan pada perawat ICU/ CCU tentang pasien yang akan masuk Diagnosa Kalau memakai ventilator, tanyakan BB pasien Perawat pengirim menginformasikan kepada pasien/ keluarga tentang biaya di ICU/ CCU Perawat pengirim menginformasikan kepada perawat ICU/ CCU tentang pasien Tanggungan Askes/ SKTM/ JPS Klas perawatan Persiapan Kamar/ Tempat tidur sesuai dengan kelas perawatan Alat monitor EKG Bed sid beserta aksesorinya ( termometer, tensimeter, saturasi O2/ humidifier dan kanul oksigen, perawat EKG) Ventilator bila diperlukan Catatan medis Pindahkan pasien ke tempat tidur yang telah disiapkan, atur posisi tidur kondisi pasien Pasang O2, monitor EKG Bed Sid, termometer, tensimeter, saturasi O2, Pasang ventilator bila diperlukan. Menerima operan dengan perawat pengirim tentang : Obat yang telah diberikan Obat yang dibawa Catatan medik, foto thoraks bila ada Kartu mondok Pengkajian
9.
Unit Terkait
Jelaskan pada keluarga pasien tentang peraturan – peraturan RS: Penunggu pasien/ kartu merah Jam berkunjung ke pasien Makanan yang boleh di bawa untuk pasien Pasien/ jas pengunjung Hak dan kewajiban pasien ICU/ CCU – PICU / NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR PENERIMAAN PASIEN BARU PASCA BEDAH JANTUNG No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Penanganan pasien dengan penyakit jantung setelah dilakukan bedah jantung Dapat meningkatkan fungsi jantung melalui koreksi bedah jantung Mempermudah/ mempercepat penanganan perawatan pasien Mempersingkat perawatan di ruang ICU a.
b. c. d. e. f. g. h.
i.
j. k. l. Standar Pasien
Tempat tidur khusus dan lengkap, ditambah 1 buah handuk besar ( untuk kepala ) Selimut tebal 1 buah Mesin penghangat Standar infus 2 buah menempel ditempat tidur bagian kepala Syring pump 2 buah Water Seal Drainage ( WSD ) Bed Side Monitor lengkap Suction, terdiri dari : Stetoskop 1 buah. Standar infus mobile 2 buah Papan observasi dan formulirnya : Flow sheet untuk observasi 1 buah Format untuk intruksi dokter ( CM 4 ) Format pemeriksaan laboratorium ( Hematologi, Kimia Klinik I, II, III ) masing – masing 1 lembar Format pemeriksaan rongent foto 1 buah Format untuk menempel rekaman EKG 1 meja untuk alat suction dan laborat Suction dalam ukuran nomor 10 sebanyak 5 buah Koom steril 1 buah NaCl botol 1 buah 1 botol EDTA untuk pemeriksaan hematologi 1 botol citras untuk pemeriksaan faktor pembekuan 1 botol kosong untuk pemeriksaan kimia darah. Spuit 1 cc untuk pemeriksaan BGA Spuit 5 cc untuk aspirasi samppel darah Spuit 10 cc untuk pengambilan darah Heparin 1 buah Slang Water Pass untuk Zero 1 rool penyambung listrik 1 buah respirator ( ventilator )
Prosedur
Unit Terkait
-
Surat penerimaan pasien baru dari kamar operasi harus 2 orang perawat Perawat pertama berdiri sebelah kanan Segera kaji pasien warna kulit dan pengembangan dada Sambungkan ETT ke ventilator yang telah diset Observasi gerakan dada, bunyi nafas dikedua paru Kaji tingkat kesadaran ( bila sadar katakan operasi telah selesai dan pasien berada di ICU Mengosongkan kantong urine Serah terima dengan perawat OK. Perawat kedua berdiri di sebelah kiri pasien Kaji irama jantung Bersama perawat Ok memasang sistem monitor, lakukan Zero dan kalibrasi Hubungkan low suction dada dengan WSD dengan tekanan 20 cm H2O. Mengecek dosis obat yang diberikan bersama perawat OK. Semua telah termonitor, catat semua parameter yang ada. Beri label/ nama pada semua line Kaji kepatensian tubing yang terpasang Setelah 30 menit ventilator terpasang cek laboratorium Diagnosis HB, HT ADTT, TT, PTT Albumin, Ureum Creatin, CK, CKMB EKG lengkap 12 lead ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENILAI TINGKAT KESADARAN MENGGUNAKAN “ GLASGOW COMA SCALE “ ( GCS ) No. Dokumen No. Revisi Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Menilai tingkat kesadaran secara kuantitatif Mengetahui tingkat kesadaran Formulir GCS Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan dilakukan. Mengobservasi skala Glasgow, coma pasien berdasarkan respon pasien terhadap rangsangan komando verbal dan rasa nyeri meliputi: 1. Respons membuka mata : 1) Tidak membuka mata sama sekali meskipun ada rangsang verbal/ nyeri 2) Membuka mata bila ada rangsangan nyeri 3) Membuka mata bila dikomando/ suara 4) Spontan membuka mata tanpa rangsangan 2. Respons verbal : 1) Tidak ada respons 2) Menjawab dengan kata yang tidak dimengerti 3) Menjawab dengan tidak tepat 4) Menjawab pertanyaan dengan kacau 5) Orientasi baik pasien dapat menjawab pertanyaan dengan baik dan benar 3. Respons motorik 1) Tidak ada respons 2) Extensi 3) Dapat fleksi abnormal 4) Dapat menghindar dari rasa nyeri 5) Dapat melokalisir rasa nyeri 6) Dapat menggerakkan ekstremitas sesuai komando Menghitung nilai Glasgow coma scale : 1. Nilai maksimal = respons membuka mata + responrs verbal + Respon motorik : 15 2. Nilai minimal = Respons membuka mata + Respons verbal + Respon motorik 3 ICU/ CCU/HCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR TEKNIK PEMASANGAN MONITOR No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien
Prosedur 1. Posisi Pemasangan Lead
2. Problem
Gambaran EKG Dilayar Monitor
Unit Terkait
Untuk memonitor hantaran listrik dari otot – otot jantung secara terus menerus, sehingga akan dapat diketahui dengan cepat bila terdapat kelainan terutama gangguan irama ( Arytmia ) 1. 2. 3. 4. 1.
EKG monitor yang telah siap pakai Elektroda 3 buah ( merah, hitam, kuning ) Jelly EKG/ kapas basah Plester/ Micropor Memberitahu pada penderita tentang kegunaan dari pemasangan alat EKG monitor, bila pasien sadar. 2. Bersihkan daerah tempat pemasangan elektroda, bila perlu dicukur dan dibersihkan dengan kapas alkohol Elektroda direkatkan di daerah dada setelah diberikan jelly/ kapas basah sebagai penghantar arus dengan posisi kabel mengarah ke mesin EKG. Serta letak lead sebagai berikut : 1. Elektroda warna merah Posisinya diatas V 5 ( diatas intercosta 4 kanan ) 2. Elektroda warna kuning Posisinya diatas V 5 ( diatas intercosta 5 kiri ) 3. Elektroda warna hitam/ hijau Posisinya sejajar dengan elektroda warna merah, pada intercosta sebelah kiri ( fungsinya sebgaai ground (n) Setelah elektroda terpasang mesin EKG dihidupkan dan gambaran akan terlihat dilayar EKG. Set alarm dengan batasan paling bawah nadi 60x/ menit dan batasan nadi maksimal 100x/ menit. 1. Gambaran tidak jelas Disebabkan oleh intensitas cahaya terlalu tinggi/ rendah, kurang bersih tempat pemasangan elektroda. 2. Gambaran tidak stabil/ naik turun - Pasien gelisah/ bergerak – gerak - Viksasi elektroda tidak baik/ tidak kuat 3. Gambaran bergetar/ tebal - System arde/ ground tidak berfungsi dengan baik - Ada elektronik yang terpasang dengan berdekatan - Kemungkinan jelly kering ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR TEKNIK PENGAMBILAN EKG 12 LEAD No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Suatu pencatatan grafis dari potensial listrik yang ditimbulkan pada waktu jantung mengadakan kontraksi – mekanis. 1.
Mesin EKG lengkap dengan Elektroda untuk daerah ekstrimitas 4 buah ( merah, kuning, hitam, hijau ) - Elektroda untuk daerah dada/ Precardial 6 buah ( No. 1-6 ) Jelly EKG/ Kontak paper/ kapas basah Pasien diberitahu tentang guna dari perekaman EKG tersebut Pasien dibaringkan ditempat tidur, pasien harus dalam posisi tenang dan semua otot dilemaskan. Daerah tempat pemasangan elektroda diberikan terlebih dahulu bila perlu dicukur Beri tanda lokasi tempat pemasangan Lead Precardial Standar Lead/ Ekstremity Lead - Elektroda warna merah dipasang pada lengan kanan - Elektroda warna kuning dipasang pada lengan kiri - Elektroda warna hitam dipasang pada tungkai kanan - Elektroda warna hijau dipasang pada tungkai kiri Precardial Lead - V1 pada intercosa 4 kanan, mendekati stemum - V2 sejajar dengan V1 intercosa sebelah kiri - V3 pertengahan antara V2 dan V1, V4 pada intercosa 5 kiri, memotong garis med Clavicula - V5 pada bagian anterior axilla, sejajar dengan V4 - V6 pada bagian med axilla, sejajar dengan V5 Pada daerah extrimitas yang akan dipasang elektroda diberi kontak paper/ kapas basah Pada daerah dada tempat pemasangan elektroda setelah dibersihkan lalu diberi jelly EKG secukupnya. Setelah electroda terpasang semua mesin EKG dihidupkan kemudian dilakukan kalibrasi sehingga memberikan gambar gelombang setinggi 1 milli Volt/ 10 kotak ke atas. Demikian pula setelah selesai perekaman harus dilakukan kalibrasi sehingga dapat diketahui bahwa besarnya gambaran sesuai dengan kriterianya. Standarisasi pacuan/ amplitudo = 1 milli Volt ( 10 mm ) Kabel arde ( ground ) dipasang pada lantai/ isis dari tempat tidur yang terbuat dari besi ( berhubungan dengan tanah ) Untuk setiap lead dibuat/ direkam 3-4 komplek, kecuali ada arytmia dapat direkam lebih panjang lagi Filter dipergunakan bila gambaran terlalu tebal -
2.
Standar Pasien
1. 2. 3.
Prosedur 1. Lokasi pemasangan Lead/ Elektroda
4. 1.
2.
2. Cara Perekaman EKG
1. 2. 3.
4. 5. 6. 7.
Unit Terkait
8. Alat posisi stop bila mengganti/ merobah daerah perekaman 9. Buat nama, umur, tanggal, jam pengambilan/ perekaman pada kertas hasil rekaman EKG 10. Setelah selesai melakukan perekaman bersihkan elektroda dari sisa – sisa Jelly EKG 11. Alat – alat EKG dirapikan kembali untuk setiap saat dapat digunakan dan sebaiknya semua kabel disimpan dalam keadaan tergantung ( tidak tertekuk ) ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR TROLLEY EMERGENCY No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien
Prosedur Unit Terkait
Meja yang berisi obat, cairan dan alat untuk tindakan kegawatdaruratan 1. Untuk tindakan penyelamatan jiwa pasien 2. Memudahkan cara kerja Meja minimal 3 susun Meja atas berisikan : Obat – obat emergency Alat – alat tindakan invasif Stetoskop Kapal alkohol Plester Baterey Bak spuit Sarung tangan Meja tengah berisikan : Alat – alat intubasi Alat terapi oksigen Bengkok Meja bawah berisikan : Cairan koloid Cairan kristaloid 1. Pasien gagal nafas 2. Pasien henti jantung 3. Pasien gangguan irama jantung ( VT, SVT, VF, dll ) yang membahayakan jiwa pasien Apabila pada pasien terjadi hal – hal seperti diatas ( standar pasien ) maka trolley emergency segera dibawa mendekat ke pasien untuk memudahkan tindkaan kegawat daruratan. ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien
Prosedur
Pemasangan kateter vena pada pembuluh darah vena besar yang digunakan atas indikasi tertentu 1. Memantau kebutuhan cairan 2. j kontraindikasi:infeksi pada kulit diatas vena yang dituju trombosis vena yang dituju fraktur atau curiga fraktur klavikula atau proksimal costa sisi vena yang dituju gangguan koagulasi 4. Pasien gagal nafas 5. Pasien henti jantung 6. Pasien gangguan irama jantung ( VT, SVT, VF, dll ) yang membahayakan jiwa pasien Persiapan alat: Operator menggunakan baju operasi, penutup kepala, sarung tangan dan pelindung wajah steril Lidocain 1% Kassa steril Syring –non Luer lock Skalpel Dilator Jarum Guide wire Saline pembilas Kateter vena sentral dengan ukuran sesuai Benang jahit Persiapan pasien: Posisikan pasien tredelenburg 10-15⁰ untuk melebarkan vena dan mengurangi resiko emboli udara Palingkan wajah penderita menjauhi vena yang dituju Tempatkan bantalan kain dibawah bahu vena yang dituju agar klavikula lebih menonjol Identifikasi vena subklavia: Vena subklavia terletak di sepertiga tengah klavikula Prosedur tindakan: Terlebih dahulu lakukan informed consent tindakan pada pasien (bila memungkinkan) dan keluarga pasien. Bila pasien sadar, jelaskan bahwa wajahnya akan ditutupi doek steril namun pernapasannya tidak akan terganggu Desinfeksi daerah tindakan selama 60 detik Isi lumen kateter dengan salin untuk mengecek kelancaran lumen Lepaskan penutup pada port dimana guide wire akan keluar nantinya
Infiltrasi kulit dengan lidokaine 1% Capailah daerah yang dituju dengan jarum yang membentuk 30⁰ terhadap kulit dan sumbu panjang jarum diarahkan ke arah sternal notch Tusuklah kulit tepat dilateral sepertiga tengah klavikula teruskan kearah sternal notch dengan jarum berjalan tepat di bawah klavikula Umumnya vena dapat dicapai dengan mudah tepat dibawah klavikula Seorang asisten harus memantau monitor EKG untuk memperhatikan adanya tanda-tanda aritmia selama memasukkan guide wire, adanya aritmia menunjukkan guide wire telah mencapai jantung dan bila terjadi aritmia tarik guide wire sampai aritmia hilang. Setelah guide wire dimasukkan, tarik jarum dengan guide wire tetap ditempatnya Dengan menggunakan skalpel buatlah insisi kecil disuperfisial ujung guide wire untuk memepermudah memasukkan dilator Masukkan dilator melalui guide wire dengan cara memegang ujung dilator sambil memutar masuk Lepas dilator, apabila terjadi perdarahan atasi dengan kassa tekan dan tetap mempertahankan posisi guide wire Pasang kateter pada guide wire dengan tangan tangan satunya tetap mempertahankan guide wire pada posisinya. Unit Terkait
ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PEDOMAN RESUSITASI JANTUNG PARU
No. Dokumen
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
Resusitasi jantung paru adalah prosedur darurat yang dilakukan dalam upaya untuk mempertahankan fungsi otak secara manual sampai tindakan lebih lanjut yang diambil untuk mengembalikan sirkulasi darah dan pernapasan secara spontan pada pasien henti jantung
Tujuan
Mempertahankan fungsi otak serta mengembalikan sirkulasi darah dan pernapasan secara spontan
Kebijakan Prosedur
Tidak ada respon dengan tidak bernapas atau napas tidak normal (hanya gasping)
Aktifkan respon darurat
Cari defibrilator
(cari pertolongan)
Mulai Resusitasi Jantung Paru Cek irama jantung. Beri kejut listrik bila indikasi. Cek ulang tiap 2 menit
1. Segera kenali indikasi RJP yaitu pasien tidak ada respon dengan tidak bernapas ataunapas tidak normal 2.Aktifkan respon darurat dengan mencari bantuan dan defibrilator 3. Letakkan pasien diatas alas rata dan keras 4. Cek ada tidaknya pulsasi karotis paling lama 10 detik. 5. Lakukan pijat jantung diikuti bantuan napas 6. Rasio RJP adalah 30:2 pada pasien dewasa (1 atau 2 penolong). Sedang pada bayi dan anak rasio 30:2 (1 penolong) dan 15:2 (2 penolong) 7. Kecepatan pijat minimal 100 x/menit dengan kedalaman minimal 2 inch (5 cm) pada dewasa dan sekitar 1,5 inch (4cm) pada bayi 8. bila defibrilator datang, cek irama jantung. Beri kejut listrik bila ada Indikasi. 9. Evaluasi irama jantung dan pernapasan setiap 2 menit
Unit Terkait
ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK TINDAKAN DC SHOCK No. Dokumen No. Revisi Halaman Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien
Prosedur
Unit Terkait
DC Shock adalah suatu alat elektrik untuk memberikan arus listrik searah otot jantung baik secara langsung maupun melalui dinding dada. Menghilangkan spesifik artmia atau ventrikel fibrilasi Alat dalam keadaan lengkap dan siap pakai terdiri dari : 1. Defibrilator 2. EKG Monitor 3. Jelly EKG 4. Terapi Oksigen 5. Set resusitasi jantung paru. Trolly Emergensi 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan 2. Posisi pasien diatur telentang datar dengan kepala lebih rendah dari badan 1. Nyalakan defibrilator 2. Tentukan energi yang diperlukan dengancara memutar atau menggeser tombol energi 3. Padle diberi jelly secukupnya 4. Letakkan padle dengan posisi padle apeks diletakkan pada apeks jantung dan padle sternum diletakkan pada garis sternal kanan dibawah klavikula. 5. Charge energi/ tunggu sampai energi terisi penuh, untuk mengetahui energi sudah penuh, banyak macamnya tergantung dari defibrilator yang dipakai, ada yang memberi tanda dengan menunjukkan angka double yang diset, ada pula yang memberi tanda dengan bunyi bahkan ada juga yang memberi tanda dengan nyala lampu. 6. Jika energi sudah penuh, beri aba-aba dengan suara keras dan jelas agar tidak ada lagi anggota tim yang masih ada kontak dengan pasien atau korban, termasuk juga yang mengoperatorkan defibrilator, sebagai contoh DEFIBRILASI SIAP!!!! 7. Kaji ulang layar defibrilator terhadap : apakah gambaran masih VF/ VT tanda nadi, apakah energi sesuai dengan yang diset, dan apakah modus yang dipakai adalah asinkron, jika semua benar, berikan energi tersebut dengan cara menekan kedua tombol dischafe pada kedua padle sambil menekan kedua padle kira – kira 10 kg. 8. Kaji ulang apakah tindakan kedua atau ketiga diperlukan, jika diperlukan lakukan segera seperti urutan diatas denagn cepat dan padle jangan diangkat dari dada pasien kecuali ada perubahan gambaran EKG. ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MEMBERIKAN TERAPI OKSIGEN No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat, sesuai kebutuhan. Memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Standar Pasien Prosedur
1.
2.
Pipa Oropharing ( Guedel ) Kateter nasal/ hidung Pipa Nasopharing Kanule Binasal Sungkup muka dengan selang oksigen ( masker oksigen ) Sungkup muka “ Rebreathing “ dengan kantong O2 ( Partial Rebreating ) Sungkup muka “ Non Rebreathing dengan kantong O2” Sungkup muka Venturi ( Ventury mask ) Sungkup muka Derosol Pipa Oropharing ( Guedel ) a. Alat – alat yang diperlukan 1. Pipa oropharing ( Guedel ) 2. Spatel lidah b. Cara pemasangan 1. Hnya dimasukkan bila mandibula agak lemas dan pasien tidak sadar 2. Buka mulut dengan paksa dan tekan lidah dengan spatel dan dimasukkan pipa ( guedel ) dengan lengkungan menghadap kelangit – langit kemudian putar 180 derajat tanpa mendorong lidah kebelakang Katering nasal/ hidung a. Alat – alat yang diperlukan b. Cara pemasangan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 2. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi 3. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi 4. Untuk memperkirakan dalam Kateter ukur jarak antara lubang hidung sampai ke ujung telinga. 5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan 6. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan 7. Beri pelican atau jelly pada ujung nasal Kateter 8. Masukkan Kateter melalui lubang hidung ke nasopharing sebatas ukuran yang telah ditentukan 9. Gunakan plester untuk fiksasi Kateter, antara bibir atas dan lubang hidung. 10. Aliran oksigen sesuai yang diinginkan ( aliran maksimal
3.
4.
5.
6.
6 liter/ menit ). Pipa Nasopharing a. Alat – alat yang diperlukan 1. Pipa Nasopharing 2. Jelly b. Cara pemasangan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 2. Beri pelican ( Jelly ) pada ujung pipa 3. Masukkan ke lubang hidung yang paten sampai ujungnya berada di hipopharings ( ditandai aliran udara yang lancar ) Kanule Binasal a. Alat – alat yang diperlukan 1. Kanul binasal 2. Jelly 3. Sumber Oksigen dengan humidifier b. Cara pemasangan 1. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 2. Terangkan prosedur pada pasien 3. Hubungkan kanul dengan selang oksigen ke humidifier dengan aliran O2 yang rendah. Beri pelican ( Jelly ) pada kedua ujung kanul dan masukkan kedua ujung kanul ke dalam lubang hidung. 4. Fiksasi selang Oksigen 5. Aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan 6. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan Sungkup muka dengan selang oksigen ( Masker oksigen ) a. Alat - alat yang diperlukan 1. Sungkup muka selang Oksigen 2. Critikal O2 dengan Humidifier b. Cara pemasangan 1. Terangkan prosedur pada pasien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Membebaskan jalan nafas dengan mengisap sekresi 4. Atur posisi pasien 5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan Oksigen 6. Atur tali pengikat sungkup menutup rapat dan nyaman jika perlu dengan kain kassa pada daerah yang tertekan. 7. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit 8. Atur aliran O2 sesuai dengan yang diinginkan. Terapi O2 dengan masker oksigen mempunyai efektifitas aliran 5-8 liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl )2 ) yang didapat 40-60% Sungkup muka “ Non Rebreathing dengan Kantong O2 a. Alat – alat yang diperlukan 1. Sungkup muka “ Non Rebreating “ 2. Sentral O2 deng humidifier 3. Kain Kasa b. Cara pemasangan 1. Terangkan prosedur pada pasien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi 4. Atur posisi pasien
7.
8.
5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan Oksigen sesuai dengan kebutuhan 6. Mengatur aliran Oksigen sesuai kebutuhan, terapi O2 dengan rebretaing mask mempunyai efektifitasaliran 615 liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl O2 ) 55-90% 7. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir 8. Memasang nono rebreathing mask pada daerah lubang hidung dan mulut 9. Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga. 10. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit. Sungkup muka “ Rebreathing “ dengan kantong O2 ( Partial Rebreathing ) a. Alat – alat yang diperlukan 1. Sungkup muka “ Rebreathing “ 2. Sentral O2 dengan humidifier 3. Kain kasa b. Cara pemasangan 1. Terangkan prosedur pada pasien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi 4. Atur posisi pasien 5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan 6. Mengatur aliran – aliran Oksigen sesuai dengan kebutuhan, terapi O2 dengan rebreating O2 ( FlO2 ) 35 – 60% serta dapat meningkatkan nilai Pa CO2 7. Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Sesuai dengan aliran O2, kantong akan terisi aktu ekspirasi dan hampir kuncup waktu inspirasi 8. Mengikat tali masker O2 dibelakang kepala melewati bagian atas telinga 9. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit Sungkup muka venturi ( Ventury Mask ) a. Alat – alat yang diperlukan 1. Ventury mask 2. Sentral O2 dengan humidifier 3. Kain kasa b. Cara pemasangan 1. Terangkan prosedur pada pasien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi 4. Atur posisi pasien 5. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai dengan kebutuhan 6. Mengatur aliran Oksigen sesuai kebutuhgan terapi O2 dengan masker ventury mempunyai efektifitas aliran 215 liter/ menit dengan konsentrasi O2 ( Fl O2 ) 24 –
Unit Terkait
60% Contoh Ventury mask merk Hudson - Biru 2 liter/ menit ( 24%) - Putih 4 liter/ menit ( 28% ) - Orange 6 liter/ menit ( 31% ) - Kuning 8 liter/ menit ( 35% ) - Merah 10 liter/ menit ( 40% ) - Hijau 15 liter/ meniut ( 60% ) 7. Memasang ventury mask pada daerah lubang hidung dna mulut 8. Mengikat tali ventury mask dibelakang kepala melewati bagian atas telinga 9. Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah iritasi kulit 9. Sungkup Muka Derosol a. Alat – alat yang diperlukan 1. Alat – alat yang diperlukan 2. Sungkup muka derosol 3. Sentral O2 dengan humidifier 4. Kain kasa b. Cara pemasangan 1. Terangkan prosedur pada pasien 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan 3. Hubungkan selang O2 pada humidifier dengan aliran rendah. 4. Setelah sungkup dihubungkan dengan nebulizer atur aliran O2 sebesar 10 liter/ menit 5. Aliran O2 diatur sesuai dengan kebutuhan pasien, uap hendaknya selalu terlihat ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENGUKUR TIDAL VOLUME No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Mengukur tidak volume adalah tindakan untuk mengukur jumlah udara yang masuk ke dalam paru dalam satu siklus pernafasan 1. Menegtahui kapasitas paru 2. Menentukan apakah pasien memerlukan penggunaan ventilator 1. 2. 3. 4.
Spirometer lengkap dengan konektor Cuff inflator pada pasien denga ETT Set penghisap sekresi lengkap dan siap pakai Sungkup muka atau mouth piece pada pasien yang bernafas spontan 5. Tisu 6. Bengkok 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan 2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan 1. Pada pasien dengan napas spontan a. Menghubungkan spirometer dengan mouth piece pasien, dan kemudian mengukur Tidal Volume pasien untuk beberapa kali bernafas. b. Melepaskan spiro dari pasien c. Mencatat hasil pengukuran TV 2. Pada pasien dengan memakai ETT/ ventilator a. Melakukan penghisapan sekresi b. Menghubungkan spirometer ke ETT, kemudian membaca TV pasien untuk beberapa kali bernafas c. Melepaskan spirometer dari ETT dan segera hubungkan kembali dengan set T. Piece/ ventilator d. Mencatat hasil TV. ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR TEKNIK PEMASANGAN INTUBASI No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Melakukan pipa udara napas buatan ke dalam trachea melalui hidung ( NTT ) atau melalui mulut ( OTT ) 1. Membebaskan jalan napas 2. Untuk pemberian napas mekanis ( dengan respirator ) 3. Untuk memudahkan penghisapan sekresi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Laryngoscop Magills Mandrin OTT dan NTT Xylocain jelly Sarung tangan ( handshoen ) yang steril Trolly Emergency dan Sedasi Xylocain Spray Spuit 2,5 cc, unuk pemberian obat-obatan bila diperlukan Spuit 20, untuk mengisi cuff ( balon ) Cuff inflation Guedel Stetoscop Suction kateter dan perlengkapannya Ambu Bag ETT Ventilator lengkap dengan sirkulasinya yang sudah di seting Bantal Plester Gunting Monitor EKG Inform Consen Beritahu pasien Pastikan pasien dalam posisi tidur terlentang Emergency trolly didorong mendekat kesisi tempat tidur pasien Pasang monitor EKG untuk memonitor gambaran EKG selama pemasangan ETT agar segera dapat mengatasi bila terjadi gangguan irama jantung ( misal bradicardi ) Cek alat – alat yang diperlukan dan pilih ukuran ETT sesuai kebutuhan Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah “ cuff “ Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik Letak bantal di oksiput setinggi ± 10 cm dan kepaal tetap ekstensi Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan pharing Buka mulut dengan cara “ cross finger “ dan tangan kiri memegang laringoskop Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah laringoskop menelusuri
Unit Terkait
mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri. Masukkan bilah sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak terjepit antara bilah dan gigi pasien 10. Angkat laringoskop ke atas dan kedepan dengan kemiringan 3040 derajat, jangan menggunakan gigi sebagai titik tumpuan. 11. Bila pita suara sudah terlihat, lakukan sellick maneuver, masukkan ETT sambil memperhatikan bagian prosimal dari “ cuff “ ETT melewati pita suara ± 1-2 cm atau pada orang dewasa kedalaman ETT ± 19-23 cm. 12. Waktu untuk intubasi tidak boleh > dari 30 detik 13. Lakukan ventilasi dengan menggunakan “ bagging “ dan lakukan auskultasi, pertama pada lambung kemudian pada paru kanan dan kiri sambil memperhatikan perkembangan dada. 14. Bila terdengar suara “ gargling” pada lambung dan dada tidak mengembangkan, lepaskan ETT lakukan hiperventilasi kembali selama 30 detik dengan O2 100% selanjutnya lakukan intubasi kembali 15. Kembangkan balon “ Cuff “ dengan menggunakan spuit 20 cc atau 10 cc dengan volume secukupnya sampai tidak terdengar suara kebocoran udara dimulut saat dilakukan ventilasi ( “ bagging “ ) 16. Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut. 17. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100%, kemudian sambungkan ke respirasi mekanik ( ventilator ) ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR PEMASANGAN VENTILATOR MEKANIK No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Standar Lingkungan Standar Pasien Prosedur Indikasi
-
Pelaksanaan
Pemasangan ventilator adalah suatu tindakan memasang Alat Bantu Nafas untuk membantu pernafasan pasien secara mekanik. 1. Memberikan kekuatan mekanis pada paru untuk mempertahankan pertukaran O2 dan CO2 yang fisiologis 2. Mengambil alih ( manipulasi ) tekanan jalan napas dan pola pernapasan untuk memperbaiki pertukaran O 2 dan CO2 secara efisien dan oksigenisasi yang adekuat. 3. Mengurangi kerja otot jantung dengan jalan mengurangi kerja paru. 1. Ventilator lengkap dan siap pakai 2. Spirometer 3. Air viva ( ambu bag ) 4. Set pengisap sekresi 5. Cuff inflator atau spuit 10 cc Meletakkan ventilator disamping tempat tidur sisi kiri kepala pasien 1. Pasien / keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan 2. Posisi diatur sesuai kondisi pasien 1. Mekanik a. Respiratory rate 35 kali/ menit b. Tidal Volume kurang dari 5 cc/ kg berat badan c. Maksimal inspiratory force kurang lebih 20 mmHg 2. Oksigenisasi a. Pa O2 kurang dari 60 mmHg dengan Fl O2 Room Air 21% b. Pa O2 kurang dari 70 mmHg dengan Fl O2 40% c. Pa O2 kurang dari 100 mmHg dengan Fl O2 100% 3. Ventilasi Pa CO2 lebih dari 50 mmHg Penetapan pemasangan ventilator dilakukan oleh dokter 1. Pada pasien dengan pernapasan kendali a. Mengisap sekresi b. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola pernapasan kendali dengan cara : 1. Menentukan Tidal Volume ( TV ) 8-12 cc/ kg berat badan 2. Menentukan Minute Volume ( MV ) RR x TV 3. Menentukan Frekuensi pernapasan 12 kali/ menit 4. Menentukan konsentrasi oksigen ( Fl O2 ) sesuai kebutuhan 5. Mengatur sensitifitas kearah kendali sesuai jenis ventilator yang digunakan c. Menilai volume udara yang masuk dengan cara membaca jarum petunjuk pada jarum ventilator d. Menentukan sistem alarm volume udara yang masuk/ tekanan udara, sesuai dengan jenis ventilator yang digunakan e. Menentukan sensitifitas kearah negative 20 cm H2O bagi pasien dengan resusitasi otak f. Menghubungan ventilator ke pasien dengan memakai konektor
Unit Terkait
2. Pada pasien dengan pernapasan assisted a. Terangkan prosedur pada pasien b. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan c. Mengisap sekresi d. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola pernapasan assisted dengan cara assisted 1. Menentukan sensitifitas sesuai jenis ventilator yang digunakan 2. Mengatur ventilator dengan frekuensi pernapasan 10 x/menit, agar bila pasien apnoe ventilator dapat membantu pernapasan 3. Menentukan tidal volume disesuaikan dengan frekuensi pernapasan yang disiapkan yaitu 10 kali/ menit 4. Menentukan konsentrasi oksigen 5. Menghubungkan ventilator ke pasien dengan memakai konektor 6. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain : a. Kerja ventilator b. Tensi, nadi, pernapasan dan tanda – tanda synotik c. Tanda – tanda fighting ( penolakan bantuan ventilator) 3. Pasien dengan pernapasan “ Sincronyize Intermitten Mandatory Ventilation “ ( SIMV ) a. Terangkan Prosedur tindakan yang akan dilakukan b. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan c. Mengisap sekresi d. Bekerjasama dengan dokter dalam menentukan pola pernapasan SIMV dengan cara : e. Melakukan observasi setiap 30 menit antara lain : 1. Kerja Ventilator 2. Tensi, nadi, pernapasan, dan tanda – tanda syanotik 3. Tanda – tanda fighting ( penolakana bantuan ventilator ) 4. Pada pasien pernapasan “ Positive End Expiratory Pressure “ (PEEP ) a. Menentukan tekanan positif sesuai kondisi pasien b. Pola napas kendali dengan PEEP, cara kerjanya sama pada pasien pernapasan kendali, ditambah dengan pemasangan katip pada selang ekspirasi. c. Pola assisted dengan PPEP, cara kerjanya sama pada pasien dengan assisted, ditambah dengan pemasangan katup pada sekang ekspirasi. d. Pola pernapasan SIMV dengan PEEP, cara kerjanya sama pada pasien dengan SIMV, ditambah dengan pemasangan katup pada selang ekspirasi. 5. Pada pasien dengan pernapasan “ Contiuous Positif Airway Pressure “ ( CPAP ) a. Mengatur ventilator ke arah CPAP pada pasien yang sudah bernapas spontan b. Menghubungkan selang ekspirasi kedalam botol berisi air untuk pasien yang sudah tidak memakai ventilator, tetapi masih memerlukan tekanan positif pada akhir ekspirasi. Besarnya tekanan positif dalam alveoli sama dengan panjang selang ekspirasi yang masuk kedalam air. ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENGAMBIL DARAH UNTUK PEMERIKSAAN ANALISA GAS DARAH No. Dokumen No. Revisi Halaman Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Mengambil darah arteri untuk pemeriksaan gas dalam darah yang berhubungan dengan fungsi respirasi dan metabolisme Mengetahui keadaan Oksigen dalam metabolisme sel 1. Efisiensi pertukaran O2 dan CO2 2. Kemampuan Hb dalam melakukan transportasi O2 dan CO2 3. Mengetahui tekanan O2 dalam darah arteri jaringan perifer 4. secara terus menerus. a.
Alat – alat steril 1. 1 buah spuit 1 cc 2. 2 lembar kain kasa steril b. Alat – alat tidak steril 1. Kapas alcohol dalam tempatnya 2. Perlak dan alasnya 3. Gabus, plester dan gunting balutan c. Obat : Heparin injeksi 1. Pasien diberitahu penjelasan tentang tujuan tindakan yang akan dilakukan. 2. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan 1. Mengukur suhu tubuh 2. Mengisi spuit 1 cc dengan Haparin 0,1 cc 3. Memasang perlak dibawah anggota tubuh yang akan ditusuk 4. Menentukan dan meyakinkan arteri yang akan ditusuk 5. Mendesinfeksi daerah arteri yang akan ditusuk 6. Menusuk arteri dengan posisi jarum yang berbeda sesuai dengan letak arteri : a. Radialis posisi 45 derajat b. Brachialis posisi 60 derajat c. Femoralis posisi 90 derajat 7. Menekan daerah bekas penusukan dengan kasa steril selama 5 – 15 menit, kemudian diplester. 8. Mengeluarkan udara dari dalam spuit dan ujung jarum ditusuk dengan gabus. 9. Memasang label identitas pasien pada spuit yang berisi bahan pemeriksaan. 10. Mengobservasi Tensi, Nadi, Suhu, dan Pernapasan serta daerah bekas penusukan. ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MEMASANG T. PIECE DINDING No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Suatu tindakan pemberian oksigen dan humidifikasi melalui Piece dalam proses akhir “ Penyapihan “ pasien dari penggunaan ventilator dengan ETT masih terpasang 1. Melatih pasien agar dapat bernafas dengan mandiri 2. Mencegah kerusakan dinding trakea akibat penekanan cuff dari RTT secara terus menerus. 3. Memberi terapi oksigen dan pelembaban udara inspirasi yang lebih efektif agar oksigenisasi
Standar Pasien
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1.
Prosedur
2. 1. 2. 3.
Unit Terkait
Humidifier atau sejenisnya Flowmeter 2 buah Air oksi ( gantungan inline nebulizer ) Selang inspirasi sepanjang 1,5 meter Selang ekspirasi 30 cm Konektor berbentuk T/V Aquades Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yanga akan dilakukan Posisi pasien diatur semi fowler Memasang flowmeter dan humidifier pada tabung oksigen/ sentral oksigen Memasang flowmeter dan humidifier pada tabung udara tekan/ sentral udara tekan Mengatur aliran O2 dengan cara membuka flowmeter sesuai kebutuhan. Dengan rumus
Y = O2 murni ( 100% konsentrasi O2 ) X = Udara ( 21%) 4. Memasang selang O2 pada botol humidifier udara 5. Mengatur aliran udara dengan cara membuka flowmeter sesuai kebutuhan 6. Menyambung selang inspirasi pada T/V konektor 7. Memasang selang ekspirasi pada T/V konektor 8. Mengobservasi uap dari humidifier 9. Memasang T/V konektor ke ETT 10. Melakukan observasi dan mendokumentasikan a. Tensi, nadi, pernafasan b. Tidal Volume c. Sekresi yang keluar ( Jumlah, warna, konsistensi, bau ) ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MEMANTAU SATURASI OKSIGEN ( SaO2 ) DALAM DARAH No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Tindakan untuk mengetahui kadar oksigen dalam darah lewat perifir 1. Mengetahui kadar oksigen dalam darah 2. Mengetahui kondisi keadekuatan respirasi 3. Mengetahui terjadinya hipoksia 1.
Pulse oksimetri
2. Kapas alkohol 70%
Standar Pasien Prosedur
Standar Hasil Unit Terkait
1. 2. 3. 1. 2. 3.
Pasien diberi penjelasan tentang tujuan yang akan dilakukan Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan Bersihkan ibu jari/ salah satu jari dengan kapas alkohol Hubungkan probe ke ibu jari/ salah satu jari pasien Tekan power stand bay ON Tekan system kalibrasi. Terlihat pada layar grafis pouls, angka saturasi, dan heart rate 4. Catat hasil pada buku/ lembar catatan 5. Tekan powr stand bay OFF 6. Lepaskan probe dari pasien 7. Simpan alat pada tempatnya 90 – 100% Normal < 90% Hipoksia ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MELAKUKAN FISIOTERAPI DADA No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Fisioterapi dada adalah tindakan penepukan dada untuk pencegahan penumpukan sekresi yang mengakibatkan tersumbatnya jalan napas dan komplikasi penyakit pernapasan lainnya. 1. Untuk mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah infeksi saluran pernapasan pada pasien tirah baring 2. Merangsang terjadinya batuk dan mempertahankan kelancaran sirkulasi darah. 3. Mencegah kolaps paru yang disebabkan retensi sputum 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 1. 2. 3. 4.
5.
Handuk untuk alas Bantal Minyak untuk digosokkan pada bagian tubuh yang tertekan Set penghisap sekresi lengkap siap pakai Stetoskope Bengkok Tissu Pasien diberitahu penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan. Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan Melatih pernapasan ( breathing exercise ) dan batuk efektif Mengajarkan pasien teknik relaksasi sesuai kondisi pasien Menepuk ( “ perkusi/ clapping “ ) untuk membantu agar sekresi yang melekat pada dinding alveoli dan terdorong sehingga dapat keluar percabangan bronkus dan trakea sehingga merangsang batuk. a. Kontra indikasi 1. Patah tulang rusuk ( fraktur costae ) 2. Infeksi paru akut 3. Perdarahan/ haemoptoe 4. Asma akut 5. Daerah penepukan ada lika 6. Myocard infark b. Caranya : 1. Penepukan dilakukan secara seksama pada dinding torak pasien 2. Posisi pasien pada satu sisi miring 3. Posisi perawat berdiri dibelakang pasien sambil satu tangan. 4. Posisi tangan perawat telungkup membuat rongga Menggetarkan/ vibrasi Untuk mendorong keluar sekresi yang tertimbun dialveoli dengan bantuan menggetarkan dinding toraks pada saat
6.
Unit Terkait
ekspirasi Caranya : a. Posisi pasien diatur pasa satu sisi ( miring ) b. Posisi perawat berdiri dibelakang pasien sambil satu tangan diletakkan pada bagian dada anterior dan satu tangan lain pada bagian posterior c. Berikan tekanan pada saat pasien ekspirasi dengan menggunakan dinding dada pasien Memberikan posisi drainase ( “ Postural drainase “ ) Untuk mengalirkan sekresi dari dalam paru napas agar mudah dihisap caranya : a. Mengatur posisi lateral dalam sikap menungging 10 – 20 derajat/ posisi “sim” b. Mengatur posisi lateral dalam sikap lurus c. Mengatur posisi terlentang d. Mengatur posisi telungkup e. Lamanya posisi postural drainase 15-20 menit f. Mengembalikan posisi pasien ke posisi semula
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
PROSEDUR MENGISAP SEKRESI No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
Tujuan Kebijakan Standar Alat
Pengispaan sekresi adalah suatu tindakan untuk membersihkan jalan napas dengan memakai kateter pengisap melalui nasotrakeal tube ( NTT ), orotrakeal ( OTT ), trakeostomi tube ( TT ) pada saluran pernapasan bagian atas 1. Untuk membebaskan jalan napas 2. Mengurangi retensi skutum dan merangsang batuk 3. Mencegah terjadinya infeksi paru 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
Standar Pasien Prosedur
1. 2. 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7. 8.
Set penghisap sekresi atau suction portable lengkap dan siap pakai. Kateter penghisap steril dengan ukuran 20 Pinset steril atau sarung tangan steril. Cuff inflator atau spuit 10 cc Arteri klem Alas dada/ handuk Kom berisi cairan desinfektan untuk merendam pinset Kom berisi cairan desinfektan untuk membilas kateter Cairan desinfektan dalam tempatnya untuk merendam kateter suction yang sudah dipakai. Ambu bag/ air viva dan selang O2 Pelicin/ Jelly NaCl 0,9% Spuit 5 cc Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan Posisi pasien diatur sesuai dengan kebutuhan Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan Sebelum dilakukan penghisapan sekresi a. Memutar tombol oksigen pada ventilator ke arah 100% b. Menggunakan air viva dengan memompa 4-5 kali/ ambubag dengan konsentgrasi Oksigen 15 kali/ menit c. Melepasakan hubungan ventilator dengan ETT Menghidupkan mesin penghisap sekresi Menyambung selang suction dengan suction kateter steril kemudian perlahan dimasukkan kedalam saluran pernapasan. Membuka lubang pada pangkal kateter penghisap pada saat kateter dimasukkan ke ETT. Menari Kateter penghisap kira – kira 2 cm pada saat adanya rangsangan batuk untuk mencegah trauma pada carina ( percabangan bronkus kiri dan kanan ). Menutup lubang melipat pangkal, kateter penghisp kemudian suction kateter ditarik dengan gerakan memutar. Mengobservasi tendi, nadi, dan pernapasan selama dilakukan penghisapan sekresi.
9.
Unit Terkait
Memberikan oksigen setelah satu kali penghisapan dengan cara bagging 10. Bila melakukan suction kembali hubungkan selang ventilasi pada pasien dan beri kesempatan pasien untuk bernapas 3-7 kali 11. Memasukkan Na Cl 0,9% sebanyak 3-5 cc melalui ETT untuk mengencerkan sekresi yang kental dan lengket 12. Melakukan bagging 13. Mengempiskan cuff pada penghisapan sekresi terakhir saat kateter berada di dalam ETT, sehingga sekresi yang lengket disekitar cuff dapat terhisap. 14. Mengisi kembali Cuff dengan, udara menggunakan cuff inflator setelah ventilator dipasang kembali. 15. Membilas kateter penghisap sampai bersih kemudian direndam dengan cairan desinfektan dalam tempay yang disediakan 16. Mengobservasikan dan mencatat : a. Tensi, nadi, suhu dan pernapasan b. Hipoksia c. Perdarahan d. Diritmia e. Sputum : warna, jumlah, konsistensi bau ICU/ CCU – PICU/ NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
PROSEDUR TEKNIK EKSTUBASI No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Pengangkatan pipa napas buatan ( NTT/ OTT ) dari trakhea 1. Mencegah kerusakan dinding saluran pernapasan bagian atas dari penekanan ETT secara terus menerus 2. Supaya pasien dapat bernafas seperti semula ( secara normal melalui hidung ) 3. Dapat berbicara dan menelan seperti biasa ( makan, minum ) 4. Memberi perasaan nyaman terhadap pasien 5. Supaya pasien dapat batuk dengan efektif dan dapat mengeluarkan sputum sendiri 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Emergency Trolly Laringoscope Peralatan suction yang lengkap Spuit 20 cc Sarung tangan Masker oksigen dan perlengkapannya Ambu Bag Bengkok
1.
Mendorong emergency trolly mendekat kesisi tempat tidur untuk persiapan agar dapat mengantisipasi segera apabila ada kejadian – kejadian yang tidak diinginkan 2. Beritahu pasien akan rencana pengangkatan pipa pernapasan (ETT) 3. Pasien dianjurkan nafas dalam dan batuk 4. Lakukan penghisapan sekresi sampai bersih 5. Plester tube dilepas dan berikan oksigen 100% melalui ETT menggunakan ambu bag. Suction Kateter dimasukkan kedalam tube, ditarik bersama dengan suction kateter sambil memutar pengangkatan tube, penerikan ETT dilakukan pada saat inspirasi. 6. Setelah pengangkatan ETT beri 02 dengan konsentrasi 5-8 liter dengan menggunakan masker non rebrething 7. Observasu ketat tanda – tanda sesak napas, suara pernapasan, tanda – tanda vital dan analisa gas darah, 30 menit setelah exbulasi dan selanjutnya bila dianggap perlu 8. Bersihkan alat – alat untuk siap digunakan segera dan cuci tangan. Intensif Care Unit
Unit Terkait Referensi : 1. Terapi Saluran Pernapasan Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta 2. Terapi Oksigen Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR PEMBERIAN THERAPI TITRASI No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Pemberian therapi secara intravena dengan menggunakan syring pump Memberikan terapi secara terus menerus dalam waktu tertentu -
Syring pump dan kabel Three Way Stop Cock Extention Tube Kapas alkohol Plestre atau hipafik Gunting Spuit 20 cc dan 50 cc Abocath nomor 18, 20 Torniquet Kalkulator Kertas dan alat tulis
1. 2. 3.
Cuci tangan Pasien diberitahu Oplos obat yang diberikan sesuai dengan perhitungan yang mudah, dengan syring ( spuit ) 4. Sambungkan syring ( spuit ) dengan Three Way Stop Cock dan Extention Tube 5. Isi extention tube dengan cairan 6. Buka balutan dan plester pada intra vena cateter ( infus )/ kateter vena pusat 7. Lepas intra vena line ( infus ) dan sambungkan extention pada intra vena cateter/ kateter vena pusat. 8. Sambungkan intra vena line ( infus ) pada Three Way Stop Cock. 9. Pasang syring ( Spuit ) 20 cc atau 50 cc pada syring pump. 10. Tekan power On dan pada layar terlihat tampilan angka “OO” 11. Tekan tombol rate ( Tanda panah ^/v ) sesuai angka yang dikehendaki 12. Tekan start – Buat label dan tempelkan 13. Tekan stop dan Three Way Stop Cock jika akan mengganti cairan ( obat ) 14. Tekan start kembali dan Three Way Stop Cock dibuka 15. Catat pada catatan perawatan ( CM 17 ) ICU/ CCU – PICU/ NICU
Unit Terkait Referensi Buku Cardiologi Dasar Untuk Perawat dan ACLS
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
Tanggal Terbit
HEPARINISASI No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Memasukkan obat heparin secara titrasi melalui intravensi menggunakan alat Mencegah terjadinya Reoklusi 1.
Alat Seyring Pump Spuit 3 cc dan 50 cc Threee Way Stop Cock Extension tube 2. Obat - Heparin evion 25.000 unit - D5% untuk pelarut Pasien diberitahu, akan diberikan obat Heparin dengan alat 1. Hisap heparin 1 cc ( 5.000 unit dengan spuit 3 cc suntikan melalui intravena ) 2. Larutan heparin 20.000 unit ( 4 cc dengan D5 ad 40 cc ( 1 cc = 500 unit ) 3. Pasang spuit 50 cc yang sudah diisi heparin tersebut diatas dan pasang Three Way Stop Cock dan Extension tube, hubungkan dengan Aboath yang telah dipasang pada pasien 4. Pasang souit tersebut diatas dan hidupkan Seyring Pump dan dosis ICU/ CCU – PICU/ NICU -
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
S.O.P PENGAMBILAN SAMPLE PTTK No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
PTTK adalah pemeriksaan salah satu faktor coagulasi darah Untuk mengendalikan/ menentukan dosis heparin 1.
Alat dan reasensia Spuit 3 cc Tokniquet Kapas alkohol Tabung reaksi berisi Na. Citras 3,13% 0,3cc ( Tulis identitas pasien/ ruang kegiatan 2. Formulir Pemeliksaan Coagulasi Isi formulir : nama pasien, umur, jenis kelamin, ruang, register, tanggal, jam Pasien diberitahu tentang pemeriksaan PTTK - Pilih vena yang jelas ( biasanya vena media cubiti ) - Pasang tokniquet - Desinfeksi bagian yang akan di vena fungsi - Hisap darah sebanyak 2,7 cc ( perbandingan : Na Citras 0,3 cc/l, darah 2,7 cc/9 - Masukkan darah kedalam tabung tersebut dicampur pelan – pelan supaya tidak lysis - Kirim ke laboratorium - Setelah jadi, hasil laporkan ke Dokter ICU/ CCU – PICU/ NICU -
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK TINDAKAN PEMASANGAN “ CENTRAL VENOUS CATHETER “ ( CVC ) No. Dokumen No. Revisi Halaman Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Tindakan pemasangan CVC adalah memasukkan kateter vena sentral melalui pembuluh darah tepi sehingga ujungnya berada di atas muara atrium kanan ( Vena Cara Superior dan Inferior ) Untuk mengetahui tekanan vena sentral dan menilai jumlah cairan dalam tubuh 1.
Alat seteril a. Set CVP lengkap terdiri dari : - Manometer CVP - Kateter vena sentral - Three Way - Spuit 20 cc - 2 buah infus set b. Doek lubang c. Kain kasa d. Kapas e. Sarung tangan 2. Alat tidak steril 3. Obat – obatan a. Obat luka anestasi b. Obat luka 4. Cairan desinfektan a. Yodium b. Betadin c. Alkohol 70% Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan 1. Menggantungkan cairan infus pada standar infus 2. Menempelkan manometer CVP pada standar infus 3. Tindakan pemasangan CVP oleh Dokter 4. Menyambung selang CVP dengan kateter ( CVP yang telah dipasang oleh Dokter ) 5. Memberi zat desinfektan pada bekas tusukan CVP 6. Memfiksasi kateter CVP 7. Menutup bekas tusukan dengan kasa steril 8. Memasang plester lebar diatas kain kassa sampai tertutup seluruhnya Unit yang akan memasang CVC
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
PROSEDUR MELAKUKAN PEMANTAUAN CVC No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Pemantauan CVP adalah pengukuran tekanan vena central untuk menilai jumlah cairan dalam tubuh secara berkala dan berkesinambungan Untuk mengetahui tekanan vena central dan menilai jumlah cairan dalam tubuh 1. Water pas 2. Cairan isotonic bila diperlukan Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan dilakukan 1. Mengganti cairan infus dengan cairan isotonik bila terpasang cairan hypertonic 2. Mempercepat cairan tetesan infus untuk menilai kelancaran aliran cairan. 3. Menghentikan aliran cairan ke asien dengan memutar Three Way Stop Cooch 4. Mengalirkan cairan infus kearah manometer sampai setinggi 20 cm H2O diatas titik nol 5. Menghentikan cairan infus yang mengalir kearah manometer dengan mengunci infus set. 6. Mengalirkan cairan dari manometer ke pasien dengan cara memutar Three Way Stop Coch 7. Menentukan titik nol pada manometer dengan cara mengukur antara inter costae 4 pada garis mid axial menggunakan water pas. 8. Menunggu sampai cairan dalam manometer tidak turun lagi sambil memperhatikan andulasi yang sesuai dengan irama pernapasan. 9. Menghitung nilai CVP 10. Mengalirkan kembali tetesan infus menuju pasien Unit yang mempunyai pasien terpasang CVP
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MEMANTAU HEMODINAMIK SECARA INVASIF No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan
Kebijakan Standar Alat
Tindakan pemasangan kateter ke dalam darah arteri 1. Diperolehnya data akurat tentang sistolik, diastolik, dan “ Mean Arterial Pressure “ ( tekanan darah arteri rata – rata ) 2. Mengurangi efek suatu pengobatan yang diberikan 3. Mengurangi rasa sakit/ memberi rasa aman pada pasien yang sering dilakukan pemeriksaan analsa gas darah 4. Indikasi 5. Pasien dengan tekanan yang tidak stabil 6. Pengambilan sample darah yang dilakukan untuk AGD 7. Pasien yang menggunakan obat inotropik dan fasodilator a.
b.
c. d.
Alat steril 1. Tranducer 2. Cairan “ Frsh “ ( Na Cl 0,9% yang sudah diheparinisasi dengan perbandingan 1 : 1 atau 1 cc NaCl 0,9% : 1 unit heparin ) 3. Admintration set 4. Flush Device/ alat flush 5. Diapragma dome 6. Menometer line 7. Thre Way Stock Coch 8. Ekstension tubing/ angiocath ( Cateter arteri ) 9. Spuit 2,5 cc; 1 cc 10. Duk bolong 11. Kain Kassa 12. Benang 3.0 ( Catgut ) 13. Jarum kulit 14. Gunting benang 15. Sarung tangan Alat tidak steril 1. Holder tranducer 2. Monitor tekanan ( oscilloscope ) 3. Kabel tranducer 4. Gulungan handuk ( rolled towel ) 5. Preessure bag ( kantong tekanan ) 6. Standar infus 7. Bengkok 8. Plester 9. Water pas Obat – obatan 1. Obat anaestesi local 2. Zalf desinfektan Cairan Desinfektan
Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
1. Betadin 2. Alkohol 70% a. Pasien diberi penjelasan tentang tujuan dan tindakan yang akan dilakukan b. Menanyakan apakah pasien alergi terhadap obat 1. Menyiapkan sistem flush siap pakai dengan cara menghubungkan “ administration set “ ke cairan Flush 2. Membebaskan udara dari sistem flush yang siap pakai 3. Masukkan cairan flush kekantong tekanan ( preessure bag ) dan berikan tekanan 300 mmHg. 4. Hubungkan kabel tranducer kemonitor tekanan 5. Menyambung/ menghubungkan kateter dengan manometer line melalui Three Way Stop Coch. 6. Menghubungkan kabel tranducer dari monitor tekanan ke trandducer 7. Menekan titik nol pasien yaitu pada pertengahan axilla ( letak jantung ) Unit yang mempunyai monitor invasif
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR MENYIAPKAN PASIEN DAN ALAT UNTUK TINDAKAN PERITONIAL DIALISIS No. Dokumen No. Revisi Halaman Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat
Tindakan peritorial dialisis adalah tindakan untuk memasukkan cairan dialisi kedalam rongga peritoneum dan mengalirkan kembali keluar dari rongga peritoneum ke dalam botol penampung. Menurunkan kadar ureum, kreatinin dan sisa – sisa metabolisme di dalam darah a.
b.
c.
Standar Pasien
a.
Alat steril 1. Spuit 5 cc dengan jarum No.12 dan 18 2. Semprit 10 cc dengan jarum No.2 3. Mangkok kecil 4. Mousqito yang lancip dan tidak bergigi 5. Arteri klem/ pean 6. Gunting 7. Bisturi 8. Jarum besar panjang 9. Duk operasi 4 lembar 10. Sarung tangan 2 pasang 11. Agrave 12. Pinset anatomi 13. Pinset chirurgic 14. Kain kasa 15. Doek klem 16. Kateter peritoneum 17. Troicard 18. Korentang 19. Kapas dalam tempatnya 20. Kateter dan penampung urine. Alat tidak steril 1. Standar infus 2. Baskom berisi air hangat 3. Bengkok 4. Gunting verband 5. Plester Obat – obatan dan cairan 1. Antibiotic 2. Obat anastesi local 3. Kel injeksi 4. Obat anti koagulan ( heparin ) 5. Cairan dianalisa sesuai kebutuhan antara lain : a. Yodium 3% b. Betadin c. Alkohol 70% 6. Dextrosa 40% Pasien diberi penjelasan tentang tindakan yang akan dilakukan
b. c. d. Prosedur
Unit Terkait
Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan Daerah bawah perut dicukur sehari sebelum tindakan dilakukan Kandung kemih dikosongkan, bila perlu dengan memasang kateter a. Tindakan peritonial dianalisis oleh dokter b. Membuka pakaian pasien daerah perut c. Bekerjasama dengan dokter selama tindakan berlangsung d. Memfiksasi kateter dianalisi pada daerah perut setelah kateter terpasang e. Menyambung selang pengeluaran cairan peritoneal kekantong penampung f. Menilai kelancaran cairan dialisis yang masuk dan keluar g. Mengukur cairan yang keluar dan masuk h. Mengobservasi konsistensi, jumlah dan warna cairan yang keluar Unit yang mempunyai pasien yang akan dipasang peritonial dialisis
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
S.O.P PASIEN PINDAH KE RUANG LAIN No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001)
Pengertian Tujuan Kebijakan Standar Alat Standar Pasien Prosedur
Unit Terkait
Menidahkan/ alih rawat pada pasien yang sudah tidak ada indikasi rawat intensif yang telah dinyatakan oleh Dokter ICU/ CCU ke ruangan. Memberikan pelayanan keperawatan lanjutan pada pasien di ruangan -
Kereta dorong/ kusi roda/ tempat tidur O2/ transport Jelaskan pada pasien/ keluarga bahwa kondisi pasien sudah tidak perlu dirawat di ruang ICU/ akan dipindah diruangan Pindahkan pasien ke kereta dorong ke ruangan yang dituju Operkan pada perawat yang menerima tentang Kondisi pasien, obat yang telah diberikan dan program Therapy/ CCU, foto bila ada, kartu mondok Catat dibuku Expedisi pindah ruang Laporkan ke Billing No. 252 Laporkan ke bagian Gizi Bereskan dan bersihkan, rapikan alat – alat yang telah dipakai Bersihkan tempat tidur dan jemur kasur Pasang kembali Tempat Tidur dan jemur kasur Pasang kembali Tempat Tidur, kasur dan pasang sprei dengan rapi ( siap pakai ) ICU/ CCU – PICU / NICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
PROSEDUR PERAWAT PASIEN YANG TELAH MENINGGAL DUNIA No. Dokumen No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
1. 2.
Supaya jenazah berada dalam keadaan bersih dan rapi Untuk memberi kesan yang baik kepada keluarga pasien
Standar Alat
Standar Pasien Prosedur
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Celemek dua buah Kain segi tiga ( mitella ) dan pembalut Alat – alat untuk memandikan Bengkok Pincet anatomis Kapas berlemak Beberapa potong kapas lembab Pakaian mayat Tempat alat tenun yang kotor Laken bersih Brankar ( kereta dorong ) dengan alas yang bersih Formulis identitas jenazah yang isinya - Nama - Jenis kelamin - Umur - Alamat - Ruangan - Nomor register - Tanggal/ waktu meninggal 13. Daftar alat tenun yang ditinggalkan pada jenazah ( kamar mayat 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Mencuci tangan Memakai celemk Melepaskan semua perhiasan yang ada pada pasien dan dimasukkan kedalam kantong tertentu, kemudian diserahkan kepada keluarganya Memandikan jenasah ( lihat perasat memandikan pasien Bila ada luka, balutlah luka itu dengan baik Memasukkan kapas berlemak ke dalam lobang pelepasan (anus) jenazah dengan menggunakan pinset Mengenakan pakaian jenazah Menutup mata dengan kapas lembab agar dapat tertututup rapat Memasukkan kapas berlemak ke dalam lobang hidung, lobang telinga jika diperlukan Mengikat rahang dengan kain segi tiga atau pembalut agar mulut jenazah tidak terbuka ( menganga ) Merapatkan kedua kaki jenazah kemudian diikat dengan pembalut Meletakkan tangan ( posisi tangan ) sesuai dengan tradisi/ agama yang dianut jenasah Merapikan tempat tidur, kemudian menutup jenazah dengan sprei bersih Setelah dua jam meninggal, jenazah dibwa dengan brankas khusus ke kamar jenazah dengan formulir identitas. Memindahkan jenazah ke tempat yang sudah disediakan di kamar jenazah. Memenitikan formulir identitas diatas seprei Merapikan jenazah dan menyerahkan kepada keluarga dan penanggung jawab kamar jenazah Mencuci tangan Membuka celemek dan digantungkan tepat yang tersedia. Mencuci tangan
Unit Terkait
21. Membawa kembali brankas ke ruangan untuk di belakang 22. Mencuci tangan ICU/ CCU/ PICU/ INICU
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
PENILAIAN SCAP ( ATS 2007 ) No. Dokumen
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
-
Tujuan
-
Kebijakan
-
Prosedur
Kriteria Minor : 1. RR ≥ 30x/menit 2. PaO2 / FiO2 ratio ≤ 250 3. Infiltrate multilobar 4. Bingung / confusion (disorientasi 5. Uremia (BUN ≥ 20 mg/dl) 6. Leukopenia (WBC count < 4000 sel/mm3) 7. Trombositopenia (< 100.000 sel/ mm3) 8. Hipotermia (<36ºC) 9. Hipotensi membutuhkan resusitasi cairan yang agresif
Kriteria Mayor : 1. Ventilasi mekanik invasive indikasi 2. Syok septic dengan vasopresor
Unit terkait
-
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
PROTOKOL PENGATURAN PEEP DAN FiO2 No. Dokumen
PROSEDUR TETAP
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
-
Tujuan
-
Kebijakan
RASIO PEEP & FiO2 PADA VENTILASI MEKANIK
Prosedur
Unit terkait
PEE P
5
5
8
8
10
10
10
12
1
14
14
16
16
2024
FiO2
0.3
0.4
0.4
0.5
0.5
0.6
0.7
0.7
0.7
0.8
0.9
0.9
0.9
1.0
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
PROTOKOL RASIO I : E No. Dokumen
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
-
Tujuan
-
Kebijakan Prosedur
Unit terkait
RASIO I : E Insp. Time % 20 20 25 20 25 33 25 33 20 33 25 20 50 33 25 50 50 33 67 50 67 67 67 80
Pause time % 0 5 0 10 5 0 10 5 20 10 20 30 0 20 30 5 10 30 0 20 5 10 20 0
I : E Ratio 1:4 1:3 1:3 1 : 2.3 1 : 2.3 1:2 1 : 1.9 1 : 1.6 1 : 1.5 1 : 1.3 1 : 1.2 1:1 1:1 1.1 : 1 1.2 : 1 1.2 : 1 1.5 : 1 1.9 : 1 2:1 2.3 : 1 2.6 : 1 3.4 : 1 4:1 4:1
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
PROSEDUR CHALLENGE TEST No. Dokumen
PROSEDUR TETAP
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
-
Tujuan
-
Kebijakan
-
Prosedur
CHALLENGE TEST Nilai CVP : 1 cm H20 1 mmHg 6 mmHg 10 mmHg
= = = =
0.7 mmHg 1.3 cm H20 7.8 cm H20 13.6 cm H20
Bila nilai CVP : < 7.8 cm H20 7.8 cm H20 – 13.6 cm H20 > 13.6 cm H20
loading cairan 200cc loading cairan 100 cc loading cairan 50 cc
Setelah 10 menit lihat responnya. Bila kenaikan CVP : <2 2-5 >5 Unit terkait
hypovolemik normovolemik hypervolemik
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
BRONKHOSKOPI No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Unit terkait
Pemeriksaan bronchus dengan alat dilakukan pada pasien yang memerlukan. Memberikan pelayanan bronkoskopi pada pasien yang memerlukan pemeriksaan bronkus. Pelaksanaan bronkoskopi dilakukan oleh dokter konsultan THT dan residen THT sebagai asisten. 1. Informed consent pasien dan keluarga 2. Pemeriksaan : untuk syarat bronkoskopi EKG Tes faal paru Koagulasi : PT, APTT, fibrinogen 3. Sebelum bronkoskopi Pasien puasa : minimal 4 jam sebelumnya Injeksi steroid : 1 jam sebelum tindakan Nebulisasi : dengan antikolinergik ½ - 1 jam sebelum tindakan Pemberian Antitusif 4. Monitoring selama tindakan : Saturasi O2 EKG Respirasi 5. Siapkan troli EMG ETT intubasi Pneumothorax 6. Anestesi Menggunakan lidocain (gel) s.d 8.4 mg/ig (N : 1.5 mg/ig) 1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
PROSEDUR TETAP
PENYAPIHAN PASIEN ARDS DENGAN SPONTANEOUS BREATHING TRIAL No. Dokumen No. Revisi Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Unit terkait RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
Pemberian percobaan nafas spontan pada pasien dengan ARDS. Pemberian percobaan nafas spontan pada pasien ARDS sehingga pasien dapat bernafas tanpa bantuan ventilasi mekanik. Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten. 1. Persiapan pasien : pebaikan penyakit dasar, tidak ada penyakit baru. 2. Syarat : a. Vasopressor & sedative kontinu telah diberikan penggunaannya. b. Terdapat reaksi batuk pada pasien bila dilakukan penghisapan lendir c. PaO2 / FiO2 > 200 d. Ventilasi semenit (MV) < 15 L/menit e. Rasio frekuensi / tidal volume < 105 pada spontaneous breathing trial selama 2 menit. 3. Dilakukan spontaneous breathing trial selama 20-120 menit. 4. Bila terdapat salah satu criteria dibawah ini dalam waktu yang cukup lama saat trial menunjukkan gagal penyapihan & perlu dikembalikan ke mode bantuan nafas sebelumnya, yaitu : a. RR > 35 x/menit b. SaO2 < 50% c. /nadi > 140 x/menit atau terjadi perubahan ≥ 70% dibandingkan sebelumnya. d. SBP > 180 mmHg atau < 90 mmHg e. Agitasi, berkeringat, cemas f. Rasio frekuensi RR/tidal volume > 105 1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten TERAPI TROMBOPROFILAKSIS
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Pengelolaan untuk mencegah terjadinya thrombosis pada pasien Memberikan terapi kepada pasien rawat inap agar tidak mengalami thrombosis. Pelaksaan pemberian terapi pencegahan thrombosis dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten. Faktor – faktor risiko tromboemboli : 1. Pembedahan Pembedahan mayor : abdomen, ginekologi, urologi, orthopedic, bedah saraf, operasi kanker. 2. Trauma Multiple trauma, injury spinal chord, fraktur tulang belakang, trauma pangkal paha dan pelvis. 3. Keganasan Beberapa keganasan, metastase/local (risiko meningkat selama kemoterapi dan radioterapi) 4. Penyakit akut Stroke, infark miokard, gagal jantung, sindroma kelemahan neuromuscular seperti SGB dan myasthenia gravis. 5. Faktor spesifik pasien Riwayat tromboemboli, obesitas, umur > 0 tahun, keadaan hiperkoagulasi (terapi estrogen) 6. Faktor yang berhubungan dengan ICU Penggunaan ventilasi mekanik berkepanjangan Paralise neuromuscular (karena obat) CVC, severe sepsis Trombositopenia (penggunaan heparin) Trombo Profilaksis 1. Trauma mayir : enoxaparin 2 x 30 mg sc / kompres kaki 2. Injury spinal chord : enoxaparin 2 x 30 mg sc + kompres kaki 3. Operasi intracranial : kompres kaki 4. Operasi ginekologi: Jinak : unfractioned heparin 2x5000 IU sc Ganas : unfractioned heparin 3x5000 IU sc atau enoxaparin 2x30 mg sc 5. Operasi urologi Tertutup : mobilisasi dini Terbuka : unfroctioned heparin 2x5000 IU sc 6. Penderita risiko tinggi : unfractioned heparin 2x5000 IU sc / enoxaparin 1x40 mg sc
Unit terkait
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
TERAPI PENCEGAHAN TROMBOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Pengelolaan untuk mencegah terjadinya thrombosis pada pasien. Memberikan terapi kepada pasien rawat inap agar tidak mengalami thrombosis. Pelaksaan pemberian terapi pencegahan thrombosis dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten 1. Pemeriksaan awal sebelum pemberian terapi anti thrombosis dengan laboratorium : darah rutin, PTT/K, PTT/K. 2. Cara penyediaan : heparin 20.000 IU (4 cc) dalam 500 ml larutam 3. Cara pemberian : dosis awal 80 IU/kgBB kemudian dilanjutkan dengan dosis kontinyu 18 IU/kgBB (BB actual)/jam. selanjutnya dilakukan pemeriksaan PTT 6 jam kemudian. Hasil yang diperoleh digunakan untuk mengatur dosis sebagai berikut (table dibawah). PTT PTT ratio Dosis bolus Infus kontinyu <35 <1.2 80 IU/kgBB 4 IU/kgBB/jam 35-45 1.2-1.5 40 IU/kgBB 2 IU/kgBB/jam 45-70 1.5-2.3 71-90 2.3-3.0 2 IU/kgBB/jam >90 >3 Stop infuse selama 1 jam kemudian 3 IU/kgBB/jam 4. Pemeriksaan PTT tiap 6 jam setelah pengaturan dosis dan dilakukan monitor tiap hari dengan target PTT : 45-70.
Unit terkait
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
KRITERIA AKIN No. Dokumen
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
-. KRITERIA AKIN Derajat Kriteria kreatinin 1 Peningkatan serum kreatinin ≥0.3 mg/dl atau peningkatan ≥150%-200% (1.5-2x) 2 Peningkatan serum kreatinin 200%-300% (>23x) 3 Peningkatan serum kreatinin >300% (>3x) atau kreatinin serum ≥ mg/dl dengan peningkatan akut sedikitnya 0.5 mg/dl
kriteria urine output < 0.5 ml/kgBB/jam selama lebih dari 6 jam < .5 ml/kgBB/jam selama > 12 jam < 0.3 ml/kgBB/jam selama 2 jam atau anuria 12 jam
Indikasi & saat mulai RRT 1. Overload cairan yang tidak berespon dengan pemberian diuretika 2. Hiperkalemia (> 0.5 mmol/L atau kadar meningkat dengan cepat) 3. Azotemia (urea >36 mmol/L) 4. Asidosis berat (pH < 7.1) 5. Oliguria (urine output < 50 ml) selama 12 jam 6. Komplikasi uremia seperti perdarahan, pericarditis, atau encephalopathy 7. Overdosis obat dengan toksin yang dapat didialisa atau difiltrasi 8. Pasien yabg memerlukan jumlah cairan banyak, nutrisi parenteral atau prodeuk darah namun berisiko timbulnya edema paru atau ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome) 9. Gagal jantung 10. Hipernatremia atau hipotermia (suhu inti ≥ 39,5ºC atau ≤ 30ºC)
11.Disnatremia berat (Na ≥ 160 mmol/L atau ≤ 115 mmol/L Unit terkait
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
PANDUAN TATA LAKSANA ANTIBIOTIK No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Pemberian antibiotic pada pasien rawat inap ICU Memberikan antibiotic pada pasien rawat inap ICU yang efisien dan rasional. Pelaksanaan pemberian antibiotik dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten. 1. INFEKSI INTRA ABDOMEN a. Regimen tunggal Kombinasi β laktam / inhibitor β laktamase o Ampicilin sulbactam o Piperacilin tazobactam Carbapenem o Imipinem / cilastin o meropenem Cefalosporin o Cefotetan o Cefixitin b. Regimen kombinasi Regimen berbasis aminoglikosid o Gentamisin // amikasin plus antianaerob (clindamycin / metronidazole) Regimen berbasis cephalosporin o Cefuroxime + metronidazole o Ceftriaxone / cefotaxime / cefepime + metronidazole Regimen berbasis quinolon o Ciprofloxacin + metronidazole 2. TERAPI EMPIRIK AWAL HAP / VAP PADA PASIEM YANG TIDAK DIKETHAUI FAKTOR MDR, EARLY ONSET & BERAT / RINGANNYA PENYAKIT Strep. Pneumonia Ceftriaxone atau MSSA Levoflaxacin / ciprofloxacin E. coli Atau Enterobacter Sp. Ampicilin sulbactam Proteus Sp. Atau Serratia marcescens Karbapenen 3. TERAPI EMPIRIK AWAL UNTUK HAP, VAP, HCAP
PADA PASIEN LATE ONSET / RISIKO MDR PATOGEN DI ATAS MDR pathogen : Ps. Aeruginosa K. pneumonia ESBE (+) Acinobacter Sp. MRSA Legionella pneumonia Terapi empiris yang diberikan : Cephalosporin -Ceftazidime 3x2 gr -Cefeprime 2-3x1-2 gr atau Karbapenem -Imipinem 4x500 mg/ 3x1 gr -Meropenem 3x1 gr atau Β lactamase inhibitor Piperacilin tazobactam 4x4-5 gr Ditambah Antipseudomonas Fluoroquinolon -Ciprofloxacin 3x400 mg -Levofloxacin 1x750 mg atau aminoglikosid -Amikasin 20 mg/kgBB/hari -Gentamisin 7 mg/kgBB/hari Ditambah -Vancomysin 2x15 mg/kgBB -Linezolid 2x600 mg Unit terkait
RSUP Dr. Kariadi
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
PROTOKOL PENGATURAN GULA DARAH
SEMARANG PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Terapi untuk mengatur kadar gula darah pasien yang mengalami hiperglikemia Pemberian terapi untuk mengatur kadar gula darah pasien yang mengalami hiperglikemia di ICU Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten. 1. Persiapan pasien : pemeriksaan gula darah sewaktu/GDS 2. Protocol pengaturan GDS tergambar dibawah ini : KADAR GULA DARAH SAAT MASUK ICU : 120-140 mg/dl (normal) 140-200 mg/dl > 200 mg/dl
Tanpa insulin
insulin 1 IU/jam
insulin (GDS : 100) U/jam
1 jam
1 jam
1 jam
GDS > 20 %
tetap ± 20%
GDS, insulin = (GDS: 150) U/jam. bila dosis insulin < awal dosis tetap
1-2 jam
Insulin sesuai dengan
Bila GD tidak dapat dikendalikan insulin 1 U/jam
Penurunan GDS (missal : GDS 25 % Insulin 25%)
Target : 120-140 mg/dl
3. Bila terjadi hipoglikemia : Jika GD < 120 mg/dl dosis insulin sesuai penurunan GD dan GD diperiksa ½ jam kemudian, jika GD naik hingga > 200 mg/dl dosis insulin = (GDS/150) U/jam STOP insulin bila GD < 80 mg/dl beri glukosa
Unit terkait
RSUP Dr. Kariadi
40% 25 cc ulang GD 15 menit kemudian. Untuk penderita DM, dosis insulin disesuaikan dengan kebutuhan insulin sebelumnya.
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
PROSEDUR EARLY GOAL DIRECT THERAPY
SEMARANG PROSEDUR TETAP
No. Dokumen
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Prosedur
Penentuan tujuan / target awal terapi dan tindakannya pada pasien dengan sepsis Memberikan terapi kepada pasien ICU untuk mencapai target awal yang telah ditentukan Pelaksanaan pemberian percobaan nafas spontan dilakukan oleh dokter konsultan intensive care dan residen intensive care sebagai asisten. 1. Persiapan pasien 2. Tabel pengelolaan tujuan terapi dijelaskan dibawah ini Patient admit to EMG dept.with SIRS criteria and SBP < 90 mmHg (after crytstalloid fluid challenge 20-30 cc/kg over 30 min) or lactate > 4 mmol/L Early Goal Direct Therapy for 6 hours (CVP 8-12 mmHg, MAP ≥65≤90 mmHg, urine ≥0.5 ml/kh/hr, ScvO2 ≥ 70%, SaO2 ≥ 93%, Ht ≥ 30%, CI, VO2) Supplement O2 ± Endotracheal Intubation Mechanical Ventilation
Central venous and arterial catheterization
Sedation, paralysis (if intubated), or both crystalloid CV P MA P ScvO2
colloid < 65 mmHg Vasoactive agent Tranfusion of RC until hematokrit ≥ 30%
≤70 % ≥70 %
≥70 % Inotropic agents :
no Goal achieved
Dobutamin was started at 2.5 mcg/kg/mnt increased by 2.5 mcg/kg/mnt avery 3 mnt Dobutamin was decreased / discontinue if MAP < 65 mmHg or HR > 120 x/mnt
ye s Hospital admission
Unit terkait
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
1. Ruang rawat ICU 2. Dokter konsultan intensive care / residen intensive care sebagai asisten
PENYEDIAAN OBAT DAN PERALATAN KEGAWATAN
No. Dokumen PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Peralatan
Obat-obat emergensi dan peralatan standar yang harus tersedia di ICU Mendukung pelayanan terhadap kegawatan pasien yang dirawat Semua tempat perawatan yang menjadi ruang lingkup ICU harus tersedia A. Alat Pembebas Jalan Napas 1. AMBU Bag lengkap 2. Masker / Sungkup Muka semua ukuran (lengkap) 3. Laringoskop dan blade 4. Pipa ET lengkap 5. Pipa nasofaringeal lengkap 6. Pipa orofaringeal lengkap 7. Forseps Magill 8. Pipa trakeostomi lengkap 9. Masker (Non dan Rebreathing) 10.Kateter penghisap B. Alat Tranfusi dan Infus 1. Infusion pump 2. Syringe pump 3. Infus set/Tranfusi set/Extention tube 4. IV catheter 5. Three way stopcock 6. Umbilical catheter 7. Venvlon C. Monitor 1. Bedside monitor : pulse oxymetri, tekanan darah invasif dan non invasif 2. EKG 3. Respirasi 4. Temperatur D. Lain-lain 1. NGT (feeding tube) 2. Spuit 3. Kateter urin E. Obat-obatan 1. Adrenalin 2. Aminophylin 3. Atropin Sulfas 4. Calcium Chlorida 10 % / Ca Gluconas 10 % 5. Dexamethason 6. Diazepam 7. Dilantin 8. Digoxin 9. Diphenhidramin 10. Dopamin 11. Dobutamin 12. Dextrose 40 % 13. Heparin
Unit terkait
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
14. Lidokain 15. Manitol 16. Midazolam 17. Meperidin 18. Morfin 19. Naloxone 20. Na Bikarbonat 21. Phenytoin 22. Phenobarbital 23. Furosemide inj. 24. Klonidin inj. F. Cairan-cairan a. Cairan kristaloid Cairan yang mengandung molekul elektrolit 1. Sodium Chloride (NaCl 0,9 %) 2. Ringer Laktat 3. Maintenance : D5% dengan elektrolit NaCl dan KCl b. Cairan koloid Cairan pengganti plasma sebelum mendapatkan tranfusi 1. HAES steril 6 %, HAES steril 10 % 2. Expafusin 3. Albumin 2,5 % dan 5 % UGD, HCU, ICU di RSDK Semarang
INDIKASI PERAWATAN PENDERITA DI ICU
No. Dokumen PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan
Penentuan penderit yang dapat dirawat di ICU Memberikan batasan penderita yang akan mendapat pelayanan ICU Penderita dalam keadaan kritisdan masih dalam keadaan dapat ditolong (reversible dan recoverable)
Prosedur
Unit terkait
I.
Indikasi Umum 1. Semua penderita yang membutuhkan bantuan pernapasan mekanik atau alat bantuan khusus lainnya 2. Semua penderita yang membutuhkan monitoring secara cermat dan ketat II. Indikasi Khusus 1. Kelainan pada saluran pernapasan : Pneumonia, Bronkiolitis, Laringitis dirawat di ICU apabila : dengan pengobatan yang klasik tidak memberikan hasil yang baik atau menuju kea rah terjadinya kegagalan pernapasan 2. Kelainan pada system kardiovaskuler seperti syok : hipovolemik, kardiogenik, septic. Syok hipovolemik dan septic yang tidak menunjukkanrespon yang baik terhadap pengobatan klasik atau didapatkan komplikasi menuju ke arah kegagalan pernapasan. Setiap syok kardiogenik / syok septic apapun penyebabnya, untuk pengawasan EKG (bedside) / pemantauan ketat hemodinamik. 3. Keracunan Kasus-kasus keracunan makanan, obat-obatan, zat kimia yang memerlukan pengobatan suportif misalnya : hemodialisis, tranfusi tukar, bantuan napas mekanik, syok. 4. Penderita paska bedah mayor yang membutuhkan ventilator III. Prioritas Indikasi Rawat ICU Mengingat terbatasnya tempat / tenaga / sarana, maka prioritas medikasi rawat ICU : 1. Syok kardiogenik apapun sebabnya 2. Syok septic dengan komplikasinya 3. Kegagalan pernapasan apapun sebabnya UGD, HCU, SMF lain di RSDK Semarang
ALUR PERAWATAN PASIEN (FLOW OF PATIENTS)
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG No. Dokumen PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Pelayanan pasien yang akan mendapat perawatan di ICU Memudahkan persiapan penderita yang akan mendapat perawatan di ICU Mengatur tanggung jawab pelayanan di ICU A. -
Bila dari ruangan : dokter di ruangan mengajukan permintaan tertulis kepada dokter ICU dengan menyebut indikasi rawatnya
-
Unit Terkait
Penderita yang berasal dari poliklinik atau dari luardapat langsung meminta persetujuan dokter ICU secara trtulis untuk dapat dirawat di ICU setelah berkonsultasi dengan supervisor ICU - Di luar jam kerja, dokter jaga ICU dapat bertindak mewakili dokter ICU setelah berkonsultasi dengan supervisor ICU B. Dokter (supervisor) ICU member persetujuan atau penolakan secara tertulis lewat dokter jaga ICU, setelah melihat pasien langsung dan mempertimbangkan keadaan, tempat, fasilitas dan indikasi rawat. C. Setelah disetujui penderita diserahterimakan dan selanjutnya dirawat oleh dokter jaga ICU dan pengelolaan dikonsultasikan dengan supervisor ICU. D. Konsultasi dengan konsulen UPF lain dikerjakan secara tertulis oleh dokter ICU sesuai indikasi E. Dokter (supervisor) ICU akan memperhatikan saran dari konsultan untuk bahan pertimbangan dan penatalaksanaan penderita F.Segera setelah tidak ada indikasi untuk dirawat di ICU, atas keputusan dokter ICU penderita dikembalikan ke ruangan asal penderita, dipulangkan atau meninggal UGD, HCU, SMF lain di RSDK Semarang
TATA CARA JAGA ICU
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG No. Dokumen PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Peraturan yang di buat untuk mengatur tugas jaga ICU Supaya pelayanan pasien dan pencatatan pasien di ICU dapat berjalan baik Dokter jaga ICU melaksanakan tugas sesuai dengan prosedur 1. Serah terima pasien dengan segala permasalahannya dari dokter ICU ke dokter jaga dengan aturan : a. Senin – Kamis pukul 13.30 b. Jumat pikul 11.00 c. Sabtu pukul 12.30 d. Minggu / Hari libur Pagi pukul 08.00
Unit Terkait
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
Malam pukul 20.00 2. Atasi kegawatan melakukan program konsul supervisor PGD atau sub bagian lain yang terkait 3. Menulis laporan jaga di buku laporan 4. Menyerahkan pasien dengan segala prmasalahannya dari dokter jaga ke doktr ICU Dokter Jaga ICU di RSDK Semarang
ALUR TRANSPOR PENDERITA DENGAN KEGAWATAN DI LINGKUNGAN RS DR. KARIADI
No. Dokumen PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Setiap pasien yang akan dikirim dilakukan stabilisasi sebelum ditransportasikan ke ruangan Pengaturan tim persiapan transport penderita gawat Pengiriman penderita harus berdasarkan prosedur transport yang telah dibuat PASIEN SETUJU DIRAWAT
DOKTER PENGIRIM MENGHUBUNGI DOKTER PENERIMA Keadan pasien, Diagnostik, alas an dirawat, sarana yang dibutuhkan
PERSIAPAN TRANSPOR
STABILISASI PASIEN A. Airway Pasien : jalan napas terbuka dan adekuat, bila perlu intubasi dengan posisi yang benar Sarana : tanki O2, suction B. Breathing Pasien : evaluasi gerak dada, pengembangan dada adekuat, BGA, saturasi O2 Sarana : tanki O2, Ambu Bag, pulse oksimetri C. Sirkulasi Pasien : perfusi adekuat, pasang kateter, jalur i.v. stabil bila ada resiko kegagalan sirkulasi : VS, CVP Sarana : infuse set, cairan i.v., kateter dan urine bag D. Obat Obat-obatan emergensi sesuai kegawatan saat Dikirim dengan didampingi dokter dan paramedis
Unit Terkait
UGD, HCU, ICU, SMF lain di RSDK Semarang
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
BANTUAN NAPAS BUATAN (VTP) No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 Pengertian Tujuan Kebijakan
Ventilasi tekanan positif digunakan untuk memberikan bantuan pernafasan Menentukan batas waktu penghentian VTP dan tanggung jawab pelaksanaannya Penentuan batas waktu penghentian VTP berdasarkan prosedur yang tepat telah dibuat
Prosedur
Unit terkait
HND, UGD, ICU di RSDK Semarang
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG PROSEDUR TETAP
PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Proses penyapihan berarti pengurangan bertahap bantuan ventilasi mekanik dan mengarahkan pada pernapasan spontan Pasien dapat bemapas spontan Semua pasien yang mengalami gagal napas dan mampu tanpa bantuan ventilator mekanik 1. Laksanakan penyapihan pada pagi hari setelah penderita cukup istirahat di malam hari 2. Semua obat sedasi dan pelumpuh otot sudah dihentikan dan habis pengaruhnya untuk menghindari depresi pernapasan 3. Perubahan setting ventilator untuk penyapihan : a) Penurunan FiO2 dilakukan bertahap 2-5% b) Pada ventilator pressure PIP diturunkan 2 cm H2O setiap 2-4 jam jangan menurunkan PIP kurang dari 20-25 cm H2O atau melewati batas pengembangan dada dan suara napas yang adekuat agar tidak terjadi hipoventilasi. Setelah stabil IMV rate diturunkan c) Pada ventilator volume IMV dapat langsung dikurangi secara periodik 25% setiap 2-4 jam sambil mengawasi kualitas pernapasan spontan d) PEEP dikurangi 2 cm H2O setiap 22-4 jam dan dipertahankan sampai 2-3 cm H2O ( PEEP fisioiogis ) 4. Setiap perubahan parameter ventilator di atas seharusnya dikonfirmasi dengan analisa gas darah. Selain itu perlu diperhatikan parameter kegagalan percobaan penyapihan : peningkatan / penurunan frekuensi jantung lebih dan 20 kali / menit peningkatan frekuensi napas lebih dari 10 kali/menit tekanan diastolik naik/turun lebih dari 20 mmHg terjadi aritmia/ diritmia pernapasan paradoksal / kelelahan otot napas
-
saturasi O2 kurang dari 90% ( pulse oksimetri )
-
Unit terkait
perburukan hasil analisis gas darah ( hipoksia, asidosis respiratonk akut)
ICU di RSDK Semarang
RSUP Dr. Kariadi SEMARANG
PENENTUAN KEMATIAN BATANG OTAK No. Dokumen
PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001 Pengertian
Tujuan
Mati batang otak suatu keadaan jaringan otak rusak sedemikian beratnya sehingga fungsi vitalnya rusak ireversibel dan tidak lagi tergantung pada keadaan jantung. Untuk menyamakan penilaian / diagnosis kematian batang otak
Kebijakan
Diagnosis kematian batang otak harus melalui prosedur yang ditetapkan
Prosedur
1.
Hakekatnya seseorang telah meninggal jika batang otaknya sudah mati. Oleh karena itu penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan hanya melakukan pemeriksaan terhadap fungsi batang otak saja. 2. Untuk mengetahui fungsi batang otak perlu dilakukan pemeriksaan terhadap : a) Respon terhadap sekitar ( perintah, rangsangan, gerak, dan sebagainya ) b) Gerakan otot dan postur dengan catatan bahwa pasien tidak dalam sedang berada dibawah pengaruh obat pelemas otot c) Reflek pupil d) Reflek komea e) Respon motorik syaraf kranial terhadap rangsangan f) Reflek menelan atau batuk jika tuba endotrakeal didorong kebawah g) Reflek vestibulo okuler bila air es dimasukkan kedalam telinga h) Napas spontan jika respirator dilepas dalam waktu cukup ( ± 10 menit ) sehingga PCO2 melebihi 50 torr 3. Pemeriksaan tersebut pada ayat 2 baru boleh dilakukan paling sedikit 6 jam setelah onset apneu dan koma. 4. Jika hasil dari pemeriksaan tersebut pada ayat 2 negatif maka diagnosis kematian batang otak belum dapat ditegakkan sebelum dilakukan pemeriksaan yang kedua untuk
5.
6.
7.
8.
Unit terkait
kepentingan konfirmasi, sehingga karenanya pasien harus tetap dianggap masih hidup dan diperlakukan sebagaimana layaknya. Pemeriksaan yang kedua untuk kepentingan konfirmasi tersebut diatas baru boleh dilakukan paling cepat 2 jam setelah pemeriksaan pertama Jika pemeriksaan yang kedua juga menunjukkan hasil yang negatif maka diagnosis kematian batang otak dapat ditegakkan dan selanjutnya pasien dinyatakan meninggal serta dibuat surat kematiannya Pemeriksaan angiografi dan EEG tidak diperlukan, tetapi dokter dapat melakukannya jika merasa ragu terhadap hasil perneriksaan seperti tersebut di atas Dalam hal pasien meninggal ( dinyatakan meninggal ) maka segala macam peralatan penunjang kehidupannya harus dicabut, kecuali pasien dipersiapkan menjadi donor cadaver.
ICU di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN KETOASIDOSIS No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
Tujuan Kebijakan Prosedur
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah kegawatan penyakit metabolik dan endokrin sebagai komplikasi Diabetes Mellrtus tipe I karena difisiensi insulin yang mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak serta dijumpai adanya hiperlikemia, ketosis dan asidosis. Sebagai upaya menekan angka kematian akibat KAD sampai 2% Penanganan KAD mesti dilaksanakan sesuai urutan serta pengelolaan yang benar untuk menghindari kefatalan akibat kesalahan prosedur 5. Diagnosa Anamnesia : Poliuria, polidipsi dan polifagi. Pernapasan cepat dan dalam (Kussmaul), napas bau aseton, berat badan menurun , syok atau koma, nyeri perut, malaise, Dehidrasi berat tetapi poliuria. Faktor presipitasi : terlambat diagnosis, infeksi, trauma, komplikasi lain. Pemeriksaan : gejala asidosis, dehidrasi dengan/tanpa syok bahkan koma Penunjang : gula darah, urinasila, BGA, elektrolit darah, keton darah, darah tepi langkap, fungsi ginjal, kultur darah, urin dan twiggorok, x foto dada Kriteria diagnosis : gula darah > 300 mg%, asidosis metabolik (pH<7,3 : HCO3<15 mEq/1) dan ketosis 6. Tata Laksana : Indikasi rawat PICU ; pH < 7,0: umur < 2 tahun; tidak sadar : GDS > 1000 mg% atau kondisi lain yang memerlukan perawatan di PICU. Selain itu pasien dirawat di HND. Pokok-pokok terapi adalah : 1. Terapi cairan 2. Insulin 3. Koreksi gangguan elektrolit 4. Penanganan infeksi Terapi a. Manajemen airway dan breathing Jika perlu penderita dilakukan intubasi dan pemakaian ventilator mekanik
No. Dokumen
PENGELOLAAN KETOASIDOSIS No. Revisi Halaman
Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Terapi cairan dan elektrolit Bila syok infuse RL, NaCl atau koloid sesuai protap syok Rehidrasi Cara perhitungan kebutuhan cairan pada KAD : 1. Tentukan derajat dehidrasi .......%A 2. Tentukan defisit cairan A x BB ( kg x 1000=Bml 3. Tentukan kebutuhan rumatan / 48 jam C ml 4. Tentukan kebutuhan total dalam 48 jam B + C = D ml 5. Tentukan dalam tetesan per jam D/48 = ... ml/jam Contoh : anak LPB Im2-BB 30 kg dehidrasi 10%, lama terapi 36 jam I jam I 500cc NaCl 0,9% x RL I jam II 500cc NaCl 0,45% + KCl 20 mEq Jam III s/d 12 jam 2000 cc/jam = 2400cc D 5% + NaCl 0,2% + Cl 40 mEq/I Total 36 jam = 5400 cc Koreksi Na hati-hati, hitung dulu Na sesungguhnya Na sesungguhnya - Na terlibat
1,6 (gula darah - 100) 100
Koreksi ditemukan hipernatremia maka lama resusitasi cairan 72 jam infuse NaCl 0,45% Kalium diberikan sejak awal resusitasi kecuali pada anuria Dosis K = 5 mEq/kgBB/hari diberikan dengan kekuatan larutan 20-40 nEq/I dengan kecepatan tidak lebih dari 0,5 mEq/kg/jam Estimas Losses accumulation : - air 100cc/kg (60-100) - Na 6 mEq/kg (5-15) - K 5 mEq/kg (4 – 6) - CI4 mEq/kg (3-9) - POH 3 mEq/kg
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN KETOASIDOSIS No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Kebutuhan cairan rumatan : BB kebutuhan cairan perhari 3-10 kg 100ml/kg 10-20 kg 1000 ml + 50ml/kg setiap BB di atas 10kg >20kg 1500 ml + 20ml/kg setiap BB diatas 20 kg Serum osmolarity (mOsm/kg) = Serum Na (mEq/I) x 2
glukosa (mg/dl ~) BUN (mg/dl) 18 3
Jenis cairan resisutasi awal NaCl 0,9% / RL. Bila kadar gula darah sudah turun mencapai < 250 cc mg/dl cairan diganti dengan D5% in 0,45% saline. c. Pemberian Insulin Diberikan setelah syok teratasi dan resusitasi cairan dimulai. Mulai bolus 0,1 U/kgBB Rl, dilanjutkan dengan drip 0,1 U/kgBB/jam (50 U Rl + 500 cc NaCl, ambil 50cc untuk BB 30kg-30cc/jam) Bila GDS turun menjadi 300 mg/dl dosis insulin diturunkan 0,05 U/kg/jam dan tambahkan infus glukosa 5% atau 10% pada infus sampai asidosis penurunan GDS tak boleh > 100 mg dalam 1 jam Intake peroral dimulai bila secara metabolik sudah stabil (BicNat > 15, GDS <200, pH>7,3. Sebelum insulin dihentikan intake peroral diberikan dengan menambah dosis insulin sbb : - Untuk makan dengan dosis insulin digandakan 2 kali selama makan sampai 30 menit setelah selesai. - Untuk makan besar dosis insulin digandakan 3 kali selama makan sampai 60 menit setelah selesai.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN KETOASIDOSIS No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
d. Asdosis pH>7,1 tak perlu koreksi bicnat pH<7,1 koreksi dengan rumus 0,3 x BB x BE asidosis menetap walau dengan insulin 0,1 U/kg/jam : kemungkinan karena : Sepsis berat – asidosis laktat; insulin degradation; salah dosis.
e. Monitoring GDS tiap 2 jam, elektrolit dan BGA tiap 2-4 jam dalam 24 jam Nadi, RR, tensi, neurologist, balans cairan, suhu, ketonuri negative. Bila ada gangguan elektrolit perlu segera di koreksi. f. Penanganan infeksi Gunakan antibiotik yang adekuat g. Diit: Puasa sampai metabolik stabil : GDS<200;HCO3>15;pH>7,3 Unit terkait
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
HND anak – ICU di RSDK Semarang
No. Dokumen
PENGELOLAAN REAKSI TRANFUSI No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Reaksi transfusi adalah reaksi reaksi yang terjadi selama transfusi atau dalam 24 jam setelah transfusi Sebagai panduan penanganan reaksi transfusi Reaksi transfusi merupakan reaksi akut yang membahayakan jiwa yang memerlukan tindakan penanganan segera 1. Reaksi hemolisis mayor - hentikan gejala transfusi - pertahankan tekanan darah dan perrusi ginjal - berikan cairan NaCl atau RL - berikan hidrokortison adrenalin intravena - jika terjadi gagal ginjal kelola sesuai penatalaksanaan gagal ginjal
Unit terkait
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
2. Pasien dengan darah terinfeksi - Penatalaksanaan sesuai protap syok - Segera diberi antibiotika sebelum hasil kultur keluar 3. Pasien dengan reaksi alergi - Gejala; galal, urtikaria, kasus berat edema - Segera berikan antihistamin dan hidrokortison - Perlu komponen yang dicuci pada transfuse selanjutnya 4. Pasien dengan overload cairan - Gejala; pusing batuk, tanda edema pulmo - Jika ditemukan gagal jantung, kelola sesuai penatalaksanaan gagal jantung - Berikan diuretika - Pencegahan : tetesan lambat UGD, HND, ICU, di RSDK Semarang
No. Dokumen
Tanggal Terbit
TEKNIK TRANSFUSI No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur :
Transfusi darah merupakan sesuatu rangkaian proses pemindahan darah seorang donor darah kepada resipien Menyamakan tindakan teknik transfusi darah Semua tindakan transfuse darah harus memenuhi prosedur teknik transfusi darah 1. Tentukan indikasi transfusi dengan jelas dan tepat 2. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien 3. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi 4. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes cocok serasi) 5. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI 6. Prosedur di bangsal : - Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi - Darah yang datang dicek sekali lagi - Lakukan uji kebocoran kantung darah - Catat waktu mulai dan selesai transfusi darah
7. Persiapan Transfusi darah - Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”, lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter - Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung tangan harus steril) - Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah - Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis, hipotermi berakibat aritma / henti jantung) - Kecepatan infus : o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik 100 mmgh o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt) o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan saline fisiologi 50-100 ml/unit
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
TEKNIK TRANSFUSI No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
8. Pemantauan : 9. Pilih darah/komponen darah yang akan diberikan secara efisien 10. Hitung jumlah volume darah yang akan ditransfusi 11. Ambil contoh darah untuk uji laboratorium (golongan darah, tes cocok serasi) 12. Cocokkan darah yang datang dari Bank darah / PMI 13. Prosedur di bangsal : - Perawat dan dokter bangsal sudah mengetahui rencana transfusi - Darah yang datang dicek sekali lagi - Lakukan uji kebocoran kantung darah - Catat waktu mulai dan selesai transfusi darah 14. Persiapan Transfusi darah - Siapkan peralatan infuse : tiang penyangga, set transfusi tipe “y”, lokasi jalur, ukuran jarum kateter (no 18-20), filter 170 mikroliter - Bekerja aseptik, penderita imunosupresif / netropeni (sarung tangan harus steril) - Jangan tambah obat apapun dalam kantung darah - Jaga temperatur darah (hipertemi berakibat hemolisis, hipotermi berakibat aritma / henti jantung) - Kecepatan infus :
o Kehilangan darah akut, kecepatan >100 per menit sampai sistolik 100 mmgh o Anemia kronis 4 jam untuk setiap unit darah (jangan > 2ml/mnt) o Penderita penyakit jantung, paru dan ginjal bila perlu o Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah o Transfusi trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt o Cyropresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10ml/mnt o PRC atau darah yang sedikit plasmanya, viskositas terlalu tinggi kecepatan aliran berkurang, sehingga perlu dicampur dengan saline fisiologi 50-100 ml/unit
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
TEKNIK TRANSFUSI No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Unit terkait
Diberikan > 2 unit darah akan lebih aman dibagi 2 kali secara terpisah - Transfuse trombosit diberikan tidak lebih 10ml/mnt - Cryspresipitat dan F VIII diberikan tidak lebih 10 ml/mnt - PRC atau darah yang sedikit plasmany, vikositas terlalu dicampur dengan saline fisiologis 50-100 ml/mnt 8. Pemantauan : 5-30 menit pertama transfuse, terutama atau kecepatan tetesan dari reaksi transfuse Pantau tanda vital, dieresis, lokasi jalur infus (reaksi inflamasi & ekstravasasi) 9. Evaluasi akhir : Lepas jalur infuse, cek sekitar lokasi bila tak ada tanda radang segera tekan dan tutup dengan kassa steril Bila ada tanda radang, kirim ujung kateter ke laboratorium bakteriologi Bila ada resiko overload sirkulasi pantauan diteruskan sampai 120/24 jam pasca transfuse UGD, HND, ICU, di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
MISTENIA GRAVIS No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian Tujuan Kebijakan Prosedur
Kelemahan otot-otot yang bertambah waktu digunakan secara berulang-ulang atau terus menerus dan membaik setelah istirahat. Menciptakan kondisi optimal guna menyembuhkan dan mengantisipasi bila terjadi ancaman gagal nafas. Penanganan miastenia gravis dengan segera dan tepat akan mencegah terjadinya kematian, pengobatannya disesuaikan dengan prosedur yang tepat. 1. Kriteria Diagnostik; > Anamnesis : Diplopia Sakit kepala Gangguan menelan Lekas lelah setelah aktivitas secara terus menerus > Pemeriksaan Tes kuantitatif kekuatan otot >> waktu abduksi lengan ke depan Reflek Fisiologis normal > Tes Watemberg 2. Diagnosis diferensial : Sindroma “Lambert – Eaton” Botulisme Kelemahan / kelumpuhan karena gangguan vaskuler, neuropati 3. Pemeriksaan penunjang Farmakoiogik test: Neostigmin / edrophonium tes EMG X Foto toraks AP dan lateral. Untuk melihat pembesaran kelenjar Thymus CT Scan Toraks > Imunologis; Anti-Ach R radiomunoassay 4. Konsultasi > Imunologi Pulmunologi > bedah toraks 4. Perawatan Rumah Sakit: > Rawat Inap segera > Bila krisis miastenia, diupayakan dirawat di ruang ICU
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
MISTENIA GRAVIS No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Unit terkait
5. Terapi: Antikonesterase: Piridostigmin 3 • 6 kali 30 – 120 mg Neostigmin 4 kali 15 mg > Kortikosteroid : dosis tergantung respon > Imunosupresif non steroid, Azatioprin / siklofosfamid > timektomi > plasmafareis 6. Standar Rumah Sakit Rumah Sakit Type B Pendidikan 7. Penyulit Paralisis otot, dapat karena : > Krisis Miastenik > Krisis KoHnergik 8. Inform Consent : Perlu 9. Standar Tenaga Dokter ahli syaraf Dokter ahli Penyakit Dalam Dokter ahli bedah Toraks 10. Lama Perawatan Tergantung keadaan 8. Masa pemulihan satu (1) minggu 11. Out put Komplikasi : > Paralisis pernafasan > infeksi > Sembuh parsial 12. Patologi Anatomi Perlu, bila Timektomi 13. Otopsi Jarang UGD, HnD, ICU, di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
SINDROMA GUILLAI BARRE No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian Tujuan Prosedur
Gangguan fungsi syaraf akut, post infeksi dengan abnormalitas autoimun, ditandai parese ekstremitas bagian distal yang progresif, biasanya bersifat ascending. Mampu melaksanakan perawatan ICU yang efektif untuk pasien-pasien SGB. 1. Kriteria Diagnosis Sindroma biasanya didahului dengan mialgia atau parestesi tungkai Kelemahan atau rasa tebal bagian distal yang progresif biasanya bersifat “ascending” Kelemahan biasanya simetris dan lebih nyata disbanding gejala sensoris. Tipe kelemahan fkasid Dapat mengenai syaraf kranialis terutama kedua syaraf fasialis (±40%) Gangguan miksi jarang terkena (±10%) Kadang-kadang disertai kelumpuhan otot-otot pernapasan dengan gejala sesak napas Lebih dari 50% penderita mempunyai riwayat infeksi saluran nafas dan perut 1-3 minggu sebelumnya. 2. Diagnosis banding : Poliomyelitis Botulisme Neuropati akibat keracunan logam berat Paralisis periodic Poliraiosistisakut Tick paralisis Porfiria intermiten akut Miastenia gravis Infeksi HIV
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
SINDROMA GUILLAI BARRE No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
3. Pemeriksaan penunjang: Pemeriksaan LCS ------------ disosiasi cytoalbumin (>2 minggu) Pemeriksaan EMG Konduksi syaraf menurun Latensi memanjang F-respon menurun Test Fungsi Respirasi 4. Konsultasi Bagian rehabilitasi medic / PRU Lain-lain tergantung komplikasi 5. Perawatan Rumah Sakit: a) Bila penderita dalam fase progresif penyakit b) Bila timbul gejala-gejala kelumpuhan otot pernapasan, seperti: Frekuensi nafas > 35 kali per menit Kapasitas vital < 15 ml / kg BB Poa2 < 70 mmHg PaCO2 > 50 mmHg c) Bila disertai gangguan fungsi otonom, seperti : Retensi urin Hipertensi atau hipotensi ortostatik Sinus takikardi atau sinus bradikardi d) Bila disertai kelumpuhan syaraf kranialis. 6. Terapi: A. Terapi Spesifik a) Pergantian plasma Diberikan 4-5 kali dalam 8-10 hari dengan dosis 250 ce/kgBB Diberikan seawall mungkin dan tidak diberikan bila perjalanan penyakit sudah lewat 3 minggu kecuali masih Nampak progresifitas penyakit
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
SINDROMA GUILLAI BARRE No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
b) Imunoglobulin intra vena Dosis ; 0,4 gr/kgBB per hari selama 5 hari c) Steroid dosis tinggi tidak mempunyai bukti bermanfaat pada pengobatan SGB d) Perawatan di ICU dengan intubasi ventilator bila timbul gagal nafas B. Terapi Umum 1. Yang terutama perawatan umum dari penderita 2. Monitoring kapasitas vital pernafasan dan fungsi jantung 3. Pencegahan thrombosis vena dengan pemberian heparin sub cutaneus 5000 Unit tiap 12 jam 4. Monitoring munculnya komplikasi: Hipertensi (S>200 mmHg) diberi Beta adrenergic bloker Hipotensi Postural ------ Posisi Supina Bradi Aritmia -------- Atropin Suifat Infeksi ----- Antibiotika adekuat 5. Program rehabilitasi 7. Standar Rumah Sakit: Rumah Sakit Type B Pendidikan 8. Penyulit: Terutama kegagalan pernafasan dan infeksi sekunder 9. Inform Consent: Sesuai Keadaan (Bila ada tindakan khusus) 10. Standar Tenaga Dokter ahli syaraf Dokter ahli rehabilitasi medic Konsulen lain sesuai keadaan
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
SINDROMA GUILLAI BARRE No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Unit terkait
11. Lama Perawatan Tergantung keadaan, bila tanpa komplikasi berkisar 3 minggu 12. Masa Pemulihan Bervariasi, tergantung perjalanan beratnya penyakit 13. Out put Tergantung Jenisnya: 75% : Sembuh Total 10% : Dengan kecacatan ringan 10% : Dengan kecacatan berat 5% : meninggal dunia 14. Patologi Anatomi Tidak perlu 15. Otopsi Tidak ada Bagian Rehabilitasi Medik, lain-lain tergantung komplikasi
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian Tujuan Prosedur
Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak, terjadi secara mendadak atau secara cepat timbul gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu Mampu melaksanakan perawatan yang efektif untuk pasien-pasien stroke. 1. Macam / Jenis Stroke : a. Stroke infark : trombolitik; emboji; hemodinamik b. Stroke Hemoragik : Pendarahan Intr serebral; Pendarahan sub Araknoid c. Stroke usia muda 2. Kriteria Diagnosis Gangguan fungsi syaraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak, terjadi secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala atau tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang terganggu. 2.A. * Defisit Neurologis dapat berupa TIA : sembuh Total dalam 24 jam RIND : sembuh total dalam waktu 3 minggu Completed stroke Stroke Siriraj < 0 atau negative Tanda-tanda kenaikan TIK jarang timbul pada masa awal (baru muncul hari III-V) Khusus untuk kausa Emboli, biasanya didapat kelainan jantung Kesadaran biasanya masih completed stroke 2.B. * Klinis selalu merupakan completed stroke Biasanya diikuti dengan kesadaran menurun / koma, nyeri kepala, muntah, kejang. Tanda-tanda kenaikan TIK timbul awal (tensi naik, bradikardi relative, tanda herniasi)
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Stroke sirijaj diatas 0 atau posistif Pada PSA dan pendarahan ventrikel dapat ditemukan tanda kaku kudu dan meninggal. 2.C. * Biasanya ditemukan kelainan berupa Penyakit Jantung (aritmia, gangguan katub jantung, infark, DC) ----- 8-35% Gangguan hematologic (sindrom hiperkoagulasi, abnormalitas koagulasi – fibrinolisis, abnormal platelet dan gangguan koagulasi darah):3-18% Penggunaan kontrasepsi oral ----- 4-16% Migren ----- 2-8% Penggunaan obat-obatan seperti alcohol, kokain heroin, simpatomimetik, dll. Kadang ditemukannya ada tumor otak Kelainan pembuluh darah (Cavernous malformation, A VM, Coartation aorta Ehler - Sanlas dan Marfan’s syndrome lebih banyak terjadi pada masa kehamilan. 3. Diagnosis diferensial : Epilepsy Gangguan metabolic (hipoglikemia, uremia, ensefolopati hepatic, dll) Syncope Tumor otak Gangguan elektrolit (hipoglikemia, hiponatremia) Intoksikasi obat (alcohol, barbiturate, transquilizer) Migren Infeksi (meningitis, ensefalitis) Ensefalopati hipertensi Kelainan psikiatri 4. Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium : darah rutin, trorabosit, hematokrit, TAT,
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Ureum, kreatinin, gula darah, asam urat, kolesterol, trigliserid, LDL, HDL, Na, K, urinalisa X Foto Thoraks EKG : Echokardiografi. EEG CTScan Doppler Angiografi MRI 5. Konsultasi: Bagian Penyakit Dalam Bagian Mata Bagian Rehabilitasi medik/PRU Bagian bedah syaraf – stroke hemoragik Lain-lainsesuai keadaan 6. Perawatan Rumah Sakit Untuk seraua jenis stroke pada fase akut, dengan patokan Infark ( 7-10 hari) Pendarahan ( 3 minggu ) Untuk penderita stroke dengan penyulit ( dekubitus luas, infeksi sekunder, dll ) 7. Terapi 7.A. Stroke Infark 7. A1. Pengobatan umiun; Pedoman 5B: Jalan napas, oksigenasi, fungsi paru harus diperhatikan Tekanan darah jangan diturunkan pada fase akut Bila terjadi kejang harus segera diatasi Bila terjadi TIK meningkat harus segera diturunkan. Bila terjadi retensio urin ---- pasang kateter intermiten. Bila inkonsistensia urin pada laki-laki ----- pasang kondom kateter.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pada wanita pasang kateter Jaga agar defekasi teratur, bila tidak dapat makan ---- pasang sonde 7. A2. Pengobatan pada penyebabnya : farmakoterapi disini akan berhasil baik bila dilakukan secara dini, 6 jam sesudah permulaan stroke. a) Prevensi terjadinya irombosis ( antikoagulan) Platelet anti agregasi - Obat Utama : aspirin, dosis 650 – 975 mg/hari - Obat alternatif : ticlopidin, dosis 500 mg/hari Antikoagulan - Heparin, dengan alat injector otomatis dengan monitor CT scan ; dosis awal 1000 IU diikuti infuse konstan 800 – 1200 IU dan pemeriksaan faal hematologis yang ketat. Dihentikan jika platelet < 100.000. Sebaiknya dihentikan bila penderita stabil dalam waktu 72 jam. Dapat diberikan secara sub kutan 2 kali sehari dengan dosis awal 20.000 IU, kemudian diturunkan sampai 15.000 IU tiap 12 jam. - Low Molecular Weight Heparinoid ( fiuksiparin); Dosis 0,4mg/kgBB sub kutis 2 kali sehari selama 10 hari. Trombolisis - Urokmase, streptokinase (lama) - TA ---- fibrinolisis local, Dosis : 0,9 mg/kgBB IN selama 60 menit. Timbul gagal napas b) Memperbaiki aliran darah ke otak: Memperbaiki faktor hemorheologi: - Pentoxifillyn (trental): dosis 15 mg/kgBB/Hari drip selama 5 hari dilanjutkan oral 2x 400mg
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Hemodilusi Hemodilusi hipervolemik dengan hydroxyethyl starch atau pentastrach yang lebih baik dan pada dextran 40%. Indikasi: Stroke dengan Ht tinggi. Bermanfaat untuk stroke baru: 6-12 jam. Ht jangan diturunkan di bawah 33%. KI: Decompensasi kordis, gagal ginjal. Menaikkan tekanan perfusi. Vasodilatasi c) Neuroproteksi atau sitiproteksi Clsium Chanel broker Nimodipin; 2,1 cc/jam dengansyringe pump (7 hari), dilanjutkan oral 3x selama 1 bulan. Metabolic activator Co – Dergorine Mesilate : 1 x 4,5 mg per os - CDP Chofin dengan dosis 2 x 250 mg IV 7. A3. Pengobatan faktor resiko Tekanan darah Dilakukan penurunan tekanan darah setelah fase akut, kecuali Tensi sistolik > 220 mmHg, Diastolik > 120 mmHg. Gunakan antihipertensi yang bekerja cepat: Klonidin ; dosis awaf 75 pg, im, monitoring tensi tiap 15 menit. Dosis maksimal 1200ug. Jika tidak respon dengan IV, dosis 75 ug dalam ml glukosa 5% (pelan). Bila setelah 40 menit diastolic tetap > 120 mmHg, berikan secara drip dengan dosis 0,9 – 1,05 mg dalam 500 ml lanitan R solo, mulai dengan 12 tetes per menit. Nifedipin sublingual; Dosis 5 mg sub lingual. Gula darah Reduksi -/+ (GD < 200 mg %) ------ insulin (-) Reduksi ++ (GD 200 – 250) ------- insulin 4 IU sk
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Reduksi +++ (GD 250 – 300) ------- insulin 8 IU sk Reduksi ++++ (GD >300 ) ------ insulin 12 IU sk Kelainan Jantung : Tergantung jenis kelainannya Suhu Tubuh : Penurunan suhu tubuh (jika ›› ) dengan cooling atau aspirin Peninggian TIK : Manitol 100 cc/4 jam. Pastikan tidak ada gagal ginjal, dehidrasi. 7. B. Stroke Henografik 7.B1. Konservatif: o Umum ( 5B sda) o Medikamentosa PIS : Asam traneksamat 6 x 1 gr PSA : calcium Channel Blockers; Dosis 60-90 mg oral tiap 4jam selama 21 hari 7.B2. Operatif: Konsul Bedah syaraf Terapi Rehabilitasi ( untuk semua jenis stroke ); Stroke Infark : segara dilakukan Ft aktif stroke Hemografik : segera FT pasif : dilanjutkan aktif setelah 2 – 3 minggu. 8. Standar Runah Sakit Rumah Sakit Type B Pendidikan 9. Penyulit o Perdarahan, Infkrk semakin luas o Iniark yang diikuti perdarahan o Ada Komplikasi penyakit lain ( Jantung, ginjal, DM dll) o Karena lama terbaring; dekubitus, pneumonia, UTI 10. Inform Consent Periu ( untuk CT scan, operasi)
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
STROKE No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Unit terkait
11. Standar Tebaga Dokter ahli syaraf Dokter ahli bedah syaraf Dokter ahli rehabilitasi medik Dokter ahli radiology Dokter ahli penyakit dalam Konsulen lain sesuai keadaan 12. Lama perawatan Stroke Infark : 7 s/d 10 hari Stroke Hemoragik : 3 minggu 13. Masa Pemulihan Bervariasi, tergantung beratnya penyakit 14. Out put Tergantung Jenisnya TIA dan RIND : dapat sembuh total Yang lainnya ; umumnya sembuh parsial ( ada sequele ) Karena biasanya disertai penyakit lainnya (jantung, ginjal, hipertensi, DIVI dll) komplikasi menjadi tumpang tindih. 15. Patologi Anatomi Bila dilakukan tindakan bedah (tidak terlalu penting) 16. Otopsi Bila perlu (permintaan polisi, badan hokum, asuransi atau yang berwenang atas ijin keluarga) Bagian Penyakit Dalam, Bagian Mata, Bagian Rehabilitasi Medis, Bagian Bedah Syaraf, lain-lain sesuai keadaan.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
PENGELOLAAN SYOK No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian
Prosedur
Syok adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan tidak cukupnya perfusi jaringan dan hipoksia jaringan. Mungkin berhubungan dengan hipotensi. Biasanya ditandai adanya hipoperfusi, perubahan status mental, oliguri dan asidosis. Secara garis besar ada 4 macam syok : kardiogenik, hipovolemik, distributif dan obstruktif. Syok kardiogenik : penyebab primer menurunnya fungsi jantung, ditandai menurunnya kontraktilitas, meningkatnya tekanan pengisian, menurunnya kerja ventrikel kiri, menurunnya tekanan pengisian ventrikel kiri dan meningkatnya tahanan perifer sistemik. Syok distributif: disebabkan karena hilangnya tekanan vaskuler perifer dengan efek hipovolemi relative. Ditandai curah jantung meningkat atau normal, tahanan perifer sistemik rendah, tekanan pengisian ventrikel turun atau norma disebabkan karena sepsis, anafilaksis, neurogenik, insufiensi senal akut. Syok obstruktif: disebabkan hambatan yang kuat dalam pengisian jantung. Ditandai menurunnya curah jantung, meningkatnya tahanan perifer sitemik, gangguan tekanan pengisian ventrikel kiri tergantung etiologinya. Tujuan : menyamakan pengelolaan syok. Unit yang terkait : Bagian Anestesi dan Interna di ICCU/CCU RSDK Semarang Syok kardiogenik: terapi aritmia, gangguan fungsi diastolic mungkin membutuhkan rehudrasi, penggunaan obat inotropik. Bila CO tunin, BP turun, SVR naik berikan dobutamin 5mg/kgBB/menit. Bila tekanan darah sangat rendah, berikan obat yang berefek inotropik dan vasopresor nor epinephrine
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
PENGELOLAAN SYOK No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Syok hipovomelik: tujuan terapi untuk restorasi volume intravakuler, dengan target optimalkan blood pressure, pulse dan, organ perfusion. Terapi : Crystalloid solution ( osmolality ) : RL atau NaCl 0,9% Pendarahan sebaiknya diganti darah Bila hypovoleinia telah teratasi, baru boleh diberi vasoactive agent (dopamine atau dobutamin). Syok distributif: termasuk golongan ini : septic shock, anaphylactic shock, neurogenic shock dan acute adrenal insufficiency. a. Anaphylactic Shock Etiologi: reaksi antigen-antibody ( antigen : IgE) Patogenesis : antigen ----* pelepasan mediator kimiawi endogen (histamine, serotonin dll) ----›› permeabilitas vaskuler endothelial meningkat disertai bronchospasme. Gejala : pruritus, urtikaria, angio edema, palpitatasi, dyspnea dan shock. Tindakan : - Baringkan pasien dengan posisi shock (kaki lebih tinggi). - Adreanlin : dewasa 0,3-0,5 mg SC (lar. 1 :1000), anak = 0,01 mg/kg subkutan. - Pasang infuse NaCl 0,9% - Corticosteroid : Dexamethasone 0,2 mg/kg i.v. Bila terjadi bronchospasme dapat diberikan aminophyllin 5-6mg/kg i.v bolus pelan-pelan, lanjutkan drips 0,4-0,9 ing/kg/min. Fungsi adreanalin : meningkatkan kontraktilitas myocard, vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronchodilatasi. b. Neurogenic Shock Sering terjadi pada cervical atau high thoracic spinal cord injury dan dengan karakteristik hypotension, sering disertai bradycardia.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
Tanggal Terbit
PENGELOLAAN SYOK No. Revisi
Halaman
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Unit terkait
Gangguan neurologis: flaccid paralysis, loss of extremity reflexes dan priapism. Tindakan : - Volume resuscitation for hypotension - Vasopressor if volume loading does not reverse hypotension. c. Acute Adrenal [sufficiency] Etiologi: Gangguan glandula Adrenal : autoimmune disease, adrenal hemonhage, HIV infection, ketokonazole, meningococcemia, granulomatous disease. Gangguan Hypothaiamush Pituitary axis: with drawal from glucocorticoid therapy. Laboratory : hyponatremia, hyperkalemia, acidosis, hypoglycemia dan prerenal ozotemia. High Risk patiens : sepsis, acute anticoagulation post CABG, gtucocorticoid therapy was with draw whitin the past 12 months, AIDS, disseminated tuberculose. Tindakan : - Infuse D5 Normal Saline untuk meningkatkan tekanan darah - Berikan dexamethason 4 mg i.v kemudian 4 mg setiap 6 jam - Atasi factor pencetus Bila diagnose disapat : Hydrocortison 100mg setiap 8 jam atau sebagai infuse kontinyu 300 mg lebih dari 24 jam. Periksa base line sample darah untuk cortisol, electrolyte. Manisfestasi Klinis : Lemah, nausea/vomiting, nyeri perut, orthostatic hypotension, hipotensi tak teratasi dengan volume resusitasi atau vasopressor agent, demam. Syok obstruktif: Tujuan terapi untuk menghilangkan obstruksi. Tindakan : Crystaloid isotonic untuk maintenance of intravascular volume. Surgery. HND, UGD, SMF bagian lain, ICYU di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian Tujuan
Kebijakan Protokol Pengelolaan Penderita Cendera Kepala
Cedera kepala merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok usia produktif. Menciptakan kondisi optimal guna penyembuhan cedera Primer, dan mencegah sertai mengatasi penyulit ( cedara sekunder ) berupa antara lain hipertensi intra cranial, hipotensi sitemik, dan hipoksi hipoksemia, yang berpotensi mengakibatkan iskemia dan kematian. Penanganan cedera kepala dengan segera dan tepat akan mencegah terjadinya cedera sekunder dan angka mortalitas Berdasarkan semua informasi yang telah diuraikan diatas, maka disusunlah manual prosedur pengelolaan penderita cedera kepala sebagai berikut : 1. Indikasi rawat inap 2. Pengelolaan penderitaan di UGD 3. Indikasi pemeriksaan neuromejing diagnostife 4. Pengelolaan penderita di ruangan/ICU 5. Indikasi tindakan bedar syaraf 1. Indikasi rawat inap 1.1. CKS dan CKB, setelah resusitasi medis di UGD 1.2. CKR/penderita sadar, bilamana : 1.2.1. Memerlukan observasi lebih lanjut, antara lain: Gejala klinis berat (konfusi/disorientasi, nyeri kepala/muntahmuntah hebat, riwayat pingsan . 10 menit, dan masih amnesia > 1 jam post-trauma) Penilaian sulit (anak rewel, intoksikasi obat/alcohol, sehabis kejang/epilepsy) Observasi di rumah sulit (jauh dari RS, anak-anak tanpa penanggung jawab) Ada fraktur linear pada foto polos cranium
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
1.2.2. Memerlukan tindakan diagnostic dan terapeutik lebih lanjut: - Ada darah/ LCS keluar dari hidung atau telinga - Ada fraktur impresi, dan/ atau fraktur terbuka pada tengkorak/kalvarium. - Cedera tembus (anak peluru, dan sebagainya) - Ada deficit neurologic fokal, termasuk kejang post-trauma 2. Pengelolaan penderita UGD: 2.1. Stabilitas sirkulasi dan pernafasan; Bila mungkin, harus sudah dimulai sejak dari lokasi/tempat terjadinya kecelakaan, dan saat transportasi menuju RS/UGD, dan selanjutnya setelah penderita tiba di UGD. 2.2. Identifikasi gangguan metabolic lain yang bias menyebabkan koma (hipoterm, hiper/hipoglikemi, obat-obat depresan, alcohol, dan gangguan pada hati, pada ginjal, dan sebagainya), dan faktor-faktor resiko lainseperti usia, waktu kejadian, dan mekanisme trauma. 2.3. Evaluasi klinis dan neurologis awal; penilaian beratnya cedera kepala atas dasar skor GCS dan adanya deficit neurologis fokal, serta evaluasi adanya cedera organ/ system lain pada cedera ganda. 3. Indikasi pemeriksaan Neuromejing Diagnostik: 3.1. Foto polos cranium, untuk melihat adanya gambaran fraktur: 3.1.1. Pada CKR bila : - Ada riwayat pingsan atau amnesia yang lama - Pasien bingung atau gaduh-gelisah, sakit kepala progresif dan muntah di UGD. - Penilaian yang sulit (akibat alcohol, obat depresan, post serangan epilepsy) - Trauma pada wajah yang cukup berat.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Anak kecil, terutama bila curiga kasus penyiksaan (child abuse) Deficit neuroligik foka, termasuk kejang, bila fasilitas CT scan tak terssedia. 3.1.2. Pada CKS dan CKB bila fasilitas CT Scan tak tersedia dan referral/rujukan sulit. 3.2. CT Scan kepala: 3.2.1. Penderita dengan penurunan kesadaran (CKS dan CKB) 3.2.2. CKR bila: - Fraktur cranium yang disertai deficit neuroligik fokal dan/ atau kejang. - Penurunan GCS > 2 skor selama observasi, - Perbedaan diameter pupil > 1 mm - Fraktur ampresi lebih dari 1 tabula, dan cedera tembus/penetran. - GCS < 15 yangtidak kembali normal dalam 24 jam, terutama bila penderita usia tua, dengan riwayat jatuh dari ketinggian. Bila memungkinka, sebaiknyasegera dikerjaka, dan bila hasilnya menunjukkan ada fesi intra krainai, harus segera dilakukan konsultasi bedah syaraf, sebelum terjadinya ancaman/ tanda-tanda herniasi otak. 3.3. Foto polos region lain atas indikasi (leber lateral, abdomen, otak, tulang panjang). 4. Pengelolaan di ruangan ICU 4.1. Mengatasi peninggian TIK (hipertensi intra cranial), berupa 4.1.1. Evakuasi hematom intra cranial, confused brain, atau dekompresi efesterna.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
4.1.2. Perbaikan oksigenasi/ventilasi, bila perlu dlakukan instubasi. 4.1.3. Pemberian diuretic ostomik, dengan Manitol0,5-1 g/kgBB, secara bolus/tetesan cepat, bila perlu diulang setiap 4-6 jam asal tidak terjadi dehidrasi sistematik, atau osmolalitas plasma tidak > 310mosm/L 4.1.4. Pengawasan keseimbangan elektrolit, hindari hipo/hipernatremi. 4.1.5. Perbaiki venous out flow dengan posisi kepala 20-3- derajat lebih tinggi. 4.2. Mengatasi hipotensi sistemik; 4.2.1. Mengatasi anemia akbat pendarahan atau sebab-sebab lain. 4.2.2. Memelihara masukan cairan dan elektrolit yang adekuat (normovolemi) dengan larutan yang isoosmoler atau sedikit hiperosmoler. Restriksi cairan tidak dianjurkan. 4.2.3. Mencegah septicemia terutama pada fraktur dasar tengkorak yang disertai rinore dan otore. Naiknya pH/ berkurangnya keasaman cairan lambung merupakan salah satu penyebab kolonisasi kuman. 4.2.4. Hati-hati terhadap pemakaian obat-obatan sedatif yang berakibat hipotensi 4.3. Mencegah dan mengatasi hipoksia dan hipoksemia; 4.3.1. Evaluasi frekuensi nafas, dan bila mungkin pemeriksaan gas darah (BGA). 4.3.2. Intubasi dilakukan apabila: - Insufisiensi pernafasan (PaO2 < 90 mmHg atau bila dengan 02 < 130 mmHg, atau Pa CO2 > 60 mmHg). - Hiperventilasi neurogenik sehingga PaCO2 < 35 mmHg.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Ada gangguan irama pernafasan dan/atau penderita sering kejang-kejang. - Fraktur mandibula bilateral, atau ada peradaban profiis intra oral. - Untuk pemindahan penderita antar rumah sakit 4.3.3. Penderita dengan bantuan ventilasi, diusahakan supaya PaO2 > 150 mmHg, dan PaCO2 30-35 mmHg. 5. Indikasi tindakan pembedahan/kraniotomi: 5.1. Emerjensi/segera: 5.1.1. Hemalom ekstraserebral (epidural, subdural), dengan efek desakruang ( tabala 10 mm, dan/atau garis tengah bergeser > 5 mm, dan/atau ada penyempitan sisterna perimesenfalik atau ventrikel tertius). 5.1.2. Hematom intra cerebral denga efek pendesakan dan dilokasi yang operable. 5.1.3. Fraktur terbuka, dengan fragmen impresi, denga atau tanpa robekan dura. 5.1.4. Tanda-tanda kompresi syaraf optic. 5.2. Elektif/terprogram: 5.2.1. Fraktur impresi tertutup dengan deficit neurologic minimal dan pasien stabil. 5.2.2. Hematoma intracranial dengan efek masa dan deficit neurologic yang minimal, dan penderitaan stabil. 6. Lain-lain: 6.1. Pemberian nutrisi yang ada kuat secara enternal maupun parenteral, dengan tuba nasogastrikatau nasoduodenum (terjadi keadaan hipermetabolisme, dan kebutuhan kalori naik 1.4-1.5 kali kebutuhan normal) 6.2. Infeksi, terutam dari saluran nafas dapat menyebabkan hipertermi dan menaikkan kebutuhan oksigen jaringan sehingga memperberat iskemia yang ada. 6.3. Kejang, selain mengakibatkan asfiksia, juga menaikan
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Kebutuhan o2 otak. 6.4. Pendarahan lambung akibat stress ulcer sering timbul dan harus dicegah, sebaiknya dengan obat-obatan yang tidak menaikkan pH cairan lambung. 6.5. Pemakaian steroid terbukti tidak member manfaat ataupun perbedaan bermakna pada hasil pengelolaan CKB, bahkan dapat menyebabkan penyulit lain seperti meningkatnya resiko infeksi dan resiko perdarahn lambung. Difus Brain Injury Secara klinis berdasarkan lamanya koma (gangguan kesadaran). Pembagian ini berkaitan erat dengan berat dan luasnya kerusakan pada akson yang juga tergantung pada gaya inersia yang terjadi. Dibagi menjadi : - Classic concussion : Penderita sadar dalam 6 jam pertama setelah cedera. - Difus brain injury ringan : koma antara 6-24 jam. - Difus brain injury sedang : koma dalam 24 jam. - Difus brain injury berat : koma > 24 jam juga disertai tanda-tanda disfungsi batang otak. Klasifikasi Diffuse Injury: - Diffuse Injury I No Visible intracranial pathology on CT - Diffuse Injury II Cistern present; midline shift 0-5 mm and/or lesion densities present (may include bone fragment or foreign body) No high or mixed density lesion > 25 ml - Diffuse Injury III Cistern compressed or absent; midline shift 0-5 mm (swelling) No high or mixed densty lesion > 25 ml
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
PENGELOLAAN CEDERA KEPALA No. Revisi Halaman
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Unit terkait
Diffuse Injury IV Midline shift > 5mm; No high or mixed density lesion > 25 ml (shift) Evacuated mass : any lesion surgically evacuated Non evacuated mass : High or mixed density lesion > 25 ml not evacuated Prognosis dan Uapaya terapeutik Diperkirakan sekitar 35% kematian pada cedara kepala disebabkan oleh diffuse Brain Injury. Tanda-tanda yang mengarah pada prognosis yang jelek antara lain deserebrasi atau dekortikasi postural, adanya kelainan reflek pupil, lesi DAI yang multiple, lokasi lesi di kedalaman otak, terutama yang disertai kenaikan TIK dan adanya edema umum dan perdarahan intravertrikel. Prognosis yang buruk bila terdapat lesi hemoragis. Terapi : Ciptakan kondisi lingkungan yang favourable untuk perbaikan sel-sel yang sakit dan mencegah/ menghindari adanya penyulit (cedera sekunder) yang bias memperburuk keadaan sel-sel yang sakit tersebut. Karena sampai saat ini tidak ada obat atau tindakan yang dapat menyembuhkan cedera primer pada parenkim otak. HND, UGD, SMF bagian lain, ICU di RSDK Semarang
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Pengertian Tujuan
EPH, Getosis, Hipertensi dalam kehamilan, Pre-eklampsia, Eklampsia - Definisi - Diagnosis - Tatalaksana - Penilaian janin / ibu - Terapi Anti-Hipertensi - Terapi Anti-Kejang - Rujukan BATASAN Pre-eklampsia timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu, bila terjadi penyakit trofobiastik. Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau nafas yang ditandai dengan timbulnyakejang dan atau koma. Sebelumnya wanita tadi menunjukan gejala-gejalapre-eklampsia (kejang-kejang timbul bukan akibat kelainan neurologic). Hipertensi kronik adalah adanya hipertensi yang menetap oleh sebab apapun, yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dan 20 minggu, atau hipertensi yag menetap setelah 6 minggu paska persalinan. Superimposed preeklampsia / eklamsia ialah timbulnya pre-eklampsia atau eklamsia pada hipertensi kronik. “Transient Hypertensioon” ialah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita tekanan darahnya normal dan tidak mempunyai gejalagejala hipertensi kronik atau pre-eklampsia. Gejala ini akan hilang setelah 10 hari pasca persalinan. Klasifikasi : - Hipertensi yang telah ada sebelumnya / Hipertensi kronis - Hipertensi gestasional
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Tanpa proteinuria (hipertensi dalam kehamilan, transient hypertension) - Tanpa kondisi yang merugikan - Dengan kondisi yang tnemegikan (pre eklampsia berat, eklamsia) Dengan proteinuria (hipertensi dalam kehamilan, pre eklampsia) - Tanpa kondisi yang merugikan - Dengan kondisi yang merugikan (PEB, Eklampsia) - Dengan protenuria dan kondisi sampingan - Hipertensi sebelumnya dengan superimposed hipertensi gestasional dengan proteinuia - Saat antenatal tidak terklarifikasi Deifnisi Hipertensi o Nilai absolute ≥ 140/90 mmHg o Peningkatan ≥ 30/3 5 mmHg o TD diastolic ‘90mmHg Posisi duduk dengan lengan setinggi jantung Ukuran cuff sesuai Stigmomanometer air raksa akurat Bunyi Korotkoof I dan IV direkam Konfirmasi TD dalam ≥ 4 jam kecuali bila sangat tinggi Proteinuria : Protein urin ≥ 2+ pada dipstick Protein urin ≥ 300mg/d pada urin 24 jam proteinuria Mengindikasikan disfungsi glomerular Pikiran pemeriksaan urin 24 jam bila protein urin ≥ 1+ pada dipstick Edema mungkin akibat dari vasopasma dan penurunan tekanan onkotik namun bukan merupakan bagian definisi.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Manifestasi keparahan : Hipertensi gestational dengan komplikasi TD diastolic > 110 mmGh Bukti laboratorium ↓ platelet, ↑LFTs, ↑asam urat Efek renal-proteinuria > 3 g/d, oliguria Efek SSP-kejang, sakit kepala, gangguan pengelihatan Keterlibatan organ lain paru-paru, hati, hematology Gangguan janin Sebelumnya dikenal sebagai pre-eklampsia berat KRITERIA DIAGNOSIS Pre-eklampsia ringan : Ditemukan gejala-gejala sebagai berikut: - Tensi sistolik 140 mmHg atau lebih, atau - Tensi diastolic 90 mmHg atau lebih, atau - Kenaikan tensi sistolik 30 mmHg atau lebih, atau - Kenaikan tensi diastolic 15 mmHg atau lebih Pre-eklampsia berat : Bila didapatkan satu lebih gejala dibawah ini, pre-eklampsia digolongkan berat. 1. Tekanan darah sistolik160 mmHg atau lebih tekanan darah diastolic 110 mmHg atau lebih. Tekanan darah ini tidak menurun, meskipun ibu hamil dirumah sakit dan sudah menjalani rawat berbaring. 2. Proteinuria lebih dari 3 gr/24 jam atau 2+ dalam pemeriksaan kualitatif 3. Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc/24 jam yang disertai kenaikan kadar kjcatmui plasma 4. Kenaikan kadar asam urat (uric acid)
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
5. Kenaikan kadar enzyme hepar 6. Gangguan visus dan serebal 7. Nyeri epigastirum atau nyeri pada knadran kanan atas abnomen 8. Edema paru-pam dan sianosis 9. Pertumbuhan janin intra uterin yang terhambat 10. Adanya “HELP Syndrome” (Hemolysis, Elevated liver enzyme, low count < 100.000/mm). 11. Desseminated Intravascular Coagulation (DIG) DIAGNOSIS BANDING - Hipertensi menahun - Kelainan ginjal - Epilepsi PEMERIKSAAN PENUJANG 1. Pre-eklampsia riugan : - Urine lengkap 2. Pre-eklamsia berat/ekiampsia: - Pemeriksaan Hematologi: Hemoglobin, hematrokit, trombosit, CT, BT, PTT, PTTK, Fibrinogen - Pemeriksaan fungsi hepar : DGOT, SGPT, LDH, Bilirubin, Glukosa dan Anomia - Pemeriksaan fungsi ginjal: Proteinuri, Urin rutin, Kreatinin, asam urat, akumulasi urin 24 jam. KONSULTASI - Bagian Saraf - Bagian Mata - Bagian Penyakit Dalam (sub bagian ginjal dan hipertensi)
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
PENGELOLAAN 1. Pre-ekiampsia ringan : istarahat dan sedative a. Rawat jalan / ambulator : - Banyak istirahat - Diet – cukup protein, rendah kabohidrat, lemak dan garam. - Sedavita ringan ( kalau tidak bias istirahat ) tablet Fenabarbital 3x30mg per-oral selama 7 hari atau tablet Diazepam 3x2 mg peroral selama 7 hari. - Roboransia - Kujungan ulang tiap 1 minggu b. Pre-eklampsia ringan yang dirawat : - Pada kehamflan preterm ( 37 minggu ) Bila tekanan darah mencapai normotensi selam perawatan persalinannya ditunggu sampai aterm Bila tekanan darah turun, belum mencapai normotensi selainnya perawatan, maka kehamilannya dapat diakhiri pada kehamilan > 37 minggu. - Pada kehamilan aterm (>37 minggu) Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan - Cara persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperingan kala II dengan bantuan tindakan obsetetri. 2. Pada pre eklampsia berat prinsip penatalaksanaan adalah : o Pengurangan strees o Penilaian keadaan ibu dan janin o Terapi tekanan darah diastolik > 110 mmHg o Terapi mual dan muntah o Terapi nyeri epigastrik
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
o Pertimbangan profilaksis kejang o Pertmibangan waktu / cara persalinan Pengurangan Stress Komponen TD ibu adalah adrenergic Minimalkan rasa tidak nyaman ibu Beberapa komponen - Ruangan tenang, tidak terlalu terang, terisolasi - Protocol tatalaksana terencan dengan baik - Penjelasan rencana dengan jelas pada pasien / keluarga - Minimlakan rangsangan - Pendekatan tim yang konsisten dan meyakinkan - Bidan / perawat, obstetric, anestesi, hematology dari anak Penilaian keadaan ibu secara klinis Tekanan darah o Penilaian derajat keparahan o Konsistensi dalam pengukuran o Hubungan TD tinggi dengan CVA bukan kejang Sistem saraf pusat o Keberadaan dan keparahan sakit kepala o Gangguan pengelihatan – buta krotikal, kabur o Tremor, iribilitas, hiper refleksi, somnolen o Mual dan muntah Hematologi Edema, Pendarahan, pretekiae Hepatik Nyeri kuadran kanan atas dan epigastrik Mual dan muntah
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
Tanggal Terbit
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Ginjal Output dan warna urin Penilaian Keadaan Ibu secara Laboratorium Hematlogi Hemoglobin, Platelet, asupan darah : burr cell PTT, INRfibrinogen, FDP LDH, asam urat, bilirubin Hepatik SGPT, SGOT, LDH (glukosa, ammonia terhadap R/O AFLP) Ginjal Proteinuria Kreatinin, urea, asam urat Penilaian Keadaan Janin : - Gerakan janin - Penilaian denyut jantung janin - Ultrasonografi untuk perkembangan - Profil biofisik - Pemeriksaan Doppier arus darah : tali pusat, a. cerbri media Terapi mual dan muntah : - Antiereatik pilihan Terapi nyeri subhepatik atau epigastrik : - Morfin 2-4 mg IV - Antasid - Minimalkan palpasi Terapi Anti-hipertensi bertujuan : - Minimalkan risiko CVA pada ibu - Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman
GESTOSIS
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
No. Dokumen
No. Revisi
Tanggal Terbit
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut : Memfasilitasi persalinan pervaginam bila mungkin Memperpanjang kehamilan bila tepat / mungkin
Obat anti – hipertensi sebagai terapi akut : Penyebab β : - Antenolol, labelol Penyekat kanal kalsium : - Nifedipin 3-8x 10 mg/oral - ISDN Obat anti – Hipertensi sebagai terapi rumatan : Obat Simpatolotik yang bekerja sentral : - Methyl-dopa : dosis 500-3000 mg po dalam 2-4 dosis terbagi - Sebagai obat pilihan pada hipertensi esensial - Keuntungan – efek samping minimal dan aman Penyekat β : Labetanol - Mengkombinasikan penyekat ª dan P dengan ISA - Dosis – dosis maksimum 300mg IV 20 mg IV diikuti oleh 20 – 80 mg IV dititrasi sesuai TD - Perhatian respon janin terhadap hipoksia Atenolol - Antagonis reseptor “, obat oral - Dosis-50-100 mgpoOD - Perhatian – DM, asma, * FH dasar, terdapat variabilitas Resiko IUGR pada penggunaan kronik Penyekat Kanal Kalsium Nifedipin - Relaksasi langsung otot polos vascular
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
-
Dosis – Adalat – PA 10 mg bid * 80 mg/h Efek samping – toksitas magnesium, edama, flushing, sakit kepala, palpitasi, tokolitik, penggunaan bentuk kerja pendek tidak dianjurkan ACE inhibitor kontraindikasi pada kehamilan Hidralazin Onset intravena yang cepat berguna untuk krisis hipertensi Dosis – dosis tes 5 mg IV -* 5- 10 mg q 20-40 menit Perhatian – hipotensi dengan fetal compromise dapat terjadi pada pasien asetilator lambat dan hipovelemik Efek samping- dapat menyebabkan Flushing, sakit kepala, takikardia Krisis Hipertensi Stabilikan hipertensi berat - Gunakan hidraiazin, penyekat “, dan / atau Adalat- PA - Tujuan -> mempertahankan TD diastolic pada 90-100 mmHG - Monitor status janin sementara menterapi TD o Profilaksis kejang o Status volume intra vascular - Kateter Foley jarang mengalami ARF - Jangan kelebihan cairan -> jarang membutuhkan CVP o Lahirkan Profilaksis Kejang : Sulit diprediksi siapa yang akan mengalami kejang Tidak berhubungan dengan derajat hipertensi atau protenuria MgSO4 merupakan agen pilihan bila profilaksis kejang diindikasikan
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Magnesium Sulfat : Standar obsetri namun tidak digunakan pada keadaan lain Dosis 2-4 g/jam IV atau 4g 1M q4h Efek samping-lemas, paralysis, toksisitas jantung Monitor-refleks, Pernapasan, derajat kesadaran >> Resiko tinggi terutama pada pasien dengan oliguria atau mendapat penyekat kanal Ca² Antidotum : - Hentikan infuse magnesium - Kalsium gulkonas 10% 10ML IV selama 3 menit Terdapat 2 jenis perawatan/ tindakan pada Pre-eklampsia berat? Eklampsia, yaitu : A. Aktif, berarti kehamilan segera diakhiri/ diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal a. Indikasi : Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/ lebih keadaan dibawah ini: Ibu o Kehamilan > 37 minggu o Adanya gejala/ tanda impending eklampsia o Kegagalan terapi perawatan konservatif Dalam waktu atau setelah 5 jam sejak dimulainya pengobatan medicinal terjadi kenaikan tekanan darah Setelah 24 jam sejak dimulainya perawatan medicinal. Gejala-gejala status quo (tidak ada perbaikan) Janin - Adanya tanda-tanda “fetal distrees” - Adanya tanda-tanda IUGR - Laboratorik - Adanya “HELI.P Syndrome”
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
b. Pengobatan medicinal : - Segera masuk rumah sakit - Istirahat berbaring ke satu sisi (kiri) - Infuse dengan larutan Ringer Lactate 500cc (60-125 cc/jam) - Antasida - Diet -> Cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam - Pemberian obat anti kejang MgSO4 Syarat-syarat pemberian MgSO4 : - Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu CaC12 (kalsium Klorida) dalam 10% dalam 10 cc diberikan IV 3 menit (dalam keadaan siap pakai). - Refleks patella (+) kuat - Frekuensi pernafasan > 16 kali/menit - Produksi urin > 100cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/KgBB/jam) Suifes magnesikus dihentikan bila : - Ada tanda-tanda intoksikasi - Setelah 24 jam pasca persalinan - Dalam 6 jam pasca persalinan sudah terjadi perbaikan (normontensi). - Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada : Edema paru-paru Payah jantung kongestif Edema anasarka - Anti hipertensi diberikan bila: Tekanan darah tinggi - Sistolik> 180mmHg - Diastolik> 110mmHg - Obat-obatan ami hipertensi yang akan diberikan dalam bentuk suntikan yang tersedia di Indonesia ialah Klonidin.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
1 ampul mengandung 0,15 mg/cc Klonidin dilarutkan dalam 10cc larutan garam faali atau air untuk suntikan. Disuntikan mula-mula 5 cc IV perlahan-lahan selama 5 menit. Tekanan darah diukur 5 menit kemudian bila belum ada penurunan, maka diberikan lagi 5 cc IV dalam 5 menit (sisanya). Klonidin dapat diberikan tiap 4 jam sampai tekanan darah diastolic menjadi normotensi. Pilihan lain adalah Khloral Hidrat atau Hidrasillin. - Kardiotonik Indikasi pemberian kardiotonik ialah bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung. Jenis kardiotonik yang diberikan ialah Cedilanid D. perawatan dilakukan bersama dengan bagian penyakit jantung - Lain-lain : Obat-obatan antipiretika Diberikan bila suhu rectal di atas 38.5ºC» dapat dibantu dengan pemberian kompres dingi atau alcohol. Antibiotika Diberikan atas indikasi: Anti nyeri Bila penderita merasa kesakitan/ gelisah karena kontraksi rahim, dapat diberikan Pethidin HCL 50-75 mg sekali saja (selambatlambatnya 2jam sebelum janin lahir. B. Pengobatan Obsterik Kapan Persalinan dilakukan ≥ 37 minggu dengan hipertensi gestasional ≥ 34 minggu dengan hipertensi gestasional berat ≥ 34 minggu dengan : - TD diastolik yang sulit dikontrol
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
- Bukti lab adanya keterlibatan multi organ yang memburuk - Dugaan gawat janin - Kejang tidak terkontrol - Gejala responsive terhadap terapi yag sesuai. Selama ini yang dilakukan pada bagian obsteri RSUP Dr. Kariadi masih dipertimbangkan secara kasus perkasus. Oleh karean itu dalam rangka menurunkan morbiditas ibu dan anak dilakukan : Terminasi dengan menggunakan induksi Piton-drip diberikan pada kasus-kasus preekmapsia ringan, berat, atau eklampsia, dengan syarat: Bishop Score 5 atau lebih. Apabila dalam 12 jam tidak masuk ke fase aktif diteruskan dengan sectio Caesaria. Terminal dengan Sectio Caesaria dikerjakan bila : Bishop Score kurang dari 5 Primigravida atau belum pernah melahirkan pervaginam. C. Konservatif, berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian pengobatan medicinal, a. Indikasi : Kehamilan preterm (37 minggu) tanpa disetai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. b. Pengobatan medicinal Sama dengan perawatan medicinal pada pengolahan secara aktif. c. Pengobatan obsterik : Selama perawatan konservatif, observasi dan evaluasi speni perawatan aktif, hanya disini tidak ada tenninasi. Sulfas magnesikus dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda pre-eklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
RS. DR. KARIADI Jl. Dr. Soetomo 16 Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 STANDART PROSEDUR OPERASIONAL
GESTOSIS No. Dokumen Tanggal Terbit
No. Revisi
Halaman Ditetapkan Direktur Utama
dr. Budi Riyanto, MSc, Sp.PD, KPTI NIP 140 094 663
Bila telah 24 jam tidak ada perbaikan, maka keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medicinal dan segera diterminasi. 3. Perawatan Eklampsia A. Pengobatan medicinal. 1. Obat dan kejang MgSO4 a.) “Loading dose” : 4 gr MgSO4 40% dalam larutan 10 cc IV selama 10 menit. Disusul 10 gr IM MgSO4 40% dalam larutan 25 cc diberikan kepada bokong kanan dan kir, masing-masing 5 gr b.) “Maintenance dose” Tiap 6 jam diberikan lagi 4 gr IM MgSO4. 2. Dosis tambahan : Bila kejang lagi maka dapat diberikan MgSO4 2 gr IV selama 4 menit, sekurang-kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. 3. Dosis tambahan 2 gr hanya diberikan sekali saja. Bila telah dosis tambahan masih kejang, maka diberikan Amorbabital 35mg/KgBB/fV pelan-pelan. 4. Obat-obatan suportif: Lihat pengobatan suportif pre-eklampsia 5. Perawatan pada serangan kejang : - Dirawat dikamar isolasi yang cukup terang. - Masukan sudip lidah ke mulut penderita. - Kepala direndahkan, daerah orofarings dihisap. - Fiksasi badan pada tempat tiduran cukup kendor guna menghindarkan fraktur. 6. Perawatan penderita koma : - Monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan menggunakan “Glasgow Pittburgh Coma Scale”.
RS. DR. KARIADI
PROSEDUR PEMASANGAN KATETER VENA SENTRAL SUBKLAVIA No. Dokumen
Jl. Dr. Soetomo 16
No. Revisi
Halaman
Semarang Telp. 024-84134998 Fax : 8318617 PROSEDUR TETAP
Tanggal Terbit
Ditetapkan Direktur Utama
Dr.Bambang Wibowo, Sp.OG (K) NIP.196108201988121001
Pengertian
Pemasangan kateter vena pada pembuluh darah vena besar yang digunakan atas indikasi tertentu
Tujuan
3. Memantau kebutuhan cairan 4. Jalur memasukkan cairan 5. Jalur memasukkan obat Sebagai salah satu jalur vena yang digunakan sesuai indikasi pada pasien yang membutuhkan
Kebijakan Standar Alat
Persiapan alat: Operator menggunakan baju operasi, penutup kepala, sarung tangan dan pelindung wajah steril Lidocain 1% Kassa steril Syring –non Luer lock Skalpel Dilator Jarum Guide wire Saline pembilas Kateter vena sentral dengan ukuran sesuai Benang jahit
Standar Pasien
Indikasi: Monitor hemodinamik Jalur pemberian nutrisi perenteral dan obat yang dapat menimbulkan iritasi bila diberikan lewat perifer Jalur pacu jantung tranvena emergency Hipovolemia Ketika akses jalur perifer sulit didapatkan Terapi hemodialisa atau continues renal replacement therapies Kontraindikasi: Infeksi pada kulit diatas vena yang dituju. Trombosis vena yang dituju. Fraktur atau curiga fraktur klavikula atau proksimal costa sisi vena yang dituju. Gangguan koagulasi.
Prosedur
Persiapan pasien: a) Posisikan pasien tredelenburg 10-15⁰ untuk melebarkan vena dan mengurangi resiko emboli udara. b) Palingkan wajah penderita menjauhi vena yang dituju. c) Tempatkan bantalan kain dibawah bahu vena yang dituju agar klavikula lebih menonjol. Identifikasi vena subklavia: Vena subklavia terletak di sepertiga tengah klavikula
Prosedur tindakan: a) Terlebih dahulu lakukan informed consent tindakan pada pasien (bila memungkinkan) dan keluarga pasien. b) Bila pasien sadar, jelaskan bahwa wajahnya akan ditutupi doek steril namun pernapasannya tidak akan terganggu c) Desinfeksi daerah tindakan selama 60 detik d) Isi lumen kateter dengan salin untuk mengecek kelancaran lumen e) Lepaskan penutup pada port dimana guide wire akan keluar nantinya f) Infiltrasi kulit dengan lidokaine 1% g) Capailah daerah yang dituju dengan jarum yang membentuk 30⁰ terhadap kulit dan sumbu panjang jarum diarahkan ke arah sternal notch
h) Tusuklah kulit tepat di lateral sepertiga tengah klavikula teruskan kearah sternal notch dengan jarum berjalan tepat di bawah klavikula i) Umumnya vena dapat dicapai dengan mudah tepat dibawah klavikula j) Seorang asisten harus memantau monitor EKG untuk memperhatikan adanya tanda-tanda aritmia selama memasukkan guide wire, adanya aritmia menunjukkan guide wire telah mencapai jantung dan bila terjadi aritmia tarik guide wire sampai aritmia hilang. k) Setelah guide wire dimasukkan, tarik jarum dengan guide wire tetap ditempatnya l) Dengan menggunakan skalpel buatlah insisi kecil superfisial ujung guide wire untuk memepermudah memasukkan dilator m) Masukkan dilator melalui guide wire dengan cara memegang ujung dilator sambil memutar masuk n) Lepas dilator, apabila terjadi perdarahan atasi dengan kassa tekan dan tetap mempertahankan posisi guide wire o) Pasang kateter pada guide wire dengan tangan satunya tetap mempertahankan guide wire pada posisinya. p) Bila terasa tahanan, kemungkinan jalur kurang lebar. Jika hal itu terjadi, lepas kateter dan masukkan dilator, lebarkan jalur masuk dan lepas dilator. Kemudian masukkan kateter kembali. q) Masukkan kateter sampai kedalaman pertemuan atrium kanan dan vena kava superior. r) Cabut guide wire, dan periksa masuknya darah ke semua port. s) Bilas port dengan saline, dan pasang penutup dan fiksasi. t) Tutup tempat insersi dengan penutup steril. u) Lakukan pemeriksaan foto thoraks untuk menilai ketepatan pemasangan kateter dan memastikan tidak terjadi hematothoraks dan pneumothoraks. Unit Terkait
ICU/ CCU – PICU/ NICU