LAPORAN PENDAHULUAN EPISTAKSIS
A. KONSEP TEORITIS 1. Definisi
Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di tempat lain dari tubuh. Mimisan atau orang awam biasa menyebutnya, terjadi pada hidung karena hidung memiliki banyak pembuluh darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat.
2. Anatomi dan Fisiologi
Hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting terhadap
lingkungan
yang yang
tidak
menguntungkan, menguntungkan,
bagian
dalam
panjangnya 10 – 12 cm. rongga hidung di bagi oleh dua septum, di dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah di antara dinding lateral hidung dinamakan meatus, terdiri dari meatus superior dan meatus superior. Konka dapat berubah ukuran sehingga dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum. Katup hidung merupakan saluran tersempit dari saluran napas atas (Adam GL,Boies LR,1997. Seotjipto,Damayanti 2012) . Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks.Bagian agak ke atas dan dibelakang dari apeks di sebut dengan batang hidung (dorsum nasi) yang berkelanjut sampai ke pangkal hidung dan menyatu dengan dahi.Bagian yang disebut kolumela membranosa bermula membranosa bermula dari appeks, yaitu di posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas disebut sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan
dangkal
memanjang
dari
atas
kebawah
di
sebut filtrum.sebelah-
menyebelah kolumela adalah naresanterior dan nosril (lubang hidung) kanan dan kiri, di sebalah latero-superior di batasi oleh ala nasi dan di sebelah inferior oleh dasar hidung. (John Jacob Ballenger). Di bagian atap dan lateral rongga hidung terdapat rongga sinus yang bervariasi dalam hal jumlah, bentuk, ukuran dan simetrisnya, sinus maksila merupakan satu satunya sinus yang ditemukan saat lahir
Hidung mempunyai empat fungsi utama yaitu: -
Sebagai lokasi epitel olfaktorius
-
Saluran udara yang kokoh menuju traktus repiratorius bagian bawah
-
Organ yang mempersiapkan udara inspirasi agar sesuai dengan permukaan paru
-
Sebagai organ yang mampu membersihakan dirinya sendiri. Berarti hidung merupakan alat pelindung tubuh terhadap zat-zat yang
berbahaya yang masuk bersama udara pernafasan.Hidung juga berperan sebagai resonantor dalam fonasi. (Ballenger) a. Tulang hidung
Rangka hidung bagian luar terdiri dari dua os nasal, prosesus frontal os maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartlago
lateralis superior dan inferior dan tepi ventral (anterior) kartilago septum nasi. Sebagai kerangka utama adalah keempat tulang yang disebutkan di atas. Tepi medial kartilago menyatu dengan kartilago septum nasi dan tepi kranial melekat erat dengan pemukaan bawah os nasal serta prosesus os maksila Tepi bawah kartilago lateralis superior terletak di bawah tepi atas (kranial) kartilago lateralis inferior. Apabila kartilago lateralis diangkat dengan rekraktor, barulah akan terlihat batas bawah kartilago lateralis superior ini atau yang disebut dengan limenasi. Disebelah lateral , antara kartilago lateralis superior dan inferior terdepat beberapa kartilago sesamoid. Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut aperture piriformis.Tepi latero-superior dibentuk oleh kedua os nasal dan presesus frontal os maksila. Dasar nya dibentuk oleh alveolaris maksila (Ballenger) b. Pendarahan hidung
Pendarahan untuk hidung bagian dalam berasal dari tiga sumber utama : arteri etmoidalis anterior, arteri etmoidalis posterior cabang dari
arteri oftalmika dan arteri sfenopalatina cabang terminal dari arteri maksilaris interna, yang berasal dari arteri carotis eksterna. (Ballenger) Pendarahan hidung luar pada bagian dorsum diperoleh dari cabang arteri fasialis dan arteri oftalmika. Pada basis ala nasi, arteri fasialis bercabang menjaid arteri labialis , alaris dan anguliaris. Arteri labialis superior memperdarahi bibir atas dan kolumela, arteri alaris superior dan inferior memperdarahi lobul. Arteri angualaris berjalan ke atas dinding lateral dan memperdarahi dorsum nasi. (Adam GL, Boies LR, 1997) Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksiliaris interna, diantaranya adalah ujung arteri palatine mayor dan arteri sfenopalatina dan memasuki rongga hidung belakang ujung posterior konka media Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri fasialis. Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang arteri sfenopalatina, arteri edmoid anterior, arteri labialis superior dna arteri palatine dan disebut plekus kiesselbach. Plekus kiesselbach letaknya superfacial dan mudah cidera oleh trauma terutama pada anak-anak. Vena
pada
hidung
sama
dengan
arterinya
dan
berjalan
berdampingan. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmila yang berhubungan dengan sinus kavernosus.Vena hidung tidak memiliki katup, sehingga merupakan factor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intracranial.
3. Etiologi
Penyebab lokal: a. Trauma, misalnya mengorek hidung, terjatuh, terpukul, benda asing di hidung, trauma pembedahan, atau iritasi gas yang merangsang. b. Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rhinitis, sinusitis, serta granuloma spesifik, seperti lepra dan sifilis.
c. Tumor, baik jinak maupun ganas pada hidung, sinus paranasal dan nasofaring. d. Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada penerbang dan penyelam (penyakit Caisson), atau lingkungan yang udaranya sangat dingin. e. Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan disertai ingus berbau busuk. f.
Idiopatik, biasanya merupakan epistaksis yang ringan dan berulang pada anak dan remaja.
Penyebab sistemik : a. Penyakit kardiovaskular, seperti hipertensi dan kelainan pembuluh darah b. Kelainan darah, seperti trombositopenia, hemophilia, dan leukemia. c.
Infeksi sistemik, seperti demam berdarah dengue, influenza, morbili atau demam tifoid.
d. Gangguan endokrin, seperti pada kehamilan, menars, dan menopause. e. Kelainan congenital, seperti penyakit Osler (hereditary hemorrhagic telangiectasia).
4. Patofisiologi
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada
epistaksis
anterior,
perdarahan
berasal
dari
pleksus
Kiesselbach (yang paling banyak terjadi dan sering ditemukan pada anakanak), atau dari arteri etmoidalis anterior. Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien pasien duduk darah akan keluar melalui lubang hidung. Sering kali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi. Pada
epistaksis
posterior,
perdarahan
berasal
dari
arteri
sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosklerosis, atau penyakit kardiovaskular. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
6. Manifestasi Klinis
Menurunkan sumber pendarahan amat penting, meskipun kadangkadang sukar di tangulanginya. Pada umumnya terdapat dua sumber pendarahan yaitu dari bagian anterior dan posterior. a. Epistaksis anterior dapat berasal dari pleksus kiesselbach , merupakan sumber pendarahan yang paling sering dijumpai pada anak-anak. Pendarahan dapat berhenti sendiri ( spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana. b. Epsitasis posterior , berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior. Pendarahan cenderung lebh berat dan jarang berhenti sendiri sehingga dapat menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Sering ditemukan pada pasien dengan penyakit cardiovascular.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis epistaksis. b. Pemeriksaan darah tepi lengkap c. Fungsi hemostatis d. Uji faal hati dan ginjal e. Pemeriksaan poto hidung setelah keadaan akut diatasi. f.
Pemeriksaan Laboratorium
g. EKG (Elektrokardiografi) h. CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan neoplasma.
8. Penatalaksanaan
Prinsip dari penatalaksanaan epistaksis yang pertama adalah menjaga ABC a. A : airway : pastikan jalan napas tidak tersumbat/bebas, posisikan duduk menunduk
b. B : breathing: pastikan proses bernapas dapat berlangsung, batukkan atau keluarkan darah yang mengalir ke belakang tenggorokan c. C : circulation : pastikan proses perdarahan tidak mengganggu sirkulasi darah tubuh, pastikan pasang jalur infus intravena (infus) apabila terdapat gangguan sirkulasi. posisikan pasien dengan duduk menunduk untuk mencegah darah menumpuk di daerah faring posterior sehingga mencegah penyumbatan jalan napas Tiga prinsip utama penanggulangan epistaksis : a. Hentikan perdarahan -
Tekan pada bagian depan hidung selama 10 menit
-
Tekan hidung antara ibu jari dan jari telunjuk
-
Jika perdarahan berhenti tetap tenang dan coba ca ri tahu apa faktor pencetus epistaksis dan hindari
b. Jika perdarahan berlanjut : -
Dapat akibat penekanan yang kurang kuat
-
Bawa ke fasilitas yang lengkap dimana dapat diidentifikasi lokasi perdarahan
-
Dapat
diberikan
vasokonstriktor
(adrenalin
1:10.000,
oxymetazolin-semprot hidung) ke daerah perdarahan -
Apabila masih belum teratasi dapat dilakukan kauterisasi elektrik/kimia (perak nitrat) atau pemasangan tampon hidung
c. Mencegah komplikasi Pemasangan
tampon
hidung
anterior
dilakukan
dapat
menggunakan kapas yang ditetesi oleh obat-obatan vasokonstriktor (adrenalin), anastesia (lidocain atau pantocain 2%) dan salap antibiotik/vaselin atau menggunakan kassa yang ditetesi dengan obat vasokonstriktor dan anastesia dan salap antibiotik/vaselin. Apabila terdapat keadaan dimana terjadi tempat perdarahan yang multipel,
perembesan
darah
yang
luas/difus
maka
diperlukan
pemeriksaan profil darah tepi lengkap, protrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), golongan darah dan crossmatching
9. Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya. Akibat perdarahan hebat: d.
Syok dan anemia
e.
Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark miokard, dan akhirnya kematian.
Akibat pemasangan tampon: a.
Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media, bahkan septicemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu diberikan antibiotic dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang tampon baru bila masih berdarah.
b.
Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograde melalui tuba Eustachius, dapat terjadi hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
c.
Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir karena benang terlalu kencang dilekatkan.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN 1. Pengkajian
a. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan b. Riwayat Penyakit sekarang c. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan. d. Riwayat penyakit dahulu -
Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
-
Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
-
Pernah menderita sakit gigi geraham
e. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang. f. Riwayat spikososial: -
Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/se dih)
-
Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
g. Pola fungsi kesehatan 1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat : Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping 2) Pola nutrisi dan metabolisme : biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung 3) Pola istirahat dan tidur: selama indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek 4) Pola Persepsi dan konsep diri : klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun 5) Pola sensorik : daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
h. Pemeriksaan fisik 1. Status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran. 2. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak). Data subyektif : Mengeluh badan lemas Data Obyektif: a. Perdarahan pada hidung/mengucur banyak b. Gelisah c. Penurunan tekanan darah d. Peningkatan denyut nadi e. Anemia
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d obstruksi jalan nafas b. Nyeri Akut b.d agen biologis c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. Intervensi NO
1.
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
(NANDA)
Hasil (NOC)
(NIC)
Bersihan jalan napas tidak
Status Respirasi : Patensi
Airway
efektif b.d obstruksi jalan
Jalan Nafas :
(3160)
nafas
Batasan karakteristik :
-
Suara napas bersih
-
-
Tidak ada sianosis
-
Tidak sesak napas /
Dispneu
-
Orthopneu
-
Sianosis
frekuensi napas dalam
-
Ronkhi / krepitasi
rentang normal
-
Kesulitan berbicara
-
dispneu
-
Irama
Klien
Pastikan kebutuhan suctioning
-
-
Suctioning
Auskultasi
suara
napas sebelum dan napas
tidak
dan
sesudah suctioning -
Informasikan pada klien dan keluarga
merasa
tentang suctioning
-
Batuk tidak efektif atau
ter-cekik
-
Meminta
klien
tidak ada
-
Tidak ada sianosis
napas
-
Mata melebar
-
Tidak gelisah
sebelum suctioning
-
Produksi
-
Sputum berkurang
sputum
-
Berikan
dalam
oksigen
meningkat
dengan kanul nasal
-
Gelisah
untuk
-
Perubahan frekuensi dan
memfasilitasi
irama napas
suctioning
na-
sotrakheal -
Gunakan alat yang steril
setiap
melakukan tindakan -
Anjurkan
klien
napas dalam dan istirahat
setelah
kateter dikeluarkan dari nasotrakheal -
Monitor
status
oksigen pasien -
Hentikan
suction
apabila klien menunjukkan bradikardi 2.
Nyeri
Akut
berhubungan
dengan agen biologis
Defenisi :
Kontrol Nyeri
Klien diharapkan mampu untuk : Menilai factor penyebab Menilai gejala dari nyeri Gunakan tanda tanda vital memantau
Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang muncul
dari kerusakan jaringan
Manajemen Nyeri Intrevensi yang akan dilakukan : 1) Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
secara aktual dan potensial atau menunjukkan adanya kerusakan
perawatan intensitas dan Laporkan tanda / penyebab. gejala nyeri pada 2) Evaluasi bersama tenaga kesehatan pasien dan tenaga professional kesehatan lainnya Gunakan catatan nyeri dalam menilai efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah Tingkat Kenyamanan Klien diharapkan mampu dilakukan untuk : 3) Bantu pasien dan Melaporkan keluarga mencari Perkembangan Fisik dan menyediakan Melaporkan dukungan. perkembangan 4) Gunakan metoda kepuasan penilaian yang Melaporkan berkembang untuk perkembangan memonitor psikologi perubahan nyeri Mengekspresikan serta perasaan dengan mengidentifikasi lingkungan fisik sekitar faktor aktual dan Menekspresikan potensial dalam kepuasan dengan mempercepat Kontrol nyeri penyembuhan
Tingkatan Nyeri Klien diharapkan mampu untuk: Melaporkan Nyeri Ekspresi nyeri lisan Ekspresi wajah saat nyeri Melindungi bagian tubuh yang nyeri Perubahan frekuensi pernapasan
Pemberian Obat Penenang Intrevensi yang akan dilakukan : 1) Kaji riwayat kesehatan pasien dan riwayat pemakaian obat penenang 2) Tanyakan kepada pasien atau keluarga tentang pengalaman pemberian obat penenang sebelumnya
3) Lihat kemungkinan alergi obat 4) Tinjau ulang tentang contraindikasi pemberian obat penenang
Pemberian Analgesic Intrevensi yang akan dilakukan : 1) Tentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien 2) Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesik 3) Cek riwayat alergi obat
3.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
NOC : Anxiety Reduction - Kontrol kecemasan (penurunan - Koping kecemasan) Kriteria hasil: 1) Gunakan pendekatan Batasan Karakteristik : Klien mampu yang menenangkan Gelisah mengidentifikasi dan 2) Nyatakan dengan Kesedihan mengungkapkan jelas harapan Ketakutan gejala cemas terhadap pelaku Sangat Khawatir Mengidentifikasi, pasien Ragu Perasaan tidak adekuat mengungkapkan dan 3) Jelaskan semua F actor yang berubungan : menunjukkan tehnik prosedur dan apa Ancaman Kematian untuk mengontol yang dirasakan Kebutuhan yang tidak cemas selama prosedur dipenuhi Vital sign dalam batas 4) Temani pasien Krisis situasi normal untuk memberikan Konflik nilai Postur tubuh, keamanan dan
Perubahan besar (mis, status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, fungsi peran, status peran) Stressor
ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan
mengurangi takut 5) Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis 6) Libatkan keluarga untuk mendampingi klien 7) Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi 8) Dengarkan dengan penuh perhatian 9) Identifikasi tingkat kecemasan 10) Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan Kecemasan 11) Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
DAFTAR PUSTAKA
Soetjipto Damayanti, dkk. 2012. Buku Ajar Kesehatan Telinga Hidung Tengorokan Edisi 7 .Jakarta : Badan Penerbit FKUI Smith-Temple, jean, dkk.(2010). Buku saku prosedur klinis keperawatan edisi 5. Jakarta: EGC. Nanda NIC NOC 2012