Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan, dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Pasien Halusinasi
Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Jiwa A
Oleh kelompok 1
NIM
Nama Mahasiswa
14612598
Wahyu Wijanarko
14612581
Sri Wahyu H
14612612
Rohma Fitriyani
14612584
Ana Dzakarisma R
14612608
Devy Puspitasari
14612605
Lilis Stiyani
14612607
Siti Umaya
14612576
Livia Eka Dianty
Program Studi DIII Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo
2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah dengan judul "Survilans Epidemologi'' sesuai dengan waktu yang sudah disediakan.
Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas A
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada
Sulistyo Andarmoyo, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Yayuk Dwi Rahayu, S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku kaprodi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Komunitas A Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan dukungan moral maupun material.
Saya menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak.
Ponorogo, November 2016
Penulis,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 1
Tujuan 1
Manfaat 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Konsep Dasar Halusinasi 2
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi 7
BAB III PENUTUP 15
Kesimpulan 15
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Sedangkan Menurut WHO, kesehatan jiwa bukan hanya tidak ada gangguan jiwa, melainkan mengandung berbagai karakteristik yang positif yang menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan kepribadiannya.
Data dari Departemen Kesehatan tahun 2009, jumlah penderita gangguan jiwa di Indonesia saat ini mencapai lebih dari 28 juta orang, dengan kategori gangguan jiwa ringan 11,6 persen dan 0,46 persen menderita gangguan jiwa berat. Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009 menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami gangguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami stress Depkes RI, (2009) dalam Zelika, (2015). Data kunjungan rawat inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Surakarta pada bulan Januari - April 2013 didapat 785 orang.
Pasien dengan halusinasi menempati urutan pertama dengan angka kejadian 44 persen atau berjumlah 345 orang, pasien isolasi sosial menempati urutan kedua dengan angka kejadian 22 persen atau berjumlah pasien 173 orang, pasien dengan resiko perilaku kekerasan menempati urutan ketiga dengan angka kejadian 18 persen atau berjumlah pasien 141 orang pasien, pasien dengan harga diri rendah menempati urutan keempat dengan angka kejadian 12 persen atau berjumlah 94 orang, sedangkan pasien dengan waham, defisit perawatan diri 4 persen atau 32 orang Zelika, 2015.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas dan sebagai tugas untuk memahami keperawatan jiwa yang harus dikuasai 5 kompone salah satunya halusinasi, maka kelompok di berikan tugas untuk membahas masalah gangguan jiwa dengan halusinasi. Oleh karena itu kelompok diberikan tugas dalam bentuk makalah yang berjudul Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi?
1.3 Tujuan
Mengetahui dan memahami Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan dan Strategi Pelaksanaan 1 pada Kasus Halusinasi.
1.4 Manfaat
1.Bagi penulis
Dengan dibuatnya makalah ini penulis dapat mengerti dan menulis makalah dengan baik dan benar.
2. Bagi pembaca
Makalah ini diharapkan bagi pembaca dapat memahami dan lebih mengerti tentang halusinasi dan masalah keperawatannya.
BAB II
PEMBAHASAN
Laporan Pendahuluan Halusinasi
Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011) dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001) dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.
Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
Faktor Predisposisi
Faktor genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
Faktor neurobiologis
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal, khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.
Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar serotonin.
Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat menjadi faktor predisposisi skizofrenia.
Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan, sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.
Faktor Presipitasi
Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur, ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.
Rentang Respon Halusinasi
Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda rentang respon neurobiologi (Stuart and Laraia, 2005) dalam Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut:
Respon adaptif Respon maladaptif
Pikiran logis
Persepsi akurat
Emosi konsisten dengan pengalaman
Perilaku sesuai
Hubungan sosial harmonis
Kadang-kadang proses pikir terganggu (distorsi pikiran
Ilusi
Menarik diri
Reaksi emosi >/<
Perilaku tidak biasa
Waham
Halusinasi
Sulit berespons
Perilaku disorganisasi
Isolasi sosial
Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat diri,perubahan
Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (1998) dalam Yusalia (2015).
Jenis halusinasi
Karakteriostik tanda dan gejala
Pendengaran
Penglihatan
Penciuman
Pengecapan
Perabaan
Sinestetik
Kinestetik
Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.
Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti monster.
Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya baubau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri), pencernaan makanan.
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak
Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.
Fase halusinasi
Karakteristik
Perilaku pasien
1
2
3
Fase 1 : Comforting-ansietas tingkat sedang, secara umum, halusinasi bersifat menyenangkan
Klien mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah, dan takut serta mencoba untuk berfokus pada penenangan pikiran untuk mengurangi ansietas. Individu mengetahui bahwa pikiran dan pengalaman sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bias diatasi
(Non psikotik)
Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa menimbulkan suara, pergerakan mata yang cepat, respon verbal yang lambat, diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan.
Fase II: Condemning-ansietas tingkat berat, secara umum, halusinasi menjadi menjijikkan
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk menjauhkan dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Klien mungkin merasa malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
(Psikotik ringan)
Peningkatan sistem syaraf otonom yang menunjukkan ansietas, seperti peningkatan nadi, pernafasan, dan tekanan darah; penyempitan kemampuan konsentrasi, dipenuhi dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan membedakan antara halusinasi dengan realita.
Fase III: Controlling-ansietas tingkat berat, pengalaman sensori menjadi berkuasa
Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Isi halusinasi menjadi menarik, dapat berupa permohonan. Klien mungkin mengalarni kesepian jika pengalaman sensori tersebut berakhir. (Psikotik)
Cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan halusinasinya daripada menolaknya, kesukaran berhubungan dengan orang lain, rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit, adanya tanda-tanda fisik ansietas berat : berkeringat, tremor, tidak mampu mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering
Panik, umumnya halusinasi menjadi lebih rumit, melebur dalam halusinasinya
Pengalaman sensori menjadi mengancam dan menakutkan jika klien tidak mengikuti perintah. Halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari jika tidak ada intervensi terapeutik.
(Psikotik Berat)
Perilaku menyerang-teror seperti panik, berpotensi kuat melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain, Aktivitas fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi, menarik diri, atau katatonia, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks, tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.
Penatalaksanaan Medis
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif. Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi, dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif mengatasi halusinasi. Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi. Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat membantu dengan cara-cara baru.
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi, meliputi :
Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien dilatih untuk mengatakan, "tidak mau dengar…, tidak mau lihat". Ini dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya, tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat secara teratur:
Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:
Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler. Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu. Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat, hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernapasan.
Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg ) diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25 mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan, tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi biasanya terjadi gejala – gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
Berinteraksi dengan orang lain.
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber halusinasinya. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang lain:
Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu melaksanakan aktivitas terjadwal:
2.2 Format Pengkajian Keperawatan Jiwa
Kasus Fiktif : Ny. S dibawa keluarga pada tanggal 10 Oktober 2016 ke RSJ karena pasien sering teriak-teriak dan kluyuran. Pasien sering marah-marah sambil memukul tembok dan orang yang disekitarnya. Semenjak Ny.S anaknya meninggal pasien sering mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien. setiap harinya Ny.S sebagai Ibu rumah tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya.
Ruang Rawat : 11 (Larasati)
Tanggal Dirawat : 10 Oktober 2016
No RM : 064406
Identitas Klien
Nama : Ny S
Umur : 43 th
Alamat : Ponorogo
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tgl Pengkajian : 10 Oktober 2016
Dx Medis : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Alasan Masuk dan Faktor Presipitasi
Keluarga pasien mengatakan satu minggu sebelum masuk rumah RSJ pasien merasa mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk selalu sholat. Serimg melamun dan berbicara sendiri. Pasien sering keleyuran dan berteriak-teriak saat mendengar bisikan. Pasien marah-marah sambil memukul tembok dan orang yang disekitarnya.
Faktor Predisposisi
1.Pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu?
Ya
Tidak
Pasien mengatakan semenjak anaknya meninggal pasien sering mendengar suara atau bisikan yang menyuruh pasien untuk sholat. Pasien baru pertama kali dirawat di RSJ. sebelum dirawat di RSJ pasien hanya mendapatkan obat dari dokter terdekat. Pasien juga mengatakan bahwa keluarga tidak ada yang mengalami sakit seperti klien.
Pemeriksaan fisik
1. Tanda vital
TD : 120/90 mmHg HR : 76x/menit
S : 36,5° C RR : 20x/menit
2. Antropometri
BB : 54 kg TB : 162 cm
PSIKOSOSAL
Keterangan: Perempuan: Laki-laki: Meninggal: Tinggal serumah: Pasien Ny S.Keterangan: Perempuan: Laki-laki: Meninggal: Tinggal serumah: Pasien Ny S.Genogram
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
Keterangan
: Perempuan
: Laki-laki
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Pasien Ny S.
Konsep Diri
Citra Diri
Pasien mengatakan menyukai semua bagian tubuhnya. Saat ditanya bagian tubuh yang paling disukai adalah tangannya
Identitas Diri
Pasien dapat menyebutkan identitas dirinya (nama, alamat, hobi). Pasien mengatakan setiap harinya sebagai Ibu rumah tangga yang hanya mengasuh kedua anaknya. Pasien suka dengan statusnya sebagai seorang wanita
Peran Diri
Sebelum sakit dirumah pasien mempuyai tanggung jawab sebagai Ibu rumah tangga. Pasien dapat melakukan pekerjaannya sendiri, tapi setelah dirawat di RSJ pasien tidak melakukan aktivitas seperti dirumah
Ideal Diri
Pasien mengatakan ingin segera pulang dan berkumpul dengan keluarga seperti dulu. Pasien juga mengatakan ingin segera sembuh dan tidak ingin lagi nmendengar suatu suara atau bisikan-bisikan
Harga Diri
Pasien mengatakan merasa percaya diri dengan dirinya. Pasien juga mengatakan dia mampumengasuh anaknya dengan baik. Dan mampu melakukan pekerjaan rumah tangga dengan baik. Pasien mengatakan tidak ada gangguan dengan harga dirinya.
Hubungan Sosial
Orang yang berarti
Pasien mengatakan sebelum anaknya meninggal yaitu orang terdekatnya adalah kedua dua anaknya karena sering bertemu dirumah, namun setelah anak yang pertama meninggal pasien hanya dekat dengan anaknya yang ke 2.
Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat
Sebelum dirawat di RSJ sering bergaul dengan ibu-ibu sekitar rumahnya, namun setelah dirwat di RSJ pasien tidak mau bergaul dengan pasien lainnya karena alasannya malu dengan kondisinya, pasien tampak sering menyendiri, kontak mata pasien kurang saat berinteraksi dan pasien sering melamun.
Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Pasien mengatakan merasa kehilangan anak pertama yang menjadikan tidak mau bergaul dengan orang lain.
Spiritual
Pasien mengatakan sebelum sakit rajin sholat 5 waktu dan sering mengikuti pengajian di kampungnya, setelah dirawat di RSJ pasien tetap rajin sholat 5 waktu.
Status Mental
Penampilan
Rapi
Tidak rapi
Penggunaan pakaian tidak sesuai
Cara berpakaian tidak seperti biasanya
Penampilan dalam cara berpakaian rapi dan sesuai, postur tubuh sedang, rambut ikal agak panjang, ekspresi wajah kadang serius saat bercerita, cara berjalan baik, pasien saat duduk bersama teman-temanya terkadang hanya melamun.
Pembicaraan
Cepat Apatis
Keras Lambat
Gagap Membisu
Inkoherensi Tidak mampu memulai pembicaraan
Pasien dalam berbicara intonasinya kurang jelas dan pelan, dalam pembicaraan sesuai atau nyambung dengan pertanyaan, pasien terkadang terdiam ditengah pembicaraan seperti mendengar sesuatu.
Aktivitas Motorik
Fleksibilitas serea TIK
Tegang Grimasem
Gelisah Tremor
Agitasi Kompulsif
Automatisma Common Automatisma
Negativisme
Pasien tampak mau melakukan aktivitas sehari-hari di RSJ secara mandiri, saat berinteraksi tampak pasien mengerak-gerakkan tanganya, tangannya tampk seperti mengepal. Masalah Keperawatan : Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
Alam Perasaan
Sedih
Ketakutan
Putus asa
Khawatir
Gembira berlebihan
Pasien mengatakan masih mendengar suara suara bisikan yang menggangunya, pasien mengatakan terkadang merasa sedih dengan keaadanyan sekarang, yang tidak bisa berkumpul dengan keluarga seperti dahulu.
Afek
Datar
Tumpul
Labil
Tidak sesuai
Saat di wawancari kadang pasien menunjukan ekspresi mendengar sesuatu, respon emosional pasien sudah stabil, pasien tenang saat diakukan interaksi.
Interaksi selama wawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Kontak mata kurang
Curiga
Pasien mampu menjawab semua pertanyaan yang di ajukan dengan sesuai/ baik, kontak mata dengan pasien perawat sedikit kurang, pasien cenderung menatap kedepan padahal perawat ada di sampingnya, pembicaraan pasien keheranan saat ditanyai, kadang pasien terdiam sebentar seperti mendengar sesuatu.
Persepsi
Halusinasi/ilusi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penghidung
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh klien untuk sholat, suara tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik, respon pasien untuk mengontrol halusinasinya tersebut hanya dengan cara berkeluyuran dan bicara sendiri.
Proses Pikir
Isi Pikir
Obsesi Depersonalisasi Isolasi sosial
Phobia Ide yang terkait Pesimisme
Hipokondria Pikiran Magis Bunuh Diri
Waham :
Agama Nihilistik
Somatik Sisip pikir
Kebesaran Siar Pikir
Curiga Kontrol pikir
Pasien mengatakan tidak ada yang mengendalikan pikiranya. Pasien tidak mampunyai pikiran yang aneh-aneh kalaupun sering mendengar suara atau bisikan palsu.
Arus Pikir
Sirkumstansial Flight of idea
Tangensial Blocking
Kehilangan asosiasi Pengulangan pembicaraan/perseverasi
Inkoheren Logorea
Perkataan pasien dapat dimengerti dengan baik oleh perawat, selama interaksi berangsung dapat diketaui bahwa pembicaraan sudah terarah.
Tingkat Kesadaran
Bingung Disorientasi waktu
Sedasi Disorientasi orang
Stupor Disorientasi tempat
Pasien menyadari bahwa dirinya berada di RSJ, pasien mampu mengingat nama temannya di RSJ yang sudah diajak berkenalan, orientasi waktu dan tempat
Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang
Gangguan daya ingat jangka pendek
Gangguan daya ingat saat ini
Konfabusi
Untuk Memori segera menjawab dengan baik tidak ada gangguan ingatan dalam jangka panjang dan pendek untuk saat ini.
Jangka panjang : Pasien mengatakan lahir tahun 1980
Jangka pendek : Pasien mengatakan yang membawa kerumah sakit adalah suaminya
Jangka saat ini : Pasien masih ingat tadi pagi makan dengan nasi dan sayur
Tingkat Konsentrasi dan Berhitung
Mudah beralih
Tidak mampu berkonsentrasi
Tidak mampu berhitung sederhana
Pasien mampu berkonsentrasi dan mampu berhitung secara sederhana misalnya berhitung dari 1 sampai 10.
Daya Tilik Diri
Mengingkari penyakit yang diderita
Menyalahkan hal-hal diluar dirinya
Pasien mengatakan menyadari bahwa dirinya sakit dan dibawa ke RSJ pasien mengatakan pasien sudah sembuh dan segera ingin pulang.
Kebutuhan Persiapan Pulang
Makan
Makanan disiapkan oleh perawat dirumah sakit pasien mau makan 3x sehari 1 porsi habis, pasien dapat makan sendiri.
BAB/BAK
Klien BAB 1 hari sekali kalau dirumah, selama dirumah sakit pasien BAB 1kali sehari dan dapat dilakukan ditoilet dan BAK 4-5 x/hari dan dapat dilakukan sendiri di toilet.
Mandi
Pasien mengatakan sehari mandi 2-3 x/hari dan dapat melakukan sendiri dikmar mandi memakai sabun tetapi tidak handukan , gosok gigi 1kali sehari dapat dilakukan sendiri dikamar mandi.
Berpakaian/berhias
Pasien mampu menggunakan baju sendiri, ganti pakaian 1 kali dalam 2 atau 3 hari sekali.
Istirahat Tidur
Pasien mengatakan tidur sekitar jam 21.00 wib & kadang-kadang terbangun ditengah malam, serta gelisah karena sering mendengar suara bisikan.
Penggunaan obat
Pasien minum obat yang diberikan oleh perawat dan dimonitor oleh perawat , pasien selalu meminum obatnya sampai habis, pasien mengatakan mendapatkan obat sejumlah 2
Pemeliharaan Kesehatan
Pasien mengatakan ingin segera pulang, pasien mengatakan jika nanti sudah pulang pasien akan ingin minum obat yag akan diberikan oleh rumah sakit, pasien engatakan bila sudah keluar dari rumah sakit pasien tidak mau dibawa ke RSJ.
Aktifitas dalam rumah
Pasien mengatakan di rumah melakukan pekerjaan rumah.
Aktifitas di luar Rumah
Pasien mengatakan tidak suka kegiatan diluar rumah.
Mekanisme Koping
Mekanisme koping saat ini pasien yaitu maladaptif, pasien menghindar dari orang lain.
Masalah Psikososial dan Lingkungan
Masalah berhubungan dengan lingkungan, pasien tidak mampu berinteraksi dengan orang lain
Kurang pengetahuan tentang
Pasein mengatakan ada maslah dengan lingkungan, pasien tidak suka berbicara dengan orang lain dan lebih suka di rumah.
Aspek Medik
Diagnosa Medik : Depresi berat dengan gangguan psikotik
Terapi Medik : Risperidone 2 x 2 mg
Merlopam 2 x 2 mg
ANALISA DATA
NO
DATA FOKUS
MASALAH
1.
DS:
Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh untuk sholat, suara tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik
DO:
Klien saat interaksi kadang ketawa sendiri dan sering mondar-mandir, kadang bicara sendiri.
Gangguan persepsi sensori: halusinasi pendengaran
2.
DS:
Pasien mengatakan tidak suka bergaul, di rumah pasien sering melamun, berdiam diri dan tidak mau bergaul dengan orang lain.
DO:
Kontak mata kurang saat diajak berinteraksi
Isolasi sosial : menarik diri
3.
DS:
Pasien mengatakan kadang saat mendengar bisikan "cepat sholat" rasanya ingin marah dan saat tidak terkontrol langsung memukul tembok
DO:
Klien tampak gelisah, tangan klien kadang tampak mengepal dan ingin memukul sesuatu
Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan sekitar
Pohon Masalah
Resiko menyiderai diri, orang lain dan lingkunganPerubahan persepsi sensori : halusinasiIsolasi sosial : menarik diriResiko menyiderai diri, orang lain dan lingkunganPerubahan persepsi sensori : halusinasiIsolasi sosial : menarik diriAkibat
Resiko menyiderai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri
Resiko menyiderai diri, orang lain dan lingkungan
Perubahan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi sosial : menarik diri
Core (Masalah Utama)
Penyebab
Daftar Diagnosa Keperawatan
Gangguan persepsi sensori : halusinasi
Isolasi social : menarik diri
Resiko menyiderai diri orang lain dan lingkungan
RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tgl
No Dx
Dx Keperawatan
Perencanaan
Tujuan
Kriteria Evaluasi
Intervensi
Gangguan sensori persepsi: halusinasi (lihat/dengar/penghidu/raba/kecap)
TUM: Klien dapat mengontrol halusinasi yang dialaminya
Tuk 1 :
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Setelah 1x interaksi klien menunjukkan tanda – tanda percaya kepada perawat :
Ekspresi wajah bersahabat.
Menunjukkan rasa senang.
Ada kontak mata.
Mau berjabat tangan.
Mau menyebutkan nama.
Mau menjawab salam.
Mau duduk berdampingan dengan perawat.
Bersedia mengungkapkan masalah yang dihadapi.
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik :
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
Perkenalkan nama, nama panggilan dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
Buat kontrak yang jelas
Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali interaksi
Tunjukan sikap empati dan menerima apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
TUK 2 :
Klien dapat mengenal halusinasinya
Setelah 1x interaksi klien menyebutkan :
Isi
Waktu
Frekunsi
Situasi dan kondisi yang menimbulkan halusinasi
Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya (* dengar /lihat /penghidu /raba /kecap), jika menemukan klien yang sedang halusinasi:
Tanyakan apakah klien mengalami sesuatu ( halusinasi dengar/ lihat/ penghidu /raba/ kecap )
Jika klien menjawab ya, tanyakan apa yang sedang dialaminya
Katakan bahwa perawat percaya klien mengalami hal tersebut, namun perawat sendiri tidak mengalaminya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi)
Katakan bahwa ada klien lain yang mengalami hal yang sama.
Katakan bahwa perawat akan membantu klien
2.3 Jika klien tidak sedang berhalusinasi klarifikasi tentang adanya pengalaman halusinasi, diskusikan dengan klien :
Isi, waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi, siang, sore, malam atau sering dan kadang – kadang )
Situasi dan kondisi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi
Setelah 1x interaksi klien menyatakan perasaan dan responnya saat mengalami halusinasi :
Marah
Takut
Sedih
Senang
Cemas
Jengkel
2.4Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya.
Diskusikan dengan klien apa yang dilakukan untuk mengatasi perasaan tersebut.
Diskusikan tentang dampak yang akan dialaminya bila klien menikmati halusinasinya.
TUK 3 :
Klien dapat mengontrol halusinasinya
Setelah 1x interaksi klien menyebutkan tindakan yang biasanya dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
Setelah 1x interaksi klien menyebutkan cara baru mengontrol halusinasi
Setelah 1x interaksi klien dapat memilih dan memperagakan cara mengatasi halusinasi (dengar/lihat/penghidu/raba/kecap )
Setelah 1x interaksi klien melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan halusinasinya
Setelah 1x pertemuan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok
3.1. Identifikasi bersama klien cara atau tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukan diri dll)
3.2. Diskusikan cara yang digunakan klien,
Jika cara yang digunakan adaptif beri pujian.
Jika cara yang digunakan maladaptif diskusikan kerugian cara tersebut
3.3. Diskusikan cara baru untuk memutus/ mengontrol timbulnya halusinasi :
Katakan pada diri sendiri bahwa ini tidak nyata ( "saya tidak mau dengar/ lihat/ penghidu/ raba /kecap pada saat halusinasi terjadi)
Menemui orang lain (perawat/teman/anggota keluarga) untuk menceritakan tentang halusinasinya.
Membuat dan melaksanakan jadwal kegiatan sehari hari yang telah di susun.
Meminta keluarga/teman/ perawat menyapa jika sedang berhalusinasi.
Bantu klien memilih cara yang sudah dianjurkan dan latih untuk mencobanya.
Beri kesempatan untuk melakukan cara yang dipilih dan dilatih.
Pantau pelaksanaan yang telah dipilih dan dilatih , jika berhasil beri pujian
Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi
TUK 4 :
Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya
Setelah 1x pertemuan keluarga, keluarga menyatakan setuju untuk mengikuti pertemuan dengan perawat
Setelah 1x interaksi keluarga menyebutkan pengertian, tanda dan gejala, proses terjadinya halusinasi dan tindakan untuk mengendali kan halusinasi
Buat kontrak dengan keluarga untuk pertemuan ( waktu, tempat dan topik )
Diskusikan dengan keluarga ( pada saat pertemuan keluarga/ kunjungan rumah)
Pengertian halusinasi
Tanda dan gejala halusinasi
Proses terjadinya halusinasi
Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi
Obat- obatan halusinasi
Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah ( beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama, memantau obat – obatan dan cara pemberiannya untuk mengatasi halusinasi )
Beri informasi waktu kontrol ke rumah sakit dan bagaimana cara mencari bantuan jika halusinasi tidak tidak dapat diatasi di rumah
TUK 5 :
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Setelah 1x interaksi klien menyebutkan;
Manfaat minum obat
Kerugian tidak minum obat
Nama,warna,dosis, efek terapi dan efek samping obat
Setelah 1x interaksi klien mendemontrasikan penggunaan obat dgn benar
Setelah 1x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
Pantau klien saat penggunaan obat
Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Isolasi Sosial
TUM: Klien dapat berinteraksi dengan orang lain
TUK:
1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
1. Setelah 1X interaksi klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada / terhadap perawat:
o Wajah cerah, tersenyum
o Mau berkenalan
o Ada kontak mata
o Bersedia menceritakan perasaan
o Bersedia mengungkapkan masalahnya
o Bersedia mengungkapkan masalahnya
1.1.Bina hubungan saling percaya dengan:
Beri salam setiap berinteraksi.
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan
Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
Tunjukkan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi kllien
Buat kontrak interaksi yang jelas
Dengarkan dengan penuh perhatian ekspresi perasaan klien
2. Klien mampu menyebutkan penyebab menarik diri
2.Setelah 1 x interaksi klien dapat menyebutkan minimal satu penyebab menarik diri dari:
o diri sendiri
o orang lain
o lingkungan
2.1 Tanyakan pada klien tentang:
Orang yang tinggal serumah / teman sekamar klien
Orang yang paling dekat dengan klien di rumah/ di ruang perawatan
Apa yang membuat klien dekat dengan orang tersebut
Orang yang tidak dekat dengan klien di rumah/di ruang perawatan
Apa yang membuat klien tidak dekat dengan orang tersebut
Upaya yang sudah dilakukan agar dekat dengan orang lain
2.2 Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau bergaul dengan orang lain.
2.3 Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya
3. Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.
Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap
Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.
3. Setelah 1x interaksi dengan klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan sosial, misalnya
o banyak teman
o tidak kesepian
o bisa diskusi
o saling menolong,
dan kerugian menarik diri, misalnya:
o sendiri
o kesepian
o tidak bisa diskusi
4. Setelah 1x interaksi klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap dengan:
o Perawat
o Perawat lain
o Klien lain
5. Setelah 1x interaksi klien dapat menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
o Orang lain
3.1. Tanyakan pada klien tentang :
Manfaat hubungan sosial.
Kerugian menarik diri.
3.2. Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan sosial dan kerugian menarik diri.
3.3. Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya.
4.1 Observasi perilaku klien saat berhubungan sosial .
4.2 Beri motivasi dan bantu klien untuk berkenalan / berkomunikasi dengan :
Perawat lain
Klien lain
Kelompok
4.3 Libatkan klien dalam
4.4 Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi
4.5 Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah dibuat.
4.6 Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya melalui aktivitas yang dilaksanakan.
5.1. Diskusikan dengan klien tentang perasaannya setelah berhubungan sosial dengan :
Orang lain
Kelompok
Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial
Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.
6.1. Setelah 1X pertemuan keluarga dapat menjelaskan tentang :
o Pengertian menarik diri
o Tanda dan gejala menarik diri
o Penyebab dan akibat menarik diri
o Cara merawat klien menarik diri
7.1. Setelah 1x interaksi klien menyebutkan;
Manfaat minum obat
Kerugian tidak minum obat
Nama,warna,dosis, efek terapi dan efek samping obat
7.2. Setelah 1x interaksi klien mendemontrasikan penggunaan obat dgn benar
7.3. Setelah 1x interaksi klien menyebutkan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dokter
6.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung untuk mengatasi prilaku menarik diri.
6.2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku menarik diri
6.3. Jelaskan pada keluarga tentang :
Pengertian menarik diri
Tanda dan gejala menarik diri
Penyebab dan akibat menarik diri
Cara merawat klien menarik diri
6.4. Latih keluarga cara merawat klien menarik diri.
6.5. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
6.6. Beri motivasi keluarga agar membantu klien untuk bersosialisasi.
6.7. Beri pujian kepada keluarga atas keterlibatannya merawat klien di rumah sakit.
7.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat dan kerugian tidak minum obat, nama , warna, dosis, cara , efek terapi dan efek samping penggunan obat
7.2. Pantau klien saat penggunaan obat
7.3. Beri pujian jika klien menggunakan obat dengan benar
7.4. Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi dengan dokter
7.5. Anjurkan klien untuk konsultasi kepada dokter/perawat jika terjadi hal – hal yang tidak di inginkan .
Resiko Perilaku Kekerasan
TUM: Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan
TUK:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya
Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya
Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam mengungkapkan kemarahan
Klien dapat mendemonstrasikan cara mengontrol perilaku kekerasan
Klien mendapat dukungan keluarga untuk mengontrol perilaku kekerasan
Klien menggunakan obat sesuai program yang telah ditetapkan
1. Setelah 1 x pertemuan klien menunjukkan tanda-tanda percaya kepada perawat:
Wajah cerah, tersenyum
Mau berkenalan
Ada kontak mata
Bersedia menceritakan perasaan
Setelah 1x pertemuan klien menceritakan penyebab perilaku kekerasan yang dilakukannya:
Menceritakan penyebab perasaan jengkel/kesal baik dari diri sendiri maupun lingkungannya
Setelah 1x pertemuan klien menceritakan tanda-tanda saat terjadi perilaku kekerasan
Tanda fisik : mata merah, tangan mengepal, ekspresi tegang, dan lain-lain.
Tanda emosional : perasaan marah, jengkel, bicara kasar.
Tanda sosial : bermusuhan yang dialami saat terjadi perilaku kekerasan.
Setelah 1x pertemuan klien menjelaskan:
Jenis-jenis ekspresi kemarahan yang selama ini telah dilakukannya
Perasaannya saat melakukan kekerasan
Efektivitas cara yang dipakai dalam menyelesaikan masalah
Setelah 1x pertemuan klien menjelaskan akibat tindak kekerasan yang dilakukannya
Diri sendiri : luka, dijauhi teman, dll
Orang lain/keluarga : luka, tersinggung,
Setelah 1x pertemuan klien :
Menjelaskan cara-cara sehat mengungkapkan marah
Setelah 1x pertemuan klien memperagakan cara mengontrol perilaku kekerasan:
Fisik: tarik nafas dalam, memukul bantal/kasur
Verbal: mengungkapkan perasaan kesal/jengkel pada orang lain tanpa menyakiti
Spiritual: zikir/doa, meditasi sesuai agamanya
Setelah 1x interaksi keluarga:
cara merawat klien dengan perilaku kekerasan
Mengungkapkan rasa puas dalam merawat klien Menjelaskan
8. Setelah 3x interaksi pertemuan klien dapat menjelaskan:
Manfaat minum obat
Kerugian tidak minum obat
Nama obat
Bentuk dan warna obat
Dosis yang diberikan kepadanya
Waktu pemakaian
Cara pemakaian
Efek yang dirasakan
Setelah 1x pertemuan klien menggunakan obat sesuai program
Bina hubungan saling percaya dengan:
Beri salam setiap berinteraksi.
Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berinteraksi
Tanyakan dan panggil nama kesukaan klien
Tunjukkan sikap empati, jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi
Tanyakan perasaan klien dan masalah yang dihadapi klien
Buat kontrak interaksi yang jelas
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan perasaan klien
Bantu klien mengungkapkan perasaan marahnya:
Motivasi klien untuk menceritakan penyebab rasa kesal atau jengkelnya
Dengarkan tanpa menyela atau memberi penilaian setiap ungkapan perasaan klien
3. Bantu klien mengungkapkan tanda-tanda perilaku kekerasan yang dialaminya:
Motivasi klien menceritakan kondisi fisik (tanda-tanda fisik) saat perilaku kekerasan terjadi
Motivasi klien menceritakan kondisi emosinya (tanda-tanda emosional) saat terjadi perilaku kekerasan
Motivasi klien menceritakan kondisi hubungan dengan orang lain (tanda-tanda sosial) saat terjadi perilaku kekerasan
4. Diskusikan dengan klien perilaku kekerasan yang dilakukannya selama ini:
Motivasi klien menceritakan jenis-jenis tindak kekerasan yang selama ini pernah dilakukannya.
Motivasi klien menceritakan perasaan klien setelah tindak kekerasan tersebut terjadi
Diskusikan apakah dengan tindak kekerasan yang dilakukannya masalah yang dialami teratasi
5.Diskusikan dengan klien akibat negatif (kerugian) cara yang dilakukan pada:
Diri sendiri
Orang lain/keluarga
Lingkungan
6. Diskusikan dengan klien:
Apakah klien mau mempelajari cara baru mengungkapkan marah yang sehat
Jelaskan berbagai alternatif pilihan untuk mengungkapkan marah selain perilaku kekerasan yang diketahui klien.
Jelaskan cara-cara sehat untuk mengungkapkan marah:
Cara fisik: nafas dalam, pukul bantal atau kasur, olah raga.
Verbal: mengungkapkan bahwa dirinya sedang kesal kepada orang lain.
Sosial: latihan asertif dengan orang lain.
Spiritual: sembahyang/doa, zikir, meditasi, dsb sesuai keyakinan agamanya masing-masing
7. 1. Diskusikan cara yang mungkin dipilih dan anjurkan klien memilih cara yang mungkin untuk mengungkapkan kemarahan.
7.2. Latih klien memperagakan cara yang dipilih:
Peragakan cara melaksanakan cara yang dipilih.
Jelaskan manfaat cara tersebut
Anjurkan klien menirukan peragaan yang sudah dilakukan.
Beri penguatan pada klien, perbaiki cara yang masih belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan cara yang sudah dilatih saat marah/jengkel
8.1. Diskusikan pentingnya peran serta keluarga sebagai pendukung klien untuk
perilaku kekerasan.
8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk membantu klien mengatasi perilaku kekerasan
8.3. Jelaskan pengertian, penyebab, akibat dan cara merawat klien perilaku kekerasan yang dapat dilaksanakan oleh keluarga.
8.4. Peragakan cara merawat klien (menangani perilaku kekerasan)
8.5.Beri kesempatan keluarga untuk memperagakan ulang
8.6. Beri pujian kepada keluarga setelah peragaan
8.7. Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
9.1. Jelaskan manfaat menggunakan obat secara teratur dan kerugian jika tidak menggunakan obat
9.2. Jelaskan kepada klien:
Jenis obat (nama, warna dan bentuk obat)
Dosis yang tepat untuk klien
Waktu pemakaian
Cara pemakaian
Efek yang akan dirasakan klien
9.3. Anjurkan klien:
Minta dan menggunakan obat tepat waktu
Lapor ke perawat/dokter jika mengalami efek yang tidak biasa
Beri pujian terhadap kedisiplinan klien menggunakan obat.
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama pasien : Ny S
Umur : 43 th
Hari / tanggal
Implementasi
Evaluasi
Senin
10/10/2016
(SP I)
Data :
DS : Pasien mengatakan sering mendengar bisikan suara saat ingin tidur dan sholat, isi suara tersebut yaitu menyuruh untuk sholat, suara tersebut kadang muncul kadang tidak, suara itu muncul lamanya biasa 5 detik.
DO : Klien saat interaksi kadang ketawa sendiri dan sering mondar-mandir, kadang bicara sendiri.
Tx :
Membina hubungan saling percaya
Membantu klien untuk dalam mengenal halusinasinya ( isi, situasi, frekuensi, durasi, dan respon)
Membantu klien untuk mengontrol halusinasinya dengan cara pertama yaitu menghardik.
RTL: Mengajarkan pasien untuk menghardik suara palsu.
Membuat kontrak waktu untuk pertemuan SP II
S:
Pasien mengatakan mendengar suara atau bisikan yang isinya pasien disuruh untuk sholat. Pasien mendengar suara tersebut saat ingin sholat dan tidur, suara tersebut bisa muncul sehari bisa 3 x dan lamanya -/+ 5 detik. Respon pasien untuk mengontrol halusinasinya dengan berkluyuran dan berbicara sendiri.
Pasien mengatakan mau diajarkan mengontrol halusinasinya dengan cara menghardik, dan prasaan pasien setelah di ajarkan sedikit lebih nyaman
O:
pasien tampak tenang, kontak mata sedikit menurun, bicara kurang jelas, pasien mau di ajak komunikasi, pasien tampak mempraktikan cara mengontrol halusinasinya secara mandiri dengan baik
A:
Halusinasi dengar
P:
Mengahardik setiap mendengar suara palsu.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Pan. 2014. Konsep Halusinasi Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016.
Yusalia, Refiazka. 2015. Laporan Pendahuluan Dan Strategi Pelaksanaan Halusinasi. www.academia.edu diakses Oktober 2016
Zelika, Alkhosiyah A. Dermawan, Deden. 2015. Kajian Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi Pendengaran Pada Sdr. D Di Ruang Nakula Rsjd Surakarta. Jurnal Poltekkes Bhakti Mulia.
Darmaja, I Kade. 2014. Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. "S" Dengan Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi Pendengaran Diruang Kenari Rsj Dr. Radjiman Wedioningrat Lawang Malang. Program Studi Profesi (Ners) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Bakti Indonesia Banyuwangi
Pambayun, Ahlul H. 2015. Asuhan Keperawatan Jiwa Pada Ny. S Dengan Gangguan Persepsi Sensori Halusinasi Pendengaran Ruang 11 (Larasati) RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang. Asuhan Keperawatan Psikiatri Akademi Keperawatan Widya Husada Semarang.
Lampiran
STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI
SP 1
"Selamat pagi, Assalamualaikum..bolehkah saya kenalan dengan ibu? Nama saya Lilis Stiyani. Panggil saya Lilis. Saya mahasiswa keperawatan Unmuh Ponorogo. Saya sedang praktek disini dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 13.00 WIB siang. Kalau boleh saya tau nama ibu siapa dan senang dipanggil siapa?"
"Bagaimana perasaan ibu hari ini ? Bagaimana tidurnya tadi malam? Ada keluhan atau tidak?"
"Apakah ibu tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Menurut ibu sebaiknya kita ngobrol apa ya? Bagaimana kalau kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini ibu dengar dan lihat tetapi tidak tampak wujudnya? Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? Ibu maunya berapa menit? Bagaimana kalau 10 menit? Bisa? Dimana kita duduk? Di teras? Di kursi panjang itu? Atau mau dimana?"
"Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang dikatakan suara itu? Apakah ibu melihat sesuatu /orang/bayangan/makhluk? Seperti apa yang kelihatan? Apakah terus menerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja? Kapan paling sering ibu melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut? Berapa kali sehari ibu mengalaminya? Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri? Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu? Apa yang ibu rasakan pada saat melihat sesuatu? Apa yang ibu lakukan saat melihat sesuatu tersebut? Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara tersebut? Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suara-suara atau bayangan supaya tidak muncul?
" Ibu ada 4 cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama, dengan menghardik suara tersebut. Kedua, minum obat dengan teratur. Ketiga, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain. Keempat, melakukan kegiatan sesuai jadwal. Bagaimana kalau kita belajar 1 cara dulu, yaitu dengan menghardik. Caranya seperti ini, saat suara-suara itu muncul langsung ibu bilang pergi saya tidak mau dengar..saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu di ulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba ibu peragakan! Nah begitu..bagus! coba lagi! Iya bagus ibu sudah bisa."
"Bagaima perasaan ibu dengan obrolan kita tadi? Ibu merasa senang tidak dengan latihan tadi? Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar, sekarang ibu simpulkan pembicaraan kita tadi? Coba sebutkan cara untuk mencegah suara agar tidak muncul lagi. Kalau suara-suara itu muncul lagi, silahkan ibu coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau jam berapa saja latihannya?"
"ibu, bagaimana kalau besok kita ngobrol lagi tentang cara minum obat yang teratur. Kira-kira waktunya kapan ya? Bagaimana kalu besok jam 09.00 WIB, bisa? Kira-kira tempat yang enak buat kita ngobrol dimana ya, apa masih disini atau cari tempat yang nyaman? Sampai jumpa besok. Assalamualaikum."