LAPORAN PENDAHULUAN “CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HIPERKALEMIA”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Medikal di Ruang Hemodialisa (HD) RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
Oleh : Rahmi Nurrosyid Primadiati 115070201111017 Kelompok 15 PSIK A 2011
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2015
LAPORAN PENDAHULUAN CKD (CHRONIC KIDNEY DISSEASE) 1. Definisi Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik uremik) di dalam darah. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,menyebabkan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Brunner & Suddarth, 2001). Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m², sebagai berikut: a. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan: 1) Kelainan patologik 2) Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan b. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan Ginjal (Chonchol, 2005). 2. Etiologi Penyebab GGK termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskuler (nefrosklerosis), proses obstruksi (kalkuli), penyakit kolagen (luris sutemik), agen nefrotik (amino glikosida), penyakit endokrin (diabetes). (Doenges, 1999; 626) Penyebab GGK menurut Price, dibagi menjadi delapan kelas, antara lain: a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik b. Penyakit peradangan misalnya glomerulonefritis Glomerulonefritis adalah peradangan ginjal bilateral, biasanya timbul pasca infeksi streptococcus. Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen berkurang sehingga timbul edema dan azotemia, penigkatan aldoeteron menyebabkan retensi air dan natrium. Untuk glomerulonefritis kronik, ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan nampak ginjal mengkerut, berat lebig kurang dengan permukaan bergranula. Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia, c.
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan dinding arteri Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada ginjal. Sebaliknya CKD dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi Na dan H2O,
pengaruh vasopresor dari system renin, angiotensin dan defisiensi prostaclandin, keadaan ini merupakan salah satu penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih. d. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis e.
nodosa,sklerosis sistemik progresif Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista multiple, bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat penekanan. Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+ dari tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang
mamadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic. f. Penyakit metabolik misalnya DM,gout,hiperparatiroidisme,amiloidosis g. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbal h. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. 3. Faktor Resiko Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009). Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi, obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga (National Kidney Foundation, 2009). 4. Klasifikasi Terdapat 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis yang ditentukan melalui penghitungan nilai Glumerular Filtration Rate (GFR) dengan melihat kadar kretatinin. Kreatinin adalah produk sisa yang berasal dari aktivitas otot yang seharusnya disaring dari dalam darah oleh ginjal yang sehat.
Untuk menilai GFR ( Glomelular Filtration Rate ) / CCT ( Clearance Creatinin Test ) dapat digunakan dengan rumus :
Dibawah ini 5 stadium penyakit gagal ginjal kronis sebagai berikut : a. Stadium 1, dengan GFR normal (> 90 ml/min) Pada stadium 1 gagal ginjal kronik (GGK) biasanya belum merasakan gejala yang mengindikasikan adanya kerusakan pada ginjalnya. Hal ini disebabkan ginjal tetap berfungsi secara normal meskipun tidak lagi dalam kondisi tidak lagi 100 persen, sehingga banyak penderita yang tidak mengetahui kondisi ginjalnya dalam stadium. b. Stadium 2, dengan penurunan GFR ringan (60 s/d 89 ml/min) Pada stadium 2 juga dapat tidak merasakan gejala yang aneh karena ginjal tetap dapat berfungsi dengan baik. c. Stadium 3, dengan penurunan GFR moderat ( 30 s/d 59 ml/min ) Pada tingkat ini akumulasi sisa – sisa metabolisme akan menumpuk dalam darah yang disebut uremia. Gejala- gejala juga terkadang mulai dirasakan seperti : 1) Fatique : rasa lemah/lelah yang biasanya diakibatkan oleh anemia. 2) Kelebihan cairan: Hal ini membuat penderita akan mengalami pembengkakan sekitar kaki bagian bawah, seputar wajah atau tangan. Penderita juga dapat mengalami sesak nafas akaibat teralu banyak cairan yang berada dalam tubuh. 3) Perubahan pada urin : urin yang keluar dapat berbusa yang menandakan adanya kandungan protein di urin. Selain itu warna urin juga mengalami perubahan menjadi coklat, orannye tua, atau merah apabila bercampurdengan darah. Kuantitas urin bisa bertambah atau berkurang dan terkadang penderita sering trbangun untuk buang air kecil di tengah malam. 4) Rasa sakit pada ginjal. Rasa sakit sekitar pinggang tempat ginjal beradandapat dialami oleh sebagian penderita yang mempunyai masalah ginjal seperti polikistik dan infeksi. 5) Sulit tidur : Sebagian penderita akan mengalami kesulitan untuk tidur disebabkan munculnya rasa gatal, kram ataupun restless legs. d. Stadium 4, dengan penurunan GFR parah ( 15 s.d 29 ml/min) Apabila seseorang berada pada stadium ini maka sangat mungkin dalam waktu dekat diharuskan menjalani terapi pengganti ginjal / dialisis atau melakukan transplantasi. Kondisi dimana terjadi penumpukan racun dalam darah atau uremia biasanya muncul pada stadium ini. Gejala yang mungkin dirasakan pada stadium 4 adalah : 1) Fatique, Kelebihan cairan, perubahan pda urin, sakit pada ginjal, sulit tidur 2) Nausea : muntah atau rasa ingin muntah.
3) Perubahan cita rasa makanan : dapat terjadi bahwa makanan yang dikonsumsi tidak terasa seperti biasanya. 4) Bau mulut uremic : ureum yang menumpuk dalam darah dapat dideteksi melalui bau pernafasan yang tidak enak. e. Stadium 5, penyakit ginjal stadium akhir/ terminal (>15 ml/min) Pada level ini ginjal kehilangan hampir seluruh kemampuannya untuk bekerja secara optimal. Untuk itu diperlukan suatu terapi pengganti ginjal (dialisis) atau transplantasi agar penderita dapat bertahan hidup. Gejala yang dapat timbul pada stadium 5 antara lain : 1) Kehilangan napsu makan 2) Nausea. 3) Sakit kepala. 4) Merasa lelah. 5) Tidak mampu berkonsentrasi. 6) Gatal – gatal. 7) Urin tidak keluar atau hanya sedikit sekali. 8) Bengkak, terutama di seputar wajah, mata dan pergelangan kaki. 9) Keram otot 10) Perubahan warna kulit 5. Patofisiologi Infeksi (ISK, glomerulonephritis, pielonefritis), penyakit vaskuler, adanya zat toksik serta penyakit kongenital dapat mempengaruhi GFR.Khususnya penyakit vaskuler dapat menghambat suplai darah ke ginjal.Hal ini menyebabkan GFR ginjal menjadi turun.Kondisi ini
menyebabkan
kerusakan
sebagian
nefron.Nefron
yang
utuh
mencoba
untuk
meningkatkan reabsorpsi dan filtrasi, sehingga terjadilah hipertropfi nefron. Yang akan meningkatkan jumlah nefron yang rusak. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejalagejala pada pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih rendah itu. Gagal ginjal kronis juga akan mempengaruhi aktivasi RAA. Dimaan renin akan diproduksi dan akan merangsang angiotensin 1 yang selanjutnya akan diubah menjadi angiotensin 2 dan akan merangsag sekresi aldosterone. Proses ini akan menyebabkan retensi natrium dan air sehingga terjadi peningkatan tekanan kapiler dan pada akhirnya mempengaruhi volume interstitial yang meningkat. Pada penderita GGK akan timbul sebagai kondisi edema yang biasanya terjadi pada area ektremitas. Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin. Kemudian timbul kondisi perpospatemia yang akan menimbulkan kondis gatal-gatal dikulit.
Sindrom uremia juga menyebabkan gangguan asam basa dalam metabolism tubuh yang akan mempangaruhi produksi asam dalam lambung. Produksi asam lambung ini selanjutnya akan mengiritasi lambung. Salah satu terapi pada penderita gagal ginjal kronik adalah dengan menggunakan CAPD.CAPD merupakan metode pengganti ginjal dengan memasukkan cairan dialisat dalam area peritoneal melalui pemasangan kateter.Namun dalam penggunaan cairan dialisat ini proses pergantian cairan dan konsentrasi cairan dialisat yang digunakan harus diperhatikan sebab beberapa pasien akan mengalami nyeri pada proses penggantian ini. Konsentrasi cairan dialisat yang digunakan pun perlu diperhatikan sebab penggunaan cairan hipertonik yang
berlebih akan menyebabkan pembuangan
cairan yang
berlebih.
Penggunaan CAPD berkelanjutan juga perlu memperhatikan intake cairan per oral. 6. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a.
b. c.
Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. Gangguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan
d.
mulut, nafas bau ammonia. Gangguan muskuloskeletal Resiles leg sindrom ( pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan ), burning feet syndrom ( rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki ), tremor, miopati
e.
( kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas. Gangguan Integumen Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan
f.
urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. Gangguan endokrin Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g.
h.
Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. System hematologi Anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
7. Pemeriksaan Diagnostik a. Urin 1) Volume: biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tak ada (anuria) 2) Warna: secara abnormal urin keruh kemungkinan disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, fosfat 3) atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkkan adanya darah, Hb, mioglobin, porfirin 4) Berat jenis: kurang dari 1,010 menunjukkn kerusakan ginjal berat 5) Osmoalitas: kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakn ginjal tubular dan rasio u 6) urin/serum sering 1:1 7) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun 8) Natrium:lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium 9) Protein: Derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkkan kerusakan glomerulus bila 10) SDM dan fragmen juga ada b.
Darah 1) BUN/ kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir 2) Ht : menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7-8 gr/dl 3) SDM: menurun, defisiensi eritropoitin 4) GDA:asidosis metabolik, ph kurang dari 7,2 5) Natrium serum : rendah 6) Kalium: meningkat 7) Magnesium; 8) Meningkat 9) Kalsium ; menurun 10) Protein (albumin) : menurun
c.
Osmolalitas serum: lebih dari 285 mOsm/kg
d.
Pelogram retrograd: abnormalitas pelvis ginjal dan ureter
e.
Ultrasono ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa , kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas
f.
Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif
g.
Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskular, masa
h.
EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa
8. Penatalaksanaan a. Terapi konservatif Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan
keluhan-keluhan
akibat
akumulasi
toksin
azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). 1) Peranan diet Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen. 2) Kebutuhan jumlah kalori Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuatn dengan tujuan
utama,
yaitu
mempertahankan
keseimbangan
positif
nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi. 3) Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari. 4) Kebutuhan elektrolit dan mineral Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying renal disease). b. Terapi simtomatik 1) Asidosis metabolik Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L. 2) Anemia Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hatihati karena dapat menyebabkan kematian mendadak. 3) Keluhan gastrointestinal Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK. Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhanutama (chief complaint) dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 4) Kelainan kulit Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 5) Kelainan neuromuskular Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 6) Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi pengganti ginjal Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). 1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang
termasuk
dalam
indikasi
absolut,
yaitu
perikarditis,ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg %. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat (Sukandar, 2006). 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu: a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah. b) Kualitas hidup normal kembali c) Masa hidup (survival rate) lebih lama d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi 9. Komplikasi Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebih. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem reninangiotensin-aldosteron. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah. Penyakit tulang serta kalsifikasi akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum rendah, metabolisme vitamin D dan peningkatan kadar aluminium. Asidosis metabolic, Osteodistropi ginjal & Sepsis, Neuropati perifer, Hiperuremia (Smeltzer & Bare, 2001)
HIPERKALEMIA 1.
Definisi Hiperkalemia adalah keadaan dimana kadar kalium serum lebih atau sama dengan
5,5 mEq/L terjadi karena peningkatan masukan kalium, penurunan ekskresi urine terhadap kalium, atau gerakan kalium keluar dari sel-sel.Hiperkalemia akut adalah keadaan gawat medik yang perlu segera dikenali dan ditangani untuk menghindari disritmia dan henti jantung yang fatal. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Konsentrasi kalium darah yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik jantung. Bila konsentrasi yang tinggi ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan jantung akan berhenti berdenyut. 2.
Etiologi a. Pengambilan darah vena yang buruk → lisis sel darah → ion K keluar sel b. Ekskresi tidak memadai: 1) GGA dan GGK Gagal ginjal komplit maupun sebagian, bisa menyebabkan hiperkalemia berat. Karena itu orang-orang dengan fungsi ginjal yang buruk biasanya harus menghindari makanan yang kaya akan kalium. 2) Insufisiensi adrenal 3) Hipoaldosteronisme 4) Penyakit Addison Dimana kelenjar adrenal tidak dapat menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal dalam jumlah cukup. Penyakit Addison dan penderita AIDS yang mengalami kelainan kelenjar adrenal semakin sering menyebabkan hiperkalemia. 5) Hiperkalemia biasanya terjadi jika ginjal tidak mengeluarkan kalium dengan baik. Penyebab paling sering dari hiperkalemia adalah penggunaan obat yang menghalangi pembuangan kalium oleh ginjal, seperti triamterene, Diuretik hemat kalium (spironolactone) dan ACE inhibitor. c. Berpindahnya ion K dari ICF ke ECF 1) Asidosis metabolik (pada gagal ginjal) 2) Kerusakan jaringan (luka bakar luas, cedera remuk berat, perdarahan internal) 3) Asupan yang berlebihan: a) Pemberian cepat larutan infus IV yang mengandung ion K b) Pemberian cepat transfusi darah yang disimpan c) Makan pengganti garam pada pasien gagal ginjal 4) Terlalu banyak asam dalam darah, seperti yang kadang-kadang terlihat pada 5)
diabetes Diet tinggi kalium (pisang, jeruk, tomat, diet tinggi protein, pengganti garam,
suplemen kalium) d. Hiperkalemia dapat juga dapat terjadi akibat sejumlah besar kalium secara tiba-tiba dilepaskan dari cadangannnya di dalam sel. Hal ini bisa terjadi bila:
1) sejumlah besar jaringan otot hancur (seperti yang terjadi pada cedera tergilas) 2) terjadi luka bakar hebat 3) overdosis kokain. Banyaknya kalium yang masuk ke dalam aliran darah bisa melampaui kemampuan ginjal untuk membuang kalium dan menyebabkan hiperkalemia yang bisa berakibat fatal. 3.
Manifestasi Klinis
a. Neuromuskular o o
Kelemahan otot yang tidak begitu terlihat biasanya merupakan tanda awal . Kelemahan otot yang berjalan naik dan berkembang kearah paralisis flaksid pada
o
tungkai bawah, dan akhirnya pada badan dan lengan ( berat ) Parestesia pada wajah, lidah, kaki, dan tangan
b. Saluran cerna o
Mual, kolik usus, diare
c. Ginjal o
Oliguria yang berlanjut menjadi anuria
d. Kardiovaskular
4.
o
Disritmia jantung, bradikardia, blok jantung komplit, fibrilasi ventrikel atau henti
o
jantung. Perubahan EKG (selalu terjadi jika K+ serum= 7-8 mEq/L) Komplikasi Sejauh ini efek hiperkalemia yang paling penting secara klinis adalah efeknya pada
miokardium. Efek pada jantung akibat peningkatan kadar kalium serum biasanya tidak bermakna dibawah konsentrasi 7mEq/L (SI: 7mmol/L), tetapi efek ini selalu timbul jika kadarnya adalah 8mEq/L (SI: 8mmol/L) atau lebih tinggi. Jika konsentrasi kalium plasma meningkat, timbul gangguan pada konduksi jantung. Perubahan paling dini, sering terjadi pada kadar kalium serum lebih tinggin dari 6 mEq/L (SI: 6mmol/L), adalah gelombang T yang tinggi, sempit, depresi ST, dan pemendekan interval QT besar. Jika kadar kalium serum terus meningkat, interval PR menjadi memanjang dan diikuti dengan menghilangnya gelombang P. Akhirnya terdapat dekomposisi dan pemanjangan kompleks QRS. Disritmia ventrikuler dan henti jantung mungkin terjadi kapan saja dalam keadaan ini. Hiperkalemia berat menyebabkan kelemahan otot skeletal dan bahkan paralisis, yang berhubungan dengan blok depolarisasi pada otot. Sama halnya, konduksi ventrikuler melambat. Meskipun hiperkalemia memiliki efek yang nyata pada sistem neuromuskuler perifer, hiperkalemia mempunyai efek kecil pada sistem saraf pusat. Kelemahan yang cepat pada muskular asenden mengakibatkan flasid kuadriplegia telah dilaporkan terjadi pada pasien-pasien dengan kadar kalium serum yang sangat tinggi. Paralisis otot pernapasan dan otot yang dibutuhkan untuk berbicara juga dapat terjadi.
5. a.
Pemeriksaan Diagnostik EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
b.
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung. Elektrokardiogramuntukmencariperubahan EKG yang khas (hiperkalemia: gelombang T tinggi, interval PR memanjang, blokjantunglengkap, danasistole atrial; hipokalemia: gelombang T mendataratauterbalik, gelombang U, dansegmen ST
c.
menunjukkan 'sagging') Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
d.
disfungsi ventrikel atau katup Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
e.
kemampuan pompa. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
f.
menyebabkan disritmia. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
g.
menyebabkan disritmia. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan
h.
atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
6.
Penatalaksanaan Tujuan penatalaksanaan adalah mengatasi penyebab dasar dan mengembalikan
kadar kalium serum ke normal.Penatalaksanaan ini berbeda-beda tergantung dari beratnya ketidakseimbangan. a. Subakut o Kation yang mengubah resin(mis, Kayexalate): diberikan baik secara oral, nasogastric, atau melalui retensi enema untuk menukar natrium dengan kalium diusus. Larutan biasanya dikombinasi dengan sorbitol untuk mencegah konstipasi dari Kayexalatedan karena diare, sehingga meningkatkan kehilangan kalium diusus. o Penurunan masukan kalium : Diet menghindari makanan yang mengandung kalium tinggi. b. Akut o IV kalsium glukonat : Untuk meniadakan efek neuromuskular dan jantung terhadap hiperkalemia. Kadar kalsium serum akan tetap tinggi. Kalsium klorida juga dapat digunakan. o IV glukosa dan insulin : untuk memindhkan kalium ke dalam sel-sel. Penurunan kalium serum ini sementara (kira-kira 6 jam). Biasanya glukosa hipertonik (ampul D50W atau 250-500ml D10W) diberikan dengan insulin reguler.
o Bikarbonat natrium : untuk memindahkan kalium kedalam sel-sel. Penurunan kalium serum sementara (selama kira-kira 1-2 jam). o Dialisis : Untuk membuang kalium dari tubuh. Dialisis paling efektif untuk membuang kelebihan kalium. o Obat-obatan yang mengobati hiperkalemia dimaksudkan untuk menstabilkan fungsi jantung, meningkatkan pergerakan kalium dari aliran darah kembali ke dalam sel, dan mendorong ekskresi kalium yang berlebih. Hemodialisis adalah alat yang paling dapat diandalkan untuk menghilangkan kalium dari tubuh pada pasien dengan gagal ginjal. Obatberkaitan Hiperkalemia adalah sebagai berikut. Kalsium Klorida atau glukonat - meminimalkan efek dari hiperkalemia pada jantung Natrium bikarbonat - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke selsel Agonis beta - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel Diuretik - menyebabkan ekskresi kalium dari ginjal Resin Binding - mempromosikan dan pertukaran kalium natrium dalam sistem pencernaan Insulin - mempromosikan pergeseran kalium dari darah ke sel-sel
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CKD KOMPLIKASI HIPERKALEMI 1. Pengkajian Identitas klien Meliputi nama, usia, jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan, dan lain-lain. Status kesehatan saat ini Meliputi keluhan utama saat masuk rumah sakit, keluhan utama saat pengkajian, dan riwayat kesehatan saat ini. Riwayat kesehatan terdahulu Kaji riwayat kesehatan pasien, terutama riwayat penyakit yang pernah diderita dan berhubungan dengan system urinaria, sepert iriwayat hipertensi, diabetes mellitus, infeksi traktus urinarius, batu saluran urinarius, riwayat nyeri pada pinggang. Kaji juga riwayat penggunaan obat-obatan tertentu. Riwayat kesehatan dalam keluarga Apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki penyakit yang sama. Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria Riwayat lingkungan Kaji bagaimana kondisi lingkungan sekitar rumah klien dan lingkungan pekerjaan klien. Pola kebiasaan Kebiasaan BAK, kebiasaanmakan, minum, merokok. Pola aktivitas/istirahat Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise, gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen) Riwayatpsikososial Penyakit CKD merupakan penyakitkronis, terutama bagi pasien yang menjalani terapi hemodialysis seumur hidup. Pengkajian pada implikasi penyakit pasien dalam hubungannya dengan keluarga dan pekerjaan/komunitas. Identifikasi stressor dan kecemasan pasien, dan hubungkan dengan keluarga, sehingga seluruh komponen mampu membantu perbaikan psikososial pasien. Pemeriksaanfisik Fokus Pengkajian 1. Aktifitas /istirahat Gejala: -Kelelahan ekstrem, kelemahan malaise -Gangguan tidur (insomnis/gelisah atau somnolen) Tanda: - Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak 2. Sirkulasi Gejala: - Riwayat hipertensi lama atau berat - Palpitasi, nyeri dada (angina) Tanda: -
Hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada kaki, telapak tangan
-
Disritmia jantung
-
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik
-
Friction rub perikardial
-
Pucat pada kulit
-
Kecenderungan perdarahan
3.
Integritas ego
Gejala: -
Faktor stress contoh finansial, hubungan dengan orang lain
-
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekakuan
Tanda: 4.
Menolak, ansietas, takut, marah , mudah terangsang, perubahan kepribadian Eliminasi
Gejala: -
Penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria ( gagal tahap lanjut)
-
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi Tanda:
-
Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat, berawan
-
Oliguria, dapat menjadi anuria 5. Makanan/cairan Gejala: -
Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi)
-
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan amonia) Tanda: - Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir) - Perubahan turgor kuit/kelembaban - Edema (umum,tergantung) - Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah - Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga
6.
Neurosensori Gejala: - Sakit kepala, penglihatan kabur - Kram otot/kejang, sindrom kaki gelisah, kebas rasa terbakar pada telapak kaki - Kebas/kesemutan dan kelemahan khususnya ekstrimitasbawah (neuropati perifer) Tanda: - Gangguan status mental, contohnya penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma - Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang
- Rambut tipis, uku rapuh dan tipis 7.
Nyeri/kenyamanan
Gejala: Nyei panggu, sakit kepala,kram otot/nyeri kaki Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah 8.
Pernapasan Gejala: - nafas pendek, dispnea nokturnal paroksismal, batuk dengan/tanpa Sputum Tanda: - takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul - Batuk produktif dengan sputum merah muda encer (edema paru)
9.
keamanan Gejala: kulit gatal, ada/berulangnya infeksi Tanda: - pruritus - Demam (sepsis, dehidrasi)
10.
Seksualitas Gejala: Penurunan libido, amenorea,infertilitas
11.
Interaksi sosial Gejala:
-
Kesulitan menurunkan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi
peran dalam keluarga 12.
Penyuluhan
- Riwayat DM keluarga (resti GGK), penyakit pokikistik, nefritis herediter, kalkulus urinaria - Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan - Penggunaan antibiotik nr\efrotoksik saat ini/berulang 2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan b.dpenurunan haluaran urine, diet cairan berlebih, retensi cairan & natrium b. Intoleransi aktivitas b.d. keletihan, anemia, retensi produk sampah, prosedur dialisis c. Resiko infeksi b.d prosedur infasif berulang 3. Rencana Intervensi
No
Diagnosa kep./ masalah kolaborasi
Rencana keperawatan Tujuan & criteria hasil
Intervensi
1
Pola nafas efektif b.d: Edema paru
tidak Pola nafas efektif setelah dilakukan tindakan HD 4-5 jam, dengan criteria:
Asidosis metabolic Hb ≤ 7 gr/dl Pneumonitis
nafas 16-28 x/m
Kaji penyebab nafas tidak efektif Kaji respirasi & nadi Berikan posisi semi fowler
edema paru hilang tidak sianosis
Ajarkan cara nafas yang efektif Berikan O2
perikarditis
Lakukan SU pada saat HD
Kolaborasi darah
pemberian
tranfusi
Kolaborasi pemberian antibiotic Kolaborasi foto torak
Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya Evaluasi kondisi klien pada HD berikutnya 2
Resiko cedera b.d Pasien tidak mengalami cedera akses vaskuler & dg kriteria: komplikasi kulit pada sekitar AV shunt sekunder terhadap utuh/tidak rusak penusukan & pemeliharaan Pasien tidak mengalami akses vaskuler komplikasi HD
Kaji kepatenan sebelum HD
AV
shunt
Monitor kepatenan kateter sedikitnya setiap 2 jam
Kaji warna kulit, keutuhan kulit, sensasi sekitar shunt
Monitor TD setelah HD
Lakukan heparinisasi pada shunt/kateter pasca HD
Cegah terjadinya infeksi pd area shunt/penusukan kateter 3
Kelebihan volume Keseimbangan volume cairan cairan b.d: tercapai setelah dilakukan HD 4-5 jam dengan kriteria: penurunan haluaran urine BB post HD sesuai dry weight diet cairan berlebih retensi cairan & natrium
Udema hilang Retensi 16-28 x/m kadar natrium darah 132-145 mEq/l
Kaji status cairan Timbang bb pre dan post hd Keseimbangan haluaran
masukan
dan
Turgor kulit dan edema Distensi vena leher Monitor vital sign Batasi masukan cairan Pada saat priming & wash out hd
Lakukan hd dengan uf & tmp sesuai dg kenaikan bb interdialisis
Identifikasi sumber masukan cairan masa interdialisis Jelaskan pada keluarga & klien rasional pembatasan cairan Motivasi klien untuk ↑ kebersihan mulut
4
Ketidakseimbangan Keseimbangan nutrisi tercapai nutrisi, kurang dari setelah dilakukan HD yang kebutuhan tubuh sdekuat (10-12 jam/mg) selama 3
Kaji status nutrisi:
b.d: anoreksia, mual & muntah pembatasan diet perubahan membrane mukosa oral
bulan, diet protein dengan kriteria:
terpenuhi,
Perubahan BB Pengukuran antropometri
tidak terjadi penambahan atau ↓ BB yang cepat turgor kulit normal tanpa udema
Nilai lab. kreatinin, protein
kadar albumin plasma
kaji pola diet
(elektrolit, BUN, kadar albumin,
3,5-5,0 gr/dl konsumsi diet nilai protein tinggi kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi kolaborasi menentukan tindakan HD 4-5 jam 2-3 minggu
kolaborasi pemberian infus albunin 1 jam terakhir HD
Tingkatkan masukan protein dengan nilai biologi tinggi: telur, daging, produk susu Anjurkan camilan rendah protein, rendah natrium, tinggi kalori diantara waktu makan Jelaskan rasional pembatasan diet, hubungan dengan penyakit ginjal dan ↑urea dan kreatinin Anjurkan timbang BB tiap hari Kaji adanya masukan yang tidak adekuat
protein
Edema Penyembuhan yang lama Albumin serum turun
5
Intoleransi aktivitas Setelah
dilakukan
tindakan
Kaji faktor yang menimbulkan
b.d.: Keletihan Anemia Retensi produk sampah Prosedur dialisis
keperawatan & HD, klien mampu keletihan: berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi, dengan Anemia kriteria: Ketidakseimbangan elektrolit berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri yang dipilih
cairan
&
Retensi produk sampah
berpartisipasi dalam ↑ aktivitas depresi dan latihan Tingkatkan kemandirian dalam istirahat & aktivitas aktifitas perawatan diri yang seimbang/bergantian dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi Anjurkan aktivitas sambil istirahat
alternatif
Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis 6
Harga diri rendah Memperbaiki konsep diri, dengan b.d: criteria: Ketergantungan Perubahan peran Perubahan citra tubuh dan fungsi seksual
Pola koping klien dan keluarga efektif Klien & keluarga bisa mengungkapkan perasaan & reaksinya terhadap perubahan hidup yang diperlukan
Kaji respon & reaksi klien & keluarganya terhadap penyakit & penanganannya. Kaji hubungan klien keluarga terdekat Kaji pola koping keluarganya
klien
dan &
Ciptakan diskusi yang terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit & penangannya Perubahan peran Perubahan gaya hidup Perubahan dalam pekerjaan
Perubahan seksual Ketergantungan dialisis
dg
center
Gali cara alternatif untuk ekspresikan seksual lain selain hubungan seks Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan dan kemesraan 7
Resiko infeksi b.d Pasien tidak mengalami infeskis pertahankan area steril selama prosedur infasif dg criteria: penusukan kateter berulang suhu dbn Tak ada shunt
kemerahan
sekitar Pertahankan teknik steril selama kontak dg akses vaskuler: penusukan, pelepasan kateter Area shunt tidak nyeri/bengkak Monitor area akses HD terhadap kemerahan, bengkak, nyeri Beri pernjelasan pd pasien pentingnya ↑satus gizi Kolaborasi pemberian antibiotik
DAFTAR PUSTAKA Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., Geissler, A.C. 2000 . Nursing Care Plans : Guidelines For Planning And Documenting Patients Care. Alih bahasa:Kariasa,I.M. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth volume 2. Jakarta: EGC. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Smeltzer,S.C,. Bare,B.G., Hinkle,J.L & Cheever,K.H. (2008 ). Textbook Of Medical –Surgical Nursing. Ed 12. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins.
Zhou, Y.L., Liu, H.L., Duan, X.F., Yao, Y., Sun, Y., & Liu, Q. (2006). Impact Of Sodium And Ultrafiltration Profiling On Haemodialysis Related Hypotension. Nephrol Dial Transplant. 21(11).3231-7.