LAPORAN PENDAHULUAN
CLOSE FRAKTUR FEMUR RSUD “NGUDI WALUYO” WLINGI
Disusun oleh : Agus Jaipur 201210461011034
PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2013
TINJAUAN TEORI 1. Pengertian Fraktur Femur Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi-kondisi tertentu seperti degenerasi tulang / osteoporosis. 2. Etiologi Tulang bersifat relatif rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan dan fraktur dapat terjadi karena: a. Trauma Sebagian fraktur terjadi karena kekuatan yang tiba-tiba dan berlebih yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekanan, pemuntiran/penarikan. Bila terjadi kekuatan langsung tulang bisa patah pada tempat yang terkena, jaringan lemak juga pasti rusak. b. Pemukulan Menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit. c. Penghancuran Menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lemak yang luas. Bila terkena kekuatan tak langsung dapat mengalami fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kerusakan jaringan lemak ditempat fraktur mungkin tidak ada. d. Kelelahan/tekanan berulang-ulang Retak dapat terjadi pada tulang, misal: pada logam/benda lain akibat tekanan berulangulang. Keadaan ini dapat terjadi pada tibia/fibula, radius/ ulna. Biasanya pada olahragawan/atlit (bola volley, senam, bola basket). e. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologis) Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal, kalau tulang itu lemah (tumor) atau sangat rapuh (osteoporosis) penderita kanker/infeksi f. Fraktur stress/fatique fracture akibat peningkatan drastis tingkat latihan. 3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis a. Deformitas Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti :
Rotasi pemendekan tulang
Penekanan tulang
b. Bengkak Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur e. Tenderness f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/ perdarahan). h. Pergerakan abnormal i.
Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j.
Krepitasi
5. Klasifikasi Fraktur a. Berdasarkan luas/garis fraktur 1) Fraktur komplit Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua tulang. 2) Fraktur tidak komplit/incomplete Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang, misal:
Buckle fracture: terjadi pada lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa dibawahnya.
Green stick fracture: fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, korteks tulang masih utuh begitu pula periosteum.
b. Berdasarkan posisi fragmen 1) Fraktur undisplaced/tidak bergeser Tulang patah, posisi pada tempatnya normal/garis patah komplit tetapi kedua fragmen tidak bergeser, periosteum masih utuh.
2) Fraktur displaced/bergeser Ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat patah dan terjadi pergeseran fragmen-fragmen tulang. c. Berdasarkan bentuk/jumlah garis patah 1) Fraktur komunitif Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan 2) Fraktur segmental Garis patah lebih dari satu, tidak saling berhubungan karena tulang tertekan menjadi beberapa bagian. 3) Fraktur multiple Garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang, tempat yang berlainan. d. Berdasarkan tempat Misal: Fraktur femur, fraktur humerus, fraktur radius, ulna, tibia, fibula, vertebra dll. e. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma 1) Fraktur transversal Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. 2) Fraktur oblik Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. 3) Fraktur spinal Fraktur tulang yang melingkari tulang. 4) Fraktur kompresi Fraktur dimana 2 tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya. 5) Fraktur avulse Fraktur yang memisahkan fragmen tulang pada tempat inverse tendon ataupun ligament. f. Berdasarkan hubungan tulang dengan dunia luar 1) Fraktur tertutup (closed/simple fracture) Bila tidak ada hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar. 2) Fraktur terbuka (open/compound fracture) Karena terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan dikulit.
Menurut R. Gustillo (2001), Fraktur terbuka terbagi atas 3 derajad: a) Derajad I
Luka < 1 cm
Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk.
Fraktur sederhana, tranversal, obliq atau komunitif ringan
Kontaminasi minimal
b) Derajat II
Laserasi > 1 cm
Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
Fraktur komunitif sedang
Kontaminasi sedang
c) Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi derajat tinggi.Terbagi atas:
Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat kerusakan jaringan lunak.
Kehilangan
jaringan
lunak
dengan
fraktur
yang
tulang
yang
terpapar/kontaminasi masif.
Jaringan lunak yang menutupi fraktur yang adekuat, meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulsi/fraktur segmental atau sangat komunitif yang disebabkan trauma berenergi tanpa melihat besar luasnya luka.
6. Komplikasi a. Malunion Suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. b. Non-union Kegagalan pada proses penyambungan tulang sehingga tulang tak dapat menyambung. c. Delayed union Proses penyembuhan tulang berjalan dalam waktu lama dari waktu yang diperkirakan. d. Infeksi Paling sering menyertai fraktur terbuka tetapi sudah jarang dijumpai dapat melalui logam bidai.
e. Cidera vaskuler dan saraf Kedua organ ini dapat cidera akibat ujung patahan tulang yang tajam. f. Fat-embolic syndrome/embolik lemak Terjadi setelah 24-48 jam setelah cidera, ditandai distress pernapasan, tachikardi, tachipnoe, demam, edema paru, dan akhirnya kematian. g. Gangren gas Yang berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bacterium saphrophystik gram positif anaerob antara lain clostridium weichii/clostridium perfingers. Clostridium biasanya akan tubuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai O2 karena trauma otot. h. Reflek symphathetic dystrophy Karena tidak stabilnya vasomotor yang mengakibatkan tidak normalnya sistem saraf simpatik yang hiperaktif sehingga menyebabkan terjadinya perlukaan. i.
Thrombo embolic complication Terjadi pada individu yang immobilisasi dalam waktu yang lama.
j.
Pressure sore (borok akibat tekanan) Akibat gips/bidai yang memberi tekanan setempat sehingga terjadi nekrosis pada jaringan superficial
k. Osteomyelitis Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum/korteks tulang dapat berupa hematogenous. Pathogen masuk melalui luka fraktur terbuka, luka tembus atau selama operasi. l.
Nekrosis avaskuler Fraktur mengganggu aliran darah ke salah satu fragmen sehingga fragmen tersebut mati. Sering terjadi pada fraktur caput femoris.
m. Kerusakan arteri Ditandai adanya denyut, bengkak, pucat pada baigan distal fraktur, nyeri, pengisian kapiler yang buruk. Kerusakan arteri dapat disertai cidera pada kaki, saraf dan otot visera (thoraks dan abdomen). n. Syock Perdarahan selalu terjadi pada tempat fraktur dan perdarahan ini dapat hebat sehingga terjadilah syock. o. Syndrome compartment Terjadi saat satu atau lebih compartement ekstremitas meningkat, saat peningkatan tekanan jaringan pada ruangan tertutup diotot yang berhubungan dengan akumulasi
cairan sehingga menyebabkan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot, ditandai dengan edema, tidak adanya denyut, nyeri terutama ketika area luka ditinggikan atau digerakkan, pucat atau cyanosis, kaku dan paresis. 7. Pemeriksaan Diagnostik a. Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray:
Bayangan jaringan lunak
Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum/biomekanik/rotasi
Trobukulasi ada tidaknya rare fraction
Sela sendi serta bentuknya arsitektur sendi
Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti:
Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang
Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang
Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang
c. Pemeriksaan lain-lain
Pemeriksaan
mikroorganisme
kultur
dan
test
sensitivitas:
didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi
Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi
Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur
Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak/sobek karena trauma berlebihan
Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang
MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur
8. Penatalaksanaan a. Penatalaksanaan fraktur prinsipnya adalah dengan 4-R : 1) Recognisi : riwayat dari terjadinya fraktur sampai didiagnosa fraktur 2) Reduksi : upaya memanipulasi fragmen tulang 3) Retensi : memelihara reduksi sampai penyembuhan 4) Rehabilitasi : upaya untuk pencapai kembali fungsi tulang secara normal b. Beberapa intervensi yang diperlukan 1) Intervensi Terapeutik atau konservatif
Proteksi dengan mitela atau pembebatan fraktur diatas dan dibawah sisi cidera sebelum memindahkan pasien. Pembebatan atau pemdidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi adanya komplikasi.
Immobilitas Dilakukan dalam jangka waktu berbeda-beda untuk kesembuhan fragmen yang dipersatukan dengan pemasangan gips.
Memberikan kompres dingin untuk menentukan perdarahan, edema dan nyeri
Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema nyeri
Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk cegah syock
Traksi untuk fraktur tulang panjang Sebagai upaya menggunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan dan immobilisasi fragmen tulang
Reposisi tertutup atau fiksasi dengan gips Pada fraktur supra kondilus, reposisi dapat dilaksanakan dengan anestesi umum atau lokal.
2) Pemberian Diet Pemberian diet TKTP dan zat besi untuk mencegah terjadinya anemia. 3) Intervensi farmakologis
Anestesi local, analgesic narkotik, relaksasi otot atau sedative diberikan untuk membantu klien selama prosedur reduksi tertutup.
Anestesi dapat diberikan
Analgesic diberikan sesuai petunjuk untuk mengontrol nyeri pada pasca operasi
ATS diberikan pada pasien tulang complicated
4) Intervensi operatif
Reduksi untuk memperbaiki kontinuitas tulang Reduksi Tertutup Fragmen tulang disatukan dengan manipulasi dan traksi manual untuk memperbaiki kesejajaran gips atas bebat dipasang, untuk mengimmobilisasi ekstremitas dan mempertahankan reduksi. Diperlukan suatu kontrol radiology yang diikuti fiksasi interna. Reduksi terbuka dan fiksasi internal / ORIF Fiksasi interna dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur. Memasukkan paku, sekrup atau pen atau plat ke dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Fragmen tulang secara langsung terlihat dan alat fiksasinya digunakan untuk memegang fragmen tulang dalam posisi. Terjadi penyembuhan tulang dan dapat diangkat bila tulang sembuh. Setelah penutupan luka, beban atau gips untuk stabilisasi dan sokong tambahan.
Penggantian endoprostetik Penggantian fragmen dengan alat logam terimplantasi dan digunakan bila terakhir mengganggu nutrisi tulang atau pengobatan pilihan adalah penggantian tulang.
9. Pengkajian Keperawatan a. Riwayat
Perawat perlu menentukan : data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis trauma, berat ringananya trauma
Obat-obatan yang sering digunakan
Kebiasaan minum-minuman keras
Nutrisi
Pekerjaan atau hobby
b. Pemeriksaan fisik Head to toe , inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien, integritas kulit, nyeri. c. Aktivitas atau istirahat Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan dan rasa nyeri. d. Sirkulasi Ditunjukkan dengan : hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada daerah perlukaan. e. Neurosensori Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot : kaku atau tak terasa (parestesia), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal, terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas. f. Rasa nyaman Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada jaringan atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi. g. Keamanan Kulit laserasi, perdarahan, perlukaan, lokasi bengkak. h. Tempat fraktur dan sistem jaringan
Edema
Perubahan warna
Parestesia dengan numbness dan tingling karena ketidakseimbangan aliran darah dalam pembuluh darah yang menuju berbagai organ/peningkatan tekanan jaringan
Nyeri akibat penimbunan darah sekitar tulang yang mengakibatkan tertekannya saraf
Kulit terbuka dan tertutup Kulit terbuka apabila tulang sampai menembus kulit-kulit tertutup apabila tulang masih berada didalam kulit
Krepitasi akibat sensasi yang berkertak : bunyi yang terdengar pada saat kedua tulang saling bergerak
i.
Perdarahan terjadi karena kerusakan pembuluh darah arteri dan vena
Sistem yang diperhatikan
Pallor atau pucat Karena perdarahan yang banyak maka darah yang mengikat oksigen dalam tubuh berkurang sehingga penurunan O2 di dalam jaringan.
Confusion Perfusi darah yang ke otak menurun sehingga otak kekurangan O-2 dan mengganggu metabolisme otak yang mengakibatkan kebingungan.
Dyspnea Terjadi pada fraktur terbuka, lemak berasal dari sumsum tulang atau myelum masuk ke aliran darah terbuka sehingga dapat terjadi embolik dan mengakibatkan sesak napas.
Shock Terjadi saat hipovolemik karena kekurangan darah akibat pecahnya arteri dari perdarahan
Diaphoresis atau keringat banyak Akibat peningkatan metabolisme tubuh, untuk itu dibutuhkan energi banyak hingga energi akan dipecah menjadi panas dan menimbulkan banyak keringat.
Takut dan cemas karena perubahan status kesehatan
10. Diagnosa Keperawatan a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) d. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)
e. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang) g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada 11. Intervensi Keperawatan a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, nyeri terkontrol dengan criteria hasil : No 1 2 3 4 5 6 7
Kriteria Mengenal faktor penyebab nyeri Mengenali tanda dan gejala nyeri Mengetahui onset nyeri Menggunakan langkah-langkah pencegahan nyeri Menggunakan teknik relaksasi Menggunakan analgesic yang tepat Melaporkan nyeri terkontrol
Score 5 5 5 5 5 5 5
NIC :
Kaji secara komphrehensif tentang nyeri, meliputi: skala nyeri, lokasi, karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas, dan faktor-faktor presipitasi.
Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan
Gunakan komunkiasi terapeutik agar klien dapat mengekspresikan nyeri
Evaluasi tentang keefektifan dari tindakan mengontrol nyeri yang telah digunaka
Berikan dukungan terhadap klien dan keluarga
Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa lama, dan tindakan
Motivasi klien untuk memonitor nyerinya
Ajarkan penggunaan teknik relaksasi nafas dalam
Tingkatkan tidur/istirahat yang cukup
Monitor TTV
Kolabirasi dengan dokter dalam penberian analgetik
b. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, terjadi peningkatan mobilisasi dengan criteria hasil: No NOC 1. ROM aktif / pasif meningkat 2. Perubahan posisi adekuat
Score 5 5
NIC :
Kaji kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisik
Jelaskan kepada klien dan keluarga manfaat latihan
Kaji lokasi nyeri/ketidaknyamanan selama latihan
Jaga keamanan klien
Bantu klien utk mengoptimalkan gerak sendi pasif manpun aktif
Beri reinforcement ppositif setipa kemajuan
Ukur TTV sebelum sesudah latihan
c. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15x24 jam, kerusakan integritas kulit pasien teratasi dengan criteria hasil: No 1. 2. 3.
NOC Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan Perfusi jaringan baik Menunjukkan terjadinya proses penyembuhan luka
Score 5 5 5
NIC :
Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
Monitor kulit akan adanya kemerahan
Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
Monitor status nutrisi pasien
Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
Berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka
Daftar Pustaka
Mansjoer, Arif (et. al). (2000). Kapita Selekta Kedokteran. (edisi 3). Jakarta : Media Aesculapius.
Smeltzer, Susanne C. (2001). Brunner & suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing. 8/E. Agung waluyo (et. al) (penerjemah)
http://fakhrudin87.blogspot.com/2010/08/asuhan-keperawatan-fraktur-femur.html. tanggal akses 30 Juni 2013
http://exsimple.blogspot.com/2010/07/kti-fraktur-femur.html. tanggal akses 30 Juni 2013