LP ASKEP POST DATE
LP ASKEP POST DATE
PENGERTIAN KEHAMILAN
· Kehamilan adalah masa dimulai dari konsepsi sampai lahirnya janin lamanya adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Saifudin, 2006).
· Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uteri mulai sejak konsepsi dan berakhir sampai permulaan persalinan (Manuaba, 2008).
· Kehamilan merupakan proses yang diawali dengan adanya pembuahan (konsepsi), masa pembentukan bayi dalam rahim, dan diakhiri oleh lahirnya sang bayi (Monika, 2009).
B. Etiologi
Tidak timbulnya his karena kurangnya air ketuban, insufisiensi plasenta dan kerentanan akan stres. Menjelang persalinan terdapat penurunan progesteron, peningkatan oksitosin tubuh dan reseptor terhadap oksitosin sehingga otot rahim semakin sensitif terhadap rangsangan. Pada kehamilan lewat waktu terjadi sebaliknya, otot rahim tidak sensitif terhadap rangsangan karena ketegangan psikologis atau kelainan pada rahim.
1. C. Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu
Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko asfiksia sampai kematian adalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
1. Pertumbuhan janin makin lambat
2. terjadi perubahan metabolisme janin
3. Air ketuban berkurang dan makin kental
4. Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan persalinan
5. Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan setiap saat dapat meninggal di rahim.
6. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
(Menurut Manuaba dalam Buku Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB Untuk Pendidikan Bidan, 1998)
1. D. Tanda Bayi Post Matur
2. Tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium (Sarwono Prawirohardjo) :
1. Stadium I
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
1. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
1. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
1. Tanda bayi Postmatur (Manuaba, Ida Bagus Gde, 1998)
1. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
2. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
3. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
4. Verniks kaseosa di bidan kurang
5. Kuku-kuku panjang
6. Rambut kepala agak tebal
7. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
E. Pengaruh Terhadap ibu dan Janin
Terhadap ibuØ
Persalinan post matur dapat menyebabkan distosia karena :
a. Aksi uterus tidak terkoordinir.
b. Janin besar.
c. Moulding kepala besar
Maka akan sering dijumpai partus lama, kesalahan letak, inersia uteri, distosia bahu dan perdarahan post partum.
Terhadap janinØ
Jumlah kematian janin/ bayi pada kehamilan 42 minggu 3x lebih bear dari kehamilan 40 minggu, karena post maturitas pada janin bervariasi, berat badan janin bertambah besar, tetap dan ada yang berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu ada pula yang bisa terjadi kematian janin dalam kandungan.
D. Pemeriksaan Penunjang
a. USG untuk menilai usia kehamilan, digohidramnion dan derajat maturitas plasenta.
b. Penilaian warna air ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanan dinilai apakah reaktif atau tidak dan tes tekanan oksitosin).
c. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kanopiknotik > 20%.
E. Penatalaksanaan
Bila keadaan bayi baik :
a. Tunda pengakhiran kehamilan selama 1 minggu dengan menilai gerakan janin dan tes tanpa tekanan 3 hari kemudian. Bisa hasil positif segera lakukan SC.
b. Induksi persalinan.
DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
8.1 Pada bayi :
8.1.1 Gangguan pemenuhan kebutuhan O2 berhubungan dengan asfiksia berat/ringan, pernafasan tidak teratur, pernafasan cuping hidung, cyanosis, ada lendir pada hidung dan mulut.
8.1.1.1 NOC :
Kebutuhan O2 bayi terpenuhi
Kriteria:
8.1.1.1.1 Pernafasan normal 40-60 kali permenit.
8.1.1.1.2 Pernafasan teratur.
8.1.1.1.3 Tidak cyanosis.
8.1.1.1.4 Wajah dan seluruh tubuh
8.1.1.1.5 Berwarna kemerahan (pink variable).
8.1.1.1.6 Gas darah normal (PH = 7,35 – 7,4, PCO2 = 35 mm Hg, PO2 = 50 – 90 mmHg)
8.1.1.2 NIC
8.1.1.2.1 Letakkan bayi terlentang dengan alas yang data, kepala lurus, dan leher sedikit tengadah/ekstensi dengan meletakkan bantal atau selimut diatas bahu bayi sehingga bahu terangkat 2-3 cm 1.
8.1.1.2.2 Bersihkan jalan nafas, mulut, hidung bila perlu.
8.1.1.2.3 Observasi gejala kardinal dan tanda-tanda cyanosis tiap 4 jam
8.1.1.2.4 Kolaborasi dengan team medis dalam pemberian O2 dan pemeriksaan kadar gas darah arteri.
8.1.2 Resiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan Keadaan umum lemah, reflek menghisap lemah, masih terdapat retensi pada sonde.
8.1.2.1 NOC
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
8.1.2.1.1 Bayi dapat minum pespeen / personde dengan baik.
8.1.2.1.2 Berat badan tidak turun lebih dari 10%.
8.1.2.1.3 Retensi tidak ada.
8.1.2.2 NIC
8.1.2.2.1 Lakukan observasi BAB dan BAK jumlah dan frekuensi serta konsistensi.
8.1.2.2.2 Monitor turgor dan mukosa mulut.
8.1.2.2.3 Monitor intake dan out put.
8.1.2.2.4 Beri ASI/PASI sesuai kebutuhan.
8.1.2.2.5 Lakukan control berat badan setiap hari.
8.1.3 Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan suhu tubuh diatas normal, tali pusat layu, ada tanda-tanda infeksi, abnormal kadar leukosit, kulit kuning, riwayat persalinan dengan ketuban mekonical.
8.1.3.1 NOC
Selama perawatan tidak terjadi komplikasi (infeksi)
Kriteria :
8.1.3.1.1 Tidak ada tanda-tanda infeksi.
8.1.3.1.2 Tidak ada gangguan fungsi tubuh.
8.1.3.2 NIC
8.1.3.2.1 Lakukan teknik aseptik dan antiseptik dalam memberikan asuhan keperawatan.
8.1.3.2.2 Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan.
8.1.3.2.3 Pakai baju khusus/ short waktu masuk ruang isolasi (kamar bayi).
8.1.3.2.4 Lakukan perawatan tali pusat dengan triple dye 2
8.1.3.2.5 Jaga kebersihan (badan, pakaian) dan lingkungan bayi.
8.1.3.2.6 Observasi tanda-tanda infeksi dan gejala cardinal.
8.1.3.2.7 Hindarkan bayi kontak dengan sakit.
8.1.3.2.8 Kolaborasi dengan team medis untuk pemberian antibiotik.
8.1.3.2.9 Siapkan pemeriksaan laboratorat sesuai advis dokter yaitu pemeriksaan DL, CRP.
8.1.4 Gangguan hubungan interpersonal antara ibu dan bayi berhubungan dengan Bayi dirawat di dalam inkubator di ruang intensif, belum ada kontak antara ibu dan bayi.
8.1.4.1 NOC
Terjadinya hubungan batin antara bayi dan ibu
Kriteria:
8.1.4.1.1 Ibu dapat segera menggendong dan meneteki bayi.
8.1.4.1.2 Bayi segera pulang dan ibu dapat merawat bayinya sendiri.
8.1.4.2 NIC
8.1.4.2.1 Jelaskan para ibu / keluarga tentang keadaan bayinya sekarang.
8.1.4.2.2 Bantu orang tua / ibu mengungkapkan perasaannya.
8.1.4.2.3 Orientasi ibu pada lingkungan rumah sakit.
8.1.4.2.4 Tunjukkan bayi pada saat ibu berkunjung (batasi oleh kaca pembatas).
8.1.4.2.5 Lakukan rawat gabung jika keadaan ibu dan bayi jika keadaan bayi memungkinkan.
8.2 Pada ibu :
8.2.1 Ansietas berhubungan dengan partus macet.
8.2.1.1 NOC
berkurangnya rasa cemas dan mampu mempertahankan koping yang positif
Kriteria :
8.2.1.1.1 Klien merasa tenang dan optimis dengan persalinannya.
8.2.1.1.2 Klien dapat menggunakan teknik relaksasi distraksi atau napas dalam dengan efektif.
8.2.1.1.3 Menggungkapkan pemahaman situasi individu dan kemungkinan hasil akhir.
8.2.1.1.4 Klien tampak rileks, tanda-tanda vital dalam batas normal TD : 120/80 mmHg, RR : 18-24 x/menit, Nadi: 80-100 x/menit
8.2.1.2 NIC
8.2.1.2.1 Jelaskan prosedur intervensi keperawatan dan tindakan. Pertahankan komunikasi terbuka, diskusikan dengan klien kemungkinan efek samping dan hasil, pertahankan sikap optimis.
8.2.1.2.2 Orientasikan klien dengan pasangan pada lingkungan persalinan.
8.2.1.2.3 Anjurkan tehnik relaksasi seperti teknik distraksi atau napas dalam
8.2.1.2.4 Anjurkan penggungkapan rasa takut atau masalah.
8.2.2 Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.
8.2.2.1 NOC
bebas dari tanda-tanda infeksi
Kriteria :
8.2.2.1.1 Suhu tubuh normal 36,5-370C.
8.2.2.1.2 Kontaminasi dapat diminimalkan.
8.2.2.1.3 Cairan amniotic jernih, hampir tidak berwarna dan berbau.
8.2.2.1.4 Pada pemeriksaan laboratorium jumlah leukosit dalam batas normal yaitu 5000-10000 mm3.
8.2.2.2 NIC
8.2.2.2.1 Pantau tanda-tanda vital.
8.2.2.2.2 Tekankan pentingnya cuci tangan yang baik dan tepat.
8.2.2.2.3 Gunakan teknik aseptik selama melakukan pemeriksaan vagina (VT).
8.2.2.2.4 Pantau tanda-tanda vital dan nilai leukosit.
8.2.2.2.5 Pantau dan gambarkan karakteristik dari cairan amniotic.
Mochtar, Rustam.1998, Sinopsis Obstetri. Jakarta.EGC
Varney, Helen Dkk.2007, Buku Ajar Asuhan Kebidanan ed.4 vo1. Jakarta.EGC
Cunningham, Gary, dkk. 2006. Obstetri William ed.21. Jakarta: EGC
Referensi lainnya :
http://haekalzainalhasan.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-bayi-dengan-post.html
http://www.agung-skep-ns.co.cc/2010/03/askep-pre-post-matur-kehamilan.html
LAPORAN PENDAHULUAN
KEHAMILAN LEWAT WAKTU ( POSTDATE )
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu di dapatkan dari perhitungan usia kehamilan,seperti rumus Naegele atau dengan tinggi fundus uteri serial ( Kapita Selekta Kedokteran Jilid I edisi III.2008)
Kehamilan lewat waktu atau post date adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir menurut Naegele dengan siklus rata – rata 28 hari ( Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo.2008)
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi 42 minggu belum terjadi persalinan (Bagus Gde Manuaba.2008)
Kehamilan Post Matur adalah kehamilan yang berlangsung lebih lama dari 42 minggu dihitung berdasarkan rumus Naegle dengan siklus haid rata-rata 28 hari (Rustam Mochtar. Sinopsis Obstetri. 1998).
2. Etiologi
Seperti halnya teori bagaimana terjadinya persalinan, sampai saat ini sebab terjadinya kehamilan post term belum jelas. Beberapa teori diajukan antara lain sebagai berikut:
a. Pengaruh Progesteron
b. Teori Oksitosin
c. Teori Kortisol/ ACTH janin
d. Saraf Uterus
e. Heriditer
(Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo,2008)
f. Kurangnya air ketuban
g. Insufisiensi plasenta.
( Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi III, 2008)
3. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol dan plasental laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian gawat janin dengan resiko 3 kali. Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 akibat tidak timbul his sehingga pemasakan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam rahim. Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan metabolisme janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan perubahan abnormal jantung janin, (Wiknjosastro, H. 2009, Manuaba, G.B.I,2011 & Mochtar R, 2009).
4. Manifestasi Klinis
a. Keadaan klinis yang dapat ditemukan jarang ialah gerakan janin yang jarang, yaitu secara subyektif kurang dari 7 kali per 30 menit atau secara obyektif dengan KTG kurang dari 10 kali per 30 menit.
b. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
1) Stadium I, kulit kehilangan vernik kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit kering, rapuh dan mudah mengelupas.
2) Stadium II, seperti stadium I disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) di kulit.
3) Stadium III, seperti stadium I disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. USG untuk menilai usia kehamilan, oligihidraminon, derajat maturitas plasenta.
b. KTG untuk menilai ada atau tidaknya gawat janin
c. Penilaian warna ait ketuban dengan amnioskopi atau amniotomi (tes tanpa tekanantes tanpa tekanandinilai apakah reaktif atau tidak dengan tes tekanan oksitosin
d. Pemeriksaan sitologi vagina dengan indeks kariopiknotik > 20 %
( Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid I )
6. Penatalaksanaan
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi.
d. Bila riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim, terdapat hipertensi, pre-eklampsia, kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas, pada kehamilan > 40-42 minggu. Maka ibu dirawat di rumah sakit
e. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada :
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat janin, atau
3) Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan kesalahan letak janin.
(Menurut Rustam Mochtar, Sinopsis Obstetri Jilid I)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anmnesis :
Kaji siklus haid dan hpht.
Adanya distensi abdomen.
Denyut jantung janin tidak terdengar dengan jelas.
Kaji berat badan ibu dan lingkar perut.
Jumlah air ketuban.
Ibu cemas.
b. Obyektif.
Kemampuan ibu untuk melahirkan.
Pada pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi
Dilatasi serviks kurang dari 1,2cm/jam.
Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multiple, janin besar.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
2) Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
3) Kurang pengetahuan b.d keterbatasan kognitif
4) Resiko tinggi infeksi b.d jalan lahir kontak terlalu lama dengan ekstrauteri.
3. Intervensi Keperawatan
Dx. 1
Resiko tinggi cedera pada janin b.d distress janin
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien mampumempertahankan kehamilan sampai janin benar-benar viable untuk hidup
kriteria hasil: Tidak ada cedera yang terjadi pada pasien.
Intervensi :
1. Kaji tanda-tanda vital
2. Auskultasi dan laporkan irama jantung janin, perhatikan kekuatan , regularitas, dan frekuensi.
3. Kaji kondisi ibu dan adanya kontraksi uterus atau tanda-tanda lain dari ancaman kelahiran
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat.
Dx. 2
Ansietas b.d ancaman pada status kesehatan
Tujuan : Diharapkan setelah dilakukan asuhan keperawatan klien tidak cemas
Kriteria hasil :
Cemas berkurang
Tidak menunjukan perilaku agresif
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum klien.
2. Anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaan cemasnya
3. Berikan informasi tentang penyakit klien.
4. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi yang tepat
Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Sectio Caesaria
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
a. Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005)
b. Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998)
2. Etiologi
Indikasi SC :
Indikasi klasik yang dapat dikemukakan sebagai dasar section caesarea adalah :
a. Prolog labour sampai neglected labour.
b. Ruptura uteri imminen
c. Fetal distress
d. Janin besar melebihi 4000 gr
e. Perdarahan antepartum
(Manuaba, I.B, 2001)
Sedangkan indikasi yang menambah tingginya angka persalinan dengan sectio adalah :
a. Malpersentasi janin
1. Letak lintang
Bila terjadi kesempitan panggul, maka sectio caesarea adalah jalan /cara yang terbaik dalam melahirkan janin dengan segala letak lintang yang janinnya hidup dan besarnya biasa. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea walaupun tidak ada perkiraan panggul sempit. Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara lain.
2. Letak belakang
Sectio caesarea disarankan atau dianjurkan pada letak belakang bila panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
b. Plasenta previa sentralis dan lateralis
c. Presentasi lengkap bila reposisi tidak berhasil.
d. Gemeli menurut Eastman, sectio cesarea dianjurkan bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu, bila terjadi interior (looking of the twins), distosia karena tumor, gawat janin dan sebagainya.
e. Partus lama
f. Partus tidak maju
g. Pre-eklamsia dan hipertensi
h. Distosia serviks
3. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim. Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa, sectio caesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati.
4. Jenis - Jenis Operasi Sectio Caesarea (SC)
a. Abdomen (SC Abdominalis)
1) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio caesarea klasik atau corporal : dengan insisi memanjang pada corpus uteri.
Sectio caesarea profunda : dengan insisi pada segmen bawah uterus.
2) Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan demikian tidak membuka kavum abdominalis.
b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)
Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :
1) Sayatan memanjang (longitudinal)
2) Sayatan melintang (tranversal)
3) Sayatan huruf T (T Insisian)
c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)
Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
1) Mengeluarkan janin lebih memanjang
2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik
3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang baik.
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru terjadi dalam persalinan.
Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.
d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga perineum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil
Kekurangan :
1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.
5. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain. Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri
c. Komplikasi - komplikasi lain seperti :
1) Luka kandung kemih
2) Embolisme paru - paru
d. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea klasik.
6. Prognosis
1) Dengan kemajuan teknik pembedahan, adanya antibiotika dan persediaan darah yang cukup, pelaksanaan sectio ceesarea sekarang jauh lebih aman dari pada dahulu.
2) Angka kematian di rumah sakit dengan fasilitas baik dan tenaga yang kompeten < 2/1000. Faktor - faktor yang mempengaruhi morbiditas pembedahan adalah kelainan atau gangguan yang menjadi indikasi pembedahan dan lamanya persalinan berlangsung.
3) Anak yang dilahirkan dengan sectio caesaria nasibnya tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesarea. Menurut statistik, di negara - negara dengan pengawasan antenatal dan intranatal yang baik, angka kematian perinatal sekitar 4 - 7%
(Mochtar, 1998)
7. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul masalah defisit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf - saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi.
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis / kultur urine
e. Pemeriksaan elektrolit
9. Penatalaksanaan Medis Post SC
a. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :
1) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar
3) Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)
5) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a) Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
b) Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
c) Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
f. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
g. Perawatan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah, nadi,dan pernafasan.(Manuaba, 1999)
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1 Pengkajian
a. Identitas klien dan penanggung
b. Keluhan utama klien saat ini
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinalepidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
8) Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2 Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
b. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi
c. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi
d. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
e. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Rasional
Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
1 Klien melaporkan nyeri berkurang / terkontrol
2 Wajah tidak tampak meringis
3 Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan
1. Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
2. Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3. Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial)
4. Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi, sentuhan terapeutik.)
5. Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara)
6. Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
1. Mempengaruhi pilihan / pengawasan keefektifan intervensi.
2. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi / reaksi terhadap nyeri.
3. Mengetahui sejauh mana pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup pasien.
4. Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan kontrol dan meningkatkan harga diri dan kemampuan koping
5. Memberikan ketenangan kepada pasien sehingga nyeri tidak bertambah
6. Analgetik dapat mengurangi pengikatan mediator kimiawi nyeri pada reseptor nyeri sehingga dapat mengurangi rasa nyeri
Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka bekas operasi (SC)
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 24 jam diharapkan klien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil :
1 Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesea)
2 Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi = 60 - 100x/ menit)
3 WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
1. Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya.Catat waktu pecah ketuban.
2. Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa)
3. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik
4. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan balutan sesuai indikasi
5. Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah menyentuh luka
6. Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah WBC / sel darah putih
7. Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan darah selama prosedur pembedahan
8. Anjurkan intake nutrisi yang cukup
9. Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi
1. Kondisi dasar seperti diabetes / hemoragi menimbulkan potensial risiko infeksi / penyembuhan luka yang buruk. Pecah ketuban yang terjadi 24 jam sebelum pembedahan dapat menimbulkan koriamnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka
2. Mengetahui secara dini terjadinya infeksi sehingga dapat dilakukan pemilihan intervensi secara tepat dan cepat
3. Meminimalisir adanya kontaminasi pada luka yang dapat menimbulkan infeksi
4. Balutan steril menutupi luka dan melindungi luka dari cedera / kontaminasi. Rembesan dapat menandakan terjadinya hematoma yang memerlukan intervensi lanjut
5. Cuci tangan menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial
6. Peningkatan suhu, nadi, dan WBC merupakan salah satu data penunjang yang dapat mengidentifikasi adanya bakteri di dalam darah. Proses tubuh untuk melawan bakteri akan meningkatkan produksi panas dan frekuensi nadi. Sel darah putih akan meningkat sebagai kompensasi untuk melawan bakteri yang menginvasi tubuh.
7. Risiko infeksi pasca melahirkan dan proses penyembuhan akan buruk bila kadar Hb rendah dan terjadi kehilangan darah berlebihan.
8. Mempertahankan keseimbangan nutrisi untuk mendukung perpusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk regenerasi selular dan penyembuhan jaringan
9. Antibiotik dapat menghambat proses infeksi
Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x 6 jam diharapkan ansietas klien berkurang dengan kriteria hasil :
1 Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
2 Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
1. Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem pendukung
2. Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati
3. Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan ansietas yang dirasakan
4. Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping
5. Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
6. Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu
7. Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal
1. Keberadaan sistem pendukung klien (misalnya pasangan) dapat memberikan dukungan secara psikologis dan membantu klien dalam mengungkapkan masalahnya
2. Keberadaan perawat dapat memberikan dukungan dan perhatian pada klien sehingga klien merasa nyaman dan mengurangi ansietas yang dirasakannya
3. Ansietas seringkali tidak dilaporkan secara verbal namun tampak pada pola perilaku klien secara nonverbal
4. Mendukung mekanisme koping dasar, meningkatkan rasa percaya diri klien sehingga menurunkan ansietas
5. Kurangnya informasi dan misinterpretasi klien terhadap informasi yang dimiliki sebelumnya dapat mempengaruhi ansietas yang dirasakan
6. Klien dapat mengalami penyimpangan memori dari melahirkan. Masa lalu / persepsi yang tidak realistis dan abnormalitas mengenai proses persalinan SC akan meningkatkan ansietas.
7. Identifikasi keefektifan intervensi yang telah diberikan
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, I.J. 2001. Diagnosa Keperawatan, Edisi 8. Jakarta : EGC
Doengoes, Marylinn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC
Manuaba, I.B. 1999. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter Umum. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri, Edisi 2, Jilid 2. Jakarta : EGC
Sarwono, Prawiroharjo,. 2005. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST OP SECSIO CESAREA
KONSEP DASAR PENYAKIT
A. PENGERTIAN
Seksio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500gram. ( Wiknjosastro,2005).
Operasi caesarea adalah kelahiran janin cukup bulan hidup melalui insisi sayatan) pada dinding perut dan rahim bagian depan.
Seksio sesarria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahaim (Marjoen, 2001).
Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa seksio sesaria adalah suatu tindakan melahirkan janin melalui suatu pembedahan dengan cara melakukan insisi pada dinding perut dan dinding rahim.
B. KLASIFIKASI
Jenis–jenis seksio sesarea :
1. Seksio sesarea klasik (korporal)
Dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kira – kira sepanjang 10 cm.
2. Seksio sesarea ismika (profunda)
Dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10 cm.
C. ETIOLOGI
1. Etiologi yang berasal dari ibu
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul), ada sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yaitu preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit ( jantung, DM ), gangguan perjalanan persalinan ( kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya ).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau forseps ekstraksi.
D. PATOFISIOLOGI
Terjadi kelainan pada ibu dan janin yang menyebabkan tidak mungkin dilakukannya persalinan pervaginam, sehingga dianjurkan untuk dilakukannya persalinan dengan tindakan SC.
E. KOMPLIKASI
1. Infeksi puerperalis
Komplikasi ini bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas, bersifat berat seperti peritonitis, sepsis dsb.
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteri ikut terbuka, atau karena atonia uteri.
3. Komplikasi-komplikasi lain
Seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan sebagainya sangat jarang terjadi.
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah seksio sesarea klasik.
F. PENATALAKSANAAN
Perawatan Post Operasi Seksio Sesarea :
a. Analgesia
Wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat disuntik 75 mg Meperidin (intra muskuler) setiap 3 jam sekali, bila diperlukan untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10 mg morfin.
- Wanita dengan ukuran tubuh kecil, dosis Meperidin yang diberikan adalah 50 mg.
- Wanita dengan ukuran besar, dosis yang lebih tepat adalah 100 mg Meperidin.
- Obat-obatan antiemetik, misalnya protasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik.
b. Tanda-tanda Vital
Tanda-tanda vital harus diperiksa 4 jam sekali, perhatikan tekanan darah, nadi jumlah urine serta jumlah darah yang hilang dan keadaan fundus harus diperiksa.
c. Terapi cairan dan Diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan RL, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya, meskipun demikian, jika output urine jauh di bawah 30 ml / jam, pasien harus segera di evaluasi kembali paling lambat pada hari kedua.
d. Vesika Urinarius dan Usus
Kateter dapat dilepaskan setelah 12 jam, post operasi atau pada keesokan paginya setelah operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ketiga.
e. Ambulasi
Pada hari pertama setelah pembedahan, pasien dengan bantuan perawatan dapat bangun dari tempat tidur sebentar, sekurang-kurang 2 kali pada hari kedua pasien dapat berjalan dengan pertolongan.
f. Perawatan Luka
Luka insisi di inspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang alternatif ringan tanpa banyak plester sangat menguntungkan, secara normal jahitan kulit dapat diangkat setelah hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat hari ke tiga post partum, pasien dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g. Laboratorium
Secara rutin hematokrit diukur pada pagi setelah operasi hematokrit tersebut harus segera di cek kembali bila terdapat kehilangan darah yang tidak biasa atau keadaan lain yang menunjukkan hipovolemia.
h. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
i. Memulangkan Pasien Dari Rumah Sakit
Seorang pasien yang baru melahirkan mungkin lebih aman bila diperbolehkan pulang dari rumah sakit pada hari ke empat dan ke lima post operasi, aktivitas ibu seminggunya harus dibatasi hanya untuk perawatan bayinya dengan bantuan orang lain.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Data Riwayat Kesehatan
- Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
c. Data Sosial Ekonomi
Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja, akan tetapi kemungkinan dapat lebih sering terjadi pada penderita malnutrisi dengan sosial ekonomi rendah.
d. Data Psikologis
- Pasien biasanya dalam keadaan labil.
- Pasien biasanya cemas akan keadaan seksualitasnya.
- Harga diri pasien terganggu
e. Pemeriksaan Penunjang
- USG, untuk menetukan letak impiantasi plasenta.
- Pemeriksaan hemoglobin
- Pemeriksaan Hematokrit
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Transisi Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan atau adanya peningkatan anggota keluarga (Doengoes,2001).
b. Gangguan nyaman : nyeri akut berhubungan dengan trauma pembedahan (Doengoes,2001).
c. Ansietas berhubungan dengan situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi (Doengoes,2001).
d. Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan (Doengoes,2001).
e. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak (Doengoes,2001)
f. Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot (Doengoes,2001).
g. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan informasi, tidak mengenal sumber-sumber (Doengoes,2001)
h. Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi (Doengoes,2001)
i. Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidatnyamana fisik (Doengoes,2001)
3. INTERVENSI DAN RASIONAL
a. Dx 1 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perkembangan transisi / peningkatan anggota keluarga.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat menerima perubahan dalam keluarga dengan anggota barunya.
- Kriteria hasil :
a) Menggendong bayi, bila kondisi memungkinkan
b) Mendemontrasikan prilaku kedekatan dan ikatan yang tepat
c) Mulai secara aktif mengikuti perawatan bayi baru lahir dengan cepat.
- Intervensi :
a) Anjurkan pasien untuk menggendong, menyetuh dan memeriksa bayi, tergantung pada kondisi pasien dan bayi, bantu sesuai kebutuhan.
Rasional : Jam pertama setelah kelahiran memberikan kesempatan unik untuk ikatan keluarga terjadi karena ibu dan bayi secara emosional dan menerima isyarat satu sama lain, yang memulai kedekatan dan proses pengenalan.
b) Berikan kesempatan untuk ayah / pasangan untuk menyentuh dan menggendong bayi dan Bantu dalam perawatan bayi sesuai kemungkinan situasi.
Rasional : membantu memudahkan ikatan / kedekatan diantara ayah dan bayi. Memberikan kesempatan untuk ibu memvalidasi realitas situasi dan bayi baru lahir.
c) Observasi dan catat interaksi keluarga bayi, perhatikan perilaku yang dianggap menggandakan dan kedekatan dalam budaya tertentu.
Rasional : pada kontak pertama dengan bayi, ibu menunjukkan pola progresif dari perilaku dengan cara menggunakan ujung jari.
d) Diskusikan kebutuhan kemajuan dan sifat interaksi yang lazim dari ikatan. Perhatikan kenormalan dari variasi respon dari satu waktu ke waktu.
Rasional : membantu pasien dan pasangan memahami makna pentingnya proses dan memberikan keyakinan bahwa perbedaan diperkirakan.
e) Sambut keluarga dan sibling untuk kunjungan sifat segera bila kondisi ibu atau bayi memungkinkan.
Rasional : meningkatkan kesatuan keluarga dan membantu sibling memulai proses adaptasi positif terhadap peran baru dan memasukkan anggota baru kedalam struktur keluarga.
f) Berikan informasi, sesuai kebutuhan, keamanan dan kondisi bayi. Dukungan pasangan sesuai kebutuhan.
Rasional : membantu pasangan untuk memproses dan mengevaluasi informasi yang diperlukan, khususnya bila periode pengenalan awal telah terlambat.
g) Jawab pertanyaan pasien mengenai protokol, perawatan selama periode pasca kelahiran.
Rasional : informasi menghilangkan ansietas yang dapat menggangu ikatan atau mengakibatkan absorpsi dari pada perhatian terhadap bayi baru lahir.
b. Dx 2 : Ketidaknyamanan : nyeri, akut berhubungan dengan trauma pembedahan.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang.
- Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan kekurangan rasa nyeri.
b) Tampak rileks mampu tidur.
c) Skala nyeri 1-3
- Intervensi :
a) Tentukan lokasi dan karakteristik ketidaknyamanan perhatikan isyarat verbal dan non verbal seperti meringis.
Rasional : pasien mungkin tidak secara verbal melaporkan nyeri dan ketidaknyamanan secara langsung. Membedakan karakteristik khusus dari nyeri membantu membedakan nyeri paska operasi dari terjadinya komplikasi.
b) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat.
Rasional : meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan dengan ansietas.
c) Evaluasi tekanan darah dan nadi ; perhatikan perubahan prilaku.
Rasional : pada banyak pasien, nyeri dapat menyebabkan gelisah, serta tekanan darah dan nadi meningkat. Analgesia dapat menurunkan tekanan darah.
d) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya atau karakteristik nyeri.
Rasional : selama 12 jam pertama paska partum, kontraksi uterus kuat dan teratur dan ini berlanjut 2 – 3 hari berikutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya dikurangi faktor-faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi multipara, overdistersi uterus.
e) Ubah posisi pasien, kurangi rangsangan berbahaya dan berikan gosokan punggung dan gunakan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi.
Rasional : merilekskan otot dan mengalihkan perhatian dari sensasi nyeri. Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak menyenangkan, meningkatkan rasa sejahtera.
f) Lakukan nafas dalam dengan menggunakan prosedur- prosedur pembebasan dengan tepat 30 menit setelah pemberian analgesik.
Rasional : nafas dalam meningkatkan upaya pernapasan. Pembebasan menurunkan regangan dan tegangan area insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot abdomen.
g) Anjurkan ambulasi dini. Anjurkan menghindari makanan atau cairan berbentuk gas; misal : kacang-kacangan, kol, minuman karbonat.
Rasional : menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena akumulasi gas.
h) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh. Memudahkan berkemih periodik setelah pengangkatan kateter indwelling.
Rasional : kembali fungsi kandung kemih normal memerlukan 4-7 hari dan overdistensi kandung kemih menciptakan perasaan dan ketidaknyamanan.
c. Dx 3 : Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi / kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpenuhi.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan ansietas dapat berkurang atau hilang.
- Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan perasaan ansietas
b) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun
c) Kelihatan rileks, dapat tidur / istirahat dengan benar.
- Intervensi :
a) Dorong keberadaan atau partisipasi pasangan
Rasional : memberikan dukungan emosional; dapat mendorong mengungkapkan masalah.
b) Tentukan tingkat ansietas pasien dan sumber dari masalah.
Rasional Mendorong pasien atau pasangan untuk mengungkapkan keluhan atau harapan yang tidak terpenuhi dalam proses ikatan/menjadi orangtua.
c) Bantu pasien atau pasangan dalam mengidentifikasi mekanisme koping baru yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika dibutuhkan.
Rasional : membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap peran baru, mengurangi perasaan ansietas.
d) Memberikan informasi yang akurat tentang keadaan pasien dan bayi.
Rasional : khayalan yang disebabkan informasi atau kesalahpahaman dapat meningkatkan tingkat ansietas.
e) Mulai kontak antara pasien/pasangan dengan baik sesegera mungkin.
Rasional : mengurangi ansietas yang mungkin berhubungan dengan penanganan bayi, takut terhadap sesuatu yang tidak diketahui, atau menganggap hal yang buruk berkenaan dengan keadaan bayi.
d. Dx 4 : Harga diri rendah berhubungan dengan merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.
- Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien tidak lagi mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi
- Kriteria hasil :
a) Mengungkapkan pemahaman mengenai faktor individu yang mencetuskan situasi saat ini.
b) Mengekspresikan diri yang positif.
- Intervensi :
a) Tentukan respon emosional pasien / pasangan terhadap kelahiran sesarea.
Rasional : kedua anggota pasangan mungkin mengalami reaksi emosi negatif terhadap kelahiran sesarea meskipun bayi sehat, orangtua sering berduka dan merasa kehilangan karena tidak mengalami kelahiran pervagina sesuai yang diperkirakan.
b) Tinjau ulang partisipasi pasien/pasangan dan peran dalam pengalaman kelahiran. Identifikasi perilaku positif selama proses prenatal dan antepartal.
Rasional : respon berduka dapat berkurang bila ibu dan ayah mampu saling membagi akan pengalaman kelahiran, sebagai dapat membantu menghindari rasa bersalah.
c) Tekankan kemiripan antara kelahiran sesarea dan vagina. Sampaikan sifat positif terhadap kelahiran sesarea. Dan atur perawatan pasca patum sedekat mungkin pada perawatan yang diberikan pada pasien setelah kelahiran vagina.
Rasional: pasien dapat merubah persepsinya tentang pengalaman kelahiran sesarea sebagaiman persepsinya tentang kesehatannya / penyakitnya berdasarkan pada sikap professional.
e. Dx 5 : Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / kulit rusak.
- Tujuan : infeksi tidak terjadi
- Kriteria hasil :
a) Luka bebas dari drainase purulen dengan tanda awal penyembuhan.
b) Bebas dari infeksi, tidak demam, urin jernih kuning pucat.
- Intervensi :
a) Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal dan linen terkontaminasi dengan tepat.
Rasional : membantu mencegah atau membatasi penyebaran infeksi.
b) Tinjau ulang hemogolobin / hematokrit pranantal ; perhatikan adanya kondisi yang mempredisposisikan pasien pada infeksi pasca operasi.
Rasional : anemia, diabetes dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesarea meningkatkan resiko infeksi dan memperlambat penyembahan.
c) Kaji status nutrisi pasien. Perhatikan penampilan rambut, kuku jari, kulit dan sebagainya Perhatikan berat badan sebelum hamil dan penambahan berat badan prenatal.
Rasional : pasien yang berat badan 20% dibawah berat badan normal atau yang anemia atau yang malnutrisi, lebih rentan terhadap infeksi pascapartum dan dapat memerlukan diet khusus.
d) Dorong masukkan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan besi.
Rasional : mencegah dehidrasi ; memaksimalkan volume, sirkulasi dan aliran urin, protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukan kolagen, besi diperlukan untuk sintesi hemoglobin.
e) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan. Lepasnya balutan sesuai indikasi.
Rasional : balutan steril menutupi luka pada 24 jam pertama kelahiran sesarea membantu melindungi luka dari cedera atau kontaminasi. Rembesan dapat menandakan hematoma.
f) Inspeksi insisi terhadap proses penyembuhan, perhatikan kemerahan odem, nyeri, eksudat atau gangguan penyatuan.
Rasional : tanda-tanda ini menandakan infeksi luka biasanya disebabkan olehsteptococus.
g) Bantu sesuai kebutuhan pada pengangkatan jahitan kulit, atau klips.
Rasional : insisi biasanya sudah cukup membaik untuk dilakukan pengangkatan jahitan pada hari ke 4 / 5.
h) Dorong pasien untuk mandi shower dengan menggunakan air hangat setiap hari.
Rasional :Mandi shower biasanya diizinkan setelah hari kedua setelah kelahiran sesarea, meningkatkan hiegenis dan dapat merangsang sirkulasi atau penyembuhan luka.
i) Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.
Rasional : Demam paska operasi hari ketiga, leucositosis dan tachicardiamenunjukkan infeksi. Peningkatan suhu sampai 38,3 C dalam 24 jam pertama sangat mengindentifikasikan infeksi.
j) Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus ; perhatikan perubahan involusi atau adanya nyeri tekan uterus yang ekstrem.
Rasional : Setelah kelahiran sesarea fundus tetap pada ketinggian umbilikus selama sampai 5 hari, bila involusi mulai disertai dengan peningkatan aliran lokhea, perlambatan involusi meningkatkan resiko endometritis. Perkembangan nyeri tekan ekstrem menandakan kemungkinan jaringan plasenta tertahan atau infeksi.
f. Dx 6 : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, diharapkan tidak terjadi konstipasi, tonus otot meningkat, dengan
kriteria hasil :
- Pasien mampu BAB
Intervensi :
a. Auskultasi terhadap adanya bising usus pada keempat kuadran setiap 4 jam setelah kelahiran sesarea
Rasional : Mengevaluasi fungsi usus, adanya diastasis rektil berat menurunkan tonus otot abdomen yang diperlukan untuk upaya mengejan selama pengosongan
b. Anjurkan ibu untuk minum yang adekuat
Rasional : Cairan berfungsi untuk melunakkan feses
c. Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri
Rasional : memungkinkan gas meningkatkan dari kolon desenden ke sigmoid, memudahkan pengeluaran.
d. Beri makanan yang tinggi serat
Rasional : makan tinggi serat berguna untuk merangsang enzim – enzim pencernaan
e. Anjurkan ibu untuk mobilisasi secara bertahap dan teratur
Rasional : Mobilisasi dapat melatih otot – otot abdomen, sehingga terjadi peningkatan tonus otot
g. Dx 7 : Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan informasi , tidak mengenal sumber-sumber
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pengetahuan pasien bertambah akan kondisi yang dialaminya sekarang, dengan kriteria hasil :
- Pasien menyatakn paham akan perubahan yang terjadi terhadap kondisinya.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan ibu tentang cara perawatan pasca bedah seksio sesarea
Rasional : Untuk memudahkan dalam pemberian informasi selanjutnya
b. Beri bimbingan dan demonstrasikan perawatan payudara serta cara memberi ASI yang benar
Rasional : Dengan belajar dan latihan, ibu akan mengetahui cara perawatan pasca bedah
c. Jelaskan hal – hal yang perlu dilaporkan kepada dokter atau perawat setelah melahirkan
Rasional : Untuk menangani masalah yang dihadapi ibu secara dini dan menghindari kepanikan terhadap perubahan kondisi pasien
d. Jelaskan program pengobatan yang didapat pasien selama ini, meliputi nama obat, dosis, waktu, cara pemberian, tujuan dan efek samping dan program lain yang berhubungan dengan pasien seperti jadwal perawatan luka, jadwal kontrol
Rasional : Agar pasien lebih kooperatif dalam memberikan tindakan keperawatan pada dirinya
e. Jelaskan kepada ibu tentang pentingnya menjaga kondisi tubuh dengan mempertahankan nutrisi dan kebersihan ibu
Rasional : Untuk mempercepat proses penyembuhan dan mencegah terjadinya komplikasi
h. Dx 8 : Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma atau diversi mekanisme efek-efek hormonal/anastesi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan pola eliminasi urine ibu kembali normal, dengan kriteria hasil :
- Ibu tidak takut berkemih
Intervensi :
a. Perhatikan dan catat jumlah, warna dan konsentrasi drainase urine
Rasional : Untuk memperlancar proses perkemihan
b. Anjurkan ibu untuk berkemih tiap 4-6 jam apabila memungkinkan
Rasional : Untuk melatih otot – otot kandung kemih
i. Dx 9 : Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anestesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamana fisik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam diharapkan ibu dapat memenuhi ADLnya dengan mandiri, dengan kriteria hasil :
- Ibu dapat melakukan perawatan terhadap dirinya
- Kebutuhan ADL terpenuhi
Intervensi :
a. Bimbing dan demonstrasikan pada ibu tentang bagaimana cara melakukan perawatan diri
Rasional : Bimbingan dan demonstrasi yang benar dapat memberi contoh bagi ibu untuk dapat melakukannya dengan baik bila telah pulang dari rumah sakit
b. Beri bantuan sesuai dengan kebutuhan (misalnya : perawatan mulut, mandi dan vulva hygiene)
Rasional : Bantuan tindakan dapat membantu ibu dalam memenuhi perawatan dirinya yang tidak mampu dilakukan secara mandiri
4. EVALUASI
1. Dx 1 : pasien dapat menerima perubahan dalam keluarga dengan anggota barunya.
2. Dx 2 : ketidaknyamanan ; nyeri berkurang atau hilang.
3. Dx 3 : ansietas dapat berkurang atau hilang.
4. Dx 4 : pasien tidak lagi mengungkapkan perasaan negatif diri dan situasi
5. Dx 5 : tidak terjadi infeksi
6. Dx 6 : pasien mampu BAB dan tonus otot meningkat
7. Dx 7 : pengetahuan pasien bertambah akan kondisi yang dialaminya sekarang
8. Dx 8 : pola eliminasi urine ibu kembali normal
9. Dx 9 : pasien dapat melakukan perawatan diri dengan mandiri
DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, M.E. 2001, Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
2. Mansjoer, Arif. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta : Media Aesculapius
3. Prawirohardjo, S. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
4. Anonim, 2005. Kumpulan Asuhan Keperawatan Maternitas. Diakses padawww.google.com tanggal 2 Desember 2010
5. Istyandari, 2003. Asuhan Keperawatan pada Pre dan Post Op Secsio Cesarea. Diakses pada www.ilmukeperawatan.com tanggal 2 Desember 2010