ASKEP APPENDIKS
A. PENGERTIAN
Appendiks adalah ujung seperti jari-jari yang kecil panjangnya kira-
kira 10 cm (4 inchi), melekat pada sekum tepat di bawah katup
ileosekal (Smeltzer, Suzanne, C., 2001).
Appendisitis adalah peradangan dari appendiks
vermiformis, dan merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering.
Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10
sampai 30 tahun (Mansjoer, 2000).
Apendektomi adalah pembedahan untuk mengangkat apendiks
dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.
(Smeltzer Suzanne, C, 2001).
B. ETIOLOGI
1. Menurut Syamsyuhidayat, 2004 :
Fekalit/massa fekal padat karena konsumsi diet rendah serat.
Tumor apendiks.
Cacing ascaris.
Erosi mukosa apendiks karena parasit E. Histolytica.
Hiperplasia jaringan limfe.
2. Menurut Mansjoer , 2000 :
Hiperflasia folikel limfoid.
Fekalit.
Benda asing.
Striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya.
Neoplasma.
3. Menurut Markum, 1996 :
Fekolit.
Parasit.
Hiperplasia limfoid.
Stenosis fibrosis akibat radang sebelumnya.
Tumor karsinoid.
C. PATOFISIOLOGI
Apendiksitis biasa disebabkan oleh adanya penyumbatan lumen
apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing,
striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Feses yang terperangkap dalam lumen apendiks akan menyebabkan
obstruksi dan akan mengalami penyerapan air dan terbentuklah fekolit
yang akhirnya sebagai kausa sumbatan. Obstruksi yang terjadi tersebut
menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Semakin
lama mukus semakin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan
intralumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang
mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukus. Pada saat
ini terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Sumbatan menyebabkan nyeri sekitar umbilicus dan
epigastrium, nausea, muntah. invasi kuman E Coli dan spesibakteroides
dari lumen ke lapisan mukosa, submukosa, lapisan muskularisa, dan
akhirnya ke peritoneum parietalis terjadilah peritonitis lokal kanan
bawah.Suhu tubuh mulai naik.Bila sekresi mukus terus berlanjut,
tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi
vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di area kanan bawah. Keadaan ini yang kemudian
disebut dengan apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan terjadi infark diding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh pecah, akan menyebabkan apendisitis
perforasi. Bila proses tersebut berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu massa
lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks
tersebut akan menyebabkan abses atau bahkan menghilang. Pada anak-anak
karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding
apendiks lebih tipis. Keadaan demikian ditambah dengan daya tahan
tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan
pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan
pembuluh darah (Mansjoer, 2000)
D. MANIFESTASI KLINIK
Keluhan apendiks biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus
atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam
nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada
permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap.
Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen bawah akan semakin progresif,
dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik
dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat
membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga
muncul. Bila tanda Rovsing, psoas, dan obturatorpositif, akan semakin
meyakinkan diagnosa klinis. Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang
khas, yang terdiri dari : Mual, muntah dan nyeri yang hebat di perut
kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara mendadak dimulai di perut
sebelah atas atau di sekitar pusar, lalu timbul mual dan muntah.
Setelah beberapa jam, rasa mual hilang dan nyeri berpindah ke perut
kanan bagian bawah. Jika dokter menekan daerah ini, penderita
merasakan nyeri tumpul dan jika penekanan ini dilepaskan, nyeri bisa
bertambah tajam. Demam bisa mencapai 37,8-38,8°C. Pada bayi dan anak-
anak, nyerinya bersifat menyeluruh, di semua bagian perut. Pada orang
tua dan wanita hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerah ini
nyeri tumpulnya tidak terlalu terasa. Bila usus buntu pecah, nyeri dan
demam bisa menjadi berat. Infeksi yang bertambah buruk bisa
menyebabkan syok.
E. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan menurur Mansjoer, 2000 :
1. Sebelum operasi
Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi.
Pemasangan kateter untuk control produksi urin.
Rehidrasi
Antibiotic dengan spectrum luas, dosis tinggi dan diberikan
secara intravena.
Obat-obatan penurun panas, phenergan sebagai anti menggigil,
largaktil untuk membuka pembuluh – pembuluh darah perifer
diberikan setelah rehidrasi tercapai.
Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
2. Operasi
Apendiktomi.
Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas,maka
abdomen dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV,massanya mungkin
mengecil,atau abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka
waktu beberapa hari. Apendiktomi dilakukan bila abses
dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu sampai 3 bulan.
3. Pasca operasi
Observasi TTV.
Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi
cairan lambung dapat dicegah.
Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi
gangguan, selama pasien dipuasakan.
Bila tindakan operasilebih besar, misalnya pada perforasi,
puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
Berikan minum mulai15ml/jam selama 4-5 jam lalu naikan menjadi
30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari
berikutnya diberikan makanan lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di
tempat tidur selama 2×30 menit.
Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan
pulang.
4. Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif
yang ditandai dengan :
Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih
tinggi.
Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas
terdapat tanda-tanda peritonitis.
Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis
terdapat pergeseran ke kiri.
5. Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien
dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan
peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-
baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tiggi daripada
pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda
ditandai dengan :
Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih.
Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu
tubuh tidak tinggi lagi.
Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda-tanda
peritonitis dan hanya teraba massa dengan jelas dan nyeri
tekan ringan.
Laboratorium hitung lekosit dan hitung jenis normal.
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian
antibiotik dan istirahat di tempat tidur. Tindakan bedah
apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak,
lebih-lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari
satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan
segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa
peritonitis umum.
F. PENGKAJIAN FOKUS
1. Dasar data pengkajian Pasien
a. Aktivitas atau istirahat
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia
c. Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas,
kekakuan, penurunan atau tidak ada bising usus
d. Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual / muntah
e. Nyeri kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus,
yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc. Burney. Mc.
Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan),
meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau nafas dalam (nyeri
berhenti tiba-tiba di duga perforasi atau infark pada appendiks)
keluhan berbagai rasa nyeri atau gejala tidak jelas (sehubungan
dengan lokasi appendiks, contoh retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda : Perilaku berhati-hati, berbaring ke samping atau
telentang dengan lutut ditekuk, meningkatnya nyeri pada kuadran
kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan atau posisi duduk
tegak nyeri lepas pada sisi kiri di duga inflamasi peritoneal.
f. Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah)
g. Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernafasan dangkal
2. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi pada foto tidak dapat menolong untuk
menegakkan diagnosa apendisitis akut, kecuali bila terjadi
peritonitis, tapi kadang kala dapat ditemukan gambaran sebagai
berikut: Adanya sedikit fluid level disebabkan karena adanya
udara dan cairan. Kadang ada fecolit (sumbatan). pada keadaan
perforasi ditemukan adanya udara bebas dalam diafragma.
b. Laboratorium
Pemeriksaan darah : lekosit ringan umumnya pada apendisitis
sederhana lebih dari 13000/mm3 umumnya pada apendisitis
perforasi. Tidak adanya lekositosis tidak menyingkirkan
apendisitis. Hitung jenis: terdapat pergeseran ke kiri.
Pemeriksaan urin : sediment dapat normal atau terdapat lekosit
dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika. Pemeriksaan laboratorium
Leukosit meningkat sebagai respon fisiologis untuk melindungi
tubuh terhadap mikroorganisme yang menyerang. Pada apendisitis
akut dan perforasi akan terjadi lekositosis yang lebih tinggi
lagi. Hb (hemoglobin) nampak normal. Laju endap darah (LED)
meningkat pada keadaan apendisitis infiltrat. Urine rutin
penting untuk melihat apa ada infeksi pada ginjal.
G. PATHWAYS KEPERAWATAN
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit.
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
mual,muntah, anoreksia.
Post Operasi
1. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2. Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap bakteri skunder terhadap luka.
I. FOKUS INTEVENSI/RASIONAL
1. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
pasien mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
KH :
Nyeri berkurang bahkan hilang
Pasien tampak rileks
Intervensi
a. Pantau tanda-tanda vital, intensitas/skala nyeri
R/ Mengenal dan memudahkan dalam melakukan tindakan
keperawatan.
b. Ajarkan teknik relaksasi dan napas dalam
R/ relaksasi mengurangi ketegangan dan membuat perasaan
lebih nyaman.
c. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur.
R/ Istirahat untuk mengurangi intesitas nyeri.
d. Kolaborasi untuk pemberian analgetik.
R/ Untuk mengurangi nyeri sehingga pasien menjadi lebih
nyaman
2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, yeng berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan
luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah,
pemembatasan diet.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
resiko penurunan nutrisi tidak terjadi. Status nutrisi asekuat.
KH :
Intervensi
a. Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal
R/ Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein
b. Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet
R/ Karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan
fibroblas
c. Lakukan tindakan untuk mengurangi mual
R/ Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit
eferen
d. Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu
R/ Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan
e. Kolaborasi pemberian agen antiemetik sebelum makan bila
diindikasikan
R/ Antiemetik, mencegah mual dan muntah
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Setelah dilakukan tidakan keperawatan selama 3x24 jam akan
mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau eritema
dan tidak demam.
KH:
Resiko infeksi tak terjadi
Luka bekas insisi sembuh
Intervensi
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik
R/ Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits:
perhatikan adanya eritema /inflamasi kehilangan penyatuan
luka.
R/ Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan
dan mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.
c. Gunakan antiseptik atau kebersihan yang ketet sesuai
indikasi untuk menguatkan atau menganti balutan dan bila
menangani drain.insruksian pasien tidak untuk menyentuh
atau menggaruk insisi
R/ Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat
memerlukan post prostese
d. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
R/ Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah
infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan
Alumni Keperawatan Pejajaran, Bandung.
Carpenito, L.J. (1996), Rencanan Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku
kedokteran.
Doenges Marilym E, (1996), Asuhan Keperawatan Dalam Aplikasi
Rencana dan Dokumentasi Proses keperawatan, Edisi 9. EGC, Jakarta
Darma Adji, (1993), Ilmu Beda, Edisi 7, EGC, Jakarta
Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk Penting Penyakit
Kolorektal, EGC, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.
Mansjoer Arif, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media
Aesculapius, Jakarta.
Oswari E, (1993), Bedah dan Perawatannya, Gramedia Jakarta
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2000), Buku Ajar Keperawatan
Medical Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.
Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2
EGC, Jakarta
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN APPENDIKS
NAMA MAHASISWA :
ADITIYA SERKO AJI
G3A015027
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2015-2015
-----------------------
Kerja fisik yang keras
Makan tidak teratur
Massa keras fases
Obstrusi lumen
Suplay darah menurun, mukosa terkikis
Peradangan appendic
Nyeri akut
Distensi abdomen
Perforasi abses
Apendiktomi
Menekan gaster
Resti infeksi
HCL meningkat
Mual, muntah
Keb. Nutrisi kurang dari keb tubuh