BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Bahasa adalah salah satu kemampuan dasar dan alamiah yang dianugerahkan pada umat manusia. pada umumnya, kita cenderung tidak menyadari bahwa tanpa bahasa, karena sedemikan alamiahnya, umat manusia tidak akan mungkin mempunyai budaya atau peradaban yang di dalamnya termasuk agama, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Hampir seluruh kegiatan yang kita lakukan memerlukan bahasa. Tidak dapat dipungkiri bahwa bahasa merupakan salah satu anugerah (property) yang sangat lekat secara biologis pada manusia. Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika kita mengatakan bahwa kajian yang berkaitan dengan bahasa cakupannya sangat luas karena mencakup hampir seluruh kegiatan manusia.
Kajian linguistik selain mengenai bentuk, makna, struktur, fungsi, dan variasi bahasa itu sendiri juga mencakup kajian-kajian yang berkaitan dengan penerapan ilmu linguistik untuk kepentingan masyarakat dan juga yang berkaitan dengan disiplin ilmu lain. Kajian linguistik terdiri atas dua bagian, yaitu bagian yang bersifat kajian terapan serta kajian interdisipliner. Namun, pada kesempatan kali ini, kami hanya akan membahas mengenai kajian linguistik terapan.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan linguistik terapan?
Apa saja yang termasuk dalam linguistik terapan?
Bagaimana proses dalam penerjemahan?
Bagaimana proses dalam perencanaan bahasa dan pengajaran bahasa?
Bagaimana proses dalam linguistik edukasional?
TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
Mengetahui pengertian linguistik terapan.
Mengetahui contoh-contoh linguistik terapan.
Mengetahui proses dalam penerjemahan.
Mengetahui proses perencanaan bahasa dan pengajaran bahasa.
Mengetahui proses linguistik edukasional.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Linguistik Terapan
Kata terapan/menerapkan, berpadanan dengan to apply, yang artinya memakai atau menggunakan bisa juga dimaknai menginjak, mempergunakan, dan mengerahkan. Makna kata applied = put to practical use. Dari kata applied lahir gabungan kata applied linguistic yang sepadan dengan linguistik terapan.
Linguistik terapan adalah terapan ilmu bahasa dalam bidang praktis. Ilmu ini dapat dipandang sebagai disiplin baru yang dapat berkembang dan diakui keberadaannya. Linguistik terapan sudah merupakan suatu disiplin ilmu yang memenuhi berbagai fungsi bahasa dan memiliki dasar ilmu yang saling berkaitan, serta terbuka, sehingga dapat dikatakan bahwa leksikografi, penerjemahan, patologi, dan terapi wicara adalah bagian dari linguistik terapan. Khusus dalam bidang pengajaran bahasa, seorang guru hendaknya dibekali dengan bekal ilmu yang cukup, mencakup ilmu bahasa itu sendiri dan kemampuannya mengajarkan bahasa. Linguistik terapan menjembatani antara ahli bahasa, peneliti bahasa, dan pelaksana di lapangan, yaitu guru bahasa.
Linguistik terapan juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis yang banyak sangkut pautnya dengan bahasa. Jadi, linguistik hanya dipakai sebagai alat. Misalnya, dalam pengajaran bahasa, linguistik dapat di manfaatkan untuk mengajarkan bahasa agar perolehan anak akan lebih meningkat.
Linguistik terapan adalah salah satu cabang dari linguistik yang khusus mengaplikasikan berbagai teori, metode, dan temuan linguistik untuk menerangkan atau memecahkan berbagai masalah yang berkaitan dengan bahasa.
Adapun objek kajian linguistik terapan tidak lain adalah bahasa, yakni bahasa manusia yang berfungsi sebagai (1) sistem komunikasi yang menggunakan ujaran sebagai medianya; (2) bahasa keseharian manusia, (3) bahasa yang dipakai sehari-hari oleh manusia sebagai anggota masyarakat tertentu, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan an ordinary language atau a natural language. Ini berarti bahasa lisan (spoken language) sebagai objek primer linguistik, sedangkan bahasa tulisan (written language) sebagai objek sekunder linguistik, karena bahasa tulisan dapat dikatakan sebagai "turunan" bahasa lisan.
Contoh-Contoh Linguistik Terapan
Berikut beberapa contoh kajian linguistik terapan:
Pengajaran bahasa, mencakup metode-metode pengajaran bahasa, ucapan bunyi-bunyi dengan pelajaran bahasa, strategi, model, dan cara-cara pengajaran bahasa.
Penerjemahan, mencakup metode dan teknik pengalihan amanat dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
Fonetik terapan, mencakup metode dan teknik pengucapan bunyi-bunyi dengan tepat, misalnya untuk melatih orang yang gagap, untuk melatih pemain drama dan sebagainya.
Sosiolinguistik terapan, mencakup pemanfaatan wawasan sosiolinguistik untuk keperluan praktis, seperti perencanaan bahasa, pembinaan bahasa, pemberantasan buta aksara, dan sebagainya.
Pembinaan bahasa internasional, mencakup usaha untuk menciptakan komunikasi dan saling pengertian internasional dengan menyusun bahasa buatan.
Pembinaan bahasa khusus, mencakup penyusunan istilah dan daya bahasa dalam bidang-bidang, antara lain dalam militer, dalam dunia penerbangan, dalam dunia pelayaran.
Linguistik medis, membantu bidang patalogi dalam hal penyembuhan cacat.
Mekanolinguistik, mencakup penggunaan linguistik dalam bidang komputer dan usaha untuk membuat mesin penerjemah, usaha pemanfaatan komputer dalam penyelidikan bahasa.
Perkamusan, membantu untuk keperluan praktis dengan menyusun daftar kata bilingual atau multilangual yang berkaitan dengan leksikologi dan leksikografi.
Linguistik forensik, mencakup penggunaan bahasa untuk menganalisis bukti demi kepentingan investigasi perdata dan pidana.
Grafologi, mengenai sistem simbol yang digunakan untuk menyampaikan pesan bahasa dalam bentuk tertulis.
Linguistik edukasional atau linguistik pedagogis, mengkaji penggunaan bahasa ibu sebagai bahasa pengantar dan penggunaan bahasa sebagai bahasa pendidikan pada tataran nasional.
Penerjemahan
Abad ke-20 dianggap sebagai abad terjemahan karena secara signifikan memanfaatkan terjemahan untuk menjalin hubungan internasional antarnegara dan untuk alih teknologi guna meningkatkan kesejahteraan hidup umat manusia (Newmark 1983).
Penerjemahan merupakan sebuah kegiatan kompleks yang menuntut kecermatan. Seorang penerjemah tidak hanya dituntut dapat menguasai bahasa sumber dan bahasa target dengan baik, namun juga harus menguasai isi materi yang diterjemahkan. Selain itu, seorang penerjemah juga harus peka terhadap berbagai faktor sosial, budaya, politik, dan emosi agar dapat menerjemahkan secara tepat.
Tujuan utama penerjemahan adalah menghasilkan terjemahan yang semirip mungkin dengan naskah aslinya. Pada kenyataannya, tidak mungkin menghasilkan terjemahan sempurna yang sama persis dengan naskah asli. Selalu saja ada hal yang tidak dapat diterjemahkan dengan tepat. Adanya nuansa-nuansa tertentu yang sulit diungkapkan karena ada perbedaan sudut pandang sosiokultural atau perbedaan cara pengungkapan pada bahasa sumber dan bahasa target.
Proses penerjemahan adalah suatu model yang dimaksudkan untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan. Proses penerjemahan yang disempurnakan Nida dan Taber, dijelaskan sebagai berikut:
Tahap analisis atau pemahaman. Dalam tahap ini struktur lahir (atau kalimat yang ada) dianalisis menurut hubungan gramatikal, menurut makna kata atau kombinasi kata, makna tekstual, dan bahkan makna kontekstual.
Tahap transfer. Dalam tahap ini materi yang sudah dianalisis dan dipahami maknanya tadi diolah penerjemah dalam pikirannya dan dipindah dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Dalam tahap ini belum dihasilkan rangkaian kata, semuanya hanya terjadi di dalam batin.
Tahap restrukturisasi. Dalam tahap ini penerjemah berusaha mencari padanan kata, ungkapan, dan struktur kalimat yang tepat dalam bahasa sasaran sehingga isi, makna dan pesan yang ada dalam bahasa sumber tadi bisa disampaikan sepenuhnya dalam bahasa sasaran.
Tahap evaluasi dan revisi. Setelah didapat hasil terjemahan di bahasa sasaran, hasil itu dievaluasi atau dicocokkan kembali dengan teks aslinya. Kalau dirasa masih kurang padan, maka perlu direvisi.
Di dalam bahasa Inggris orang membedakan terjemahan dalam bahasa tulis, yang biasanya disebut translation, dan terjemahannya dalam bahasa lisan, yang disebutnya interpretation. Sementara dalam bahasa Indonesia tidak mempunyai istilah khusus untuk terjemahan lisan. Dilihat secara sekilas, interprestasi dan terjemahan hampir sama, yang berbeda adalah media yang digunakan. Dalam terjemahan, media yang digunakan adalah teks tulis, sedangkan interpretasi menggunakan wacana lisan. Perbedaan selanjutnya adalah kemampuan yang dimiliki. Seorang penerjemah harus memiliki kemampuan menulis atau mengungkapkan gagasan dalam bahasa sasaran secara tertulis, kemampuan memahami bahasa dan budaya dari teks bahasa sumber serta kemampuan menggunakan kamus dan bahan referensi lainnya. Sedangkan seorang interpreter harus mampu mengalihkan isi informasi dari bahasa sumber ke bahasa sasaran tanpa menggunakan kamus atau referensi lainnya secara langsung, keterampilan memahami ujaran pembicara, keterampilan membuat catatan dan mengungkapkan hasil pemahamannya di dalam bahasa sasaran secara lisan.
Kesamaan antara penerjemah dengan interpreter adalah mereka harus memiliki pengetahuan yang bagus tentang bahasa sumber dan bahasa sasaran serta memahami topik teks atau wicara.
Syarat-syarat penerjemah adalah:
Menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Menguasai topik atau masalah teks yang diterjemahkan.
Kemampuan untuk memahami bahasa tulis.
Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara tertulis.
Kemampuan menggunakan kamus dan referensi lainnya.
Syarat-syarat interpreter adalah:
Menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran.
Menguasai topik atau masalah dalam wicara yang diinterpretasikan.
Kemampuan untuk memahami bahasa lisan.
Kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara lisan.
Kemampuan untuk mendengarkan, mencatat, dan mengungkapkan isi informasi pada saat yang bersamaan.
Kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat (langsung).
Perencanaan Bahasa dan Pengajaran Bahasa
Perencanaan Bahasa
Istilah "perencanaan bahasa" (language planning) semula digunakan oleh E. Haugen (1959) di dalam artikelnya ketika ia melakukan perencanaan bahasa terhadap bahasa Norwegia. Di dalam usaha tersebut, Haugen menyatakan perencanaan bahasa adalah segala usaha yang dilakukan oleh lembaga tertentu untuk melestarikan atau menumbuhkembangkan bahasa dan melibatkan usaha pembinaan, pengaturan, dan pembakuan atas bahasa sasaran.
Ada pula yang membicarakan perencanaan bahasa ini dengan menggunakan istilah "politik bahasa" (glottopolitics) yang mengacu kepada penerapan ilmu linguistik oleh suatu negara untuk menentukan kaidah tertentu yang dipilih untuk mewujudkan keadaan dwi bahasa di dalam daerah jajahan yang mempunyai budaya yang berbeda.
Perencanaan bahasa adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Pusat Bahasa. Badan ini mempunyai otoritas untuk menetukan variasi bahasa mana yang dikukuhkan sebagai bahasa nasional, konstruksi mana yang dianggap sebagai bahasa formal, cara penulisan mana yang dianggap paling efektif, cara penyempurnaan sistem ejaan baku mana yang komprehensif untuk mengantisipasi masuknya kosakata asing ke dalam khazanah bahasa Indonesia, kata-kata baru mana yang boleh masuk ke dalam khazanah bahasa nasional, dan berbagai persoalan lainnya.
Perencanaan bahasa di sini adalah sejenis "blueprint" yang dengan jelas berorientasi ke masa depan, bukan sekedar tambal sulam untuk menangani masalah masa kini dan juga sebagian untuk keperluan masa depan. Di dalam perencanaan bahasa di Indonesia harus dengan jelas dijabarkan ke arah mana pembinaan dan pengembangan bahasa daerah dan bahasa Indonesia. Selain itu, juga dengan jelas dijabarkan bahwa "blueprint" itu merupakan program jangka panjang selama 15 tahun, misalnya, kemudian jelas pula tahap-tahap pelaksanaannya, tahun pertama diharapkan menghasilkan A, lalu tahun kedua diharapkan menghasilkan B, dan seterusnya.
Sejalan dengan perkembangan zaman, Sakri (1993) berpendapat bahwa setiap bahasa alami memiliki kemampuan untuk berkembang ke segala arah dan menyesuaikan diri dengan tuntutan komunikasi. Setiap bahasa alami ternyata mampu menemukan cara untuk mencipta kata atau ungkapannya. Bahasa Indonesia – sebagai alat komunikasi, media pengungkap cita rasa, dan pikiran – dapat saja dibiarkan tumbuh sendiri secara alami mengikuti kebutuhan masyarakat pemakainya. Namun, hal itu memerlukan waktu yang panjang. Padahal, tuntutan zaman memacu kita harus bersegera menggapai kemajuan agar sejajar dengan negara-negara lain di dunia ini. Perencanaan bahasa dalam hal ini perencanaan pengembangan bahasa dapat membantu mempercepat laju perkembangan itu.
Ferdinand de Saussure (1922) berpendapat bahwa perencanaan bahasa perlu dilakukan secara berangsur-angsur dan berkesinambungan karena:
Budaya suatu masyarakat senantiasa berubah yang mengakibatkan bahasanya pun berkembang dan berubah.
Bahasa perlu dirancang untuk menyediakan ruang daya cipta dan kreativitas individu.
Perencanaan bahasa dapat membantu corak kepemimpinan suatu bangsa.
Pemerintah yang melaksanakan perencanaan bahasa berarti memelihara jiwa bangsanya.
Perkembangan bahasa yang terencana dapat dijadikan bahasa nasional dan bahasa resmi.
Perencanaan bahasa dapat menepis pengaruh negatif terhadap bahasa tersebut.
Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat dijadikan sebagai alat propoganda bangsa dan negara.
Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat memupuk sentimen atau ideologi bangsa tersebut.
Bahasa yang terencana (perkembangannya) dapat menampung konsep atau ide baru yang muncul sejalan dengan perkembangan bahasa tersebut.
Komunitas BahasaPelaksanaanPerencanaanPenilaianTerkait dengan perencanaan bahasa ini, Ferguson (1966) dan Ohemnesian (1971) memperkenalkan satu bagan ringkas untuk membantu perencanaan bahasa, topik besar yang diperkenalkan adalah perencanaan, pelaksanaan, komunitas bahasa, dan penilaian.
Komunitas Bahasa
Pelaksanaan
Perencanaan
Penilaian
Setelah bahasa direncanakan, pelaksanaannya diserahkan kepada masyarakat, yaitu komunitas bahasa yang akan menggunakan bahasa, dan menguji segmen atau bagian yang direncanakan. Kemampuan komunitas menggunakan bahasa yang direncanakan akan menjadi balikan bagi penrencana untuk dianalisis. Perencana akan menilai apakah segmen yang direncanakan sudah tercapai atau belum. Kalau belum, masalah apa yang dihadapi oleh komunitas bahasa, dan bagaimana upaya pemecahannya. Perencanaan berikutnya diarahkan pada segmen-segmen yang belum tercapai sehingga lambat laun perencanaan bahasa akan berhasil sesuai dengan target.
Pengajaran Bahasa
Di antara semua bidang linguistik terapan, bidang pengajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pengajaran bahasa mempunyai daya jual yang tinggi dan diperlukan oleh masyarakat. Pengetahuan linguistik mengenai bentuk, makna, struktur, fungsi, dan variasi bahasa sangat diperlukan sebagai modal dasar pengajaran bahasa. Misalnya, penjenjangan materi ajar, pembuatan materi ajar, dan pembuatan tes bahasa akan lebih bermutu jika pengajarnya memahami linguistik.
Pengajaran bahasa biasanya dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu pengajaran bahasa ibu dan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing yang mencakup empat jenis keterampilan, yaitu mendengar, membaca, berbicara, dan menulis. Keempat jenis keterampilan ini perlu mendapat latihan-latihan tersendiri, namun pada akhirnya harus dapat dipadukan dan digunakan secara bersamaan.
Metode dan Teknik Mengajar
Penelitian kegiatan belajar-mengajar di kelas sangat diperlukan untuk memahami proses pemerolehan bahasa. Oleh karena itu, akhir-akhir ini penelitian di bidang pengajaran bahasa lebih terfokus pada kegiatan belajar-mengajar di kelas dan dinamika kelas. Selain itu, guru diharapkan mampu menyesuaikan bahan ajarannya dengan kebutuhan masyarakat dan kemampuan siswa.
Konsep mengenai sosok bahasa itu sendiri cenderung berubah-ubah sesuai dengan perkembangan pengetahuan linguistik serta situasi kondisi kehidupan manusia. Hadirnya konsep mengenai bahasa yang berbeda dari waktu ke waktu mau tak mau berdampak pada metode dan teknik mengajar. Selain itu, juga berdampak pada fungsi dan peran guru di dalam kelas. Dalam kenyataan di kelas, guru harus menghadapi kelas yang besar dan juga menghadapi kemampuan siswa yang bervariasi sehingga secara prinsipil guru harus mengurangi bicara dan memberikan lebih banyak kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan bersikap aktif (Larsen dan Freeman 1998).
Dengan demikian, prinsip pengajaran bahasa yang dianggap baik saat ini adalah yang memberi fokus pada makna dan pemakaian bahasa daripada terfokus pada repetisi tata bahasa secara mekanistis. Sulit dibayangkan jika harus belajar bahasa asing berdasarkan latihan-latihan atau wacana yang tidak dipahami. Pemahaman merupakan pemicu untuk percepatan belajar bahasa asing. Perlu pula diperhitungkan bahwa prosodi penting diajarkan karena membantu proses pemahaman (Krashen 1985).
Desain Silabus dan Evaluasi
Pengetahuan dasar mengenai linguistik sangat bermanfaar ketika seorang guru bahasa harus membuat desain silabus pelajaran bahasa yang mencakup analisis kebutuhan siswa, tujuan pengajaran, satuan acara perkuliahan, metode dan teknik pengajaran, pembuatan materi ajar, dan evaluasi kemampuan siswa. Materi ajar yang efektif hendaknya bersifat otentik, yaitu benar-benar digunakan secara umum oleh masyarakat dan sebanyak mungkin mencakup berbagai tipe teks seperti dari koran, surat, selebaran, dan buku. Secara ideal, materi ajar dilengkapi dengan bahan audio-visual.
Evaluasi memiliki makna yang lebih luas dibandingkan dengan tes. Evaluasi dapat dilaksanakan pada metode, materi ajar, guru, dan juga perilaku siswa. Adapun yang dimaksud dengan tes adalah ujian yang diberikan pada siswa, baik secara lisan maupun tertulis. Tes dapat digunakan untuk mengukur berbagai keterampilan bahasa seseorang. Tes dianggap penting karena dipercaya sebagai titik penentuan yang berdampak pada individu, sistem pendidikan, dan juga masyarakat. Adakalanya, tes justru memengaruhi apa saja yang akan diajarkan di kelas karena guru justru mempersiapkan siswanya agar lulus tes tersebut. Fenomena ini dikenal dengan sebutan washback.
Linguistik Edukasional
Linguistik edukasional merupakan satu cabang linguistik terapan yang khusus menganalisis, menerangkan, dan menjelaskan tentang praktik pelaksanaan pengajaran bahasa dan pendidikan bahasa yang berlandaskan teori-teori kebahasaan. Di dalam praktik pengajaran bahasa berperan beberapa ilmu pengetahuan yang relevan. Ilmu pengetahuan yang berperan dalam praktik pengajaran bahasa ditunjukkan pada diagram Ingram.
Dalam diagram Ingram ini tampak medan tanggung jawab dari seorang penerap linguistik dan seorang guru bahasa di dalam kelas. Tampak pula ilmu-ilmu yang menjadi landasan atau dasar pengembangan praktik pengajaran bahasa.
Linguistik mengajarkan teori-teori penganalisisan dan pendeskripsian bahasa sebagai satu objek studi. Ia mengajarkan komponen-komponen kebahasaan dan teknik-teknik pendeskripsian bahasa. Psikolinguistik mengajarkan teori-teori belajar bahasa. Sosiolinguistik mengajarkan bagaimana penggunaan bahasa itu secara aktual dalam komunikasi. Psikologi mengajarkan teori-toeri belajar. Sosiologi mengajarkan aspirasi dan sikap terhadap pengajaran sebuah bahasa.
Berdasarkan ilmu pengetahuan yang menjadi dasar itu, dapat ditentukan prinsip-prinsip belajar-mengajar bahasa, dipilih metodologi yang cocok untuk pengajaran bahasa (pendekatan, metode, teknik, silabus, dan hasil yang ingin dicapai). Jika semua ini telah disepakati, maka tugas yang terakhir ialah guru bahasa di kelas. Demikianlah model pengembangan pengajaran bahasa menurut Ingram.
Lain lagi model proses belajar-mengajar bahasa yang dikemukakan oleh P.D. Strevens. Jika Ingram menggambarkan secara umum antarhubungan ilmu-ilmu yang mendukung proses belajar-mengajar bahasa, Strevens malah lebih memerinci proses belajar-mengajar itu sendiri. Model Strevens terdiri atas dua belas unsur seperti yang tampak dalam diagram.
Proses belajar-mengajar bahasa bermula dengan satu keputusan dan kebijaksanaan sesuai dengan kehendak politik dan masyarakat. Kebijaksanaan itu memerlukan pengorganisasian dan pengadministrasian sebagai sarana. Tentu dibutuhkan ilmu-ilmu pendukung yang relevan (pendidikan, linguistik, psikologi, teori-teori masyarakat, psikolingustik, dan sosiolinguistik. Dalam unsur ketiga ini Strevens mungkin sama dengan Ingram. Jika kebijaksanaan, organisasi serta administrasi, dan ilmu-ilmu dasar pendukung yang telah disepakati maka masuklah bagian pelaksanaan yang real. Untuk itu diperlukan tipe-tipe pilihan akan proses belajar-mengajar bahasa sesuai dengan unsur, tujuan, keterlibatan, dan faktor-faktor lain seperti bagaimana pendidikan guru bahasa, penentuan pendekatan metodologi, pengajaran, desain silabus, penyusunan materi. Tentu saja akan ada hambatan dalam proses pelaksanaan dan kondisi murid bahasa seperti kemampuan, kesiapan, dan motivasi. Dan akhirnya dilakukan evaluasi keberhasilan proses belajar-mengajar bahasa.
Selain dua model di atas, adapula model yang diusulkan H.H. Stern. Model ini merupakan gabungan dari model-model yang pernah dikemukakan oleh Campbell, Spolsky, dan Ingram. Model ini pun dapat menjadi ancang-ancang bagi pengajaran bahasa pertama atau bahasa ibu.
H.H. Stern membagi modelnya menjadi 3 jenjang, yaitu:
Jenjang Landas
Ilmu dasar yang diperlukan adalah Sejarah Pengajaran Bahasa, Linguistik, Sosiologi, Sosiolinguistik, Antropologi, Psikologi, Psikolinguistik, dan teori-teori pendidikan. Ini berarti belajar-mengajar di kelas didasarkan pada teori-teori atau landasan teoritis ilmu tersebut.
Jenjang Antara
Jenjang antara merupakan satu tahap pengantara antara jenjang landas dan jenjang laksana. Pada jenjang ini muncul apa yang dinamakan linguistik edukasional. Pada jenjang ini lahirlah studi antarbidang dari jenjang dasar. Pada jenjang antara harus ditonjolkan sumbangan dan peran ilmu-ilmu dasar pada jenjang landas pada pendidikan dan pengajaran bahasa. Bukan hanya berurusan dengan teori-teori pengajaran dan pendidikan bahasa, tetapi juga berhubungan dengan penelitian.
Jenjang Laksana
Jenjang laksana/praktik dikelompokkan oleh H.H. Stern dalam dua komponen, yakni komponen metodologi dan komponen organisasi. Dalam komponen metodologi tercakup tujuan umum dan tujuan khusus, isi, prosedur (metode, teknik, sarana, peralatan, dan evaluasi). Dalam komponen organisasi tercakup rencana pemerintah dan administrasi, jenjang pendidikan tempat pelajaran bahasa harus diberikan, pendidikan orang dewasa, dan pendidikan guru.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimuplkan hal-hal berikut:
Linguistik terapan juga dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang berusaha menerapkan hasil penelitian dalam bidang linguistik untuk keperluan praktis. Linguistik terapan dapat juga dimanfaatkan untuk memecahkan persoalan-persoalan praktis yang banyak sangkut pautnya dengan bahasa.
Berikut beberapa contoh kajian linguistik terapan:
Pengajaran bahasa, penerjemahan, fonetik terapan, linguistik forensik, sosiolinguistik terapan, linguistik edukasional, fonetik terapan, pembinanaan bahasa internasional, pembinaan bahasa khusus, dan lain-lain.
Proses penerjemahan adalah suatu model yang dimaksudkan untuk menerangkan proses pikir (internal) yang dilakukan manusia saat melakukan penerjemahan.
Perencanaan bahasa adalah sebuah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah atau badan yang ditunjuk oleh pemerintah, dalam hal ini Pusat Bahasa. Di antara semua bidang linguistik terapan, bidang pengajaran bahasa ibu dan bahasa asing merupakan bidang yang sudah mantap perkembangannya karena pengajaran bahasa mempunyai daya jual yang tinggi dan diperlukan oleh masyarakat.
Linguistik edukasional merupakan satu cabang linguistik terapan yang khusus menganalisis, menerangkan, dan menjelaskan tentang praktik pelaksanaan pengajaran bahasa dan pendidikan bahasa yang berlandaskan teori-teori kebahasaan.
Saran
Adapun saran dari penulis adalah:
Mahasiswa harus memiliki kemampuan berbahasa dengan baik. Olehnya itu, mahasiswa harus terus melatih kemampuan berbahasanya.
Lebih mempelajari linguistik, terutama linguistik terapan, karena memiliki manfaat yang banyak bagi kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Kardimin. 2013. Pintar Menerjemah: Wawasan, Teoritik, dan Praktek. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kushartanti, dkk. 2005. Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muslich, Masnur dan I Gusti Ngurah Oka. 2010. Perencanaan Bahasa Pada Era Globalisasi. Jakarta: Bumi Aksara.
Parera, Jos Daniel. 1997. Linguistik Edukasional. Jakarta: Erlangga.
20