BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Definisi
Pitiriasis Rosea berasal dari kata pityriasis kata pityriasis yang berarti skuama halus dan rosea yang berarti berwarna merah muda. Pitiriasis Rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya, dimulai dengan sebuah lesi inisial berbentuk eritema dan skuama halus. Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan dan paha atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya sembuh dalam waktu 3-8 minggu minggu (Djuandha, 2007).
1.2 Epidemiologi
Pitiriasis Rosea terjadi pada seluruh ras yang ada di dunia. Angka kejadian Pitiriasis Rosea adalah 0,16 % dari seluruh penduduk dunia (158,9 dari 100.000 penduduk). Wanita lebih banyak menderita walaupun perbedaannya dengan lakilaki sangat tipis yaitu 1,5:1. Pitiriasis Rosea banyak terjadi pada usia antara 10-35 tahun. Penyakit ini jarang sekali terjadi pada anak-anak usia kurang 2 tahun dan pada orang tua diatas 65 tahun (Blauvelt,2008). (Blauvelt,2008).
1.3 Etiologi
Penyebab terjadinya pitiriasis rosea masih belum diketahui, walaupun sudah dikemukakan beberapa dugaan penyebab timbulnya penyakit ini. Sudah lama dipikirkan bahwa virus sebagai penyebab timbulnya penyakit ini, karena adanya gejala prodromal yang menyrupai flu biasa muncul pada infeksi virus bersamaan dengan munculnya bercak kemerahan di kulit. Human herpes virus (HHV) telah dikemukakan sebagai penyebabnya. Penelitian yang dilakukan akhir-akhir ini terfokus pada peranan HHV-6 dan HHV-7 pada pitiriasis rosea (Blauvelt,2008).
1
1.4 Gambaran Klinis
Tempat predileksi Pitiriasis Rosea adalah badan, lengan atas bagian proksimal dan paha atas sehingga membentuk seperti gambaran pakaian renang. Sinar matahari mempengaruhi distribusi lesi sekunder, lesi dapat terjadi pada daerah yang terkena sinar matahari, tetapi pada beberapa kasus, sinar matahari melindungi kulit dari Pitiriasis Rosea. Pada 75% penderita biasanya timbul gatal didaerah lesi dan gatal berat pada 25% penderita ( Blauvelt,2008).
Gejala klasik dari Pitiriasis Rosea mudah untuk dikenali. Penyakit dimulai dengan lesi pertama berupa makula eritematosa yang berbentuk oval atau anular dengan ukuran yang bervariasi antara 2-4 cm, soliter, bagian tengah ditutupi oleh skuama halus dan bagian tepi mempunyai batas tegas yang ditutupi oleh skuama tipis yang berasal dari keratin yang terlepas yang juga melekat pada kulit normal ( skuama collarette ). Lesi ini dikenal dengan nama herald patch (Blauvelt, 2008).
skuama
Gambar plak primer tipikal ( herald patch ) menunjukkan bentuk lonjong dengan skuama halus di tepi bagian dalam plak
Pada sebagian kecil penderita ditemui adanya gejala flu-like syndrome berupa malaise, sakit kepala, mual, hilang nafsu makan, demam, dan nyeri sendi. Setelah
2
timbul lesi primer, 1-2 minggu kemudian akan timbul lesi sekunder generalisata. Pada lesi sekunder akan ditemukan 2 tipe lesi. Lesi terdiri dari lesi dengan bentuk yang sama dengan lesi primer dengan ukuran lebih kecil ( diameter 0,5 – 1,5 cm ) dengan aksis panjangnya sejajar dengan garis kulit dan sejajar dengan kosta sehingga memberikan gambaran Christmas tree. Lesi lain berupa papul-papul kecil berwarna merah yang tidak berdistribusi sejajar dengan garis kulit dan jumlah bertambah sesuai dengan derajat inflamasi dan tersebar perifer. Kedua lesi ini timbul secara bersamaan (Blauvelt, 2008).
Gambaran menyerupai pine tree (http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM00515
)
Gejala atipikal
Terjadi pada 20% penderita Pitiriasis Rosea. Ditemukannya lesi yang tidak sesuai dengan lesi pada Pitiriasis Rosea pada umumnya. Berupa tidak ditemukannya herald patch atau berjumlah 2 atau multipel. Bentuk lesi lebih bervariasi berupa urtika, eritema multiformis, purpura, pustul dan vesikuler. Distribusi lesi biasanya menyebar ke daerah aksila, inguinal, wajah, telapak
3
tangan dan telapak kaki. Adanya gejala atipikal membuat diagnosis dari Pitiriasis Rosea menjadi lebih sulit untuk ditegakkan sehingga diperlukan pemeriksaan lanjutan.
1.5 Diagnosis Banding
1.5.1 Sifilis sekunder
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Treponema pallidum, merupakan lanjutan dari sifilis primer yang timbul setelah 6 bulan timbulnya chancre. Gejala klinisnya berupa lesi kulit dan lesi mukosa. Lesi kulitnya non purpura, makula, papul, pustul atau kombinasi, walaupun umumnya makulopapular lebih sering muncul disebut makula sifilitika.2 Perbedaannya dengan Pitiriasis Rosea adalah sifilis memiliki riwayat primary chancre ( makula eritem yang berkembang menjadi papul dan pecah sehingga mengalami ulserasi di tengah ) berupa tidak ada herald patch, limfadenopati, lesi melibatkan telapak tangan dan telapak kaki, dari tes laboratorium VDRL (+).
1.5.2 Tinea korporis
Adalah lesi kulit yang disebabkan oleh dermatofit Trichophyton rubrum pada daerah muka, tangan, trunkus atau ekstremitas. Gejala klinisnya adalah gatal, eritema yang berbentuk cincin dengan pinggir berskuama dan penyembuhan di bagian tengah. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Tinea korporis, skuama berada di tepi, plak tidak berbentuk oval, dari pemeriksaan penunjang didapatkan hifa panjang pada pemeriksaan KOH 10%.
4
1.5.3 Dermatitis numuler
Adalah dermatitis yang umumnya terjadi pada dewasa yang ditandai dengan plak berbatas tegas yang berbentuk koin ( numuler ) dan dapat ditutupi oleh krusta. Kulit sekitarnya normal. Predileksinya di ekstensor. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Dermatitis Numuler, lesi berbentuk bulat, tidak oval, papul berukuran milier dan didominasi vesikel serta tidak berskuama.
1.5.4 Psoriasis gutata
Adalah jenis psoriasis yang ditandai dengan erupsi papul di trunkus bagian superior dan ekstremitas bagian proksimal. Perbedaan dengan Pitiriasis Rosea adalah pada Psoriasis gutata, aksis panjang lesi tidak sejajar dengan garis kulit, skuama tebal.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Umumnya untuk menegakkan diagnosis Pitiriasis Rosea gejala klinis saja sudah dapat untuk menegakkan diagnosis. Namun dalam hal diagnosis susah ditegakkan, kita membutuhkan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding lain.
Dapat dilakukan RPR ( Rapid Plasma Reagin ) dan FTA- Abs( Fluoresent Treponemal Antibody Absorbed ) untuk skrining sifilis (Allen, 2013).
5
1.7 Penatalaksanaan
1. Tidak ada obat spesifik, penyakit dapat sembuh spontan. 2. Antihistamin dapat diberikan bila pasien merasa gatal. 3. Lokal : talkum acidum salicylum 1-2 %. 4. Kortikosteroid topikal diberikan bila timbul rasa gatal ringan serta adanya dermatitis sekunder (bila keluhan lebih 1 bulan). 5. Kortikosteroid oral : prednisone dengan dosis 30-60 mg, berguna untuk menghilangkan rasa gatal, menahan sementara perjalanan penyakitnya dan dapat menghilangkan lesinya, diberikan terutama bila penyakitnya > 1 bulan. 6. Perlu diberikan konseling pada penderita : a. Penyakit akan sembuh dengan sendiri dalam waktu 10-12 minggu b. Muka jarang terjangkit c. Tidak meninggalkan bekas d. Tidak menular e. Organ tubuh tidak akan mengalami gangguan karena pen yakitnya f. Jarang sekali kumat (Pedoman Diagnosis dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Soetomo Surabaya)
1.8 Prognosis Prognosis pada penderita Pitiriasis Rosea adalah baik karena penyakit ini bersifat self limiting disease sehingga dapat sembuh spontan dalam waktu 3-8 minggu (djuandha, 2007)
6
BAB 2 LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Penderita Nama
: Nn. E
Umur
: 18 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: Mahasiswa
Alamat
: Jombang
Tggl. pemeriksaan : 18 Februari 2013
2.2 Anamnesis ( Autoanamnesis 18 Februari 2013) a.
Keluhan Utama Bercak-bercak merah hampir di seluruh tubuh.
b.
Keluhan Tambahan : -
c.
Riwayat Penyakit Sekarang Penderita datang ke poli kulit RSUD Jombang pada tanggal 18 Februari 2013 dengan keluhan munculnya bercak-bercak merah hampir di seluruh tubuh, kecuali wajah, telapak tangan, dan tungkai bawah. Keluhan pertama kali muncul sejak ± 1,5 bulan ini. Pasien merasakan gatal pada daerah
7
yang terdapat bercak tersebut, namun gatalnya tidak sampai mengganggu aktivitas d.
Riwayat Penyakit Dahulu Penderita tidak pernah mengalami penyakit seperti ini. Kontak dengan
deterjen/iritan lainnya (-) dan riwayat alergi obat (-) serta riwayat atopi disangkal (-). e.
Riwayat Penyakit Keluarga Anggota keluarga yang menderita sakit seperti penderita disangkal .
2.3 Pemeriksaan Fisik a.
b.
Status Generalis : Keadaan umum
: dalam batas normal
Kesadaran
: compos mentis
Kepala
: Dalam batas normal
Leher
: Dalam batas normal
Thorax
: Sesuai status dermatologis
Abdomen
: Sesuai status dermatologis
Ekstremitas atas
: Sesuai status dermatologis
Ekstremitas bawah
: Sesuai status dermatologis
Status Dermatologis : Terdapat makula eritematosa berbentuk oval tertutup skuama tipis
multipel et regio Thorakalis anterior, Thorakalis posterior, Brachii Dextra & Sinistra, ante brachii Dextra & Sinistra, dan regio Femoris Dextra & Sinistra.
8
9
2.4 Pemeriksaan Penunjang Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang. 2.5 Resume Penderita datang ke poli kulit RSUD Jombang pada tanggal 18 Februari 2013 dengan keluhan munculnya bercak-bercak merah hampir di seluruh tubuh, kecuali wajah. Keluhan pertama kali muncul sejak ± 1,5 bulan ini. Pasien merasakan gatal pada daerah yang terdapat bercak tersebut, namun tidak sampai mengganggu aktivitas. Pada hasil permeriksaan fisik didapatkan makula eritematosa berbentuk oval tertutup skuama tipis multipel et regio Thorakalis anterior, Thorakalis posterior, Brachii Dextra & Sinistra, ante brachii Dextra & Sinistra, dan regio Femoris Dextra & Sinistra. 2.6 Diagnosis Pitiriasis Rosea 2.7 Diagnosis Banding 1. Sifilis Sekunder 2. Tinea Corporis 3. Dermatitis Numularis 4. Psoriasis Gutata 2.8 Penatalaksanaan 1. Cerini tab 10 mg 1x1. 2. Cortidex tab 0,5 mg 3x1. 3. Elox cream
10
4. Perlu diberikan edukasi pada penderita : a. Penyakit akan sembuh dengan sendiri dalam waktu 10-12 minggu b. Muka jarang terjangkit c. Tidak meninggalkan bekas d. Tidak menular e. Organ tubuh tidak akan mengalami gangguan karena pen yakitnya Jarang sekali kumat 2.9 Edukasi 1. Menjelaskan tentang penyakit yang sedang diderita. 2. Menjelaskan jika penyakit ini dapat sembuh sendiri asal pasien tidak terlalu stress dan banyak pikiran serta menjaga kesehatan tubuhnya. 3. Memberikan penjelasan kepada pasien bahwa penyakitnya bukan penyakit menular sehingga tidak perlu malu terhadap penyakit yang diderita. 4. Memberitahukan kepada pasien bahwa penyakit ini jika sembuh tidak meninggalkan bekas, sehingga pasien tidak perlu khawatir akan resiko kecacatan kosmetik. 5. Memberitahukan jika pasien merasa gatal, jangan digaruk karena dapat menyebabkan infeksi sekunder. 6. Menyarankan kepada pasien untuk kontrol setelah obat habis. 2.10 Prognosis Dubia et bonam
11
BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Identitas Pasien Pada kasus ini pasien atas nama Nn. E., wanita usia 18 tahun, seorang mahasiswa dengan suku bangsa Jawa. Identitas pasien ini sesuai denganyang tertulis dalam Fitzpatrick bahwa Pitiriasis Rosea pada wanita lebih banyak daripada laki-laki. Usia pasien juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Pitiriasis Rosea lebih sering terjadi pada usia 10-35 tahun. 3.2 Anamnesa Penderita datang ke poli kulit RSUD Jombang pada tanggal 18 Februari 2013 dengan keluhan munculnya bercak-bercak merah hampir di seluruh tubuh, kecuali wajah, telapak tangan dan tungkai bawah. Keluhan pertama kali muncul sejak ± 1,5 bulan ini. Pasien merasakan gatal pada daerah yang terdapat bercak tersebut, namun tidak sampai mengganggu aktivitas. Anamnesis sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa Pitiriasis Rosea adalah kelainan kulit yang muncul lesi berwarna merah muda di hampir seluruh area yang tertutup baju kecuali wajah. Pasien yang merasakan gata namun tidak mengganggu aktivitas juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa 50% pasien merasakan gatal. 3.3 Pemeriksaan Fisik Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan makula eritematosa berbentuk oval tertutup skuama tipis multipel et regio Thorakalis anterior, Thorakalis posterior,
12
Brachii Dextra & Sinistra, ante brachii Dextra & Sinistra, dan regio Femoris Dextra & Sinistra. Bentuk lesi sejajar dengan lipatan kulit dan menyerupai pohon cemara, namun tidak didapatkan Herald Patch. Hasil pemeriksaan fisik yang didapat sesuai dengan yang ditulis Blauvelt dalam Fitzpatrick, yaitu lesi berupa macula eritematosa yang tertutup skuama tipis. Area predileksi pasien juga sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa area predileksi Pitiriasis Rosea adalah di badan, lengan atas, dan paha.bentuk lesi yang sejajar dengan lipatan kulit dan membentuk seperti pohon cemara juga sesuai dengan teori. Tidak ditemukannya Herald Patch tidak berarti bahwa pasien ini tidak menderita Pitiriasis Rosea, karena berdasarkan teori 20% pasien tidak ditemukan Herald Patch. 3.4 Diagnosis Dalam kasus ini diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, gejala klinis, dan hasil pemeriksaan fisik. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kasus Pitiriasis Rose dapat ditegakkan langsung berdasarkan temuan klinis dan pemeriksaan fisik. 3.5 Penatalaksanaan Pada kasus ini pasien mendapatkan terapi berupa antihistamin untuk gatalnya yaitu cerini yang mengandung ceterizine 10 mg. Pasien juga mendapat terapi oral Cortidex yang mengandung dexamethasone 0,5%. Untuk topikalnya, pasien mendapatkan terapi Elox cream yang dioleskan di lesi pagi-sore, elox cream mengandung momethasone yang merupakan steroid topikal potensi kuat.
13
Terapi antihistamin ini sesuai dengan PDT RSUD dr. Soetomo, yaitu dapat diberikan antihistamin bila pasien merasa gatal. Terapi kortikosteroid oral juga sesuai dengan PDT RSUD dr. Soetomo. Pemberian Kortikosteroid topikal
juga
sesuai dengan PDT RSUD dr. Soetomo. Namun, Blauvelt dalam Fitzpatrick menjelaskan bahwa pasien dengan Pitiriasis Rosea cukup diberikan kortikosteroid dengan potensi sedang, contohnya adalah golongan Desoximethasone yaitu Inerson cream atau Pyderma. Blauvelt dalam Fitzpatrick juga menjelaskan pemberian Acyclovir 800 mg 5x1 juga dapat dipertimbangkan. Dalam beberapa penelitian dilaporkan bahwa pemberian Acyclovir dapat menyembuhkan lebih cepat daripada pasien yang tidak mendapatkan terapi Acyclovir. Pada pasien Pitiriasis Rosea, edukasi merupakan hal yang sangat penting diberikan. Edukasi yang dapat diberikan pada pasien ini adalah menjelaskan bahwa penyakit ini dapat sembuh sendiri bergantung system imun pasien. Sehingga perlu diberikan edukasi pada pasien agar selalu menjaga kesehatan dan menyarankan pasien agar selalu menjaga pikirannya. Selain itu juga menjelaskan pada pasien bahwa penyakit ini tidak menular, sehingga pasien tidak perlu minder dan tetap bergaul seperti biasa. Untuk lesi yang sekarang dialami pasien juga perlu dijelaskan bahwa lesi tersebut dapat hilang sendiri tanpa meninggalkan bekas, sehingga pasien tidak perlu khawatir akan timbulnya kecacatan kosmetik akibat penyakit yang diderita pasien. Perlu diingatkan pada pasien jika merasa gatal pada kulitnya agar tidak
14
digaruk. Karena dengan menggaruk area kulit yang gatal dapat menyebabkan luka yang nanti dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi sekunder. Selain itu bekas luka itu nanti juga dapat meyebabkan kecacatan kosmetik. Terakhir adalah mengingatkan pasien untuk selalu menjaga kesehatannya dengan makan-makanan yang sehat dan bergizi. Selain itu, pasien juga diingatkan agar kontrol ketika obat habis atau keluhan berlanjut. 3.6 Prognosis Prognosis pada pasien ini dubiat et bonam, karena Pitiriasis Rosea adalah self limiting disease yang artinya dapat sembuh sendiri dalam jangka waktu 10-12 minggu.
15
BAB 4 KESIMPULAN
Penderita datang ke poli kulit RSUD Jombang pada tanggal 18 Februari 2013 dengan keluhan munculnya bercak-bercak merah hampir di seluruh tubuh, kecuali wajah, telapak tangan dan tungkai bawah. Keluhan pertama kali muncul sejak ± 1,5 bulan ini. Pasien merasakan gatal pada daerah yang terdapat bercak tersebut, namun tidak sampai mengganggu aktivitas. Pada hasil permeriksaan fisik didapatkan makula eritematosa berbentuk oval tertutup skuama tipis multipel et regio Thorakalis anterior, Thorakalis posterior, Brachii Dextra & Sinistra, ante brachii Dextra & Sinistra, dan regio Femoris Dextra & Sinistra. Pada Pasien ini medapat terapi Cerini yang mengandung Ceterizin 10 mg yang diminum sekali pada waktu malam hari selama 10 hari. Pasien juga mendapat terapi Cortidex yang mengandung Dexamethasone 0,5 mg yang diminum tiga kali sehari selama 5 hari. Untuk terapi topikal pasien mendapatkan terapi Elox cream yang mengandung Momethasone yang dioleskan ke lesi setiap malam hari. Edukasi yang penting pada kasus ini adalah menjelaskan jika pen yakit ini dapat sembuh sendiri. Selain itu perlu dijelaskan pasien tidak perlu khawatir karena penyakit ini tidak menimbulkan bekas selain itu pasien tidak perlu minder, karena penyakit ini tidak menular sehingga pasien dapat bersosialisasi seperti biasa. Prognosis pasien Pitiriasis Rosea pada umumnya baik. Penyakit ini dapat sembuh sendiri dalam waktu 10-12 minggu. Penyakit ini juga pada umumnya
16
tidak meninggalkan bekas, sehingga kekhawatiran akan kecacatan kosmetik dapat dihilangkan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Blauvelt, Andrew. 2008. Pityriasis Rosea In: Dermatology in General Medicine Fitzpatrick’s. The McGraw-Hill Companies, Inc.
Lichenstein, A. 2013. Pityriasis Rosea. Diunduh dari www. Emedicine.com pada tanggal 7 Maret 2013.
Djuanda, Adhi. 2007. Dermatosis Eritroskuamosa dalam :Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi kelima. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. Murtiastutik, Dwi. 2012. Dkk.Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi 2. Surabaya : Airlangga University Press. SMF Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kulit Kelamin. Surabaya : RSU Dr. Soetomo.
18