1
BAB I PENDAHULUAN
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan kondisi kronis yang mempengaruhi jutaan anak dan seringkali menetap hingga dewasa. Pada awalnya ADHD disebut ADD ( Attention Deficit Disorder) atau Disorder) atau gangguan defisit atensi yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1980 dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) Disorders (DSM) III edisi ketiga. Saat ini ADD dikenal dengan ADHD karena menggambarkan aspek inatensi dan perilaku hiperaktif serta impulsif.1,2 ADHD merupakan gangguan neurobehavioral pada pada anak yang terbanyak, meliputi kira-kira 50% yang dirujuk ke neurologis anak, neuropsikologis , neuropsikologis , behavioral pediatrician, pediatrician, dan psikiatri anak. 3 Prevalensi gangguan ini sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe inatensi. 4 Terjadi pada 3-5% populasi anak dan didiagnosa 2-16% pada anak usia sekolah. Terdapat kecenderungan ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.5 Hasil penelitian menunjukkan bahwa 40-50% kasus ADHD menetap pada masa remaja, bahkan sampai dewasa. Bila menetap sampai remaja, dapat memunculkan masalah lain seperti kenakalan remaja, gangguan kepribadian antisosial, dan cenderung terlibat penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA). Diagnosis ADHD tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium atau alat kedokteran. Wawancara terhadap orang tua merupakan hal yang sangat penting. Selain itu, diperlukan laporan dari sekolah mengenai gangguan tingkah laku, kesulitan belajar, dan kurangnya prestasi akademis oleh guru. 1,2 Penanganan ADHD perlu melibatkan berbagai disiplin ilmu dalam suatu tim kerja yang terdiri dari dokter spesialis anak, psikiater, dokter spesialis saraf, dokter spesialis kedokteran fisik dan rehabilitasi, psikolog, pendidik, pekerja sosial, dan
2
keluarga. Penanganan ADHD membutuhkan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.1,2
2
keluarga. Penanganan ADHD membutuhkan evaluasi jangka panjang dan berulang untuk dapat menilai keberhasilan terapi. Penanganan ADHD biasanya berupa terapi obat, terapi perilaku, dan perbaikan lingkungan.1,2
3
BAB II LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS
1. Identitas Penderita Nama penderita
: An. D.A.
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Usia
: 5 tahun 6 bulan
2. Identitas Orangtua
II.
Nama Ibu
: Ny. M
Nama Ayah : Tn. M.J.
Usia
: 35 tahun
Usia
Pendidikan
: SMA
Pendidikan : SMA
Pekerjaan
: IRT
Pekerjaan
: PNS
Alamat
: Jl. P. Samudra
Alamat
: Jl. P. Samudra
: 40 tahun
ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita, pada tanggal 8 Maret 2017, pukul 09.00 WIB. WIB. 1. Keluhan Utama : Anak hiperaktif 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien dibawa oleh ibunya ke Poli Anak Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus dengan keluhan: anak hiperaktif. Menurut ibu, anaknya jarang bersikap tenang. Pasien sering berlari kesana-kemari, melompat, berguling-guling, serta
memanjat
meja
dan
kursi.
Pasien
sering
berganti-ganti
permainan.Saat bermain pasien seperti berada dalam dunianya sendiri. Pasien sulit disuruh duduk diam walaupun sebentar. Pasien juga sering tidak fokus saat menjalankan tugas. Perhatian pasien sering te ralihkan saat melakukan kegiatannya sehingga pasien tidak tuntas dalam melaksanakan pekerjaannya. Keadaan seperti ini mulai terlihat saat pasien berusia ± 2 tahun. Pasien terkadang kesulitan dalam menerima perintah, misalnya
4
mengambilkan barang. Terkadang pasien masih patuh terhadap instruksi sederhana, seperti menggambar lingkaran namun bentuknya tidak simetris, dapat disuruh duduk beberapa menit namun setelah itu pasien berjalan kesana-kemari. Pasien mampu berkomunikasi seperti menyahut saat namanya dipanggil, memberitahu keinginannya, tertawa, menyahut saat diajak bicara, namun kalimatnya tidak jelas. Pasien masih sulit menerima maksud pertanyaan, saat ditanya pasien hanya diam atau bertingkah semaunya. Pasien masih bisa diarahkan untuk aktifitas sehari hari seperti makan dan mandi. Selain itu ibu mengatakan anaknya sering mengamuk jika keinginannya tidak dituruti, terkadang pasien mengamuk tanpa alasan yang jelas. Saat mengamuk pasien terkadang bisa membentur-benturkan kepalanya sendiri ke dinding, berguling-guling di lantai, berteriak, melempar barang, bahkan memukul. Pasien belum lancar bicara. Saat ini hanya berbicara beb erapa kata, sisanya kalimat tidak jelas. Pasien bisa bernyanyi dan meniru apa yang dikatakan oleh orang lain, namun kata-katanya tidak jelas, ter kadang terdengar hanya seperti bergumam. Pasien juga kesulitan dalam menerima pelajaran. Saat belajar pasien sulit memusatkan perhatiannya dan lambat dalam menerima pelajaran. Saat ini pasien bisa berjalan, berlari, menendang barang, memainkan hp sendiri, bisa mencoret-coret kertas. Saat umur 3 tahun 9 bulan pasien pernah disekolahkan di TK. Saat bersekolah pasien bisa menyebutkan angka 1-10 tapi tidak bisa menuliskannya, bisa menyebutkan susunan huruf tapi tidak sampai habis, mengetahui warna hijau, biru, dan kuning, bisa membaca doa dan hapal ayat Al-Quran tapi kalimat yang disebutkan tidak jelas. Namun di sekolah pasien sering mengamuk, berkelahi dengan temannya, memukul tanpa alasan yang jelas, dan tidak patuh pada gurunya, karena itu pasien dikeluarkan dari sekolah. Saat ini pasien tidak bisa lagi menyebutkan angka, huruf, warna, dan membaca doa.
5
Pasien akan masuk ke TK Anak Berkebutuhan Khusus. Oleh karena itu ibu pasien meminta agar anaknya menjalani terapi kembali.
Gambar 2.1 Anak dengan ADHD
3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah kejang, tidak pernah kuning. Pasien pernah terjatuh pada umur 8 bulan dan terbentur di kepala, menurut ibu pasien setelah jatuh pasien sadar, menangis, m enangis, tidak ada luka, dan pasien hanya dirawat di rumah. 4. Riwayat Antenatal Saat hamil ibu penderita ANC rutin tiap 2 bulan 1x di bidan dan dr. Sp.OG, suntik TT 2x, USG 2x dan dinyatakan kandungannya normal, tidak ada sakit saat hamil. Pasien lahir spontan cukup bulan ditolong oleh bidan di klinik bidan, tidak ada lilitan tali pusat, segera s egera menangis, kulit kemerahan, gerak aktif. Berat badan lahir 3400 gram. Ibu pasien lupa panjang lahir dan lingkar kepala pasien.
6
5. Riwayat Perkembangan Tabel 2.1 Riwayat Perkembangan Motorik kasar
Motorik halus
Pasien tiarap umur 3 bulan, merangkak
Pasien bisa memegang mainan
umur 7 bulan, duduk umur 8 bulan,
sendiri umur 7 bulan, pegang
berdiri umur 11 bulan, berjalan umur 1
sendok sendiri umur 1 tahun 6
tahun 1 bulan.
bulan, main hp sendiri umur 4 tahun 5 bulan.
Bicara
Mengerang
Sosial
saat
umur
6
bulan,
Bisa tersenyum dan bermain
mengoceh umur 1 tahun, mengucap 1
dengan saudara dan orang
kata ‘mama’ umur 1 tahun 5 bulan.
tuanya,
Mengucap 2-3 kata umur 2 tahun.
mengamuk,
Mengucap kalimat umur 4 tahun tapi
melempar
kalimat tidak jelas.
keinginan tidak dituruti.
namun memukul, barang
sering dan saat
6. Riwayat Imunisasi Imunisasi lengkap. Data didapatkan dari anamnesis dan KMS. 7. Riwayat Pemberian Makanan
Usia 0-6 bulan minum ASI saja, frekuensi sering, pemberian ASI kurang lebih 15 menit atau sampai penderia tertidur.
Usia 6 bulan-9 bulan minum susu formula dan bubur saring. Susu diberi 4x sehari sebanyak 1 botol. Cara membuat bubur dengan sayur, ayam/ikan, nasi yang diblender kemudian direbus dengan air. Penderita makan bubur saring 3x sehari sebanyak ½ mangkuk.
Usia 10 bulan-1 tahun 6 bulan minum susu formula nasi lembek. Susu diberikan 4x sehari sebanyak 1 botol. Penderita makan nasi lembek dengan sayur dan lauk 2x sehari sebanyak 1/2 mangkuk kecil.
Usia 1 tahun 6 bulan – 3 tahun pasien makan nasi biasa 3x sehari sebanyak 1 piring kecil dengan lauk ayam, ikan, telur, bayam, wortel.
7
Usia 3 tahun sampai sekarang pasien makan nasi 2x dalam 1 minggu sebanyak 1 piring dengan lauk dan sayur. Saat tidak mau makan nasi, pasien hanya makan tempe, tahu, kentang 1 piring, atau telur 4 biji, sebanyak 2-3 kali sehari. Pasien jarang mengkonsumsi buah-buahan.
8. Riwayat Keluarga Pasien merupakan anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah dan ibu os sehat dan tidak pernah mengalami hal sama seperti yang pasien alami sekarang. Adik pasien mengalami tumbuh kembang yang sesuai dengan anak seusianya. Tidak ada keluarga lain yang mengalami hal seperti pasie n. 9. Riwayat Sosial Lingkungan Penderita tinggal di rumah kayu dengan 2 kamar, 1 dapur dan 1 WC, ventilasi baik disetiap ruangan, kebersihan rumah baik. Penderita cuci tangan sebelum makan, makan pakai sendok, air minum dari air galon isi ulang, air untuk MCK dari sumur bor. Ayah pasien tidak merokok. Riwayat sulit bersosialisasi dengan teman dan tetangga. Anak bisa bermain hp sendiri. Anak sering mengamuk jika keinginannya tidak dituruti. Terkadang anak dimarahi oleh ayahnya saat pasien meminta sesuatu yang tidak bisa dipenuhi atau saat mengamuk.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak hiperaktif, kontak mata (+), dapat bertahan sebentar, sosialisasi dengan orang lain sulit
Kesadaran
: E4M6V5 (Compos mentis)
Pengukuran Tanda vital : Nadi Suhu
: 100x/menit (regular, isi cukup, dan kuat angkat) : 370C
Respirasi : 24X/menit
8
Kulit
Sawo matang (+), ikterik (-), sianosis (-), turgor cepat kembali, lembab, pucat (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normosefali, UUB dan UUK menutup, mongoloid face (-) Rambut
Mata
: Hitam,tebal, distribusi merata susah dicabut
Palpebra
: ptosis (-) endoftalmus (-) eksoftalmus (-)
Alis
: tipis
Konjungtiva
: Anemis (-)
Sklera
: Ikterik (-)
Produksi air mata
: cukup
Refleks pupil
: +/+
Kornea
: Jernih
Hidung
Nafas cuping hidung (-/-), epistaksis (-), sekret (-)
Telinga
Simetris, sekret (-), serumen (-), nyeri (-)
Mulut
Bibir lembab, merah muda. Gusi mudah berdarah (-), gusi mudah bengkak (-), gigi geligi 2 gigi seri atas dan 2 gigi seri bawah
Lidah
Pucat (-), Tremor (-), Kotor (-), Warna merah muda
Faring
Hiperemi (-), Edema (-), Membran / pseudomembran (-)
Tonsil
Warna merah muda, Pembesaran (-), Abses (-), Membran / pseudomembran (-)
Leher
JVP (tidak meningkat), pembesaran KGB (-), kaku kuduk (-), massa (-), tortikolis (-)
Thoraks
Inspeksi
: Dinding dada simetris, retraksi (-), dispneu (-), pernafasan abdominal (-)
Palpasi
: Gerakan dada simetris, fremitus teraba di 2 lapang paru
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler +/+, rh -/-, wh -/Jantung
Inspeksi
: ictus cordis terlihat di ics V midclavicula sinistra
Palpasi
– ictus cordis teraba di ics IV-V midclavicula sinistra – Thrill (-)
9
Perkusi
: Batas kiri atas : SIC II LPSS Batas kiri bawah : SIC IV LMSC Batas kanan atas : SIC II LPSD Batas kanan bawah : SIC IV LPSS Kesan : Pembesaran jantung (-)
Auskultasi
: Fekuensi 100x/menit, irama teratur
– Suara dasar BJ S1 S2 reguler – Gallop (-) murmur (-) Abdomen
Inspeksi
: datar
Auskultasi
: Bising usus (+)
Perkusi
: Timpani di seluruh lapang abdomen, asites (-)
Palpasi
: Supel, lemas, distensi (-), organomegali (-), massa (-)
Genital
Normal, Skrotum dan penis (+), anus (+)
Ekstremitas
Akral hangat, CRT <2”, sklerema (-), polidactili (-), sianosis (-), paresis (-)
Genitalia
Laki-laki dan tidak ditemukan kelainan Tungkai
Lengan
kanan
kiri
kanan
Kiri
Bebas
Bebas
Bebas
Bebas
Pemeriksaan
Gerakan
Neurologis
Tonus
Menurun
Menurun
Menurun
Menurun
Trofi
-
-
-
-
Refleks fisiologis
+
+
+
+
Refleks patologis
-
-
-
-
Klonus
-
-
-
-
Tanda meningeal
-
-
-
-
Sensibilitas
+
+
+
+
-
-
-
-
+
+
+
+
10
Status Antropometri
Gizi
-
Umur
: 5 tahun 6 bulan
-
Berat badan
: 27,6 Kg
-
Panjang badan : 115 cm
-
Lingkar kepala: 52 cm
Status Gizi menurut Tabel CDC -
PB/U
: Normal (101 %)
-
BB/PB
: gizi baik (110%)
Kesan : Gizi baik menurut Standar CDC Untuk lingkar kepala -
Umur
: 5 tahun
-
Lingkar kepala: 52 cm
Kesan : Normosefali (<-2 SD)
11
IV. Instrumen Penilaian Gangguan Perkembangan 1. Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) Kuesioner Praskrining untuk Anak 66 bulan Interpretasi Hasil KPSP8
Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadang-kadang)
Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)
Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S)
Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) Bila jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan (P).
Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) didapatkan hanya 3 jawaban YA. Berdasarkan interpretasi hasil KPSP dengan jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan pasien memiliki penyimpangan pada perkembangannya.
2. Kuesioner Abreviated Conner Rating Scale
Kuesioner Abreviated Conner Rating Scale dilakukan untuk mendeteksi adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas, dilakukan pada anak umur 3 tahun keatas. Interpretasi: a.
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan ―bobot nilai berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total. - Nilal O: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak. - Nilai 1: jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak. - Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak. - Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
b.
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH/ADHD.
12
Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen Kuesioner Deteksi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas didapatkan nilai total 17. Nilai ini menunjukkan bahwa pasien ada kemungkinan mengalami GPPH/ADHD.
3. CHAT (Checklist for A utism in Toddlers) Untuk anak 18 bulan atau lebih Bagian A. Alo – anamnesis Bagian B. Pengamatan Interpretasi
Risiko tinggi menderita autis: bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3 dan B4
Risiko kecil menderita autis: tidak bisa melakukan A7 dan B4
Kemungkinan gangguan perkembangan lain: tidak bisa melakukan > 3
Dalam batas normal: tidak bisa melakukan < 3
Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen CHAT (Checklist for Autism in Toddlers) pasien bisa melakukan A5, A7, B2, B3, dan B4, maka pasien tidak termasuk dalam risiko menderita autis. Selain itu didapatkan hasil >3 poin (4 poin) yang tidak bisa dilakukan oleh pasien, maka pasien kemungkinan mengalami gangguan perkembangan lain.
4. Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) Interpretasi KMME
Jawaban Ya > 1 : kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional. Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) didapatkan jawaban YA > 1, kemungkinan pasien ini mengalami masalah mental emosional.
13
5. Tes Daya Dengar (TDD)
Pada pasien ini telah dilakukan Tes Daya Dengar di poli THT RS dr. Doris Sylvanus 2 tahun yang lalu dan didapatkan bahwa pendengaran pasien masih dalam batas normal.
V. DIAGNOSA
a. Diagnosa Banding ADHD Kontak mata (+)
Disabilitas Intelektual
Hiperaktivitas Kontak mata (-) b. Diagnosa Kerja - Attention Deficit Hyperactivity Disorder
VI. TATA LAKSANA
- KIE Keluarga - Terapi perilaku - Amphetamine-dextroamphetamine 1 x 2,5mg - Pendidikan di TK Anak Berkebutuhan Khusus
VII. USULAN PEMERIKSAAN
- Tes IQ - Tes Daya Dengar (TDD) - Tes Daya Lihat (TDL) - Pemeriksaan logam berat rambut
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: Dubia ad bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad bonam
Quo ad sanationam
: Dubia ad bonam
Autisme
14
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
Attention Deficit Hyperactivity Disorder 3.1 Definisi
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dalam jangka waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya.1,3 Menurut panduan DSM V terdapat perubahan dalam hal onset timbulnya gejala yaitu sebelum usia 12 tahun.4
3.2 Epidemiologi
ADHD merupakan gangguan neurobehavioral pada anak yang terbanyak, meliputi kira-kira 50% yang dirujuk ke neurologis anak, neuropsikologis , behavioral pediatrician, dan psikiatri anak. 3 Prevalensi gangguan ini sebesar 2,2% untuk tipe hiperaktif-impulsif, 5,3% untuk tipe campuran hiperaktif-impulsif dan inatensi, serta 15,3% untuk ADHD tipe inatensi.4 Terjadi pada 3-5% populasi anak dan didiagnosa 2-16% pada anak usia sekolah.5 Menurut Saputro (2005), dari total populasi anak Sekolah Dasar di Indonesia, 16% anak mengalami ADHD. Berdasarkan data tersebut diperkirakan tambahan kasus baru ADHD sebanyak 9000 kasus. Terdapat kecenderungan ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan dengan perbandingan 3 : 1.2,5
3.3 Etiologi
Penyebab ADHD dipahami sebagai disregulasi neurotransmiter tertentu di dalam otak yang membuat seseorang lebih sulit untuk memiliki atau mengatur
stimulus-stimulus
internal
dan
eksternal.
Beberapa
neurotransmiter, termasuk dopamine dan norepinephrine, mempengaruhi
15
produksi, pemakaian, pengaturan neurotransmiter lain juga beberapa struktur otak. Adanya peningkatan ambilan kembali dopamin ke dalam sel neuron daerah limbik dan lobus prefrontal dikatakan mengendalikan fungsi eksekutif perilaku.
Fungsi
pengorganisasian,
eksekutif bertanggung menghambat
perilaku,
jawab
pada
mempertahankan
ingatan, perhatian,
pengendalian diri dan membuat perencanaan masa depan.2,6 Perubahan suasana hati yang cepat dan kepekaan berlebihan merupakan akibat dari otak yang bermasalah dalam meredam bagian-bagian otak yang mengatur gerakan-gerakan motorik dan respon-respon emosional. Hal itulah yang membuat anak tidak dapat menunggu, menunda pemuasan dan menghambat tindakan. Hasil penelitian oleh Cantwell (1975) dan Morrison dan Stewart (1973) melaporkan bahwa pada orangtua biologis anak ADHD lebih banyak mengalami hiperaktivitas dibandingkan dengan orangtua adopsi anak ADHD. Hal ini menunjukkan bahwa peran herediter sangat besar sebagai salah satu faktor penyebab gangguan ini. 2,6 Penelitian neuropsikologis menunjukkan korteks frontal dan sirkuit yang menghubungkan fungsi eksekutif adalah ganglia basalis. Katekolamin adalah fungsi neurotransmiter utama yang berkaitan dengan fungsi otak lobus frontalis. Pada penderita ADHD terdapat kelemahan aktifitas otak bagian korteks prefrontal kanan bawah dan kaudatus kiri yang berkaitan dengan pengaruh proses editing perilaku, menurunnya kesadaran diri, dan dalam penghambatan respon otomatis terhadap rangsangan pada otak.2,6 Perilaku ADHD adalah efek dari kecemasan yang tinggi yang dialami oleh anak sewaktu kecil, karena anak cemas maka pikirannya bekerja sangat aktif, memunculkan berbagai mental atau buah pikir, dengan tujuan agar anak bisa sibuk memikirkan gambar mental atau buah pikir itu sehingga dengan sendirinya kecemasan mereka akan berkurang. Berdasarkan gambaran di atas, maka nampak bahwa penyebab ADHD cukup kompleks, antara lain neurologis, herediter dan lingkungan. 2,6 Berikut akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mungkin berperan dalam terjadinya ADHD, yaitu:
16
1. Faktor Genetik
Penelitian molekular genetik telah mengungkapkan beberapa gen yang muncul untuk dihubungkan dengan ADHD karena efeknya pada reseptor dopamin, transportasi dopamin, dan dopamin beta-hidroksilase. 7 Mutasi gen pengkode neurotransmiter dan reseptor dopamin (D2 dan D4) pada kromosom 11p memegang peranan terjadinya ADHD. Terdapat lima reseptor dopamin yaitu D1, D2, D3, D4 dan D5, sedangkan yang berperan terhadap ADHD adalah reseptor D2 dan D4. Neurotransmiter dan reseptor dopamin pada korteks lobus frontalis dan subkorteks (ganglia basalis) berperan terhadap sistem inhibisi dan memori, sehingga apabila terjadi gangguan disini akan menyebabkan gangguan inhibisi dan memori. Selain dopamin, gen pengkode sistem noradrenergik dan serotoninergik terkait dengan patofisiologi terjadinya ADHD. 8,9,10 Beberapa penelitian genetik juga menemukan bahwa, saudara kandung dari anak dengan ADHD mempunyai risiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami gangguan serupa. Orang tua yang menderita ADHD mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak mereka. Bukti-bukti untuk dasar genetik untuk gangguan ini adalah lebih besarnya angka kesesuaian dalam kembar monozigotik dibandingkan kembar dizigotik. 4 2. Cedera Otak
Telah lama diperkirakan bahwa beberapa anak yang terkena ADHD mendapatkan cedera otak yang minimal dan samar-samar pada sistem saraf pusatnya selama periode janin dan perinatalnya. Cedera otak mungkin disebabkan oleh : 7
Efek sirkulasi
Toksik
Metabolik
Mekanik
Stress
Kerusakan fisik pada otak selama masa bayi yang disebabkan oleh
17
infeksi, peradangan, dan trauma Tomografi komputer (CT) kepala pada anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak menunjukkan temuan yang konsisten. Penelitian dengan menggunakan tomografi emisi positron (PET; positron emission tomography) ditemukan penurunan aliran darah serebral dan kecepatan metabolisme di daerah lobus frontal anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas. Satu teori menyatakan bahwa lobus frontalis anak-anak dengan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas tidak secara adekuat mengerjakan mekanisme inhibisinya pada struktur yang lebih rendah, yang menyebabkan disinhibisi. 4 3. Faktor Neurokimiawi
Banyak neurotransmiter telah dihubungkan dengan gejala defisit-atensi dan hiperaktivitas. Sebagian temuan adalah berasal dari pemakaian banyak medikasi yang menimbulkan efek positif pada gangguan. Obat yang paling banyak diteliti dalam terapi gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas adalah stimulan yang mempengaruhi dopamin maupun norepinefrin, yang menghasilkan hipotesis neurotransmiter yang menyatakan kemungkinan disfungsi pada sistem adrenergik dan dopaminergik. Stimulan
meningkatkan
katekolamin
dengan
mempermudah
pelepasannya dan dengan menghambat ambilannya. Stimulan dan beberapa obat trisiklik, sebagai contoh, desipramine (Norpramine) menurunkan 3 – methoxy-4-hidroxyphenilglycol (MHPG) urin; yang merupakan metabolik dari norepinefrin, Clonidine (Catapres), suatu agonis norepinefrin, berguna dalam mengobati hiperaktivitas. Obat lain yang menurunkan hiperaktivitas adalah obat trisiklik dan inhibitor monoamin oksidase (MAOI). Secara keseluruhan, tidak ada bukti-bukti yang jelas yang melibatkan satu neurotransmiter tunggal dalam perkembangan gangguan defisit-atensi/hiperaktivitas, neurotransmiter yang mungkin terlibat dalam proses ini. 7
tetapi banyak
18
4. Struktur Anatomi
Pemeriksaan brain imaging yang dilakukan pada anak dengan ADHD, menunjukkan pengecilan volume otak yang bermakna pada korteks prefrontal
dorsolateral,
kaudatus, palidum,
korpus kalosum,
dan
serebelum.11 Rapport dkk dari National Institute of Mental Health melakukan penelitian pada anak dengan ADHD menggunakan MRI ( Magnetic Resonance Imaging ), menyatakan adanya pengecilan lobus prefrontal kanan, nukleus kaudatus kanan, globus palidus kanan, serta vermis (bagian dari serebelum) jika dibandingkan dengan anak tanpa ADHD. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu fungsi bagian-bagian otak di atas adalah meregulasi fungsi perhatian seseorang. Lobus prefrontal dikenal sebagai bagian otak yang terlibat dalam proses editing perilaku, mengurangi distraktibilitas, membantu kesadaran diri dan waktu seseorang, sedangkan nukleus kaudatus dan globus palidus berperan dalam menghambat respon otomatik yang datang pada bagian otak, sehingga koordinasi rangsangan tersebut tetap optimal. Fungsi serebelum adalah mengatur keseimbangan. Meskipun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab dari pengecilan lobus atau bagian otak tersebut.7 Otak manusia normalnya menjalani kecepatan pertumbuhan utama pada beberapa rentang usia: 3 sampai 10 bulan, 2 sampai 4 tahun, 6 sampai 8 tahun, 10 sampai 12 tahun dan 14 sampai 16 tahun. Beberapa anak mengalami maturasi pertumbuhan secara berurutan dan menunjukkan gejala ADHD yang tampaknya sementara. Pada beberapa kasus, temuan EEG menjadi normal dengan berjalannya waktu. 7 5. Faktor Psikososial
Anak-anak dalam institusi seringkali hiperaktif dan memiliki rentan atensi yang rendah. Tanda tersebut terjadi akibat adanya pemutusan hubungan emosional yang lama, dan gejala menghilang jika faktor pemutus dihilangkan, seperti melalui adopsi atau penempatan di rumah penitipan. Kejadian fisik yang menimbulkan stres, suatu gangguan dalam
19
keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan dalam awal terjadinya atau berlanjutnya ADHD. Faktor predisposisi mungkin termasuk temperamen anak, faktor genetik-familial, dan tuntutan sosial untuk mematuhi cara berkenalan dan bertindak yang rutin. Status sosial ekonomi tampaknya bukan merupakan faktor predisposisi.7
3.4 Klasifikasi
ADHD mempunyai 3 subtipe:
6,11
Predominan hiperaktif-impulsif (ADHD/HI) o
Simptom terbanyak (enam atau lebih) adalah kategori hiperaktif-impulsif
o
Kurang dari enam simptom dari inatensi, walaupun inatensi masih ada pada beberapa derajat.
Predominan inatensi o
Simptom terbanyak (enam atau lebih) adalah kategori inatensi dan kurang dari enam simptom dari hiperaktif-impulsif, walaupun hiperaktif-impulsif masih ada pada beberapa derajat.
o
Anak dengan subtipe ini kurang berperan atau mempunyai kesulitan bersama dengan anak lain. Mereka duduk tenang, tetapi tidak memberikan perhatian kepada apa yang mereka lakukan. Orang tua mungkin tidak memperhatikan simptom ADHD
Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatensi o
Enam atau lebih simptom inatensi dan enam atau lebih simptom hiperaktifimpulsif .
o
Kebanyakan anak dengan ADHD mempunyai tipe kombinasi.
3.5 Diagnosis Kriteria diagnostik ADHD berdasarkan DSM-IV 6
- Salah satu (1) atau (2) 1. Gangguan pemusatan perhatian (inatensi) : enam (atau lebih) gejala
inatensi berikut telah menetap selama sekurang-kurangnya 6 bulan bahkan
20
sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya. b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain. c. Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung. d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelesaikan tugas sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan karena perilaku menentang atau tidak dapat mengikuti instruksi). e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas. f. Sering menghindari, membenci atau enggan untuk terlibat dalam tugas yang memiliki usaha mental yang lama (seperti tugas di sekolah dan pekerjaan rumah). g. Sering menghilangkan atau ketinggalan hal-hal yang perlu untuk tugas atau aktivitas (misalnya tugas sekolah, pensil, buku ataupun peralatan) h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar. i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari. 2. Hiperaktivitas impulsivitas : enam (atau lebih) gejala hiperaktivitas-
impulsivitas berikut ini telah menetap selama sekurang-kurangnya enam bulan sampai tingkat yang maladaptif dan tidak konsisten dengan tingkat perkembangan. Hiperaktivitas
a. Sering gelisah dengan tangan dan kaki atau sering menggeliat-geliat di tempat duduk. b. Sering meninggalkan tempat duduk di kelas atau di dalam situasi yang diharapkan anak tetap duduk. c. Sering berlari-lari atau memanjat secara berlebihan dalam situasi yang tidak seharusnya.
21
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang secara tenang. e. Sering dalam keadaan “siap bergerak /pergi” (atau bertindak seperti digerakkan oleh mesin). f. Sering bicara berlebihan.
Impulsivitas
g. Tidak sabar, sering menjawab pertanyaan tanpa berpikir lebih dahulu sebelum pertanyaan selesai. h. Sering sulit menunggu giliran. i. Sering menyela atau mengganggu orang lain sehingga menyebabkan hambatan dalam lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan. - Beberapa gejala hiperaktif-impulsif atau inatentif yang menyebabkan gangguan telah ada sebelum usia 7 tahun. - Beberapa gangguan akibat gejala ada selama dua atau lebih situasi. - Harus terdapat bukti jelas adanya gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi sosial, akademik, atau fungsi pekerjaan. - Gejala tidak semata-mata selama perjalanan gangguan perkembangan pervasif, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain, dan tidak diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain. Kode berdasarkan tipe : - 314.01 ADHD tipe kombinasi : jika kriteria A1 dan A2 ditemukan selama 6 bulan yang lalu. - 314.00 ADHD predominan tipe inatensi : jika kriteria A1 ditemukan tetapi kriteria A2 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu. - 314.01 ADHD predominan tipe hiperaktif-impulsif : jika kriteria A2 ditemukan tetapi kriteria A1 tidak ditemukan selama 6 bulan yang lalu.
Kriteria diagnosis ADHD menurut DSM IV dan DSM IV TR ini telah mengalami revisi melalui DSM V. Daftar gejala pada DSM V tidak berbeda dengan DSM IV dan IV TR. Perebedaan yang tampak adalah pada DSM V
22
setelah dituliskan gejala akan diberikan beberapa contoh yang dapat muncul pada penderita ADHD, termasuk contoh gejala yang timbul pada masa remaja dan dewasa. Selain itu perbedaan ditunjukkan pada onset timbulnya gejala ADHD yang dimulai pada usia 12 tahun.
Kriteria diagnostik ADHD berdasarkan DSM-V 7
A.
Salah satu dari 1 atau 2 :
1.
Enam (atau lebih) dari simptom inatensi berikut ini yang menetap selama minimal 6 bulan sampai ke tingkat yang tidak sesuai dengan level perkembangan. Catatan: untuk remaja dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih) diperlukan paling tidak 5 gejala. a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya (misalnya mengabaikan suatu pekerjaan yang detil, bekerja dengan tidak teliti). b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain (misalnya sulit untuk tetap fokus selama jam pelajaran, percakapan dengan orang lain, atau membaca dalam jangka waktu yang lama). c. Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung (misalnya pikiran seperti berada di tempat lain, meskipun tidak menunjukkan gangguan yang nyata). d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan karena sikap menentang atau gagal memahami perintah) (seperti dapat memulai suatu tugas atau pekerjaan tetapi mudah hilang fokus dan teralihkan). e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas (misalnya sulit untuk mengerjakan pekerjaan yang runut, sulit untuk menetap pada satu pekerjaan, pekerjaan tidak terorganisir dengan
23
baik, memiliki pengaturan waktu yang buruk, gagal untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan dalam waktu yang ditentukan). f. Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan upaya mental yang lama (misal pekerjaan rumah atau sekolah, untuk remaja dan dewasa, mempersiapkan laporan, menyelesaikan suatu formulir, meninjau ulang suatu dokumen panjang) g. Sering kehilangan atau ketinggalan hal-hal yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau alat-alat, dompet, kacamata, telepon genggam). h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar (untuk remaja dan dewasa dapat termasuk pikiran yang tidak berkaitan dengan pembicaraan). i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari (seperti mengerjakan pekerjaan sehari-hari, ketika disuruh, untuk remaja dan dewasa, menghubungi kembali, membayar tagihan, menepati janji). 2.
Enam (atau lebih) dari simptom hiperaktifitas-impulsivitas di bawah ini menetap selama minimal 6 bulan sampai ke tingkat yang maladaptif dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan. Catatan untuk remaja dan dewasa (usia 17 tahun atau lebih) diperlukan paling tidak 5 gejala. a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki bergerak-gerak terus atau menggeliat di kursi. b. Sering meninggalkan kursi di ruangan kelas atau pada sit uasi lain di mana diharapkan tetap duduk diam (misalnya banyak meninggalkan tempat duduknya ketika berada di kelas, di kantor ata u ruangan kerja yang lain, atau pada situasi lainnya yang memerlukan untuk tetap berada di tempat duduk). c. Sering berlari berkeliling atau memanjat dengan berlebihan pada situasi yang tidak seharusnya (catatan: pada remaja atau dewasa mungkin terbatas pada perasaan tidak kenal lelah).
24
d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang dengan tenang. e. Sering ‘bergerak’ atau beraksi seperti jika ‘digerakkan oleh mesin’ (misalnya tidak mampu atau tidak nyaman untuk menunggu, seperti saat di restoran, rapat, mungkin hal lain yang dapat dialami adalah tidak kenal lelah atau sulit untuk berhenti). f. Sering berbicara berlebihan. g. Sering berbicara tanpa berpikir, menjawab sebelum pertanyaan lengkap. h. Sering sulit menunggu. i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misal memotong percakapan atau permainan). B.
Beberapa simptom hiperaktif-impulsif atau inatensi menyebabkan impairment sebelum usia 12 tahun.
C.
Beberapa simptom hiperaktif-impulsif atau inatensi muncul pada 2 tempat atau lebih di rumah, di sekolah (tempat kerja), dengan teman; atau di aktivitas lainnya)
D.
Jelas terbukti signifikan secara klinis impairment pada fungsi sosial, akademik atau pekerjaan, atau menurunkan kualitas hidup.
E.
Simptom tidak terjadi semata-mata selama keadaan gangguan perkembangan, skizofrenia, atau gangguan psikotik lain dan tidak dapat diterangkan oleh gangguan mental lain (misal gangguan mood , gangguan cemas, gangguan disosiasi atau gangguan kepribadian).
3.6 Diagnosis Banding7,12 A. Disabilitas Intelektual
Disabilitas intelektual atau yang sering dikenal dengan retardasi mental adalah disabilitas yang dicirikan dengan adanya keterbatasan signifikan baik dalam fungsi intelektual ( kapasitas mental umum, seperti belajar, menalar, berpakaian, makan, komunikasi, menyelesaikan masalah ) maupun tingkah laku
25
adaptif yang meliputi banyak keterampilan sosial dan praktis sehari-hari, dan terjadi pada usia sebelum 18 tahun. 3 Menurut International Stastistical Classification of Diseases and Related Health Problem (ICD-10), disabilitas intelektual adalah suatu keadaan perkembangan mental yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh adanya keterbatasan (impairment) keterampilan (kecakapan, skills) selama masa perkembangan, sehingga berpengaruh pada semua tingkat inteligensia yaitu kemampuan kognitif, bahasa, motorik dan sosial. Disabilitas intelektual dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Prevalensi dari gangguan jiwa lainnya sekurang-kurangnya tiga sampai empat lipat pada populasi ini dibanding dengan populasi umum. B. Autism Spectrum Disorder (ASD )
Autisme adalah penyakit neuropsikiatrik yang ditandai oleh gangguan sosial dan komunikasi, disertai dengan keterbatasan pola tingkah laku atau pengulangan tingkah laku dan perhatian. Kelainan perkembangan yang berhubungan dengan autisme ini akan muncul dalam waktu 3 tahun pertama kehidupan anak dan akan menetap pada masa dewasa. 10 Persamaan ADHD dengan ASD adalah adanya gangguan konsentrasi, tak mampu menunggu giliran, meminta sesuatu dengan cara non verbal, kurang peduli dengan lingkungan dan bila marah sulit ditenangkan.
26
Tabel 3.1. Perbedaan antara ADHD dan ASD:10 ASD Stimulasi
GPPH
Maju lambat dan Maju bertahap sulit
Objek bermain
Ingin terus sama
Berganti terus
Bila diarahkan
Sangat sulit
Sulit
Reaksi
Sering aneh
Kadang aneh
Emosi – marah
Sangat
sulit Sulit diredakan
diredakan Sosialisasi
Tidak mau
Ingin tetapi
ditolak
teman Gangguan
Sering
perilaku
menyimpang
Persepsi
Menolak dibelai
Kadang-kadang
Kadang mau dibelai
sensorik
3.7 Penatalaksanaan
ADHD adalah gangguan yang bersifat heterogen dengan manifestasi klinis yang beragam. Sampai saat ini belum ada satu jenis terapi yang dapat diakui untuk menyembuhkan anak dengan ADHD secara total. Berdasarkan evidence based, National Institute of Mental Health, serta organisasi profesi lainnya di dunia seperti AACAP ( American Academy of Child and Adolescent Psychiatry), penanganan anak dengan ADHD adalah dengan pendekatan komprehensif berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal.4 Tujuan utama penanganan anak dengan ADHD adalah: 4
Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang ses uai dengan tingkat perkembangan anak.
27
Berdasarkan prinsip pendekatan yang multidisiplin dan multimodal ini maka terapi yang diberikan dapat berupa obat, 4,12 diet,12 latihan,12 terapi perilaku, terapi kognitif dan latihan keterampilan sosial, juga psikoedukasi kepada orang tua, pengasuh serta guru yang sehari-hari berhadapan dengan anak tersebut.4 1.
Medikamentosa
Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai 7080%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan. Meskipun obat ini disebut stimulan, namun pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita ADHD.4,5 Yang termasuk stimulan antara lain:
Amphetamine-dextroamphetamine (Adderall)
Dexmethylphenidate (Focalin)
Dextroamphetamine (Dexedrine, Dextrostat)
Lisdexamfetamine (Vyvanse)
Methylphenidate (Ritalin, Concerta, Metadate, Daytrana) Pemberian
obat
psikostimulan
dikatakan
cukup
efektif
mengurangi gejala-gejala ADHD.4 Obat ini mempunyai pengaruh pada sistem dopaminergik atau noradrenergik korteks lobus frontalissubkortikal circuit, meningkatkan kontrol inhibisi dan memperlambat potensiasi antara stimulasi dan respon, sehingga mengurangi gejala impulsif dan tidak dapat menyelesaikan tugas. 5 Efek sampingnya adalah penarikan diri dari lingkungan sosial, fokus yang berlebih, iritabel, sakit kepala, cemas, sulit tidur, hilang nafsu makan, sindrom Tourette, serta munculnya tic.4,5 Terdapat 3 obat lisensi untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik di Amerika Serikat: methylphenidate hydrochloride, dexamfetamine sulphate dan atomoxetine. Methylphenidate dan atomoxetine digunakan untuk usia 6 tahun atau lebih, sedangkan dexamphetamine untuk usia 3 tahun atau lebih. Medikasi tidak direkomendasikan untuk usia pre sekolah.
28
Harus dilakukan penilaian fisik dasar terlebih dahulu sebelum terapi farmakologis dimulai, minimal meliputi : nadi, tekanan darah, berat dan tinggi badan dengan grafik centile yang sesuai dalam ukuran parameter. EKG sebaiknya dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu. Klinisi harus menginformasikan keuntungan potensial dan efek samping medikasi. Keuntungan lanjutan dan kebutuhan untuk medikasi dinilai minimal 1 tahun sekali. a. Psikostimulan
Studi-studi metanalisis dengan kualitas yang tinggi (durasi minimal 2
minggu)
menggunakan
psikostimulan
(methylphenidate
dan
dexamphetamine) atau psikostimulant (atomoxetine), menyimpulkan bahwa keduanya efektif untuk terapi ADHD, meskipun psikostimulan memiliki pengaruh yang lebih besar. Psikostimulan yang biasa digunakan
di
USA
adalah
methylphenidate
(MPH)
dan
dexamphetamine (DEX). Methylphenidate tersedia dalam bentuk immediate atau modified release untuk memfasilitasi medikasi sepanjang hari. DEH digunakan untuk anak usia 2 tahun atau lebih, sedangkan MPH untuk usia 6 tahun atau lebih. DEX efektif untuk mengatasi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik. Psikostimulan merupakan terapi lini pertama untuk mengatasi gejala inti ADHD atau gangguan hiperkinetik. Efek samping yang paling sering muncul : insomnia, nafsu makan berkurang, nyeri perut, sakit kepala dan pening. Sebagian besar efek samping psikostimulan jangka pendek sering berkaitan dengan dosis dan bersifat subyektif. Efek samping akan berkurang dalam waktu 1-2 minggu dari awal terapi dan akan hilang jika terapi dihentikan atau dosisnya diturunkan dan biasanya nampak pada anak usia pre-sekolah. Saat pertama kali memberikan dan menitrasi psikostimulan, kontak reguler antara keluarga dan klinisi sangatlah penting karena berkaitan dengan pertanyaan dan penilaian yang diperlukan.
29
Tabel 3.2 : Efek samping psikostimulan dan pilihan manajemen yang disarankan Efek samping
Pilihan manajemen
Anoreksia,
nausea,
penurunan berat badan
Berikan obat bersama makanan Pertimbangkan
reduksi
dosis
atau
penghentian obat Monitor berat dan tinggi badan menggunakan grafik persentil Edukasi diet, tambahan kalori Hal
yang
menyangkut
pertumbuhan
Jika signifikan (jarang dalam jangka panjang) atau menyebabkan kecemasan pada orang tuanya, upayakan penghentian medikasi saat akhir minggu atau liburan.
Kesulitan tidur (bandingkan
Berikan edukasi ‘sleep hygiene’
dengan
Kurangi atau hilangkan medikasi malam atau
kesulitan
tidur
sebelum terapi)
akhir sore (namun catat bahwa beberapa pasien membaik dengan medikasi malam tambahan). Pertimbangkan penggantian ke atomoxetine
Pening dan sakit kepala
Bersifat sementara. Jika persisten, monitor teliti
(cek
tekanan
dosis/hentikan
darah),
medikasi,
turunkan
pastikan
obat
dimakan dengan makanan dan edukasi intake cairan. Jika persisten, Pergerakan involunter, Tics
Kurangi,
atau
jika
persisten,
hentikan
dan sindrom Tourette
medikasi. Monitoring pre dan post terapi tics. Pertimbangkan alternatif lainnya (misal TCA) jika gejalanya berat.
Hilangnya disforia, agitasi
spontanitas,
Turunkan atau hentikan medikasi (hentikan jika
timbul
gangguan piir
psikosis-jarang terjadi)
atau
suspek
30
Iritabilitas,
behavioural Monitor ketat, kurangi atau overlap dosis sore
rebound
hari; evaluasi komorbid (ODD/CD)
Jika telah diberikan dosis efektif, maka perlu dilakukan review secara teratur untuk mengecek tingkat perilaku dan efek sampingnya, tinggi/berat badan dan tekanan darah. Keadaan berat badan ideal serta pengukuran
tinggi
badan
dan
penghitungan
centil
velocity
memungkinkan untuk deteksi dini masalah pertumbuhan yang signifikan, meskipun ini jarang terjadi. Tes darah sebaiknya dilakukan berdasarkan kebijakan klinisis dan hanya jika diindikasikan secara klinis. Pemberian resep psikostimulan dimulai dengan dosis sekecil mungkin dan titrasi dengan jadwal 2-3 kali sehari, tingkatkan dosis dengan interval per minggu sampai didapatkan respon yang memuaskan atau efek samping yang mengganggu. Perlu diingat bahwa efek samping psikostimulan berkaitan dengan dosis, maka tentukan dosis efektif terendah yang menghasilkan efek terapeutik maksimum dan efek samping minimum. Rekomendasi dosis terutama dosis harian maksimum yang disarankan, belum ditentukan oleh penelitian. Secara tradisional pendekatan pada jadwal obat yang teliti telah dianjurkan dengan regimen yang ditentukan secara empiris. Respon terhadap MPH dan DEX bervariasi dan tidak dapat diprediksi dengan dasar suatu dosis atau berat badan. Keduanya merupakan obat polar yang diekskresikan dengan cepat dan tidak terakumulasi di lemak tubuh. Pemberian berdasarkan sifat respon psikostimulan yang bervariasi
memberikan
keuntungan bagi
beberapa
anak
yang
memerlukan dosis lebih tinggi. Jadwal dosis berdasarkan berat dapat membatasi titrasi dosis yang pas utuk anak yang membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mengontrol gejala mereka. Sebaliknya, metode titrasi dosis tipe pil ( fixed pill-type dose titration methods) dapat
31
memaparkan anak yang kecil ke dosis yang tinggi, dan potensial menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan. Frekuensi dosis sebaiknya ditentukan berdasarkan masingmasing individu. Pemberian 3 x sehari dan bukannya 2 x sehari memberikan keuntungan pencapaian efek terapi di malam hari, yang mungkin diinginkan untuk proyek PR atau kegiatan malam hari yang sudah direncanakan. Ada sedikit bukti obyektif interferensi mayor pemakaian regimen ini terhadap tidur. Bagaimanapun juga jika terjadi gangguan tidur, maka dosis akhir petang dapat diturunkan atau dihentikan. Beberapa guru melaporkan bahwa efek dosis dini hari hilang pada pertengahan pagi. Pada kasus yang demikian dosis pertengahan pagi dapat dijadwalkan pada jam 10.30 – 11 am, dengan dosis pertama pada hari tersebut diberikan antara jam 7 dan jam 8 pagi. Pada sebagian besar kasus, medikasi diteruskan selama 7 hari per minggu untuk memperoleh keuntungan maksimum dengan memperhatikan masalah kontrol perilaku yang terjadi di rumah, sekolah dan masyarakat. Drug holidays selama akhir minggu atau liburan mungkin diperlukan jika terjadi hal serius yang menyangkut pertumbuhan anak. Jika terdapat gangguan hiperkinetik/ADHD persisten sampai pada usia dewasa atau pada kasus-kasus dimana gejala inti cepat timbul kembali bila psikostimulan dihentikan, maka diperlukan terapi jangka panjang. Jika tidak ada perbedaan berarti pada perilaku anak saat ia menjalani/ tidak menjalani pengobatan, maka terapi bisa dihentikan untk periode yang lama. Jika tak ada perbedaan yang besar pada anak yang menjalani terapi dan kesukaran perilaku tetap berlanjut, maka perlu untuk mengevaluasi kembali dosisnya, mengganti dengan medikasi lain, atau mengevaluasi ulang strategi psikologis dan behavioralnya. Psikostimulan tak perlu dihentikan pada onset pubertas karena keefektifannya baik pada remaja dan dewasa.
32
b. Atomoxetine
Peresepan atomoxetine untuk individu dibawah 70 kg didasarkan pada berat badannya. Atomoxetine dimulai dengan dosis awal rendah 0,5 mg/kg/hari minimal 7 hari sebelum ditingkatkan ke dosis maintanance 1,2 mg/kg/hari. Pengaruh atomoxetine bisa tidak nampak selama 4 minggu atau lebih. Saat terapi dimulai, keefektifannya akan timbul selama periode 24 jam atau lebih dengan kemungkinan efek yang lebih besar pada 12 jam atau lebih dari waktu setelah minum obat. Kombinasi awal jangka pendek medikasi psikostimulan mungkin perlu selama fase transisi. Atomoxetine direkomendasikan untuk terapi gejala inti ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak yang tidak cocok, intoleransi atau inefektif dengan medikasi psikostimulan. Pada pemberian atomoxetin, klinisi harus mereview minimal selama 6 bulan, meliputi penilaian keefektifan, efek samping dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan, nadi, tekanan darah menggunakan grafik persentil. Monitoring tambahan
diperlukan
pada
penderita
yang
memiliki
resiko
kardiovaskuler, hepatobilier, kejang dan resiko bunuh diri besar.
c. Antidepresan trisiklik (TCAs)
Merupakan obat yang paling banyak ditemukan dan medikasi nonstimulan yang banyak dipelajari untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik. TCAs meliputi : imipramine, desipramine, amitriptyline, nortriptyline and clomipramine. TCAs dipetimbangkan untuk terapi gejala behavioral ADHD/ gangguan hiperkinetik. Kelompok obat ini lebih berpengaruh pada gejala behavioralnya daripada terhadapa gejala kognitifnya. TCAs memiliki batas keamana yang lebih sempit daripada psikostimulan, disertai dengan rentang efek samping potensial yang lebih lebar.
33
Antidepresan trisiklik tidak boleh digunakan rutin untuk terapi ADHD/ gangguan hiperkinetik pada anak dan hanya digunakan pada anak yang tidak respon terhadap medikasi yang dianjurkan. Efek samping yang biasanya muncul meliputi anoreksia, mulut kering ( dengan rasa logam dan asam), pening, ngantuk, letargi dan insomnia, disertai dengan gejala antikolinergik lainnya. Iritabilitas, mania, mudah lupa, dan bingung merupakan tanda-tanda toksisitas sistem saraf pusat. TCAs khususnya desipramine, memiliki potensi kardiotoksik.
Belum
ada
konsensus
maupun
penelitian
yang
menentukan rekomendasi terapi TCAs dan regimen dosis optimumnya. Dosis harian total rata-rata berdasarkan trial klinis 2,2 mg.kg/hari, dengan rentang 0,7-6,3 mg/kg.hari untuk imipramine, desipramine, amitriptilin dan klormipramin, sedang 0,4-4,5 mg/kg/ hari untuk nortriptilin. Rencana terapi didasarkan pada kondisi masing-masing individu, namun sebaiknya tetap dilakukan pengukuran berikut :
Vital sign, pemeriksaan kardiovaskuler, dan EKG (nb. EKG belum berarti bebas dari efek kardiotoksik). Monitoring EKG sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah terapi. Dan hati-hati pada pasien yang memiliki riwayat penyakit jantung personal dan keluarga.
Mulai dengan dosis terbagi yang rendah dari imipramine atau amitriptiline (10-25 mg/hari) atau nortriptiline (5-10 mg/hari) dan peringatkan akan efek samping yang mungkin timbul.
Titrasi dosis sedikit demi sedikit dengan interval beberapa hari sambil dimonitor efek sampingnya sampai target kira-kira 1-2 mg/kg/hari untuk imipramin dan amitriptilin serta 0,5-1 mg/kg/ hari untuk nortriptilin.
Jika tingkat dosis telah ditentukan, nilai ulang dan tanyakan mengenai efek samping dan perilakunya secara klinis.
Disarankan mengecek EKG dan serum level jika menggunakan dosis di luar batas.
34
Pemakaian jangka panjang memerlukan re-evaluasi periodik berkaitan dengan perumbuhan dan perkembangan anak. Reaksi withdrawal TCAs yang cepat perlu dihindari untuk mencegah influenza like symptoms karena cholinergic rebound. Hal ini meliputi malaise, menggigil, gejala coryzal, sakit kepala, muntah dan nyeri otot. Social withdrawal, hiperaktivitas, depresi, agitasi, dan insomnia juga dapat terjadi. Pasien dengan compliance yang rendah dapat mengalami periodic self-induced acute withdrawal yang dapat disalahartikan sebagai efek samping obat, dosis yang tidah adekuat, gangguan psikiatrik yang memburuk. Dan hal ini membuat manajemen menjadi sukar. 2.
Diet
Menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet sintetik dari diet anak dapat merupakan upaya untuk mencegah terjadinya
gejala
ADHD.
Meta-analisis
menemukan
bahwa
menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet sintetik secara statistik bermanfaat untuk anak dengan ADHD.12 Keseimbangan diet karbohidrat dan asam amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi upaya lain dalam diet ini. 12 Belum ada bukti bahwa pemanis buatan seperti aspartam memperburuk ADHD.12 3.
Terapi Perilaku
Strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini adalah: 5
Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan tugas atau berperilaku baik).
Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok ruangan selama 5 menit).
Response cost (misal: anak dilarang nonton tv bila tidak menyelesaikan PR).
Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas jumlah bintang menentukan reward yang diterima).
35
Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga. 4.
Pola Asuh Orang Tua
Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak, yang antara satu dengan yang lainnya hampir mempunyai persamaan. Diantaranya sebagai berikut: Menurut Hourlock mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni : 1) Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter ditandai dengan cara mengasuh anak dengan aturanaturan yang ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua), kebebasan untuk bertindak atas nama diri sendiri dibatasi. 2) Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. 3) Pola Asuh Permisif Pola asuh ini ditandai dengan cara orang tua mendidik anak yang cenderung bebas, anak dianggap sebagai orang dewasa atau muda, ia diberi kelonggaran seluas-luasnya untuk melakukan apa saja yang dikehendaki. Bagi orang tua yang anaknya telah terdeteksi dengan GPPH, kiranya lebih baik mengunakan pola asuh demokratis. Orang tua harus lebih bijaksana dan tegas dan diperlukan interaksi yang baik antara anak dan orang tua.
36
Gambar 3.1 Algoritma dasar ADHD7
37
3.8 Prognosis 13
Perjalanan ADHD bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yang menetap. 1. Persisten atau menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau dewasa.7,8 Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa
kasus,
hiperaktivitasnya
akan menghilang, tetapi
tetap
mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls (tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan di sekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran hukum. 2. Remisi. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility. a. Remisi total. Anak yang mengalami remisi total akan memiliki masa remaja dan dewasa yang produktif, hubungan interpersonal yang memuaskan, dan memiliki gejala sisa yang sedikit. b. Remisi parsial. Pada masa dewasanya, anak dengan remisi parsial mudah
menjadi
antisosial,
mengalami
gangguan
mood ,
mempertahankan
pekerjaan,
mengalami
kegagalan
di
sulit
sekolah,
melanggar hukum, dan menyalahgunakan alkohol serta narkoba.
38
Dampak dari ADHD terhadap tumbuh kembang seorang anak yaitu: 2
Gangguan perilaku
Usia pra sekolah
Kesulitan akademik Sosialisasi buruk Terdapat problem citra diri Berurusan dengan hukum Merokok Risiko untuk mendapat trauma atau cedera
Usia sekolah
Gangguan perilaku Kegagalan akademik Terganggunya hubungan dengan teman Terdapatnya problem citra diri
Remaja
Kegagalan dalam pekerjaan Problem dalam membina hubungan interpersonal Risiko mendapat cedera atau kecelakaan
Usia saat di perguruan tinggi
Dewasa
Kegagalan akademik Kesulitan dalam pekerjaan Terdapatnya problem citra diri Penggunaan zat/ obat-obatan Risiko mendapat cedera/ kecelakaan
Gambar 3.2 Dampak ADHD terhadap Tumbuh Kembang
39
BAB IV DISKUSI
Seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan dengan berat badan 27,6 kg, panjang badan 115 cm, dan lingkar kepala 52 cm datang ke Poli anak dan tumbuh kembang di rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, datang dengan keluhan anak hiperaktif. Menurut ibu, anaknya jarang bersikap tenang. Pasien sering berlari kesana-kemari, melompat, berguling-guling, serta memanjat meja dan kursi. Pasien sering berganti-ganti permainan. Saat bermain pasien seperti berada dalam dunianya sendiri. Pasien juga sering tidak fokus saat menjalankan tugas. Perhatian pasien mudah teralihkan saat melakukan kegiatannya sehingga pasien tidak tuntas dalam melaksanakan pekerjaannya. Keadaan seperti ini mulai terlihat saat pasien berusia ± 2 tahun. Pasien terkadang kesulitan dalam menerima perintah, misalnya mengambilkan barang. Terkadang pasien masih patuh terhadap instruksi sederhana, seperti menggambar lingkaran namun bentuknya tidak simetris, dapat disuruh duduk beberapa menit namun setelah itu pasien berjalan kesana-kemari. Menurut ibu, anaknya sering mengamuk jika keinginannya tidak dituruti, terkadang pasien mengamuk tanpa alasan yang jelas dengan cara membentur benturkan kepalanya sendiri ke dinding, berguli-guling, berteriak, melempar barang, bahkan memukul. Pasien juga mengalami kesulitan dalam menerima perintah. Selain itu anak belum bisa berbicara la ncar, hanya mengucapkan kalimat namun tidak jelas, kadang terdengar seperti mengoceh. Pada pasien ini dilakukan tes dengan beberapa instrumen penilaian perkembangan anak, diantaranya yaitu: 1. Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) Kuesioner Praskrining untuk Anak 66 bulan
1. Jangan membantu anak dan jangan memberitahu nama gambar ini, suruh anak menggambar seperti contoh ini di kertas kosong yang tersedia. Berikan
40
3 kali kesempatan. Apakah anak dapat menggambar seperti contoh ini?
Jawaban: TIDAK 2. Ikuti perintah ini dengan seksama. Jangan memberi is yarat dengan telunjuk atau mats pads saat memberikan perintah berikut ini: "Letakkan kertas ini di atas lantai". "Letakkan kertas ini di bawah kursi". "Letakkan kertas ini di depan kamu" "Letakkan kertas ini di belakang kamu" Jawab YA hanya jika anak mengerti arti "di atas", "di bawah", "di depan" dan "di belakang” Jawaban: TIDAK 3. Apakah anak bereaksi dengan tenang dan tidak rewel (tanpa menangis ata u menggelayut pada anda) pada saat anda meninggalkannya? Jawaban: TIDAK 4. Jangan menunjuk, membantu atau membetulkan, katakan pada anak :
"Tunjukkan segi empat merah" "Tunjukkan segi empat kuning" ‘Tunjukkan segi empat biru” "Tunjukkan segi empat hijau" Dapatkah anak menunjuk keempat warna itu dengan benar? Jawaban: TIDAK
41
5. Suruh anak melompat dengan satu kaki beberapa kali tanpa berpegangan (lompatan dengan dua kaki tidak ikut dinilai). Apakah ia dapat melompat 23 kali dengan satu kaki? Jawaban: YA 6. Dapatkah anak sepenuhnya berpakaian sendiri tanpa bantuan? Jawaban: YA 7. Suruh anak menggambar di tempat kosong yang tersedia. Katakan padanya: "Buatlah gambar orang". Jangan memberi perintah lebih dari itu. Jangan bertanya/ mengingatkan anak bila ada bagian yang belum tergambar. Dalam memberi nilai, hitunglah berapa bagian tubuh yang tergambar. Untuk bagian tubuh yang berpasangan seperti mata, telinga, lengan dan kaki, setiap pasang dinilai satu bagian. Dapatkah anak menggambar sedikitnya 3 bagian tubuh? Jawaban: TIDAK 8. Pada gambar orang yang dibuat pada nomor 7, dapatkah anak menggambar sedikitnya 6 bagian tubuh? Jawaban: TIDAK 9. Tulis apa yang dikatakan anak pada kalimat-kalimat yang belum selesai ini, jangan membantu kecuali mengulang pertanyaan: "Jika kuda besar maka tikus ……… "Jika api panas maka es ……… "Jika ibu seorang wanita maka ayah seorang ……… Apakah anak menjawab dengan benar (tikus kecil, es dingin, ayah seorang pria)? Jawaban: TIDAK 10. Apakah anak dapat menangkap bola kecil sebesar bola tenis/bola kasti hanya dengan menggunakan kedua tangannya? (Bola besar tidak ikut dinilai). Jawaban: TIDAK
42
Interpretasi Hasil KPSP8
Hitung jawaban Ya (bila dijawab bisa atau sering atau kadangkadang)
Hitung jawaban Tidak (bila jawaban belum pernah atau tidak pernah)
Bila jawaban YA = 9-10, perkembangan anak sesuai dengan tahapan perkembangan (S)
Bila jawaban YA = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M) Bila jawaban YA = 6 atau kurang,
kemungkinan ada
penyimpangan (P). Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP) didapatkan hanya 3 jawaban YA. Berdasarkan interpretasi hasil KPSP dengan jawaban YA = 6 atau kurang, kemungkinan
pasien
memiliki
penyimpangan
pada
perkembangannya.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan KPSP didapatkan bahwa pasien mengalami gangguan perkembangan dalam aspek sosial kemandirian, bahasa dan motorik halus. Sedangkan aspek motorik kasar dalam batas normal.
2. Kuesioner Abreviated Conner Rating Scale
Kuesioner Abreviated Conner Rating Scale dilakukan untuk mendeteksi adanya Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas, dilakukan pada anak umur 3 tahun keatas. 1. Tidak kenal lelah, aktifitas berlebihan Nilai: 3 2. Mudah gembira, impulsif Nilai: 2 3. Mengganggu anak lain Nilai: 2 4. Gagal selesaikan kegiatan, perhatian singkat Nilai: 2
43
5. Gerakkan anggota badan / kepala terus menerus Nilai: 0 6. Kurang perhatian, mudah teralihkan Nilai: 2 7. Permintaan harus segera dipenuhi, mudah frustasi Nilai: 2 8. Mudah menangis Nilai: 1 9. Suasana hati mudah berubah, cepat dan drastis Nilai: 1 10. Ledakkan kekesalan, tingkah laku eksplosif dan tak terduga Nilai: 2 Interpretasi: c.
Beri nilai pada masing-masing jawaban sesuai dengan ―bobot nilai berikut ini dan jumlahkan nilai masing-masing jawaban menjadi nilai total. - Nilal O: jika keadaan tersebut tidak ditemukan pada anak. - Nilai 1: jika keadaan tersebut kadang-kadang ditemukan pada anak. - Nilai 2: jika keadaan tersebut sering ditemukan pada anak. - Nilai 3: jika keadaan tersebut selalu ada pada anak.
d.
Bila nilai total 13 atau lebih anak kemungkinan dengan GPPH/ADHD.
Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen Kuesioner Deteksi Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktifitas didapatkan nilai total 17. Nilai ini menunjukkan bahwa pasien ada kemungkinan mengalami GPPH/ADHD.
3. CHAT (Checklist for A utism in Toddlers) Untuk anak 18 bulan atau lebih Bagian A. Alo – anamnesis 1.
Apakah anak anda senang diayun-ayun atau diguncang-guncang naik-turun (bounced ) di lutut? Jawaban: TIDAK
44
2.
Tertarik (memperhatikan) anak lain? Jawaban: TIDAK
3.
Suka memanjat benda-benda, seperti memanjat tangga? Jawaban: YA
4.
Bisa bermain cilukba, petak umpet? Jawaban: TIDAK
5.
Pernah bermain seolah-olah membuat secangkir teh menggunakan mainan berbentuk cangkir dan teko, atau permainan lain? Jawaban: YA
6.
Pernah menunjuk atau meminta sesuatu dengan menunjukkan jari? Jawaban: YA
7.
Pernah menggunakan jari untuk menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana? Jawaban: YA
8.
Dapat bermain dengan mainan yang kecil (mobil mainan atau balok-balok)? Jawaban: YA
9.
Pernah memberikan suatu benda untuk menunjukkan sesuatu? Jawaban: YA
Bagian B. Pengamatan 1.
Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak mata dengan) pemeriksa? Jawaban: YA
2.
Usahakan menarik perhatian anak, kemudian pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksaan sambil mengatakan : “Lihat, itu. Ada bola (atau mainan lain)” Perhatikan mata anak, apakah anak melihat ke benda yang ditunjuk. Bukan melihat tangan pemeriksa Jawaban: YA
3.
Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan gelas / cangkir dan teko. Katakan pada anak anda : “ Apakah kamu bisa membuatkan secangkir susu untuk mama?”
45
Diharapkan anak seolah-olah membuat minuman, mengaduk, menuang, meminum. Atau anak mampu bermain seolah-olah menghidangkan makanan, minuman, bercocok tanam, menyapu, mengepel dll Jawabab: YA 4.
Tanyakan pada anak : “ Coba tunjukkan mana ‘anu’ (nama benda yang dikenal anak dan ada di sekitar kita). Apakah anak menunjukkan dengan jarinya ? Atau sambil menatap wajah anda ketika menunjuk ke suatu benda? Jawaban: YA
5.
Dapatkah anak anda menyusun kubus / balok menjadi suatu menara? Jawaban: TIDAK
Interpretasi
Risiko tinggi menderita autis: bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3 dan B4
Risiko kecil menderita autis: tidak bisa melakukan A7 dan B4
Kemungkinan gangguan perkembangan lain: tidak bisa melakukan > 3
Dalam batas normal: tidak bisa melakukan < 3
Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen CHAT (Checklist for Autism in Toddlers) pasien bisa melakukan A5, A7, B2, B3, dan B4, maka pasien tidak termasuk dalam risiko menderita autis. Selain itu didapatkan hasil >3 poin (4 poin) yang tidak bisa dilakukan oleh pasien, maka pasien kemungkinan mengalami gangguan perkembangan lain.
4. Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME)
1. Apakah anak anda seringkali terlihat marah tanpa sebab yang jelas? (Seperti banyak menangis, mudah tersinggung atau bereaksi berlebihan terhadap hal-hal yang sudah biasa dihadapinya) Jawaban: YA 2. Apakah anak anda tampak menghindar dari teman-teman atau anggota keluarganya? (Seperti ingin merasa sendirian, menyendiri atau merasa
46
sedih sepanjang waktu, kehilangan minat terhadap hal-hal yang biasa diminati) Jawaban: TIDAK 3. Apakah anak anda terlihat berperilaku merusak dan menentang terhadap lingkungan di sekitarnya? (Seperti melanggar peraturan yang ada, mencuri, seringkali melakukan perbuatan yang berbahaya bagi dirinya atau menyiksa binatang atau anak-anak lainnya serta tampak tidak peduli dengan nasehat-nasehat yang sudah diberikan kepadanya) Jawaban: YA 4. Apakah anak anda memperlihatkan adanya perasaan ketakutan atau kecemasan yang berlebihan yang tidak dapat dijelaskan asalnya atau tidak sebanding dengan anak lain seusianya? Jawaban: TIDAK 5. Apakah anak anda mengalami keterbatasan oleh karena adanya konsentrasi yang buruk atau mudah teralih perhatiannya sehingga mengalami penurunan dalam aktivitas sehari-hari atau prestasi belajarnya? Jawaban: YA 6. Apakah anak anda menunjukkan perilaku kebingungan sehingga mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan membuat keputusan? Jawaban: YA 7. Apakah anak anda menunjukkan adanya perubahan pola tidur? (Seperti sulit tidur sepanjang waktu, terjaga sepanjang hari, sering terbangun di waktu tidur malam oleh karena mimpi buruk atau mengigau) Jawaban: TIDAK 8. Apakah anak anda mengalami perubahan pola makan? (Seperti kehilangan nafsu makan, makan berlebihan atau tidak mau makan sama sekali) Jawaban: YA 9. Apakah anak anda seringkali mengeluh sakit kepala, sakit perut atau keluhan-keluhan fisik lainnya? Jawaban: TIDAK
47
10. Apakah anak anda seringkali mengeluh putus asa atau berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya? Jawaban: TIDAK 11. Apakah anak anda menunjukkan adanya kemunduran perilaku atau kemampuan yang sudah dimilikinya? Jawaban: YA 12. Apakah anak anda melakukan perbuatan yang berulang-ulang tanpa alasan yang jelas? Jawaban: YA Interpretasi KMME
Jawaban Ya > 1 : kemungkinan anak mengalami masalah mental emosional. Hasil Interpretasi pada Pasien
Pada pemeriksaan dengan instrumen Kuesioner Masalah Mental Emosional (KMME) didapatkan jawaban YA > 1, kemungkinan pasien ini mengalami masalah mental emosional.
5. Tes Daya Dengar (TDD)
Pada pasien ini telah dilakukan Tes Daya Dengar di poli THT RS dr. Doris Sylvanus 2 tahun yang lalu dan didapatkan bahwa pendengaran pasien masih dalam batas normal.
Dari anamnesis dan pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosa dengan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) yaitu suatu diagnosis untuk pola perilaku anak yang berlangsung dalam jangka waktu paling sedikit 6 bulan, dimulai sebelum usia 7 tahun, yang menunjukkan sejumlah gejala ketidakmampuan untuk memusatkan perhatian atau sejumlah gejala perilaku hiperaktif-impulsif, atau kedua-duanya. Kriteria diagnostik ADHD ditegakkan berdasarkan DSM-V yang menilai adanya gangguan pada salah satu atau dua aspek, yaitu inatensi dan hiperaktivitas impulsivitas. Penilaian pada gangguan pemusatan perhatian (inatensi) yaitu enam
48
(atau lebih) dari simptom inatensi berikut ini yang menetap selama minimal 6 bulan. a. Sering gagal dalam memberikan perhatian pada hal yang detil dan tidak teliti dalam mengerjakan tugas sekolah, pekerjaan atau aktivitas lainnya (misalnya mengabaikan suatu pekerjaan yang detil, bekerja dengan tidak teliti). b. Sering mengalami kesulitan dalam mempertahankan perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain (misalnya sulit untuk tetap fokus selama jam pelajaran, percakapan dengan orang lain, atau membaca dalam jangka waktu yang lama). c. Sering tampak tidak mendengarkan apabila berbicara langsung (misalnya pikiran seperti berada di tempat lain, meskipun tidak menunjukkan gangguan yang nyata). d. Sering tidak mengikuti instruksi dan gagal menyelessaikan tugas sekolah, pekerjaan sehari-hari, atau tugas di tempat kerja (bukan karena sikap menentang atau gagal memahami perintah) (seperti dapat memulai suatu tugas atau pekerjaan tetapi mudah hilang fokus dan teralihkan). e. Sering mengalami kesulitan dalam menyusun tugas dan aktivitas (misalnya sulit untuk mengerjakan pekerjaan yang runut, sulit untuk menetap pada satu pekerjaan, pekerjaan tidak terorganisir dengan baik, memiliki pengaturan waktu yang buruk, gagal untuk menyelesaikan tugas/pekerjaan dalam waktu yang ditentukan). f. Sering menghindari, tidak suka atau enggan terlibat dalam tugas yang memerlukan upaya mental yang lama (misal pekerjaan rumah atau sekolah,
untuk
remaja
dan
dewasa,
mempersiapkan
laporan,
menyelesaikan suatu formulir, meninjau ulang suatu dokumen panjang) g. Sering kehilangan atau ketinggalan hal-hal yang diperlukan untuk tugas atau aktivitas (misalnya mainan, tugas sekolah, pensil, buku, atau alat-alat, dompet, kacamata, telepon genggam).
49
h. Sering mudah dialihkan perhatiannya oleh stimulasi dari luar (untuk remaja dan dewasa dapat termasuk pikiran yang tidak berkaitan dengan pembicaraan). i. Sering lupa dalam aktivitas sehari-hari (seperti mengerjakan pekerjaan sehari-hari, ketika disuruh, untuk remaja dan dewasa, menghubungi kembali, membayar tagihan, menepati janji). Pada pasien ini ditemukan 6 poin yang mencakup aspek inatensi, yaitu pada poin a, b, c, d, h, dan i. Hal ini menunjukkan pasien mengalami gangguan pemusatan perhatian (inatensi). Penilaian pada gangguan hiperaktivitas-impulsivitas yaitu: Enam (atau lebi h) dari simptom hiperaktifitas-impulsivitas di bawah ini menetap selama minimal 6 bulan. a. Sering gelisah dengan tangan atau kaki bergerak-gerak terus atau menggeliat di kursi. b. Sering meninggalkan kursi di ruangan kelas atau pada situasi l ain di mana diharapkan tetap duduk diam (misalnya banyak meninggalkan tempat duduknya ketika berada di kelas, di kantor atau ruangan kerja yang lain, atau pada situasi lainnya yang memerlukan untuk tetap berada di tempat duduk). c. Sering berlari berkeliling atau memanjat dengan berlebihan pada situasi yang tidak seharusnya (catatan: pada remaja atau dewasa mungkin terbatas pada perasaan tidak kenal lelah). d. Sering mengalami kesulitan bermain atau terlibat dalam aktivitas waktu luang dengan tenang. e. Sering ‘bergerak’ atau beraksi seperti jika ‘digerakkan oleh mesin’ (misalnya tidak mampu atau tidak nyaman untuk menunggu, seperti saat di restoran, rapat, mungkin hal lain yang dapat dialami adalah tidak kenal lelah atau sulit untuk berhenti). f. Sering berbicara berlebihan. g. Sering berbicara tanpa berpikir, menjawab sebelum pertanyaan lengkap. h. Sering sulit menunggu.
50
i. Sering menyela atau mengganggu orang lain (misal memotong percakapan atau permainan). Pada pasien ini ditemukan 6 poin yang mencakup aspek inatensi, yaitu pada poin a, b, c, d, h, dan i. Hal ini menunjukkan pasien mengalami simptom hiperaktifitas-impulsivitas.
Beberapa
simptom
hiperaktif-impulsif
atau
inatensi
menyebabkan
impairment sebelum usia 12 tahun. Pada pasien ini timbulnya gejala pada umur 2 tahun. Klasifikasi ADHD dibagi menjadi 3 subtipe, yaitu:
Predominan hiperaktif-impulsif (ADHD/HI)
Predominan inatensi
Kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatensi
Berdasarkan penegakan diagnosis dengan DSM-V, ditemukan bahwa pasien mengalami gejala inatensi dan gejala hiperaktif-impulsif. Maka pasien ini termasuk ADHD tipe kombinasi hiperaktif-impulsif dan inatensi. Etiologi ADHD yaitu faktor genetik, cedera otak, faktor neurokimiawi, struktur anatomi, faktor psikososial. Pada anak ini etiologi yang berperan menyebabkan ADHD masih belum dapat dipastikan. Tidak ditemukan tanda-tanda gangguan genetik pada pasien ini. Pada riwayat prenatal, natal, dan post natal tidak ditemukan kelainan. Pasien belum pernah mengalami infeksi atau sakit berat sebelumnya. Berdasarkan kurva nellhaus, lingkar kepala pasien berukuran 52 cm termasuk normocephali. Belum ditemukan tanda kelainan struktur anatomi kepala pada pasien ini. Ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien terkadang dimarahi ayahnya. Suatu gangguan dalam keseimbangan keluarga, dan faktor yang menyebabkan kecemasan berperan dalam awal terjadinya ata u berlanjutnya ADHD. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien pernah terjatuh saat usia 8 bulan dan terbentur di kepala. Pasien juga sering membentur-benturkan kepalanya sendiri ke dindig saat mengamuk, dimana benturan dapat berpotensi menyebabkan cedera otak. Tapi belum bisa dipastikan bahwa etiologi pada pasien ini disebabkan oleh benturan di kepalanya karena setelah benturan pasien dirawat di rumah dan tidak diperiksa ke tenaga medis.
51
Pasien pernah menjalani pemeriksaan pendengaran di poli THT 2 tahun yang lalu dan dinyatakan bahwa fungsi pendengaran pasien dalam batas normal. Hal ini menunjukkan bahwa keterlambatan bicara dan gangguan dalam menerima perintah bukan disebabkan oleh gangguan pendengaran. Pasien ini telah dikonsultasikan ke bagian psikologi untuk menjalani tes IQ, namun psikolog menyatakan bahwa pasien belum dapat ditentukan nilai IQ dan disarankan untuk menjalani terapi terlebih dahulu baik itu di sekolah maupun fisioterapi. Tes IQ penting untuk menyingkirkan diagnosa banding disabilitas intelektual. Tatalaksana pada pasien dengan ADHD bertujuan utama untuk:
Memperbaiki pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri.
Memperbaiki pola adaptasi dan penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk kemampuan adaptasi yang lebih baik dan matang ses uai dengan tingkat perkembangan anak.
Pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai 70-80%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan. Meskipun obat ini disebut stimulan, namun pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita ADHD. Pasien ini dianjurkan untuk mendapat terapi medikamentosa
yang
berupa
psikosimultan
berupa
Amphetamine-
dextroamphetamine 1 x 2,5mg. Pola diet untuk penderita ADHD yaitu dengan menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet sintetik dari diet anak dapat merupakan upaya untuk mencegah terjadinya gejala ADHD. Meta-analisis menemukan bahwa menghindari pewarna makanan buatan dan bahan pengawet sintetik secara statis tik bermanfaat untuk anak dengan ADHD. Keseimbangan diet karbohidrat dan asam amino (triptophan sebagai serotonin substrate) juga dapat menjadi upaya lain dalam diet ini. Pola makan pada pasien ini terjadi ketidakseimbangan dimana pasien lebih banyak mengkonsumsi protein yang menjadi sumber asam amino, dibandingkan karbohidrat. Sebagaimana didapat dari anamnesis bahwa pasien lebih suka mengkonsumsi lauk-pauk seperti tahu, tempe, ikan, ayam, dan telur. Pasien jarang mengkonsumsi sumber karbohidrat seperti nasi dan buah-buahan.
52
Terapi perilaku juga dibutuhkan untuk pasien ADHD. strategi spesifik yang dapat dilakukan untuk terapi perilaku ini adalah: 5
Reward system (anak diberikan ‘hadiah’ bila dapat menyelesaikan tugas atau berperilaku baik).
Time out (misal: anak yang memukul adiknya dihukum duduk di pojok ruangan selama 5 menit).
Response cost (misal: anak dilarang nonton tv bila tidak menyelesaikan PR).
Token economy (anak mendapatkan ‘bintang’ bila menyelesaikan tugas dan kehilangan ‘bintang’ bila berjalan-jalan di kelas jumlah bintang menentukan reward yang diterima).
Pasien ini telah dikonsultasikan ke bagian Rehabilitasi Medik untuk menjalani terapi perilaku. Penting pula ditekankan bahwa dukungan orang tua sangat menentukan suksesnya terapi sehingga terapi perilaku ini disertai dengan edukasi dan pelatihan pasien dan keluarga. Selain anak, orang tua juga memerlukan edukasi mengenai cara mendidik dan mengasuh anak dengan ADHD. Terdapat perbedaan yang berbeda-beda dalam mengelompokkan pola asuh orang tua dalam mendidik anak. Menurut Hourlock mengemukakan ada tiga jenis pola asuh orang tua terhadap anaknya, yakni : 1) Pola Asuh Otoriter; 2) Pola Asuh Demokratis; 3) Pola Asuh Permisif. Bagi orang tua yang anaknya telah terdeteksi dengan GPPH, kiranya lebih baik mengunakan pola asuh demokratis. Pola asuh demokratis ditandai dengan adanya pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak, anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua. Orang tua harus lebih bij aksana dan tegas dan diperlukan interaksi yang baik antara anak dan orang tua. Prognosis pada pasien ADHD bervariasi, ada yang mengalami remisi, ada yang menetap. Pada 40-50% kasus, gejala akan persisten hingga masa remaja atau dewasa. Gejala akan lebih cenderung menetap jika terdapat riwayat keluarga, peristiwa negatif dalam hidupnya, komorbiditas dengan gejala-gejala perilaku, depresi dan gangguan cemas. Dalam beberapa kasus, hiperaktivitasnya akan menghilang, tetapi tetap mengalami inatensi dan kesulitan mengontrol impuls
53
(tidak hiperaktif, tetapi impulsif dan ceroboh). Anak ini rentan dengan penyalahgunaan alkohol dan narkoba, kegagalan di sekolah, sulit mempertahankan pekerjaan, serta cenderung melakukan pelanggaran hukum. Pada 50% kasus, gejalanya akan meringan atau menghilang pada masa remaja atau dewasa muda. Biasanya remisi terjadi antara usia 12 hingga 20 tahun. Gejala yang pertama kali memudar adalah hiperaktivitas dan yang paling terakhir adalah distractibility. Pada penderita ADHD dengan pemakaian medikamentosa dapat mengontrol ADHD sampai 70-80%. Obat yang merupakan pilihan pertama adalah obat golongan psikostimulan. Meskipun obat ini disebut sti mulan, namun pada dasarnya obat ini memiliki efek yang menenangkan pada penderita ADHD. Prognosis pada pasien ini dubia ad bonam, karena dideteksi sejak dini sehingga pasien mendapatkan terapi lebih cepat. Selain itu prognosis juga akan lebih baik pada pengunaan psikosimulan.
54
BAB V KESIMPULAN
Telah dilaporkan seorang anak laki-laki berusia 5 tahun 6 bulan dengan berat badan 27,6 kg, panjang badan 115 cm, dan lingkar kepala 52 cm datang ke Poli anak dan tumbuh kembang di rumah sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya, datang dengan keluhan anak hiperaktif. Pasien juga sering tidak fokus saat menjalankan tugas. Perhatian pasien sering teralihkan saat melakukan kegiatannya sehingga pasien tidak tuntas dalam melaksanakan pekerjaannya. Pasien juga sering mengamuk jika keinginannya tidak dituruti. Selain itu anak belum bisa berbicara lancar, hanya mengucapkan kalimat namun tidak jelas, kadang terdengar seperti mengoceh. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan menggunakan instrumen penilaian perkembangan, pasien ini didiagnosa Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (GPPH) subtipe kombinasi hiperaktif-impulsif
dan inatensi.
Tatalaksana yang diberikan pada pasien ini yaitu berupa KIE Keluarga, terapi perilaku, amphetamine-dextroamphetamine 1 x 2,5mg, dan pendidikan di TK Anak Berkebutuhan Khusus. Prognosis pada pasien ini yaitu dubia ad bonam.