ANALISIS JANGKAUAN PELAYANAN SEKOLAH DASAR (SD) DI KELURAHAN MUKTIHARJO KIDUL
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Lokasi dan Pola Ruang (TKP 341) Dosen Pengampu : Dra. Bitta Pigawati, MT
Disusun Oleh : Muhammad Ogan Yufahri
21040116120037
Kelas A
JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perkembangan menjadi salah satu karakteristik yang melekat pada setiap wilayah atau kota. Perkembangan tersebut bermacam-macam, dimulai dari perkembangan perkembangan penduduknya, diikuti dengan perkembangan aktivitas penduduknya dan seterusnya. Perkembangan penduduk dan aktivitasnya tersebut harus diimbangi dengan perkembangan fasilitas, karena fasilitas menjadi penunjang serta pendukung dari aktivitas penduduk tersebut. setiap fasilitas yang dibutuhkan penduduk harus berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya seiiring pertambahan jumlah penduduk. Menurut Rondinelli (1990), fasilitas dan pelayanan umum merupakan berbagai bangunan fisik dan program yang terstruktur yang berperan dalam meningkatkan kenyamanan suatu lingkungan hunian. Pelayanan dan fasilitas umum dan sosial menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan warga kota. Pada sisi lain, pelayanan fasiitas tersebut merupakan tugas penting dan utama dari pemerintah kota setempat. Perkembangan fasilitas berkaitan dengan persebaran penggunaan lahan bagi permukiman. Alokasi fasilitas bertujuan untuk menempatkan fasilitas pelayanan sedemikian rupa agar biaya dan usaha penduduk untuk mendapatkan pelayanan fasilitas tersebut adalah seminimal mungkin. Alokasi fasilitas pelayanan harus sesuai dengan data demografi seperti jumlah penduduk pada wilayah tersebut, maka jumlah dari fasilitas pelayanan tersebut setidaknya harus sebanyak jumlah minimal untuk melayani penduduk daerah setempat. Selain untuk melayani daerah setempat, fasilitas juga harus dapat menjangkau penduduk di luar daerah atau pada lokasi yang berbeda-beda. Hal tersebut dikarenakan jumlah fasilitas suatu daerah seringkali tidak cukup untuk melayani daerah itu sendiri. Penduduk daerah perkotaan pada umumnya tersebar tidak merata dan penduduk harus tetap mendapatkan pelayanan fasilitas yang tersebar di tempat yang berbeda pula. Namun pada umumnya setiap penduduk memiliki hasrat yang sama agar fasilitas pelayanan mudah untuk dijangkau guna mempermudah aktivitas mereka. Oleh itu, alokasi fasilitas pelayanan harus direncanakan secara matang agar dapat menjangkau semua penduduk, sehingga tidak ada penduduk yang merasa dirugikan. Lokasi fasilitas juga memiliki banyak pilihan, dan masyarakat akan memilih lokasi yang aksesnya mudah untuk dijangkau. Oleh itu, perlu adanya pertimbangan aksesibilitas penduduk untuk menjangkau fasilitas yang dibutuhkan. Lokasi fasilitas harus besifat accessible, artinya mudah untuk dijangkau penduduk baik dari aspek usaha, biaya, dan jarak yang ditempuh. Aksesibilitas dapat dijelaskan dengan lima pendekatan, diantaranya:
Jarak rata-rata: jarak total seluruh penduduk terhadap fasilitas terdekatnya adalah minimum, atau minimasi jarak agregat rata-rata;
Jarak minimal: jarak terjauh penduduk untuk menjangkau fasilitas dalam skala pelayanan adalah minimum;
Pembebanan sama: tiap fasilitas memiliki beban pelayanan jumlah penduduk yang sama dan seimbang;
Ambang batas: jumlah penduduk yang terdekat dengan fasilitas selalu lebih besar;
Batas kapasitas: suatu fasilitas memiliki batas jumlah pelayanan penduduk yang berbeda-beda.
Jangkauan pelayanan fasilitas sosial pada umumnya bergantung pada jarak tempuh dan luas area yang dilayani. Area yang dilayani bergantung pada penduduk yang akan dilayani sehingga model pelayanan model pelayanannya berjenjang. Kebutuhan fasilitas sosial seperti, pendidikan, kesehatan, perdagangan dan niaga, peribadatan, dan lain sebagainya, dipengaruhi tidak hanya berdasarkan aspek jumlah penduduk, namun terdapat aspek-aspek lain diluar demografi seperti aspek geologi, ekonomi, dan lain-lain. Pendidikan merupakan salah satu fasilitas penting yang harus ada di setiap kota untuk menunjang sumber daya manusia itu sendiri. Fasilitas pendidikan memiliki beberapa tingkatan diantaranya, Taman Kanak-kanak (TK) Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan yang terakhir adalah Perguruan Tinggi. Namun, dalam laporan ini penulis terfokus pada pembahasan fasilitas pendidikan tingkat dasar yaitu Sekolah Dasar (SD). Sekolah dasar menjadi salah satu fasilitas di tingkat kelurahan, dalam arti lain sekolah dasar harus ada pada setiap kelurahan. Oleh itu, dalam penempatan lokasi sekolah dasar pada setiap kelurahan, harus melalui tahap pertimbangan oleh beberapa aspek terkait. Dalam menganalisis jangkauan SD kali ini, penulis mengaitkan aspek-aspek diantaranya, tata guna lahan, kelerengan, gerakan tanah, dan kepadatan penduduk pada wilayah studi. 1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam laporan ini adalah mengenai ketersedian fasilitas pendidikan SD di Kelurahan Muktiharjo Kidul. Berikut rumusan masalahnya: 1. Aspek apa saja yang mempengaruhi penempatan lokasi fasilitas pendidikan SD? 2. Seperti apa lokasi terbaik untuk penempatan fasilitas pendidikan SD? 3. Dimana rekomendasi tempat untuk meletakkan fasilitas pendidikan SD di Kelurahan Kuktiharjo Kidul? 1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan laporan ini yaitu untuk menganalisis jangkauan fasilitas Sekolah Dasar di Kelurahan Muktiharjo Kidul. Setelah dianalisis, diberikan rekomendasi letak SD yang cocok dan aman di Kelurahan Muktiharjo Kidul. 1.3.1
Sasaran
Menganalisis aspek-aspek yang berkaitan dengan penentuan lokasi yang optimal untuk pembangunan sekolah dasar baru di Kelurahan Muktiharjo Kidul.
Mengetahui lokasi yang optimal untuk pembangunan Sekolah Dasar di Kelurahan Muktiharjo kidul.
Memberikan rekomendasi mengenai lokasi yang cocok untuk pembangunan Sekolah Dasar baru di Kelurahan Muktiharjo Kidul.
1.4 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah dalam laporan ini yaitu Kelurahan Muktiharjo Kidul. Kelurahan Muktiharjo Kidul merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, Jawa Tengah. Berikut gambaran wilayah studi selengkapnya:
Gambar 1.4. Peta Administrasi Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappedda Kota Semarang Tahun 2011
1.4.1 Kondisi Geografis Kelurahan Muktiharjo Kidul
Kelurahan Mukitiharjo Kidul memiliki luas wilayah sebesar 2,04 km², dengan dominasi dataran rendah degan tingkat kelerengan 0-2 % yang tergolong datar. Kondisi tanah di kelurahan Muktiharjo Kidul juga memiliki tingkat pergerakan tanah yang rendah. Berikut merupakan perbatasan wilayah Kelurahan Muktiharjo Kidul:
- Wilayah Utara berbatasan dengan Kelurahan Muktiharjo Lor dan Kelurahan Bangetayu Kulon
- Wilayah Barat berbatasan dengan Kelurahan Kaligawe dan Kelurahan Sawah Besar
- Wilayah Timur berbatasan dengan Kelurahan Tlogosari Wetan - Wilayah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Tlogosari Kulon 1.4.2 Kondisi Demografi Kelurahan Muktiharjo Kidul
Berdasarkan data statistik Kecamatan Pedurungan Tahun 2015, Kelurahan Muktiharjo Kidul memiliki jumlah penduduk sebanyak 33.996 jiwa. Sedangkan tingkat kepadatan penduduknya sebesar 16.665 jiwa/km². Kelurahan Muktiharjo kidul meduduki peringkat kedua dengan jumlah penduduk terbanyak dalam lingkup Kecamatan Pedurungan. Sedangkan kepadatan penduduk di Kelurahan Muktiharjo Kidul menduduki peringkat pertama dalam lingkup Kecamatan Pedurungan.
BAB II LITERATUR 2.1 Teori Tentang Penentuan Lokasi
Petter E.Lioyd dalam bukunya Location in Space (1977) melihat bahwa jangkauan / luas pasar dari setiap komoditas ada batasnya yang dinamakan range dan batas minimal dari luas pasarnya agar produsen bisa tetap bertahan hidup (berproduksi). ( Robinson, 2005 : 79) Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari sumber-sumber yang potensial, serta hubungannya dengan atau pengaruhnya terhadap keberadaan berbagai macam usaha/kegiatan lain baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2006). Teori lokasi adalah suatu penjelasan teoretis yang dikaitkan dengan tata ruang dari kegiatan ekonomi. Hal ini selalu dikaitkan pula dengan alokasi geografis dari sumber daya yang terbatas yang pada gilirannya akan berpengaruh dan berdampak terhadap lokasi berbagai aktivitas baik ekonomi maupun sosial (Sirojuzilam, 2006: 22). Letak suatu sekolah, diharapkan dalam suatu lokasi yang baik atau optimal. Menurut Daldjoeni (1992 : 61), lokasi optimal adalah lokasi yang terbaik secara ekonomis. Model yang sederhana dari teori lokasi adalah memperoleh keuntungan ekonomi dengan cara meminimkan biaya transportasi. Para ahli ekonomi mempunyai kecocokan dengan model biaya transportasi, produk yang mempunyai biaya pengiriman tinggi, cenderung sensitif terhadap biaya transportasi (Blair, 1995 : 43). Menurut John P.Blair dan Robert Premus, dalam perkembangannya, variasi mengenai ruang di dalam ukuran pasar, perbedaan biaya produksi, kenyamanan wilayah, kemajuan teknologi dan faktor lain, terintegrasi ke dalam model yang kompleks dalam proses pengambilan keputusan mengenai lokasi (Bingham dan Miered., 1993 : 3). 2.2 Jangkauan Pelayanan Fasilitas Pendidikan
Menurut Idrafachrudi, dkk (1989: 142), Jangkauan atau radius sekolah yang harus ditempuh oleh penduduk menuju lokasi sekolah secara nasional jarak capai yang diperhitungkan ialah jarak perjalanan 32 kaki dalam keadaan normal. Untuk sekolah lanjutan jarak 5 km yaitu 1 jam jalan kaki. Terkait dengan pelayanan dalam kota, Weber Walter Christaller (1933) dan August Lösch (1936), secara terpisah mengembangkan teori tempat pusat ( central place theory ). Konsep utama dalam teori ini adalah apa yang dinamakan dengan the range of good dan the threshold value (United Nation, 1979 : 53). Range of good service merupakan jarak yang ditempuh para
konsumen menuju suatu tempat untuk mendapatkan pelayanan, adapun threshold value atau threshold population merupakan jumlah penduduk minimal yang dibutuhkan suatu unit
pelayanan sebelum dapat beroperasi secara menguntungkan (Daldjoeni : 1992 : 104).
Luas jangkauan pelayanan fasilitas pendidikan sangat terhgantung pada tingkat kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Semakin tinggi kepadatan penduduk maka akan semakin kecil luas jangkauan pelayanan pendidiakn, begitu juga sebaliknya. Jenis pelayanan jasa menurut teori tempat central dikelompokkan menjadi: a. pelayanan perbaikan ( repair work ) dan pekerjaan lain dari yang sejenis b. distribusi dan pengankutan barang-barang c. pelayanan akan administrasi, pendidikan dan informasi d. pelayanan keamanan dan kesehatan Luas pemasaran dari kegiatan pelayanan itu ialah sejauh mana seseorang bersedia untuk berjalan mencapai itu. Apabila jarak ini dilampui maka seseorang akan akan mencari pelayanan lain yang lebih dekat. (Sinulingga, 2005 : 27). 2.3 Faktor Penentu Lokasi Pendidikan 2.3.1 Aksesibilitas
Robinson dalam Pratama, dkk (2014) , aksesibilitas adalah kemudahan mencapai suatu wilayah dari wilayah lain yang berdekatan. Aksesibilitas (kemudahan jarak tempuh) akan mempengaruhi kestrategisan suatu lokasi, karena menyangkut kemudahan untuk menuju lokasi tersebut dari berbagai lokasi yang berada di sekitarnya atau wilayah lainnya. Menurut Srour dalam Pratama, dkk (2014), tingkat aksesibilitas adalah meminimumkan waktu tempuh (travel time). Dalam kondisi yang ideal bahwa suatu aksesibilitas yang baik di suatu lokasi diukur berdasarkan seberapa baik jaringan transportasinya pada lokasi tersebut terhubung dengan pusat-pusat kegiatan lainnya. 2.3.2 Kependudukan
Bertambahnya jumlah penduduk, maka penyedian prasarana dan sarana pendidikan serta komponen penunjang terselenggaranya pendidikan harus ditambah. Dan ini berarti beban pembangunan nasional menjadi bertambah. Dan juga terjadi pergeseran permintaan akan fasilitas pendidikan, yaitu untuk sekolah lanjutan cenderung lebih meningkat dibanding dengan permintaan akan fasilitas sekloah dasar. Kependudukan menjadi salah satu faktor penentu dalam penentuan lokasi pendidikan. Persebaran penduduk yang tidak merata membuat adanya daerahdaerah tertentu yang belum terlayani fasilitas pendidikan. Oleh itu perlu adanya perencanaan yang baik dalam alokasi fasilitas pelayanan dengan mempertimbangkan segala aspek terkait.
2.3.3 Fisik
Kondisi fisik lahan terbagi dalam beberapa jenis diantaranya kelerengan, gerakan tanah, dan tata guna lahan. 1. Kelerengan/Topografi Menurut Widyasa dalam Pratama, dkk (2014), mengemukakan bahwa semakin landai lahan maka akan semakin banyak aktivitas. Artinya bahwa untuk penentuan sebuah lokasi sekolah diutamakan didirikan pada lokasi yang landai. Hal ini sejalan dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi topografi meliputi permukaan tanah yang relatif cukup datar, lahan sekolah relatif tidak berbukit, kemiringan permukaan tanah maksimal 10%, ketinggian lahan relatif masih wajar, lahan tidak dekat dengan lereng sungai dan dalam lokasi tidak terdapat tebing curam. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2007 disebutkan bahwa lahan sekolah kemiringan lahan rata-ratanya kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api. Lahan bukan merupakan daerah hutan lindung, bukan merupakan daerah resapan air, bukan merupakan daerah cadangan air, bukan merupakan daerah purbakala dan bukan merupakan tempat keramat. 2. Gerakan Tanah Gerakan tanah menjadi aspek yang penting untuk dipertimbangkan dalam menentukan loaksi fasilitas pendidikan. Karena apabila fasilitas pendidikan dibangun pada tanah yang rawan terhadap pergerakan akan membahayakan murid, guru dan karyawan yang ada di dalamnya. Oleh itu, fasilitas sekolah harus dibangun pada tanah yang memiliki tingkat gerakan tanah yang rendah. 3. Tata Guna Lahan Tata guna lahan adalah sebuah pemanfaatan lahan dan penataan lahan yang dilakukan sesuai dengan kodisi eksisting alam. Tata guna lahan berupa:
-
Kawasan permukiman
Kawasan permukiman ini ditandai dengan adanya perumahan yang disertai prasana dan sarana serta infrastrukutur yang memadai. Kawasan permukiman ini secara sosial mempunyai norma dalam bermasyarakat. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-15% (datar hingga landai).
-
Kawasan perumahan
Kawasan perumahan hanya didominasi oleh bangunan-bangunan perumahan dalam suatu wilayah tanpa didukung oleh sarana dan
prasarana yang memadai. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 015% (datar hingga landai).
-
Kawasan perkebunan
Perkebunan ini ditandai dengan dibudidayakannya jenis tanaman yang bisa menghasilkan materi dalam bentuk uang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai).
-
Kawasan pertanian
Kawasan pertanian ditandai oleh adanya jenis budidaya satu tanaman saja. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% (landai).
-
Kawasan ruang terbuka hijau
Kawasan terbuka hijau ini dapat berupa taman yang hanya ditanami oleh tumbuhan yang rendah dan jenisnya sedikit. Namun dapat juga berupa hutan yang didominasi oleh berbagai jenis macam tumbuhan. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 15-25% ( agak curam ).
-
Kawasan perdagangan
Kawasan perdagangan ini biasanya ditandai dengan adanya bangunan pertokoan yang menjual berbagai macam barang. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 0-8% ( datar )
-
Kawasan industri
Kawasan industri ditandai dengan adanya proses produksi baik dalam jumlah kecil maupun dalam jumlah besar. Kawasan ini sesuai pada tingkat kelerengan 8-15% ( hingga landai ).
-
Kawasan perairan
Kawasan perairan ini ditandai oleh adanya aktifitas perairan, seperti budidaya ikan, pertambakan, irigasi, dan sumber air bagi wilayah dan sekitarnya.
BAB III METODE ANALISIS 3.1 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam menganalisis adalah data dalam bentuk Shapfile (SHP) yang didapatkan dari Bappeda Kota Semarang Tahun 2011. Kemudian data berupa SHP tersebut akan diolah menggunakan aplikasi Arcgis. Arcgis merupakan aplikasi untuk mengolah data berupa SHP yang kemudian akan menghasilkan output analisis berupa peta. SHP yang digunakan berupa SHP batas administrasi kelurahan di Kecamatan pedurungan, jalan lokal, TGL, kelerengan, kepadatan, gerakan tanah, dan titik SD di kelurahan Muktiharjo Kidul. 3.2 Variabel Data
Berdasarkan faktor penentu lokasi fasilitas pendidikan, berikut beberapa variabel dan indikator yang berpengaruh terhadap penempatan lokasi fasilitas pendidikan berupa SD: No
Variabel
Indikator
Keterangan
1
Aksesibilitas
Jarak lokasi pusat fasilitas pendidikan SD dengan temopat tinggal
Aksesibilitas dilandasi terhadap kemudahan dalam menjangkau fasilitas pendidikan dengan unsur penunjang lainnya
2
Kependudukan
Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk sangat berpengaruh dalam penentuan lokasi SD karena penduduk menjadi objek dalam penyediaan fasilitas
3
Fisik Lahan
Kelerengan/Topografi Gerakan Tanah Tata Guna Lahan
Fisik lahan berupa kelrengan, gerakan tanah, dan TGL menjadi salah satu faktor penentu lokasi penempatan SD karena setiap lahan memiliki kondisi fisiknya masing-masing
4
Titik SD
Persebaran lokasi
Persebaran lokasi SD yang sudah ada di wilayah studi juga akan mempengaruhi penempatan lokasi SD baru di wilayah tersebut
3.3 Teknik Analisis
Data yang telah diperoleh kemudian diolah dan dianalisis menggunakan Weighted Overlay pada Arcgis. Dalam proses Weigted Overlay dibutuhkan asumsi skoring pada variabel
yang telah di-input. Berikut asumsinya:
No
Nama Variabel
Pembobotan/Skoring (%)
1
Kepadatan Penduduk
20
2
3
Jangkauan Jalan
Jangkauan SD
15
20
Field
Skala Prioritas
Sangat Padat
1
Padat
2
Tidak Padat
3
Akses Baik
1
Akses Cukup Baik
2
Akses Buruk
3
Terjangkau
1
Kurang Terjangkau
2
Tidak Terjangkau
3
4
Kelerengan
15
0-2% (Datar)
1
5
Tata Guna Lahan
15
Sawah
1
Permukiman
2
Sangat Rendah
1
6
Gerakan Tanah Total
15
100
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Jangkauan Pelayanan Pendidikan Sekolah Dasar di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Gambar 4.1. Peta Jangkauan Pelayanan Sekolah Dasar Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
Terdapat empat sekolah dasar yang tersebuar di Kelurahan Muktiharjo Kidul, diantaranya SD Muktiharjo Kidul 01, SD Muktiharjo Kidul 02, SD muktiharjo Kidul 03, dan SD Pangudi Luhur Trasisius. Dilihat dari peta di atas, terdapat tiga klasifikasi warna yaitu hijau terang, hijau keabu-abuan, dan hijau tua. Ketiga warna tersebut menglasifikasikan wilayah ke dalam tiga klasifikasi yaitu wilayah yang telah terlayani, cukup terlayani, dan tidak terlayani oleh sekolah dasar di Kelurahan Muktiharjo Kidul. Berdasarkan Peta di atas, Kelurahan Muktiharjo Kidul sebagian besar sudah terlayani oleh SD. Namun, masih terdapat beberapa titik yang kurang terlayani bahkan tidak terlayani oleh SD. Wilayah yang masih belum terlayani rata-rata berada di bagian utara dan barat Kelurahan Muktiharjo Kidul. Sedangkan pada bagian timur masih terdapat beberapa titik yang belum terayani oleh SD di Kelurahan Muktiharjo Kidul.
4.2 Analisis Kepadatan Penduduk di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Gambar 4.2. Peta Kepadatan Penduduk Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
Berdasarkan peta di atas terdapat tiga klasifikasi warna yaitu warna biru tua, biru, dan biru terang. Klasifikasi warna tersebut menunjukkan tingkat kepadatan di Kelurahan Mukitiharjo Kidul yang bervariasi. Warna biru tua menunjukkan tingkat kepadatan tinggi, warna biru menunjukkan kepadatan sedang, dan warna biru terang menunjukkan kepadatan rendah. Dari peta juga dapat disimpulkan bahwa kepadatan penduduk memusat di tengahtengah area kelurahan. Kelurahan Muktiharjo Kidul memiliki kepadatan 16.665 jiwa/km². 4.3 Analisis Aksesibilitas di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Berdasarkan peta aksesibilitas di bawah, menunjukkan bahwa akses di Kelurahan Muktiharjo Kidul dominan memiliki akses yang baik. Hanya beberapa titik saja yang memiliki akses buruk karena wilayahnya dari jauh dari tepi jalan. Dan empat titik SD di Kelurahan Muktiharjo Kidul berada pada wilayah dengan akses yang baik, karena SD rata-rata berada di tepi jalan. Namun dari peta di bawah terdapat beberapa titik dengan akses buruk yaitu sebagian besar di area tengah kelurahan.
Gambar 4.3. Peta Aksesibilitas Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
4.4 Analisis Tata Guna Lahan di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Gambar 4.4. Peta Tata Guna Lahan Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
Berdasarkan peta tata guna lahan di atas, Kelurahan Muktiharjo Kidul terbagi atas dua guna lahan, yaitu sawah (warna hijau) dan permukiman (warna kuning). Dari peta dapat disimpulkan bahwa Kelurahan Muktiharjo Kidul didominasi oleh permukiman. Hal tersebut sesuai dengan data kepadatan penduduk Kelurahan Muktiharjo Kidul yang berada di posisi pertama dengan kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Pedurungan. 4.5 Analisis Kelerengan di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Gambar 4.5. Peta Kelerengan Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
Berdasarkan peta kelerengan di atas, dapat dilihat bahwa peta tersebut hanya memiliki satu jenis warna. Hal tersebut menandakan bahwa Kelurahan Muktiharjo Kidul memiliki kelerengan yang hampir homogen. Kelurahan Muktiharjo Kidul memiliki tingkat kelerengan hanya 0-2% saja. Tingkat kelerengan tersebut diklasifikasikan bahwa kelerengan di Kelurahan Muktiharjo Kidul cenderung datar. Kondisi tersebut menandakan bahwa setiap lahan di Kelurahan Muktiharjo kidul aman untuk dibangun fasilitas pendidikan dilihat dari aspek kelerengannya. 4.6 Analisis Gerakan Tanah di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Sama halnya dengan peta kelerengan, peta gerakan tanah hanya memiliki satu jenis warna. Hal tersebut menandakan bahwa Kelurahan Muktiharjo Kidul memiliki tingkat pergerakan tanah yang homogen. Tingkat pergerakan tanah di Muktiharjo Kidul adalah sangat rendah.
Gambar 4.6. Peta Gerakan Tanah Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang Tahun 2011
4.7 Rekomendasi Lokasi Sekolah Dasar di Kelurahan Muktiharjo Kidul
Gambar 4.7. Peta Rekomendasi SD Kelurahan Muktiharjo Kidul Sumber: Bappeda Kota Semarang 2011
Berdasarkan data kepadatan, aksesibilitas, jangkauan SD, tata guna lahan, kelerengan, dan gerakan tanah, maka dihasilkan peta rekomendasi seperti di atas. Peta tersebut menunjukkan area-area di Kelurahan Muktiharjo Kidul yang cocok untuk dibangun fasilitas pendidikan berupa SD. Dari peta tersebut, wilayah yang cocok untuk dibangun SD adalah wilayah yang berwarna hijau, sedangkan warna merah merupakan wilayah yang tidak direkomendasikan untuk dibangun SD. Berdasarakan peta tersebut, wilayah yang direkomendasikan sebagian besar berada di wilayah timur kelurahan.
BAB V SIMPULAN
Untuk menentukan lokasi SD yang dapat melayani seluruh wilayah perlu adanya pertimbangan yang matang dan dikaitkan dengan beberapa apek penting. Aspek tersebut diantaranya kependudukan, aksesibilitas dan aspek fisik wilayah studi: tata guna lahan, kelerengan, gerakan tanah. Dari penggabungan dan pengolahan data tersebut melalui metode Weighted Overlay , akan didapatkan wilayah yang cocok dan aman untuk dibangun SD. Berdasarkan penjelasan analisis pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa jangkauan SD di Kelurahan Muktiharjo Kidul belum dapat melayani seluruh wilayah kelurahan. Wilayah yang telah terlayani sebagian besar berada di pusat kelurahan. Dan dari analisis Weighted Overlay didapatkan wilayah yang cocok untuk dibangun SD pada Kelurahan Muktiharjo Kidul tersebar di beberapa titik di wilayah barat, tengah dan timur.
DAFTAR PUSTAKA
BPS Kota Semarang. 2015. Statistik Daerah Kecamatan Pedurungan Tahun 2015 . Dalam www.semarangkota.bps.go.id. Diakses pada 5 Oktober 2017. Gustiandi, Isvany Septa, dkk. 2013. Analisis Lokasi Sekolah di Kecamatan Parongpong Kab. Bandung Barat . Dalam www.antopologi.upi.edu. Diakses pada 5 Oktober 2017.
Pratama, Nanda Khrisna, dkk. 2014. Penentuan Lokasi Fasilitas Pendidikan Baru di Kota Surabaya. Dalam www.s3.amazonaws.com. Diakses pada 5 Oktober 2017.
LAMPIRAN 1. Masukkan data koordinat titik SD yang didapat dari Google Earth. Klik File > Add Data
> Add XY Data > Browse (pilih file) > OK
2. Masukkan SHP wilayah studi. Klik Add Data > pilih Lokasi > Add.
3. Export wilayah studi. Klik kanan pada layer batas kelurahan > Open Atribute Tabble >
pilih kelurahan wilayah studi > Klik kanan pada layer batas kelurahan > Data > Export Data > pilih lokasi simpan > Ok.
4. Masukkan SHP jalan seperti langkah ke-2. 5. Klip SHP jalan dengan wilayah studi. Search > Clip (Analysis Tool) > Input = jalan > Clip
Feature = wilstud > Ok.
6. Buffer Jalan. Search > Multiple Ring Buffer > Input = Jalan pd wilayah studi > Distance = 100, 200, 400 > OK.
7. Raster jalan yang telah di buffer. Search > Polygon to Raster > Input = Jalan Buffer > Value field = distance > Cellsize = 10 > Ok.
8. Membuat jangkauan SD. Search > Euclidean Distance > Input = titik SD > Maximum Distance > Environment > Processing extent > Same as layer Kel. Muktiharjo Kidul > OK.
9. Penglasifikasian jangkauan SD. Search > Recalssify > Input = jangkauan SD > Classify... > Method = Equal Interval > Classes = 3 > Ok.
10. Titik kepadatan. Search > Feature to Point > Input = wilayah studi > Ok.
11. Titik kepadatan. Search > Kernel Density > Input = hasil Featur to Point > Population field = Kepadatan > Cellsize = 30 > radius = 1500 > environment > Processing Extent > Same as layer Kel. Muktiharjo Kidul > Ok.
12. Penglasifikasian hasil Kernel. Sama seperti langkah ke-9. 13. Masukan SHP aspek (TGL, Kelerengan, Gerakan Tanah) seperti langkah ke-2, kemudian diclip dengan wilayah studi seperti langkah ke-5. 14. Raster aspek yang telah di-clip seperti langkah ke-7. 15. Weigted Overlay seluruh aspek yang telah di-raster. Search > Weighted Overlay > klik (+) = masukkan semua variabel yang telah di-raster > Evaluation Scale = 1 to 3 by 1 > Influence = asumsi Skoring > Environment > Processing Extent > Same as layer Kel. Muktiharjo Kidul > Ok.
16. Penglasifikasian hasil Weighted Overlay seperti langkah ke-9. ~SELESAI~.