Skenario E Blok XI
41
41
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Blok Sistem Digestif adalah blok kesebelas pada semester IV dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario E yang memaparkan tentang Ny.A ,usia 46 tahun datang ke Instalagi gawat darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 5 hari sebelum masuk RS.10 hari yang lalu Ny.A mengalami demam dan nyeri perut hilang timbul disertai mual-mual.BAK seperti teh tua dan BAB biasa.Riwayat penyakit terdahulu : sekitar 3 tahun yang lalu Ny.A menderita batu kandung empedu.
Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan pembelajaran diskusi kelompok.
Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial
BAB II
PEMBAHASAN
Data Tutorial
Tutor : dr. H. Achmad Azhari. DAHK
Moderator : Ahmad Ramadhanu
Sekretaris : M.Aditya Alfarizki
Notulen : Ulfa Salsabilla
Waktu : Senin, 13 April 2015
Pukul 13.00 – 15.30 WIB
Rabu, 15 April 2015
Pukul 13.00 - 15.30 WIB
The Rule of Tutorial : 1. Menonaktifkan ponsel atau mengkondisikan ponsel dalam keadaan diam.
2. Mengacungkan tangan saat akan mengajukan argumen.
3. Izin saat akan keluar ruangan.
Skenario Kasus
Ny.A ,usia 46 tahun datang ke Instalagi gawat darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 5 hari sebelum masuk RS.10 hari yang lalu Ny.A mengalami demam dan nyeri perut hilang timbul disertai mual-mual.BAK seperti teh tua dan BAB biasa.Riwayat penyakit terdahulu : sekitar 3 tahun yang lalu Ny.A menderita batu kandung empedu.
Pemeriksaan fisik:
Kesadaran : composmentis
BB : 80 Kg, TB : 160 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernapasan 24 x/menit, temperatur 37,80C
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala: sklera ikterik +/+,konjungtifa tidak anemis
Leher:dalam batas normal.
Thoraks:dalam batas normal,spider nevi(-)
Abdomen:inspeksi datar,palpasi lemas,hepar tidak teraba,Murphy sign (+),shifting dullnes (-),bising usus normal
Ekstremitas: palmar eritema (-),akral pucat (-),edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb :12,3 g/dl
Leukosit :18.800/mm3
LED :104 mm/jam
Billirubin direk :8,94 mg/dl
SGOT :80 u/l
Anti HAV IgM(-)
HbSAg(-)
Ht :36 vol%
Trombosit :267.000/mm3
Billirubin total :9,49 mg/dl
Billirubin indirek :0,55 mg/dl
SGPT :50 u/l
Klarifikasi Istilah
1.
Mata Kuning
:
Warna kekuningan pada sklera akibat hiperbillirubinemia dan pengendapan pigmen.
2.
BAK seperti teh tua
:
Urin yang banyak mengandung billirubin tak terkonjugasi.
3.
Murphy sign
:
Pemeriksaan yang dilakukan adanya koletiasis/kolesistitis.
4.
SGOT
:
Serum glutamin oksaloasetik transmilase,enzim biasanya terdapat pada tubuh terutama dalam jantung dan hati.
5.
SGPT
:
Serum glutamik transmilase yaitu enzim normalnya dijumpai salam serum dan jaringan tubuh terutama dalam hati.
6.
Batu kandung empedu
:
Terdapatnya bantukan batu di vesica fellea
7.
HbSAg
:
Hepatitis B surface antigen.
8.
Anti HAV IgM
:
Anti Hepatitis A virus imunoglobulin.
Identifikasi Masalah
Ny.A ,usia 46 tahun datang ke Instalasi gawat darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 5 hari sebelum masuk RS.
10 hari yang lalu Ny.A mengalami demam dan nyeri perut hilang timbul disertai mual-mual. BAK seperti teh tua dan BAB biasa.
Riwayat penyakit terdahulu : sekitar 3 tahun yang lalu Ny.A menderita batu kandung empedu.
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : compos mentis
BB : 80 Kg, TB : 160 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 100x/menit
Pernapasan 24 x/menit, temperatur 37,80C
Pemeriksaan Spesifik :
Kepala: sklera ikterik +/+,konjungtiva tidak anemis
Leher:dalam batas normal.
Thoraks:dalam batas normal,spider nevi(-)
Abdomen:inspeksi datar,palpasi lemas,hepar tidak teraba,Murphy sign (+),shifting dullnes (-),bising usus normal
Ekstremitas: palmar eritema (-),akral pucat (-),edema perifer (-)
Pemeriksaan Laboratorium :
Hb :12,3 g/dl
Leukosit :18.800/mm3
LED :104 mm/jam
Billirubin direk :8,94 mg/dl
SGOT :80 u/l
Anti HAV IgM(-)
HbSAg(-)
Ht :36 vol%
Trombosit :267.000/mm3
Billirubin total :9,49 mg/dl
Billirubin indirek :0,55 mg/dl
SGPT :50 u/l
Analisis Masalah
Ny.A ,usia 46 tahun datang ke Instalagi gawat darurat RSMP dengan keluhan mata kuning sejak 5 hari sebelum masuk RS.
Apa sistem organ yang terlibat pd kasus ini ?
Jawab :
Sistem Heptobilier dan Organ yang terlibat, yakni:
Hepar
Vecica fellea
Duktus biliaris
Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari organ yang terlibat (Fisiologi dan mekanisme)?
Jawab :
4 regio abdomen dalam kuadran :
Kuadran kanan atas (Hepar, vesica felea, pylorus, duodenum, caput pancreas, ren dextra, flexura colon dextra).
Kuadran kiri atas (Lobus sinistra hepar, lien, gaster, corpus pancreas, ren sinistra, flexura colon pars lienalis).
Kuadran kanan bawah (Caecum, appendix, colon ascendens, intestinum tenue, ovarium dextra).
Kuadran kiri bawah (Colon sigmoid, colon descendens, intestinum tenue, ovarium sinistra)
Hepar
Anatomi
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata 1.500 gr atau 2% dari total berat badan orang dewasa normal. Letaknya tepat dibawah diafragma kanan. Hati memiliki 2 lobus, yaitu lobus kiri dan lobus kanan yang dibatasi oleh ligamentum falsiformis. Pada bagian posterior hati terdapat porta hepatica tempat dimana masuknya vena porta dan arteria hepatica dan keluarnya duktus hepatica (Snell, 2006).
Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominlais tepat dibawah diafrgama. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra, dan hemidiafrgma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium dan cor. Hepar terbentang ke seblah kiri untuk mencapai hemidiafragma sinistra. Permukaan atas hepar yang cembung melengkung di bawah kubah diafragma. Fascia viseralis membentuk cetakan visera tang letaknya berdekatan sehingga bentuknya menjadi tidak beraturan. Permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesofagus, gaster, duodenum, fleksura coli dextra, rend extra dan glandula suprarenalis dextra, serta vesica biliaris (Snell, 2006).
Hepar dibagi menjadi lobus hepatis dexter yang besar dan lobus hepatis sinister yang kecil oleh perlekatan ligamentum peritoneale, ligamentum falciforme. Lobus hepatis dexter terbagi lagi menjadi lobus quadrates, dan lobus caudatus oleh adanya vesica biliaris, fissure ligament teretis, vena cava inferior, dan fissure ligament venosi (Snell, 2006).
Porta hepatis, atau hilus hepatis, terdapat pada fascies viseralis, dan teletak diantara lobus caudatus dan lobus quadrates. Bagian atas ujung bebas omentum minus melekat pada pinggir-pinggir porta hepatis. Pada tempat ini terdpat duktus hepaticus sinister dan dexter, ramus dexter dan sinister arteria hepatica, vena portae hepatis, serta serabut saraf simpatis dan parasimpatis. Disisni terdapat beberapa kelenjar limf hepar. Kelenjar-kelnjar ini menapung cairan limf hepar dan vesica biliarus, dan mengirimkan serabut eferannya ke nodi lymphoidei coeliaci. Seluruh hepar dikelilingi oleh capsula fibrosa, tetapi hanya sebagian ditutupi oleh peritoneum. Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena sentralis pada masing-masing lobules bermuara ke vena hepaticae. Di dalam ruangan diantara lobules-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang duktus choledochus (trias hepatis). Darah arteria dan vena berjalan diantara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan melalui vena sentralis (Snell, 2006).
Pendarahan
Vasa darah yang memberi darah ke hepar adalah a.hepatica dan v.portae hepatis. a.hepatica membawa darah yang kaya oksigen ke hepar, sedangkan v.portae hepatis membawa darah vena yang kaya hasil pencernaan yang telah diserap dari tractus gastrointestinal. Darah arteri dan vena masuk ke v.centralis dari setiap lobules hepatis melalui sinusoid hepar.Vena centralis bermuara ke vena hepatica dextra et sinistra, dan meninggalkan permukaan posterior hepar menuju vena cava inferior (Snell, 2006).
Limfe
Hepar menghasilkan banyak limfe, sekitar 1/3-1/2 seluruh limfe tubuh. Vasa limfe meninggalkan hepar dan masuk ke beberapa lymphonodus di porta hepatis. Vassa efferent menuju LN.coeliacus. Sejumlah kecil vasa limfe menembus diafragma menuju LN.mediastinalis posterior (Snell, 2006).
Persyarafan
N.symphaticus dan N.parasymphaticus yang berasal dari plexus coeliacus (Snell, 2006).
Fisiologi
Fungsi hepar yaitu (1) membentuk dan mensekresikan empedu ke dalam traktus intestinalis; (2) berperan pada banyak metabolisme yang berhubungan dengan karbohidrat, lemak dan protein; (3) menyaring drah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk ke dalam darah dari lumen intestinum. Fungsi hepar yang utama adalah membentuk dan mengekskresi empedu. Hati menyekresi sekitar sekitar 500 hingga 1.000 ml empedu kuning setiap hari. Hati juga berperan dalam metabolism makronutrien yaitu karbohidrat, lemak dan protein, serta berperan dalam fungsi detoksifikasi (Guyton, 2006).
Metabolisme Bilirubin
Bilirubin adalah suatu pigmen berwarna kuning berasal dari unsure porfirin dalam hemoglobin yang terbentuk sebagai akibat penghancuran sel darah merah oleh sel retikuloendotelial. Wlaupun berasal dri hemoglobin, bilirubin tidak mengandung zat besi. Bilirubin yang baru terbentuk ini larut dalam lemak. Di dalam plasma akan berikatan dengan albumin. Oleh karena terbentuk secara normal dari penghancuran sel darah merah, maka metabolism dan sekresi selnjutnya dapat berlangsung secara terus-menerus(Guyton, 2006).
Hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel eritorsit oleh makrofag di dalam limpa, hati, dan alat retikuloendotel lain akan mengalami pemecahan menjadi heme dan globin. Melalui proses oksidasi, komponen globin mengalami degradasi menjadi asam amino dan digunakan untuk pembentukan protein lain. Unsur heme selanjutnya oleh heme-oksigenase, teroksidasi menjadi biliverdin dengan melepas zat besi dan karbonmonoksida. Bilirubin reduktase akan mereduksi biliverdin menjadi bilirubin tidak terkonjugasi(Guyton, 2006).
Walaupun lebih dari 80% bilirubin terjadi dari eritrosit namun sekitar 15-20% bilirubin dapat pula berasal dari hemoprotein lain seperti mioglobin, sitokrom. Bilirubin tak terkonjugasi ini adalah suatu zat lipofilik, larut dalam lemak, hampir tidak larut dalam air sehingga tidak dapat dikeluarkan lewat urine melalui ginjal (disebut pula bilirubin indirek karena hanya bereaksi positif pada tes setelah dilarutkan ke dalam alcohol). Karena sifat lipofilik zat ini dapat melalui membrane sel dengan relative musah. Setelah dilepas ke dalam plasma sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi ini akan membentuk ikatan dengan albumin sehingga dapat larut dalam darah. Pigmen ini secara bertahap berdifusi ke dalam sel hati (hepatosit). Dalam hepatosit, bilirubin tak terkonjugasi ini dikonjugasi dengan asam glukoronat membentuk bilirubin glukoronida atau bilirubin terkonjugasi (bilirubin direk). Reaksi konjugasi dikatalisasi oleh enzim glukoroniltransferase, yaitu suatu enzim yang terdapat di RE dan merupakan kelompok enzim yang mampu memodifikasi zat asing yang bersifat toksik (Guyton, 2006).
Bilirubin terkonjugasi larut dalam air, dapat dikeluarkan melalui ginjal namun dalam keadaan normal tidak dapat dideteksi dalam urine. Sebagian besar bilirubin terkonjugasi ini ini dikeluarkan ke dalam empedu, suatu komponen kolesterol, fosfolipid, bilirubin diglukoronida dan garam empedu. Sesudah dilepas kedalam saluran cerna bilirubin glukoronida diaktifasi oleh enzim bakteri dalam usus, sebagian menjadi urobilinogen yang akan keluar melalui tinja (sterkobilin), atau diserap kembali dari saluran cerna, dibawa ke hati dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu. Urobilinogen dapat larut ke dalam air, oleh karena itu sebagian dikeluarkan melalui ginjal (Guyton, 2006).
Duktus Biliaris Hepatis
Empedu disekresikan oleh sel-sel hepar, disimpan, dan dipekatkan di dalam vesica biliaris, kemudian dikeluarkan ke duodenum. Duktus biliaris hepatis terdiri atas duktus hepaticus dexter dan sinister, ductus hepaticus communis, ductus choledochus, vesica biliaris dan ductus cysticus. Cabang-cabang interlobulare ductus choledochus terkecil terdapat di dalam canalis hepatis; cabang-cabang ini menerima canaliculi biliaris; cabang-cabang ini saling berhubungan satu sama lain dan secara bertahap membentuk saluran yang lebih besar, sehingga akhirnya pada porta hepatis membentuk ductus hepaticus dexter dan sinister. Ductus hepaticus dexter mengalirkan empedu dari lobus hepatis dexter dan ductus hepaticus sinister mengalirkan empedu dari lobus hepatis sinister, lobus caudatus, dan lobus quadrates (Guyton, 2006).
Ductus Hepaticus.
Ductus Hepaticus dexter dan sinister keluar dari lobus hepatis dexter dan sinister pada porta hepatis. Keduanya segera bersatu membentuk ductus hepaticus communis. Ductus ini panjangnya sekitar 4 cm dan berjalan turun di pinggir bebas omentum minus. Duktus ini bergabung dengan ductus cysticus dari vesica biliaris yang ada di sisi kanannya membentuk duktus choledochus (Guyton, 2006).
Ductus Choledochus.
Panjang ductus ini sekitar 8 cm. Pada bagian pertama perjalannya, ductus ini terletak di pinggir bebas kanan omentum minus, di depan foramen epiploicum. Disini ductus choledochus terletak di pinggir kanan vena portae hepatis dan pada sisi kanan arteria hepatica. Pada bagian kedua perjalanannya, duktus terletak di belakang pars superior duodenum di sebelah kanan arteria gastroduodenalis. Pada bagian ketiga perjalanannya, ductus terlteak di dalam sulcus yang terdapat pada fascia posterior caput pancreatic. Di sini ductus choledochus bersatu dengan ductus pancreaticus. Ductus ini berakhir dibawah dengan menembus dinding medial pars descenden duodenum kira-kira di pertengahan panjangnya. Biasanya ducts choledochus bergabung dengan ductus pancreaticus, dan bersama-sama bermuara ke dalam ampulla kecil di dinding duodenum, yaitu ampulla hepatopancreatica. Ampulla ini bermuara ke dalam lumen duodenum melalui sebuah papilla kecil, yaitu papilla duodeni mayor. Bagian terminal kedua ductus beserta ampulla dikelilingi oleh seraut otot sirkuler yang diebut musculus sphincter ampullae. Kadang-kadang, ductus choledochus dan ductus pancreaticus bermuara ke dalam duodenium pada tempat yang berbeda (Guyton, 2006).
Vesica Biliaris.
Adalah sebuah kantong berbentuk buah pir yang terletak pada permukaan bawah hepar. Vesica biliaris mmpunyai kemampuan menampung empedu sebanyak 30-50 ml dan menyimpannya, serta memekatkan empedu dengan cara mengabsorbsi air. Kantong ini terbagi menjadi 3 bagian yaitu fundus, corpus, dan collum. Fundus vesica biliaris berbentuk bulat dan biasanya menonjol di bawah margoinferior hepar. Corpus vesica biliaris terletak dan berhubungan dengan fascia visceralis hepar dan arahnya ke atas, belakang dan kiri. Collum vesica biliaris melanjutkan diri menjadi ductus cysticus, yang berbelok ke dalam omentum minus dan bergabung dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis untuk membentuk ductus choledochus (Sherwood, 2001).
Apa penyebab mata kuning ?
Jawab :
Mata kuning dapat diartikan sebagai sklera ikterik. Ikterik/ikterus ialah pigmentasi berwarna kuning/kehijauan pada kulit maupun sklera yang disebabkan terjadinya hiperbilirubinemia.
Hiperbilirubinemia dapat timbul akibat dari:
Produksi bilirubin yang meningkat
Peningkatan produksi bilirubin sering terjadi disebabkan oleh penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati
Beberapa kelainan genetik seperti sindrom gilbert dan beberapa jenis obat dapat menimbulkan penurunan penyerapan bilirubin oleh sel hati.
Gangguan konjugasi bilirubin
Gangguan konjugasi bilirubin dapat terjadi apabila terdapat kekurangan atau tidak adanya enzim glukoronil transferase, misalnya karena pengaruh obat-obatan atau pada kelainan genetik seperti sindrom Crigler-Najjar.
Gangguan pengeluaran bilirubin
Gangguan pengeluaran bilirubin dapat terjadi pada kerusakan sel hati atau sumbatan saluran empedu di dalam hati atau diluar hati. (Kanoko, 2012)
Bagaimana hubungan usia dengan keluhan mata kuning ?
Jawab :
Perempuan memiliki estrogen dan progesteron.
estrogen menghambat konversi enzimatik dari kolesterol menjadi asam empedu peningkatan sekresi kolesterol bilier faktor resiko terbentuknya batu empedu (Harrison, 2005).
progesteron menghambat konversi kolesterol menjadi kolesterol ester peningkatan sekresi kolesterol bilier faktor resiko terbentuknya batu empedu (Harrison, 2005).
Usia 46 tahun Pada usia 40 ke atas, fungsi tubuh dan kontrol terhadap kolesterol menurun peningkatan sekresi kolesterol bilier faktor resiko terbentuknya batu empedu (Harrison, 2005).
Ikterus dapat terjadi di segala umur.
Ditinjau dari sudut terjadinya, ikterus dapat dibagi menjadi 2 golongan besar :
Ikterus patologik, yang dapat terjadi pada anak dan dewasa, dan dapat disebabkan oleh banyak factor seperti ketidaksesuaian golongan darah, kelainan genetic, hepatitis, sirosis hati, sumbatan empedu, infeksi atau obat-obatan.
Ikterus fisiologis, terjadi pada saat bayi baru dilahirkan.
50 % sampai 60 % bayi lahir cukup bulan dan 80 % bayi lahir premature menderita ikterus pada minggu pertama. Ikterus ini disebut ikterus fisiologik atau ikterus neonatorum.
Pada periode neonatal, metabolism bilirubin berada pada transisi dari masa fetus, di mana pengeluaran bilirubin tidak terkonjugasi yang larut dlaam lemak, terjadi melalui plasenta.
Jaringan hati pada masa tersebut belum sempurna sehingga penyerapan dan konjugasi bilirubin oleh sel hati berjalan lebih lambat, sedangkan jumlah bilirubin mungkin lebih banyak, karena umur sel darah merah masa fetus lebih pendek dari pada sel darah merah normal. Akibatnya, kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam plasma biasanya lebih tinggi pada bayi baru lahir. Sejumlah bilirubin terkonjugasi yang dikeluarkan dalam empedu dan dihidrolisa kembali menjadi bilirubin tidak terkonjugasi, tidak dapat diubah menjadi urobilinogen, karena pada bayi baru lahir tidak terdapat kuman dalam saluran cerna.(Harrison, 2005)
Apa makna keluhan mata kuning sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk RS ?
Jawab :
Menandakan adanya kerusakan pada sistem billiaris, baik saat prehepatik, hepatik maupun posthepatik, dimana telah terjadinya translokasi bilirubin baik yang direk maupun bilirubin indirek ke dalam pembuluh darah, sehingga berdampak terhadap akan terjadinya ikterus di kulit, mata ataupun organ-organ tubuh lainnya. Namun jaundice ini akan lebih terlihat pada jaringan ikat longgar yaitu subingual dan sklera > mata kuning.
(Kanoko, 2012)
Bagaimana patofisiologi dari mata kuning ?
Jawab :
EmpeduBilirubin terkonjugasiHati (hepatosit)Bilirubin tidak terkonjugasi+Asam glukoronatBilirubin terkonjugasiSel Retikuloendotel(makrofag monosit) limpa, dllPenghancuran eritrosit HemoglobinFe co biliverdin globin Bilirubin tidak asam Terkonjugasi amino
Empedu
Bilirubin terkonjugasi
Hati (hepatosit)
Bilirubin tidak terkonjugasi
+
Asam glukoronat
Bilirubin terkonjugasi
Sel Retikuloendotel
(makrofag monosit) limpa, dll
Penghancuran eritrosit
Hemoglobin
Fe co biliverdin globin
Bilirubin tidak asam
Terkonjugasi amino
Saluran CernaProses bakteriUrobilinogenDalam feses
Saluran Cerna
Proses bakteri
Urobilinogen
Dalam feses
PlasmaBilirubin tidak terkonjugasi+albumin
Plasma
Bilirubin tidak terkonjugasi
+
albumin
Ginjal
Ginjal
Hiperbilirubinemia dapat terjadi apabila:
Produksi bilirubin yang meningkat
Penurunan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati
Gangguan konjugasi bilirubin
Gangguan pengeluaran bilirubin
(Kanoko, 2012)
10 hari yang lalu Ny.A mengalami demam dan nyeri perut hilang timbul disertai mual-mual.BAK seperti teh tua dan BAB biasa.
Apa etiologi demam dan nyeri perut kanan dan mual-mual ?
Jawab :
Etiologi demam
Infeksi : bakteri (pneumonia, bronkitis, tuberculosis, dll), virus (demam dengue, malaria, influenza, dll), jamur dan parasit.
Non infeksi : faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan tumbuh gigi), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis), keganasan (penyakit hodgkin, limfoma non-hodgkin, leukemia), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin), efek samping dari pemberian imunisasi selama ±1-10 hari, perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya. (Guyton, 2011)
BAK seperti teh tua
Makanan: kacang fava, lidah buaya
Obat-obatan: antimalaria/ antibiotik
Infeksi ginjal (sindroma nefrotika)
Gangguan hati, dehidrasi
Pengkonsumsian vit.B berlebih
Penyakit genetik: porphyria cutanea tarda, al captona
Urobilin (zat warna empedu)
Dalam kasus ini faktor yang menyebabkan BAK berwarna teh tua adalah urobilin, dikarenakan terjadinya peningkatan kadar bilirubin (hiperbilirubinemia) ikterus
Apa hubungan 10 hari yang lalu demam dan nyeri perut kanan hilang timbul disertai mual-mual,BAK seperti teh tua dan BAB biasa dengan keluhan utama?
Jawab:
Terjadi sumbatan pada ductus biliaris maupun ductus choledocus baik total maupun parsial, menyebabkan timbulnya keluhan demam, nyeri perut, mual, serta BAK seperti teh tua (kanoko, 2012)
Apa makna BAK seperti teh tua dan BAB biasa ?
Jawab:
BAK seperti teh tua menunjukkan bahwa terjadi hiperbilirubinemia terkonjugasi sehingga salah satu kompensasi tubuh untuk mengurangi jumlah bilirubin terkonjugasi tersebut adalah dengan mengeluarkannya melalui ginjal dalam bentuk urin. Hal inilah yang menyebabkan timbul warna seperti teh tua pada BAK. Sedangkan BAB biasa menunjukkan 2 kemungkinan, yaitu tidak ada sumbatan pada ductus choledocus atau terdapat sumbatan yang parsial pada ductus choledocus. Yang paling memungkinkan pada kasus ini adalah terdapat sumbatan parsial pada ductus choledocus. Karena sumbatan bersifat parsial, maka bilirubin dari kandung empedu masih bisa masuk ke saluran cerna sehingga bisa diubah menjadi sterkobilin dan memberi warna pada feses.
Apa etiologi BAK seperti teh tua ?
Jawab :
BAK seperti teh tua
Makanan: kacang fava, lidah buaya
Obat-obatan: antimalaria/ antibiotik
Infeksi ginjal (sindroma nefrotika)
Gangguan hati, dehidrasi
Pengkonsumsian vit.B berlebih
Penyakit genetik: porphyria cutanea tarda, al captona
Urobilin (zat warna empedu)
Dalam kasus ini faktor yang menyebabkan BAK berwarna teh tua adalah urobilin, dikarenakan terjadinya peningkatan kadar bilirubin (hiperbilirubinemia) ikterus.
Bagaimana patofisiologi demam dan nyeri perut kanan hilang timbul disertai mual-mual dan BAK seperti teh tua ?
Jawab :
Mual-mual dan BAK seperti teh tua
Faktor penyebab (4F) Cholelithiasis choledocholithiasis obstruksi/peradangan ductus biliaris (Cholangitis) pirogen endoen disekresikan (IL1, IL2, TNF alfa dan IFN) peningkatan prostaglandin peningkatan asam arakidonat perubahan set termoregulator peningkatan suhu demam
Sumbatan sebagian pada duktus distensi duktus peningkatan tekanan intraluminal atau intraduktal pada sebelah proksimal duktus otot-otot polos pada duktus kontraksi untuk keluarkan batu dari duktus sel yang rusak atau tertekan akibat peningkatan tekanan intraluminal mengeluarkan substansi P (bradikinin, prostaglandin, atau senyawa peptida) memicu saraf bebas (n. frenikus dan splanknicus) untuk membangkitkan potensial aksi potensial aksi diteruskan ke bagian cornu dorsalis medulla spinalis oleh serabut saraf aferen serabut saraf aferen nyeri berhubungan dengan serabut saraf spinal lain (kulit,dll) respon nyeri dihantarkan ke otak persepsi nyeri di organ visceral yang terganggu dan dermatomnya nyeri kuadran kanan atas hilang timbul
Sumbatan pada duktus distensi duktus peningkatan tekanan intraluminal atau intraduktal pada sebelah proksimal duktus otot-otot polos pada duktus kontraksi untuk keluarkan batu dari duktus peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis (n. Vagus) namun karena terdapat sumbatan terjadinya gangguan di saraf parasimpatis (n. Vagus) mual
Sumbatan total batu empedu pada duktus cairan empedu tidak bisa masuk ke duodenum akumulasi cairan empedu di dalam hepar aliran balik cairan empedu ke sirkulasi sistemik melalui v.porta hiperbilirubinemia terkonjugasi bilirubin terkonjugasi atau direct yang difiltrasi oleh tubulus ginjal bilirubin terkonjugasi atau direct dalam urin BAK seperti teh tua
Makanan berlemak kandung empedu berkontraksi tetapi ada sumbatan (batu kolesterol) kandung empedu distensi n.phrenicus tertekan Nyeri hilang timbul.
(Sujono Hadi, 2002)
Riwayat penyakit terdahulu : sekitar 3 tahun yang lalu Ny.A menderita batu kandung empedu.
Apa hubungan sekitar 3 tahun yang lalu Ny.A menderita batu kandung empedu dengan keluhan pada kasus ini?
Jawab :
Keluhan utama = Mata kuning
Riwayat penyakit = kolelitiasis
Jadi, kolelitiasis choledocolitiasishiperbilirubinemia
Bagaimana patofisiologi dari batu kandung empedu ?
Jawab:
Adapun faktor penting yang berperan dalam patogenesis batu kolestrol, yakni:
Hipersaturasi kolestrol dalam kandung empedu
Percepatan terjadinya kristalisasi kolestrol
Gangguan motilitas kandung empedu dan usus
Patofisiologi batu kolestrol
Hati mensekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolestrol masuk ke vesica fellea terbentuk endapan kolestrol batu kolestrol.
Sedangkan faktor-faktor yang berperan dalam patogenesis batu pigmen adalah infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim beta-glucoronidase bakteri dan manusia memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien di negara timur.
Patofisiologi batu pigmen:
Bilirubin terkonjugasi dalam empedu dihidrolisis oleh enzim beta-glucoronidase bilirubin tak terkonjugasi mengendap sebagai calcium bilirubinate terbentuk batu pigmen.
(De jong, 2004)
Apa etiologi dari batu kandung empedu ?
Jawab :
Tiga hal yang memudahkan terjadinya batu kolesterol di kandung empedu yaitu supersaturasi kolesterol, pembetukan inti kolesterol dan disfungsi kandung empedu.
Supersaturasi kolesterol
Secara normal, komposisi empedu terdiri atas 70 % garam empedu, 22% fosfolipid (terutama lesitin), 4% kolesterol, 3% protein, dan 0,3% bilirubin. Terbentuknya batu empedu tergantung dari keseimbangan kadar garam empedu, kolesterol dan lesitin. Semakin tinggi kadar kolesterol atau semakin rendah kandungan garam empedu, akan membuat kondisi di dalam kandung empedu jenuh akan kolesterol (supersaturasi kolesterol). Kolesterol disintesis dihati dan diekskresikan dalam bentuk garam empedu. Dengan meningkatnya sintesis dan sekresi kolesterol, resiko terbentuknya empedu juga meningkat. Penurunan berat badan yang terlalu cepat (karena hati mensintesis kolesterol lebih banyak), maka esterogen dan kontrasepsi (menurunkan sintesis garam empedu) menyebabkan supersaturasi kolesterol.
Pembentukan inti kolesterol
Nampaknya faktor pembentukan inti kolesterol mempunyai peran lebih besar dalam proses pembentukan dibandingkan faktor supersaturasi. Kolesterol baru dapat dimetabolisme di dalam usus dalam bentuk terlarut air. Dan empedu memainkan peran tersebut. Kolesterol diangkut dalam bentuk misel dan vesikel. Misel merupakan agregat yang berisi fosfolipid (terutama lesitin), garam empedu dan kolesterol. Apabila saturasi kolesterol lebih tinggi, maka akan diangkut dalam bentuk vesikel. Vesikel ibarat sebuah lingkaran dua lapis. Apabila kosentrasi kolesterol sangat banyak, dan supaya kolesterol dapat terangkut, maka vesikel akan memperbanyak lapisan lingkarannya, sehingga disebut sebagai vesikel berlapis - lapis (vesicles multilamellar). Pada akhirnya, di dalam kandung empedu, pengangkut kolesterol, baik misel dan vesikel, akan bergabung menjadi vesikel multilapis. Vesikel ini dengan adanya protein musin akan membentuk Kristal kolesterol. Kristal kolesterol yang terfragmentasi pada akhirnya akan di lem (disatukan) oleh protein empedu membentuk batu kolesterol.
Penurunan fungsi kandung empedu
Kemampuan kontraksi dan kerusakan dinding kandung empedu, memudahkan seseorang menderita batu empedu. Kontraksi kandung empedu yang melemah akan menyebabkan stasis empedu. Stasis empedu akan membuat musin yang di produksi di kandung empedu terakumulasi seiring dengan lamanya cairan empedu tertampung dalam kandung empedu. Musin tersebut akan semakin kental dan semakin pekat sehingga semakin menyulitkan proses pengosongan cairan empedu. Bila daya kontraksi kandung empedu menurun dan di dalam kandung empedu tersebut sudah ada Kristal, maka Kristal tersebut tidak akan dapat dibuang keluar ke duodenum. Beberapa kondisi yang dapat menganggu daya kontraksi kandung empedu, yaitu hipomotilitas, parenteral total (menyebabkan aliran empedu menjadi lambat), kehamilan, cedera medulla spinalis dan diabetes melitus.
(Nurman, 2012)
Apa faktor risiko terjadinya batu kandung empedu ?
Jawab :
Ekskresi garam empedu
Setiap factor yang menurunkan konsentrasi berbagai garam empedu atau fosfolipid di dalam empedu.
Kolesterol empedu
Kenaikan kolesterol empedu dapat dijumpai pada orang yang gemuk, kehamilan, dan diet kaya lemak.
Substansia mucus
Perubahan dalam banyaknya dan komposisi substansia mucus dalam empedu mungkin penting dalam pembentukan batu empedu.
Pigmen empedu
Kenaikan pigmen empedu dapat terjadi karena hemolysis yang kronis.
Infeksi
Adanya infeksi dapat menyebabkan kerusakan dinding kandung empedu, sehingga menyebabkan terjadinya stasis dan dengan demikian menaikkan pembentukan batu.
Konstitusi dan factor lain
Pada 20 – 25% otopsi terdapat batu kandung empedu. Terjadinya , mungkin bergantung pada diet, tingginya kalori dan pemasukan lemak.
(SujonoHadi, 2013)
Apa jenis-jenis dari batu kandung empedu ?
Jawab :
Batu empedu kolesterol
Soliter (single cholesterol stone) atau tunggal
Tipe batu ini mengandung kristal kasar kekuning – kuningan, pada foto rontgen terlihat intinya. Bentuknya bula dengan diameter 4 cm, dengan permukaan licin atau noduler. Batu ini tidak mengandung kalsium sehingga tidak dapat dilihat pada pemotretan sinar X biasa.
Batu kolesterol campuran
Batu ini terbentuk bilamana terjadi infeksi sekunder pada kandung empedu yaitu mengandung batu empedu kolesterol yang soliter dimana pada permukaanya terdapat endapan pigmen kalsium.
Batu kolesterol pigmen
Jenis batu ini jarang dijumpai dan bersifat radio translusen.
Batu empedu pigmen
Pigmen kalkuli mengandung pigmen empedu dan berbagai macam kalsium dan matriks dari bahan organik. Batu ini biasanya berganda, kecil, keras, amorf, bulat, berwarna hitam atau hijau tua. Alasannya lebih kurang 10% radio opaque.
Batu empedu campuran
Batu ini adalah jenis yang paling banyak dijumpai (lebih kurang 80%) dan terdiri atas kolesterol, pigmen empedu, berbagai garam kalsium dan matriks protein, biasanya berganda dan sedikit mengandung kalsium sehingga bersifat radio opaque.
(SujonoHadi, 2013)
Apa komplikasi dari penderita batu kandung empedu ?
Jawab :
Batu empedu sendiri tidak menyebabkan keluhan penderita selama batu tidak masuk ke dalam ductus cysticus atau ductus choledochus. Bilamana batu itu masuk ke dalam ujung ductus cistycus barulah dapat menyebabkan keluhan penderita dan timbulah kolesistitis akut.
Kolesistisis
Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung empedu
Kolangitis
Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi terhalang oleh sebuah batu empedu
Hidrops
Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung empedu.
Empiema
Pada empiema, kandung empedu berisi nanah.
(SujonoHadi, 2013)
4. Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : composmentis
BB : 80 Kg, TB : 160 cm
Tekanan darah : 110/70 mmHg.
Nadi : 100x/menit
Pernapasan 24 x/menit, temperatur 37,80C
Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
Hasil pemeriksaan
Nilai rujukan
Interpretasi
Kesadaran kompos mentis
Kesadaran kompos mentis
Normal
BB 80 kg, TB 160 cm
IMT = 31, 25 kg/m2
Sangat kurus < 17,00
Kurus 17,00 – 18,5
Normal 18,5 – 25,0
Kegemukan > 25,0-27,0
Obesitas > 27,0
Obesitas
TD 110/70 mmHg
>30 thn 110/70-140/90 mmHg
Normal
Nadi 100 x/menit
60-100 x/menit
Normal
RR 24 x/menit
16-24 x/menit
Normal
Suhu 37,8°C
36-37,5°C
Subfebris
Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik?
Jawab :
Demam
Faktor risiko Fatty, Female, Fourty, and Fertile Kolelithiasis obstruksi saluran empedu penyumbatan ductus biliaris bilirubin direct meningkat ; tidak disekresi akumulasi komponen – komponen empedu penebalan dinding, edema, ulserasi, dan eksodasi fibrosis ; rentan infeksi Rx. Inflamasi demam.
Obesitas :
Input dan Output makanan yang tidak seimbang lemak disimpan dalam otot,limfe,dan hati Obesitas.
Apa hubungan IMT dengan keluhan ?
Jawab :
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi batu empedu. Ini dikarenakan dengan tingginy BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/pengosongan kandung empedu. (Nurman, 2012)
5. Pemeriksaan Spesifik :
Kepala: sklera ikterik +/+,konjungtifa tidak anemis
Leher:dalam batas normal.
Thoraks:dalam batas normal,spider nevi(-)
Abdomen:inspeksi datar,palpasi lemas,hepar tidak teraba,Murphy sign (+),shifting dullnes (-),bising usus normal
Ekstremitas: palmar eritema (-),akral pucat (-),edema perifer (-)
Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik?
Jawab:
Hasil pemeriksaan
Nilai rujukan
Interpretasi
Kepala:
Sclera ikterik (+/+)
Konjungtiva tidak anemis
(-)
Konjngtiva tidak anemis
Abnormal
Normal
Leher:
Dalam batas normal
Normal
Normal
Thoraks:
Dalam batas normal
Spider nevi (-)
Normal
(-)
Normal
Normal
Abdomen:
Inspeksi datar
Palpasi lemas
Hepar tidak teraba
Murphy sign (+)
Shifting dullness (-)
Bising usus normal
Datar
Lemas
Tidak teraba
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
Abnormal
Normal
Normal
Ekstremitas:
Palmar eritema (-)
Akral pucat (-)
Edema perifer (-)
(-)
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan spesifik?
Jawab :
Sklera ikterik
Faktor resiko 4 F (Female, Forty, Fatty, Fertile) sekresi kolesterol bilier sedangkan sekresi asam empedu dan lesitin normal supersaturasi kolesterol nukleasi kristal kolesterol monohidrat presipitasi atau agregasi inti-inti kristal kolesterol monohidrat batu empedu (batu kolesterol) jika batu empedu masuk ke duktus sistikus atau duktus choledochus Obstruksi atau sumbatan total maupun parsial batu empedu pada duktus cairan empedu tidak bisa masuk ke duodenum akumulasi cairan empedu di dalam hepar aliran balik cairan empedu ke sirkulasi sistemik melalui v.porta hiperbilirubinemia terkonjugasi banyak bilirubin terkonjugasi didalam darah dan ketika mencapai suatu konsentrasi tertentu (yaitu sekitar 2-2,5 mg/dl) bilirubin berdifusi kedalam jaringan elastin (sklera) pigmentasi kuning jaringan elastin (sklera) sklera ikterik (Harrison, 2005).
Nyeri tekan kanan atas (+) Murphy sign
Cholelithiasis obstruksi di duktus biliaris tekanan intraduktal sebelah proksimal meningkat kontraksi kandung empedu sebagai usaha mengeluarkan batu menjadi lebih kuat perangsangan pada ujung-ujung saraf dari dinding kandung empedu (ujung frenikus dan splanknikus) penerusan impuls ke spinal cord nyeri visceral (kandung empedu) nyeri tekan perut kanan atas (palpasi).
(SujonoHadi, 2013)
Bagaimana cara pemeriksaan Murphy sign ?
Jawab :
Murphy sign merupakan pemeriksaan yang snagat bermanfaat untuk menunjang diagnosa kolesistitis.
Cara pemeriksaan :
Pasien berbaring
Pemeriksan menekan / melakukan palpasi pada regio hipochondriaca dextra, kemudian minta pasien untuk menarik napas panjang
Jika pasien memberi respon yang snagat nyeri dan tampak pasien menahan penarikan napasnya (inspirasi terhenti) pada saat dipalpasi, maka diinterpretasikan Murphy sign (+).
6. Pemeriksaan Laboratorium :
Hb :12,3 g/dl
Leukosit :18.800/mm3
LED :104 mm/jam
Billirubin direk :8,94 mg/dl
SGOT :80 u/l
Anti HAV IgM(-)
HbSAg(-)
Ht :36 vol%
Trombosit :267.000/mm3
Billirubin total :9,49 mg/dl
Billirubin indirek :0,55 mg/dl
SGPT :50 u/l
Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan laboratorium?
Jawab :
Pada Kasus
Normalnya
Interpretasi
Hb = 12,3 g/dl
12 – 16 g/dl
Normal
Leukosit = 18.800/mm3
Leukosit = 4000-10000/mm3
Meningkat
LED = 104 mm/jam
LED = 0-20 mm/jam
Meningkat (LED) lama
Ht = 36 vol%
Ht = 36,1 % - 44,3 %
Normal
Trombosit = 267.000/mm3
Trombosit = 150.000-450.000/mm3
Normal
Billirubin direk = 8,94 mg/dl
Billirubin direk = 0-0,25 mg/dl
Meningkat
Billirubin indirek = 0,55 mg/dl
Billirubin indirek = 0,1-1 mg/dl
Normal
Billirubin total = 9,49 mg/dl
Billirubin total = 0-1,1 mg/dl
Meningkat
SGOT = 80 u/l
SGOT = 5-40 U/L
Meningkat
SGPT = 50 u/l
SGPT = 0-40 U/L u/l
Meningkat
Anti HAV IgM(-)
Anti HAV IgM(-)
Normal
HbSAg(-)
HbSAg(-)
Normal
Bagaimana mekanisme abnormal dari pemeriksaan laboratorium?
Leukositosis :
Faktor resiko 4F pembentukan batu kolesterol sumbatan sistikus atau cholechodochus reaksi inflamasi secara mekanik, kimiawi, dan bakterial kemotaksis dan agregasi dari PMN leukositosis (Robbins, Kumar, 2013).
LED :
Faktor resiko 4F pembentukan batu kolesterol sumbatan sistikus atau cholechodochus reaksi inflamasi secara mekanik, kimiawi, dan bakterial kemotaksis dan agregasi dari PMN leukositosis LED meningkat (Robbins, Kumar, 2013).
Peningkatan Bil direct :
sumbatan total batu empedu pada duktus cairan empedu tidak bisa masuk ke duodenum akumulasi cairan empedu di dalam hepar aliran balik cairan empedu ke sirkulasi sistemik melalui v.porta hiperbilirubinemia terkonjugasi karena sekresi sel hepatosit terus berlangsung sedangkan eksresinya tergannggu (Harrison, 2013).
Peningkatan SGOT :
Sumbatan pada duktus sistikus atau cholecodochus cairan empedu tidak bisa masuk ke duodenum akumulasi cairan empedu di dalam hepar fosfolipase menghidrolisis lesitin menjadi lisolesitin sel hepatosit terpajan langsung dengan efek detergen garam empedu sel hepatosit rusak mensekresi enzim SGOT (Robbins, Kumar, 2013).
Peningkatan SGPT :
Sumbatan pada duktus sistikus atau cholecodochus cairan empedu tidak bisa masuk ke duodenum akumulasi cairan empedu di dalam hepar fosfolipase menghidrolisis lesitin menjadi lisolesitin sel hepatosit terpajan langsung dengan efek detergen garam empedu sel hepatosit rusak mensekresi enzim ALT SGPT/ALT (Robbins, Kumar, 2013).
7.Jika semua gejala dihubungkan, maka:
a. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?
Jawab:
Anamnesis :
Keluhan utama : Mata kuning sejak 5 hari sebelum ke RS
Keluhan tambahan : 10 hari yang lalu mengelug demam dan nyeri perut kanan hilang timbul disertai mual-mual. BAK seperti teh tua.
Riwayat penyakit terdahulu : sekitar 3 tahun yang lalu menderita batu kandung empedu.
Pemeriksaan fisik :
Obesitas
Subfebris
Sclera ikterik
Murphy sign (+)
Pemeriksaan laboratorium :
Leukositosis
LED meningkat
Bilirubin direk meningkat
Bilirubin total meningkat
SGOT meningkat
SGPT meningkat
b.Apa diagnosis banding pada kasus ini?
Jawab :
Cholesistitis
Cholangitis
Apa pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
Jawab :
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica
Pemeriksaan ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatic maupun ekstra hepatic. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Kolesistografi, untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relative murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Cara ini memerlukan lebih banyak waktu dan persiapan dibandingkan ultrasonografi. Pemeriksaan kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu. (Nurman, 2012)
Apa diagnosis pasti pada kasus ini?
Jawab :
Cholesistitis dan cholangitis et causa cholelitiasis dan choledocolithiasis.
Bagaimana epidemiologi pada kasus ini?
Jawab :
Insiden kolelitiasis di negara barat adalah 20% sedangkan angka kejadian di Indonesia tidak berbeda jauh dengan negara lain di Asia Tenggara. Peningkatan insiden batu empedu dapat dilihat dalam kelompok resiko tinggi yang disebut "4 F" : female (wanita), fertile (subur), khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan forty (empat puluh tahun). (Sjamsuhidayat, 2011)
Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko dibawah ini. Namun, semakin banyak faktor resiko yang dimiliki seseorang, semakin besar kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain :
Jenis Kelamin.
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan ekskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon (esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu.
Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda.
Berat badan (BMI)
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurangi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
Makanan.
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
Riwayat keluarga.
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding dengan tanpa riwayat keluarga.
Aktifitas fisik.
Kurangnya aktifitas fisik berhungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
Penyakit usus halus.
Penyakit yang dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease, trauma, dan ileus paralitik.
Nutrisi intravena jangka lama.
Nutrisi intravena jangka lama mengakibatkan kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak ada makanan / nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu.
(de jong, 2006)
Bagaimana etiologi pada kasus ini?
Jawab :
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu.
Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk membentuk batu empedu. (Price and Wilson, 2006). Sedangkan perubahan komposisi lainnya yaitu yang menyebabkan batu pigmen adalah terjadi pada penderita dengan high heme turnover. Penyakit hemolisis yang berkaitan dengan batu pigmen adalah sickle cell anemia, hereditary spherocytosis, dan beta-thalasemia. (Sjamsuhidayat, 2011). Selain itu terdapat juga batu campuran, batu ini merupakan campuran dari kolesterol dan kalsium bilirubinat. Batu ini sering ditemukan hampir sekitar 90% pada penderita kolelitiasis.
Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu.(Price and Wilson, 2006).
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu. (Price and Wilson, 2006).
Bagaimana patofisiologi pada kasus ini?
Jawab :
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada saluran empedu lainnya dan diklasifikasikan berdasarkan bahan pembentuknya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan tetapi, faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. Perubahan susunan empedu mungkin merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu, karena terjadi pengendapan kolesterol dalam kandung empedu. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat meningkatkan supersaturasi progesif, perubahan susunan kimia, dan pengendapan unsur tersebut. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan sebagian dalam pembentukan batu, melalui peningkatan dan deskuamasi sel dan pembentukan mukus. Sekresi kolesterol berhubungan dengan pembentukan batu empedu. Pada kondisi yang abnormal, kolesterol dapat mengendap, menyebabkan pembentukan batu empedu. Berbagai kondisi yang dapat menyebabkan pengendapan kolesterol adalah : terlalu banyak absorbsi air dari empedu, terlalu banyak absorbsi garam-garam empedu dan lesitin dari empedu, terlalu banyak sekresi kolesterol dalam empedu. Jumlah kolesterol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol sebagai salah satu produk metabolisme lemak dalam tubuh. Untuk alasan inilah, orang yang mendapat diet tinggi lemak dalam waktu beberapa tahun, akan mudah mengalami perkembangan batu empedu.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus sistikus. Didalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplet sehingga menimbulkan gejalah kolik empedu. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameternya terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana sebagai batu duktus sistikus.
Bagaimana tatalaksana pada kasus ini?
Jawab :
Tirah baring
Diet ringan tanpa lemak
Pemberian cairan IV
Pemberian antibiotik
Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin 500mg/8jam IV, atau
Sefalosporin: cefriaxon 1gram/12jam, cefotaxime 1 gram/8jam, atau
Metronidazole 500mg/8jam
Tindakan bedah : Kolesistektomi Laparoskopik
(Nurman,2012)
Apa komplikasi pada kasus ini?
Jawab :
Empiema dan hidrops kandung empedu
Gangren dan perforasi kandung empedu
Ileus batu empedu
Abses perikolesistik
Kolesistitis emfisematosa
Sindrom mirizzi
(Nurman, 2012)
Apa prognosis pada kasus ini?
Jawab :
Dubia ad bonam.
Apa KDU pada kasus ini?
Jawab :
3B. Gawat darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Penangan di layanan primer:
Tirah baring
Diet ringan tanpa lemak
Pemberian cairan IV
Pemberian antibiotik
Golongan penisilin: ampisilin injeksi 500mg/6jam dan amoksilin 500mg/8jam IV, atau
Sefalosporin: cefriaxon 1gram/12jam, cefotaxime 1 gram/8jam, atau
Metronidazole 500mg/8jam
Konseling dan edukasi
Keluarga diminta untuk ikut mendukung pasien untuk menjalani diet rendah lemak dan menurunkan berat badan.
Rencana tindak lanjut
Melihat indikasi untuk melakukan tindakan bedah, jika diperlukan segara rujuk ke spesialis bedah.
(SKDI, 2012)
Apa nilai-nilai Islam pada kasus ini?
Jawab :
"Maka seharusnya manusia memperhatikan makanannya" (QS Abasa (80):24)
"Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang orang yang berlebih – lebihan" (QS Al Araaf (7) : 31)
2.6. Kesimpulan
Ny. A, 46 tahun mengeluh mata kuning, demam, nyeri perut kanan dan BAK seperti teh tua menderita cholangitis dan cholesistitis et causa cholilitiasis dan choledocolitiasis.
2.7. Kerangka Konsep
Faktor Resiko(female,forthy,fatty)
Faktor Resiko
(female,forthy,fatty)
Cholelitiasis
Cholelitiasis
CholedocolitiasisCholesistisis
Choledocolitiasis
Cholesistisis
Cholangitis
Cholangitis
IkterusNyeri perut/Murphy signDemam
Ikterus
Nyeri perut/Murphy sign
Demam
DAFTAR PUSTAKA
Ganong, W. 1999. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. Jakarta: EGC.
Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
Hadi, S. 2013. Gastroenterologi Edisi 7. Bandung: PT. Alumni
Isselbacher, dkk. 2005. Harrison : Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
Kanoko, M. 2012. Metabolisme Bilirubin dan Patofisologi Ikterus dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: CV. Sagung Seto
Kumala, Poppy. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia
Murray, Robert K.2009. Biokimia harper, 27ed. Jakarta: EGC
Nurman, A. 2012. Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: CV. Sagung Seto
Price & Wilson.2005.Patofisiologi konsep klinis proses – proses penyakit.Jakarta: EGC
Robbins dan Kumar. 2013. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC
Sjamsuhidajat, R dan De Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Snell, Ricahard S. 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta: EGC
Sudoyo, Aru W dkk. 2009. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid 1 edisi V. Jakarta : Interna Publishing