LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA
Disusun Oleh: 1. Toga Laksana Laksa na
(08/268455/FA/08159) (08/268455/FA/ 08159)
2. Anisa Rasuna Paramita Para mita
(08/268462/FA/08161) (08/268462/F A/08161)
3. Normalita Eka S.S.
(08/268522/FA/081 (08/268522/FA/08173) 73)
4. Sumarti
(08/268524/FA/08175) (08/268524/FA/ 08175)
Golongan/kelompok : IV/D Dosen jaga
: Andayana Puspitasari, M. Si., Apt.
Asisten Jaga
:
Asisten Koreksi
:
BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS GADJAH MADA 2010
PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA
I. TUJUAN
Pada akhir akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat membuat membuat simplisia simplisia dan parameter standardisasi simplisia.
II. DASAR TEORI
Simplisia adalah bahan alami yang yang digunakan sebagai obat obat yang belum mengalami mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali kecuali dinyatakan dinyatakan lain simplisia simplisia merupakan bahan bahan yang
dikeringkan. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh berpengaruh antara lain bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia, cara penyimpanan bahan baku simplisia, dan cara pengepakan pengepakan simplisia. Pada perlakuan pasca pasca panen, tahapan ± tahapan pembuatan simplisia, yaitu yaitu : 1. Pengumpulan Pengumpulan bahan baha n Yang perlu diperhatikan di sin adalah umur tanaman atau bagian tanamn pada waktu panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh. tumbuh. 2. Sortasi basah Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran ±kotoran atau bahan- bahan asing lainnya dari bahan si mplisia mplisia sehingga sehi ngga tidak ikut terbawa pada proses proses selanjutnya yang aka n mempengaruhi hasil akhir. 3. Pencucian Pencucian dilakukan agar menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Sebaiknya air yang digunakan adalah air yang mengalir dan sumbernya dari air bersih seperti air PAM, air sumur atau mata air 4. Perajangan Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses ini untuk mempermudah proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil atau tipis, maka proses ini dapat diabaikan. 5. Pengeringan Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan
memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. 6. Sortasi kering Tujuan sortasi kering yaitu untuk memisahkan bahan ± bahan asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering. 7. Pengepakan dan penyimpanan Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert , tidak beracun, melindungi simplisia dari cemaran
serta mencegah adanya kerusakan. Sedangkan penyimpanan
simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus. 8. Pemeriksaan mutu Merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia.
Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar yang digunakan adalah
persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi terbitan
Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau pemberiannya dari pengumpul atau pedagang simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan umum untuk simplisia. Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi suatu simplisia yang meliputi kadar abu, susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri, dan penetapan kadar air. Kadar abu ditetapkan untuk memberikan gambaran mineral internal dan eksternal. Parameter ini memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Sedangkan kadar abu tidak larut asam menggambarkan secara umum mengenai kemungkinan adanya cemaran logam berat dalam simplisia jika nilainya melebihi rentang yang dipersyaratkan. Susut pengeringan memberikan gambaran batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Kadar minyak atsiri ditetapkan dengan tujuan memberikan batasan atau rentang kadar minyak atsiri yang dipersyaratkan dalam suatu simplisia dalam rangka untuk menjaga keajegan dari mutu simplisia. Sedangkan penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air dalam simplisia yang diperiksa. Secara umum dapat diambil pedoman bahwa kadar air dalam simplisia seharusnya tidak lebih dari 5 % bobot bahan si mplisia
Metode kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang memisahkan terdiri dari atas bahan berbutir ± butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan atau dideteksi dengan penampak bercak yang spesifik terhadap golongan senyawa tertentu.
URAIAN TANAMAN Sonchus
arvensis L.
a. Klasifikasi Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Asterales
Suku
: Asteraceae
Marga
: Sonchus
Jenis
: Sonchus arvensis L.
Nama umum : Tempuyung Nama daerah : Galing (Sunda) Tempuyung (Jawa Tengah) b. Deskripsi Terna semusim, tegak, tinggi 1-2 m. Batang lunak, berlubang, bersegi, percabangan monopodial, hijau pucat keputih-putihan, bila dipatahkan akan keluar getah putih, pahit. Daun tunggal, helai daun kasar, berbulu pendek, tepi bertoreh tidak teratur, pangkal daun membentuk jantung atau anak panah, warna hijau kusam, ibu tulang daun hijau putih, bagian bawah daun membentuk roset, panjang daun 5-50 cm, lebar 2-10 cm. Bunga malai, majemuk, kelopak bentuk lonceng, berbulu dan bertangkai 3-7 cm, bonggol bunga 2-2,5 cm, gagang bonggol 1-8 cm, mahkota bunga bentuk jarum 2-2,5 cm, pada awalnya berwarna kuning terang lalu menjadi kecoklatan. Buah kotak, berusuk lima, dengan rambut hitam. Bijinya kecil bentuk jarum, berusuk lima, panjang papus 1,5 cm, ringan disertai rambut disekelilingnya hingga mudah terbawa angin. Akar tunggang kuat, putih kotor.
Tumbuh pada ketinggian 50-1650 m dpl ditempat-tempat yang cukup menerima cahaya matahari atau sedikit naungan, tidak terlalu kering. Kebanyakan ditemukan tumbuh liar secara tersebar (Sudarsono, 1996). c. Kandungan Kimia Daun
Sonchus
arvensis
L.
mengandung
senyawa
lipida
( diacyl
galact o sylglycer ol ; monoacylgalact ocyl glycer ol dan diacyl digalact o syl glycer ol ); golongan flavonoid; flavon ( apigenin-7-glyco side; luteolin-7-glyco side; luteolin-7 glucur onide; luteolin-7-rutino side); aesculetin suatu golongan senyawa kumarin (Sudarsono, 1996). d. Efek Biologik Diuretik (merangsang keluarnya air seni) dan litotriptik (melarutkan batu ginjal) (Sudarsono, 1996).
III.
ALAT DAN BAHAN ALAT
1.
Sikat
21. Kawat strimin
2.
Krus silikat
22. Kertas koran
3.
Krematorium
23. Oven
4.
Tampah
24. Kertas pembungkus
5.
Baskom
25. Kertas saring
6.
Timbangan
26. Plastik pembungkus
7.
Tampah
27. Blender
8.
Penjepit
28. Ayakan
9.
Cawan petri
29. Rak pengering
10. Eksikator berisi kapur tohor
30. Kompor listrik
11. Penangas air
31. Alat destilasi
12. Labu alas bulat 13. Tabung reaksi 14. TLC scanner 15. Plat KLT 16. Bejana pengembang 17. Ember 18. Pisau 19. Telenan 20. Tambir
BAHAN
1.
Sonchi folium (Sonchus arvensis L.)
2.
Air
3.
Toluen yang jenuh air
4.
Etanol
5.
Silika 60F 254
6.
Fase gerak etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)
7.
Pembanding kuersetin
8.
Pereaksi semprot AlCl3
IV.
1.
CARA KERJA
Pembuatan Simplisia y
Sonchi f olium
Pengumpulan bahan daun tempuyung
Penimbangan
Sortasi kering
Pencucian
Ditiriskan
o
Masukkan dalam oven 50 C, 8
Ditimbang
Simpan dalam kantong
Diberi etiket
2.
Standardisasi simplisia . Kontrol kualitas susut pengeringan daun tempuyung
a
Beri etiket
pada petri kosong (tutup + alas)
Timbang
o
Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105 C, 30 menit
Masukkan dalam eksikator, sampai petri dingin (tiap kali akan penimbangan, ditunggu dalam kurun waktu yang sama)
Timbang petri
Ulangi satu kali lagi
Masukkan 10 gram s erbuk simplisia ke dalam petri
o
Masukkan dalam oven dengan suhu 105 C selama 30 menit
Ambil dan masukkan petri dalam eksikator
Timbang petri
Lakukan (a) berulang hingga bobot tetap
a
b.
Kontrol kualitas penet apan k adar Beri
ab
u daun tempuyung
label pada krus silikat
Timbang
Masukkan krus silikat dalam krematorium, o
Tunggu sampai 600 C, panaskan 30 menit
Dinginkan dalam eksikator, sampai dingin (untuk penimbangan selanjutnya, pendinginan dalam kurun waktu yang sama
Timbang
Masukkan 1 gram serbuk daun tempuyung ke dalam krus silikat
Masukkan krus silikat dalam kr ematorium, o
Tunggu sampai 600 C, panaskan 30 menit
Dinginkan dalam eksikator
Timbang
Ulangi (b) sampai bobot tetap
b
c.
Kontrol kualitas penet apan k adar air daun tempuyung
Timbang secara seksama 100 gram rajangan daun t empuyung
Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan
Tambahkan 10 mL toluene jenuh air
Hubungkan labu dengan alat
Panaskan sampai terkumpul air dan tidak bertambah lagi
Catat volume air yang tertampung pada buret
Hitung kadar air
d. Kontrol kualitas penet apan k adar minyak atsiri daun tempuyung Timbang secara seksama 20 gram rajangan daun t empuyung
Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan
Tambahkan 500 mL aquad est
Hubungkan labu dengan alat
Panaskan sampai terbentuk minyak atsiri dan tidak b ertambah lagi
Catat volume minyak atsiri yang tertampung pada buret
Hitung kadar minyak atsiri
e. Profil KLT daun tempuyung
1 mg serbuk
+ 10 mL metanol
Gojog 15 menit
Panaskan dalam penangas sampai kering
Dinginkan
Cuci dengan metanol ad 2 mL
Totolkan 10 µL
Elusi dengan fase gerak
Deteksi
V. DATA DAN PERHITUNGAN
Nama simplisia
: Sonchi folium (daun tempuyung)
Tanaman asal
: Sonchus arvensis L.
Bagian yang digunakan
: daun
1. Sortasi basah Berat awal
:
Jenis pencemar
: tanah, abu vulkanik,
2. Pencucian Berat awal
:
Berat setelah dicuci
: 1,36 kg
Masalah yang dihadapi
: tanah dan abu vulkanik yang masih menempel sulit
untuk dibersihkan. 3. Perajangan Jenis alat
: mekanik
Tebal
:
Hasil
: akar dan lembaran daun
4. Pengeringan o
Jenis
: oven, suhu 50 C, 8 jam
Bobot basah bahan
: 1,8 kg
Bobot kering simplisia : 0,57 kg Perhitungan rendemen :
Pengujian simplisia 1. Makroskopik Daun tunggal, tidak bertangkai. Helai daun berbentuk lonjong atau lanset, berlekuk menjari atau berlekuk tak teratur. Pangkal daun menyempit atau berbentuk panah sampai berbentuk jantung, pinggir daun bergerigi tak teratur. Permukaan daun sebelah atas agak kasar dan berwarna lebih pucat. 2. Organoleptik Simplisia daun masih kurang kering, berjamur, warna hitam, bau apek.
KONTROL KUALITAS SIMPLISIA 1. Susut pengeringan
Nama bahan
: Sonchi folium
Jenis simplisia
: kering
Bobot
: 10 gram
Bobot wadah kosong
: 76,748 gram
Persentase susut Kondisi
Bobot (gram)
Wadah+simplisia
86,566
Selisih bobot (gram)
pengeringan
Setelah dipanaskan suhu 105 oC, 1 jam Penimbangan 1
83,973
2,593
Penimbangan 2
83, 742
0,231
3,2%
Penimbangan 3
83,754
0,012
0,17%
Penimbangan 4
83, 701
0,053
0,76%
Penimbangan 5
83,697
0,004
0,06%
Perhitungan
y
y
y
y
2. Penetapan kadar abu
Nama bahan
: Sonchi folium
Jenis simplisia
: kering
Bobot
: 1 gram
Bobot wadah kosong
: 24,1115 gram
Kondisi
Bobot (gram)
Wadah+simplisia
25,0364
Selisih bobot (gram)
Presentase kadar abu
o
Setelah penimbangan suhu 105 C, 1 jam Penimbangan 1
24,2401
Penimbangan 2
24,2387
0,0014
1,09%
Penimbangan 3
24,2425
0,0038
2,99%
Penimbangan 4
24,2399
0,0026
1,99%
Penimbangan 5
24,2421
0,0022
1,71%
Penimbangan 6
24,2391
0,0030
2,30%
Penimbangan 7
24,2398
0,0007
0,55%
Perhitungan
y
y
y
y
y
y
3. Penetapan kadar air
Nama bahan Jenis simplisia
: Sonchi folium : kering
Bobot
: 9,99 gram
Lama destilasi
: 3 jam
Hasil
: 1,9 mL
4. Penetapan kadar minyak atsiri
Nama bahan
: Sonchi folium
Jenis simplisia
: kering
Bobot
: 20 gram
Lama destilasi
: 3 jam
Hasil
:-
5. Profil Kromatografi Lapis Tipis Fase diam
: silika gel GF 254 nm
Fase gerak
: etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)
Jarak pengembangan
: 8 cm
Deteksi
: a. AlCl3 b. UV 254 nm c. UV 366 nm
Pembanding
: kuersetin
Sampel
: ekstrak metanol tempuyung pengeringan 8 jam di oven
Keterangan P : pembanding kuersetin A : sampel kelompok A B : sampel kelompok B C : sampel kelompok C D : sampel kelompok D E : sampel kelompok E F : sampel kelompok F
R
0,38
Sebel
semprot
Sesudah semprot
UV 254
Tampak
UV 366
P,A,B,E,F :
-
-
Pemadaman
Tampak
0,63
-
-
P: fluoresensi hijau A,B,E,F: fluoresensi biru
0,69
-
A,B,E,F: coklat tua
A,B,E,F :
A,B,E,F:
pemadaman
coklat muda
A,B,E,F:
E,F: coklat
pemadaman
muda
0,81
-
-
-
E,F: coklat
0,94
pemadaman
hijau
jingga
P : coklat,
0,79
-
A,B,C,D,E,F: hijau
VI.
PEMBAHASAN
Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan dan standardisasi simplisia dari daun tempuyung (Sonchi folium,
Sonchus
arvensis L.). Tanaman tempuyung yang diproses
menjadi simplisia ditanam di Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman dan berumur kurang lebih dua bulan. Tanaman tempuyung dipanen seluruh bagiannya pada pagi hari. Tanaman tempuyung kemudian diambil bagian daunnya dan disortasi basah untuk memisahkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan asing lainnya yang dapat membuat kualitas simplisia tidak baik atau tidak memenuhi standar. Kotoran yang ada di tanaman tempuyung berupa tanah dan abu vulkanik. Selain itu juga dipilih daun yang yang masih baik sedangkan daun yang tidak baik, misal karena busuk atau layu, dibuang. Setelah disortasi basah, daun tempuyung kemudian dicuci dengan air mengalir dari ledeng untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang masih melekat pada daun tempuyung. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah tinggi. Oleh karena itu pembersihan dau tempuyung dari tanah yang melekat dapat mengurangi jumlah mikroba awal. Mengurangi jumlah mikroba menjadi penting karena simplisia standar mempunyai batas tertentu cemaran mikroba. Pencucian dilakukan dengan air mengalir karena dengan air
mengalir diharapkan pengotor yang telah terbuang tidak kembali melekat pada daun tempuyung. Daun tempuyung yang telah dibersihkan ditiriskan kemudian ditimbang dan didapat 0
berat 1,36 kg. Daun tempuyung kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 50 C selama delapan jam. Dalam praktikum ini, diamati pengaruh cara dan lama pengeringan pada kualitas simplisia. Selain pengeringan dengan oven selama delapan jam, juga dilakukan pengeringan 0
dengan oven pada suhu 50 C selama dua puluh jam dan pengeringan dengan sinar matahari. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga simplisia tidak mudah rusak dan dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar lebih dari 10 %, dapat menjadi media pertumbuhan mikroba. Selain itu, dengan adanya air, akan terjadi reaksi enzimatis yang dapat menguraikan zat aktif sehingga mengakibatkan penurunan mutu atau perusakan simplisia. Dari hasil pengeringan didapat berat simplisia kering sebesar 0,57 kg (rendemen 31,67 %). Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian disortasi kering untuk memisahkan bahan bahan asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering. Simplisia yang dikeringkan dengan oven selama delapan jam belum cukup kering, sedangkan simplisia yang dikeringkan dengan oven selama dua puluh jam dan sinar matahari sudah kering. Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian dipak dengan kertas. Pengepakan bertujuan melindungi simplisia dari cemaran
serta
mencegah adanya kerusakan. Simplisia yang sudah dipak kemudian disimpan di laboratorium hingga saat standardisasi simplisia. Simplisia disimpan di tempat yang kelembapannya rendah, terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus. Selama penyimpanan, simplisia daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven selama delapan jam terkontaminasi jamur karena belum cukup kering. Daun tempuyung menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi jamur berwarna putih. Bau simplisia menjadi apek dan lembap serta daun menjadi liat. Simplisia kemudian distandardisasi. Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai perameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang terdapat dalam monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia seperti Materia Medika Indonesia.
PENETAPAN KADAR ABU Pengertian dan prinsip parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur tertentu dimana senyawa organik dan turunannya akan terdestruksi dan menguap. Tujuan
penetapan kadar abu adalah memberikan
gambaran
kandungan
mineral internal dan
eksternal seperti silika yang merupakan salah satu kandungan tempuyung. Parameter ini memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Prinsip kerja dari penetapan kadar abu adalah satu gram serbuk daun tempuyung ditimbang seksama kemudian dimasukkan
ke
dalam krus silika yang telah dipijarkan dalam krematorium pada suhu 600º C selama tiga puluh menit hingga bobot krus tetap yaitu 24,1115 gram. Krus silika yang telah berisi serbuk daun tempuyung kemudian dipijarkan pada suhu 6000C selama setengah jam. Krus kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit. Pemijaran dilakukan beberapa kali hingga diperoleh bobot tetap atau selisih dua kali penimbangan bobot simplisia setelah dipijarkan berturut-turut tidak memberikan perbedaan lebih dari 0,05 %. Menurut literatur, kadar abu untuk tempuyung seharusnya tidak lebih dari 17 % . Pengukuran kadar abu ini tidak dapat dilakukan hingga diperoleh bobot tetap karena neraca yang digunakan hanya memiliki ketelitian empat angka di belakang koma. Pada neraca yang memiliki ketelitian hingga empat angka di belakang koma, agar diperoleh bobot tetap, dua kali penimbangan setelah dipijarkan berturut-turut harus diperoleh bobot simplisia yang sama karena perbedaan 0,0001 gram saja masih memberikan perbedaan bobot lebih dari 0,05 %, sehingga walaupun dipijarkan berkali-kali tidak akan didapat bobot tetap karena bobotnya terus menurun. Agar didapat bobot tetap, paling tidak neraca yang digunakan harus memiliki ketelitian hingga lima angka di belakang koma. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut: Misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,1234 gram dan bobot simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,1233 gram, maka persentase selisih bobot
0,08 %
Sedangkan jika digunakan neraca dengan ketelitian hingga lima angka di belakang koma, misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,12345 gram dan bobot simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,12344 gram, maka persentase selisih bobot
0,01 %
Dari praktikum, didapat kadar abu untuk simplisia daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven selama delapan jam adalah 13,87 %. Dilihat dari kadar abunya, maka simplisia daun tempuyung yang dibuat memenuhi syarat kadar abu yang dipersyaratkan untuk simplisia daun tempuyung. Kadar abu yang dimiliki oleh simplisia kelompok lain juga memiliki kadar abu yang tidak berbeda jauh walaupun metode pengeringannya berbeda karena semua mendapat perlakuan yang sama yaitu diabukan. Tetapi ada satu kelompok yang kadar abu
simplisianya agak berbeda dengan yang lain yang berada di kisaran 13 %. Kelompok yang melakukan metode pengeringan dengan oven selama delapan jam tersebut memiliki ka dar abu 15,12 %, padahal kelompok yang melakukan pengeringan dengan metode yang sama, kadar abunya hanya 13,87 %. Perbedaan kadar abu ini bisa disebabkan karena pencucian yang kurang bersih sehingga masih ada kotoran ya ng ikut terabukan. Karena kadar abu yang diperoleh tidak didapat bobot tetap, maka tidak dapat dilanjutkan ke kadar abu tidak larut asa m.
PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN Parameter susut pengeringan digunakan untuk memberikan batasan maksimal (rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pengukuran sisa zat dilakukan dengan pengeringan pada temperature 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan dan dinyatakan dalam persen. Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri dan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. Menurut Farmakope Indonesia, bobot tetap suatu simplisia adalah ketika presentase selisih bobot simplisia sebelum pengeringan dengan setelah pengeringan terhadap sebelum pengeringan kurang dari 0,25% .
Untuk mengawali percobaan susut pengeringan dilakuka n penaraan pada petri yang akan digunakan sebagai wadah. Prinsip penaraan sama dengan penaraan krus pada penetapan kadar abu, hanya saja alat yang digunakan untuk memanaskan adalah oven dengan suhu 105°C selama 30 menit. Bobot petri kosong setelah pemanasan adalah 76,748 gram. Sedangkan untuk perhitungan susut pengeringan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
Simplisia kelompok kami dikeringkan dengan metode menggunakan oven selama 8 jam. Hasilnya susut pengeringan 29,22% sedangkan rendemen mencapai 70,78 %. Hal ini menunjukkan bahwa bobot simplisia setelah pengeringan dengan oven selama 8 jam sebesar 29,22% dari bobot sebelum pengeringan. Hal ini menyimpang 9 %. Simplisia yang
dikeringkan dengan oven selama 8 jam seharusnya memiliki susut pengeringan sebesar 20%. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi simplisia ketika dimasukkan oven masih dalam keadaan basah pasca pencucian sehingga pengeringan kurang optimal. Kondisi ini ditunjukkan dengan tumbuhnya jamur yang tumbuh ketika dalam kemasan penyimpanan. Jika dibandingkan dengan kelompok lain, yaitu kelompok yang menggunakan metode pengeringan menggunakan oven selama 20 jam dan menggunakan sinar matahari selama 7 hari, hasil kelompok kami memiliki susut pengeringan yang paling tinggi. Hasil kelompok lain tersebut memiliki susut pengeringan berkisar 15%. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa metode pengeringan menggunakan oven selama 8 jam belum menghasilkan susut pengeringan yang optimal.
PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada simplisia tersebut. Cara kerja dari destilasi air adalah sebanyak 20 gram rajangan simplisia ditambah dengan 500 mL air suling kemudian didestilasi selama tiga jam. Untuk penetapan kadar minyak atsiri, digunakan simplisia dalam bentuk rajangan untuk mempermudah proses penyulingan minyak atsiri. Dari hasil destilasi, tidak ada minyak atsiri yang keluar dari semua metode pengeringan simplisia yang dilakukan. Menurut literatur, daun tempuyung tidak mengandung minyak atsiri sehingga tidak ada minyak atsiri yang terdestilasi.
PENETAPAN KADAR AIR Kadar air dalam suatu simplisia merupakan salah satu pengukuran yang perlu dilakukan. Adanya air di dalam simplisia akan mempengaruhi daya tahan simplisia terhadap mikroba. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya tahan simplisia selama penyimpanan. Simplisia dinilai memenuhi standar bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Hal ini dikarenakan pada kadar tersebut sebagian besar mikroba tidak dapat hidup dan enzim pada simplisia juga tidak aktif, sehingga tidak akan menghidrolisis kandungan senyawa a ktif simplisia.
Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang barada di dalam bahan, dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri. Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui besarnya kandungan air di dala m simplisia. Pada praktikum penetapan kadar air pada daun tempuyung dilakukan dengan metode azeotropi (destilasi toluen). Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban. Sebelum menggunakan toluen, toluen dijenuhkan dengan air t erlebih dahulu. Hal ini akan mempengaruhi jumlah air yang akan terukur. Jika toluen belum dijenuhkan maka toluen akan mengikat air, dan kadar air akan menjadi lebih sedikit dari hasil yang sebenarnya. Pada prinsipnya kadar air dapat terdeteksi dengan menggunakan destilasi toluen karena air tidak dapat bercampur dengan toluen dengan syarat toluen telah jenuh dengan air. Dari pengukuran kadar air, diperoleh hasil 19 % v/b. Dari angka tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar air yang terdapat pada daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven pada suhu 50 0C selama delapan jam belum dapat memberikan kadar air simplisia yang memenuhi syarat karena kadar air simplisia masih di atas 10 %. Dari hasil perlakuan yang bervariasi terhadap daun tempuyung didapatkan kadar air rata-rata terendah secara berurutan adalah pada perlakuan pemanasan oven selama dua puluh jam, pengeringan matahari, kemudian pemanasan oven selama delapan jam. Hal ini dikarenakan pemanasan menggunakan oven (dengan waktu yang sesuai) lebih optimal menghilangkan air, suhu untuk mengeringkan lebih stabil, dan proses pengeringan yang l ebih cepat. Meskipun demikian tidak dipungkiri juga bahwa senyawa ya ng mudah menguap seperti minyak atsiri akan dapat menguap secara berlebih jika pemanasan menggunakan oven. Sedangkan pemanasanan dengan oven selama delapan jam memberikan kadar air yang paling besar dan mengakibatkan kualitas simplisia yang diperoleh tidak baik karena ditumbuhi jamur.
Kromatografi Lapis Tipis Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dilakukan uji kromatografi lapis tipis. Pada uji kromatografi lapis tipis ini digunakan fase diam silika gel 60F254 dengan fase gerak asam formiat-etil metil keton-etil asetat-air (1:3:5:1) menunjukkan hasil negatif untuk kandungan senyawa pada sampel kami (Sonchus arvensis). Hasil KLT pada sinar tampak, UV 254 nm maupun UV 366 nm menunjukkan bahwa totolan A, B, E dan F menunjukkan adanya 3 bercak yang sama pada masing-masing totolan. Sedangkan totolan kelompok kami, totolan D, serta kelompok C yang sama-sama menggunakan oven 8 jam dan berjamur, hanya
menunjukkan satu bercak pada Rf= 0,94 berwarna hijau. Semua totolan memiliki bercak dengan Rf 0,94 ini, sehingga diperkirakan bercak ini adalah klorofil. Hasil negatif pada totolan sampel kami diduga karena pengaruh jamur yang tumbuh pada waktu penyimpanan. Kondisi simplisia kami pasca pengeringan dengan oven selama 8 jam masih basah kemudian dikemas. Diduga jamur yang tumbuh pada simplisia kami inilah yang memetabolisme senyawa dari simplisia kami (Sonchus arvensis) sehingga pada KLT tidak menunjukkan bercak yang sama dengan totolan yang lainnya. Perlu diketahui bahwa simplisia pada golongan kami memiliki kesamaan tinggi dalam proses budidayanya. Tempat budidaya, perlakuan, unsur hara semuanya sama. Tentunya memiliki metabolit yang sama juga. Namun diduga karena faktor jamur itulah yang mengakibatkan metabolit sampel kami hilang (berubah). Dugaan yang kedua adalah karena faktor kandungan air pada simplisia kami yang masih banyak, sehingga terjadi proses hidrolisis enzimatik pa da metabolit tanaman.
VII.
KESIMPULAN
1. Cara pengeringan untuk daun tempuyung yang paling optimal dibanding cara 0
pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan oven pada suhu 50 C selama dua puluh jam. 2. Analisis KLT menunjukkan simplisia dengan pengeringan oven selama delapan jam hanya menunjukkan bercak klorofil di Rf 0,94. 3. Kadar air yang masih tinggi pada simplisia dapat membuat simplisia ditumbuhi jamur dan merusak metabolit sekunder yang dikandungnya. 4. Simplisia memenuhi persyaratan kadar abu (13,87 %) tetapi tidak memenuhi persyaratan kadar air (19 % v/b). 5. Simplisia tidak mengandung minyak atsiri. 6. Simplisia dengan pengeringan oven selama delapan jam merupakan metode pengeringan yang paling tidak efektif dibanding yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2001, I nventaris Tanaman Obat I nd onesia ( I) Jilid 2, Depkes RI, Jakarta 1
Anonim . 1995. Materia Medika I nd onesia Jilid IV . Jakarta; Depkes RI 2
Anonim , 2000. P arameter S tandar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Edisi P ertama. Jakarta : Depkes RI Anonim3. 2004. M ono grafi Ekstrak Tumbuhan Obat I nd onesia V olume 1 .Jakarta : BPOM RI Wagner, Hildebert. 1983. P lant Drug Analysis. Jerman : Springer-Verlag Stahl, E. 1985. Analisis Obat S ecara Kr omat o grafi dan Mikr o sk o pi. Bandung : Penerbit ITB Sudarsono, dkk, 1996, Tumbuhan Obat , PPOT-UGM, Yogyakarta