LAPORAN PRAKTIKUM
FITOKIMIA
PERCOBAAN KE 6
FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR
Disusun Oleh,
Nama : Emil Nur Arifah
NIM : 1606067104
Gol / Kelas : C2 / IV C
Hari, Tanggal Praktikum : Kamis, 19 Juli 2018
Dosen Pembimbing : Andi Wijaya, M.Far., Apt.
LABORATORIUM FITOKIMIA
AKADEMI FARMASI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
FRAKSINASI SECARA EKSTRAKSI CAIR-CAIR
TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair.
DASAR TEORI
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair denga zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolaran, yaitu daru non polar, semi polar dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar dan yang bersifat polar akan larut dalam pelarut polar (Harborne, 1987). Fraksinasi ini umumnya dilakukan dengan metode corong pisah atau kromatografi kolom. Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemurnian senyawa dengan menggunakan kolom (Trifani, 2012). Corong pisah merupakan peralatan laboratorium yang digunakan untuk memisahkan komponen-komponen dalam camuran antara dua fase pelarut yang memiliki massa jenis berbda yang tidak bercampur (Haznawati, 2012). Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lain berupa pelarut organik lipofilik seperti eter, MTBE, diklormetana, kloroform atau etil asetat. Kebanyakan pelarut organik berada diatas fase air kecuali pelarut yang memiliki atom unsur halogen.
Corong pisah berbentuk kerucut yang ditutupi setengah bola. Corong pisah mempunyai penyumbat diatasnya dan keran dibawahnya. Corong pisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong pisah bervariasi antara 50ml sampai 3 liter. Untuk menggunakan corong ini, campuran dua fase pelarut dimasukkan kedalam corong dari atas dengan corong keran terttutup. Corong ditutup dan digoyangkan dengan kuat untuk membuat fase larutan tercampur. Corong dibalik dan keran dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung. Lalu penyumbat dan keran corong dibuka. Dua fase larutan dipisahkan dengan mengontrol keran pada corong pisah.
Macam-macam proses farksinasi :
Proses fraksinasi kering
Farksinasi kering adalah suatu proses fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan proses lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.
Proses fraksinasi basah
Fraksinasi basah adalah suatu proses fraksinasi denga menggunakan zat pembasah atau dsebut proses hydrophilization atau detergen proses. Hasil fraksinasi dari proses ini sama dengan proses fraksinasi kering.
Proses farksinasi dengan solvent
Adalah suatu proses fraksinasi dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan denga proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan pelarut.
Proses fraksinasi dengan pengembunan
Merupakan proses fraksinasi didasarkan pada titik didih dari suatu zat atau bahan sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemuarnian yang tinggi. Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi namun proses produksinya lebih cepat dan kemurniannya lebih tinggi.
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Pada dasarnya semua cara kromatografi menggunakan dua fase yaoitu fase tetap (stationary) dan fase gerak (mobile). Pemisahan tergantung pada gerakan relatif dari dua fase tersebut. Cara kromatografi dapat digolongkan ssesuai dengan sifat dari fase tetap yang dapat berupa zat padat atau zat cair. Jika fase ditetapkan berupa zat padat maka cara tersebut dikenal denga kromatografi serapan. Jika zat cair dikenal sebagai kromatografi partisi. Karena fase geraknya dapat berupa zat cair atau zat gas maka semua ada 4 macam sistem kromatografi yaitu kromatografi serapan, yang terdiri dari kromatografi lapis tipis dan kromatografi penukar ion, kromatografi padat, kromatografi partisi dan kromatografi kolom kapiler ( Hostatman dkk, 1993).
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalag suatu contoh kromatografi planar. Fase diam berbentuk lapis tipis yang melekat pada gelas atau kaca, plastik, alumunium. Sedangkan fase eraknya berupa cairan atau campuran cairan, biasana pelarut organik dan kadang – kadang juga air. Fase diam yang berupa lapisan tipis ini dapat dibuat dengan membentangkan atau meratakan fase diam diatas plat atau lempengan kaca p;astik maupun alumunium.
Sifat fase diam yang satu dengan yang lain berbeda karena strukturnyam ukurannnya, kemurniannya, zat tambahan sebagai pengikat dan lain – lain. Silika gel merupakan fase diam yang digunakan pada KLT. Silika gel memiliki bervariasi ukuran dengan diameter 10-40µm dan luas permukaan dengan ukuran 300-1000 m2/g. Bersifat higroskopis, pada kelembaban relatif 45-75% dapat mengikat air 7-20%. Silika gel dengan pengikat dan indikator flouresensi. Jenis silika gel ini memiliki bahan tambahan zat berfluorensi yang bila diperiksa dibawah lampu UV a, panjang atau pendek. Sebagai indikator digunakan timah kadmium sulfida atau mangan timah silikat. Jenis ini disebut dengan silika gel GF atau silika gel GF 254 (berfluorensasi pada panjang gelombang 25nm).
Fase gerak yang digunakan biasanya adalah pelarut organik atau dapat juga digunakan satu macam pelarut organik saja atau campuran . fase gerak merupakan campuran pelarut organik dengan air maka mekanisme pemisahan adalah partisi. Pemilihan pelarut organik sangat penting karna akan menentykan keberhasilan pemisahan. Pendekatan polaritas adalah yang paling sesuai dengan pemilihan pelarut senyawa polar akan lebih mudah terelusi oleh fase gerak yang bersifat polar dan pada fase gerak yang non polar. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak adalah sebagai berikut :
Non Polar
Polar
Parafin cair
Petrolium eter
Sikloheksana
Karbon tetraklorida
Benzena
Toluen
Kloroform
Dietil eter
Etilasetat
Aseton
n-propanol
Etanol
Asetonitrit
Metanol
Air
Tablel 1. Pelarut organik yang sering digunakan sebagai fase gerak
Sampel atau cuplikan dilarutkan dalam pelarut yang sesuai. Air digunakan hanya bila tidak dapat dicari pelarut organik yang sesuai. Pada umumnya ditototlkan 1-20µl larutan yang megandung 50-100µg sampel tiap bercak untuk kromatografi absorbsi dan 5-20 µg sampel untuk kromatografi partisi. Penotolan dilakukan dengan gelas kapiler atau dengan pipet mikro. Jika untuk keperluan kuantitatif digunakan quantitative microsyringe. Pada plat KLT sampel ditotolkan sebagai bercak bulat atau garis 1,5-20cm ditepi bawah. Untuk memudahkan penotolan bercak dibuat garis lemah dengan pensil disebut dengan garis awal. Pada garis awal ditotolkan bercak dengan garis 3-6mm dan diusahakan bercak diameternya seragam. Penotolan dilakukan berulang dan hati-hati agar plat tidak rusak. Penotolan sampel terlalu banyak menyebabkan bercak hasil pengembangan tidak bulat (asimetri) dan perubahan harga Rf. Jika totolan sampel lelah kering maka plat siap dielusikan.
KLT dikembangkan dengan cara menarik dalam bejana (chamber) pengembang dari gelas. Dalam bejana dimasukkan fase gerak hingga kedalaman 0,5cm pada dinding sebelah dalam bejana ditempelkan kertas saring setinggi 20cm yang ujung bawah tercelup dalam fase diam. Fase diam akan merambat keatas saring, sehingga ruang dalam bejana tertutup inilebih cepat dijenuh dengan uap pelarut. Setelah semua ruangan bejana penuh dengan fase uap gerak, plat KLT dimasukkan dalam bejana dan dimulai pengembangan. Fase gerak akan merambat naik membawa komponen sampel. Kecepatan merambat tiap komponen berbeda tergantung kekuatan ikatan hidrogen yang terjadi antara fase diam, senyawa komponen, fase gerak. Komponen yang membentuk ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase akan terelusi lebih cepat dan sebaliknya jika ikatan hidrogen lebih kuat dengan fase diam, komponen akan merambat lambat. Pengembangan dihentikan saat fase gerak menapai jarak tertentu, biasanya 1cm sebelum ujung akhir plat yang biasanya sudah ditandai sebelum pengembangan. Bila telah mencapai garis akhir plat diangkat dikeluarkan dari bejana.
Cara mengamati bercak pada KLT dapat digolongkan menjadi dua yaitu dengan cara merusak atau mereaksikan komponen senyawa yang ada bercak itu dan kedua tanpa atau merusak komponen, teksnik pertama merupakan penyemprotan pereaksi penanda. Contoh pereaksi semprot yang umum untuk senyawa organik adalah asam sulfat dalam metanol. Selanjutnya bercak dipanaskan dalam oven pada suhu 110 C selama 10 menit. Perubahan bercak selama pemanasan menjadi bercak warna hitam. Pada dasarnya adalah reaksi oksidasi pada senyawa organik oleh asam sulfat. Pereaksi semprot dapat degan larutan iodium dengan cara memasukkan plat kedalam bejana yang berisi uap iodium. Cara kedua yang tidak merusak komponen atau senyawa bercak. Untuk senyawa berwarna atau berpendar dibawah lampu UV (berflourensadu) menggunakan silika tanpa tambahan zat terpendar. Sedangkan untuk senyawa yang tidak berpendar dibawah lampu UV deigunakan fase diam dengan tambahan zat berpendar.
Terjadinya pemisahan senyawa obat dalam campuran obat atau produk berdasarkan kelarutan dan absorbsi dari senyawa obat yag terdiri dari sistem fase gerak dan fase diam mengakhibatkan masing – masing senyawa obat campuran menghasilkan kromatogram dengan jarak tempuh yang berbeda yang dinyatakan dengan harga Rf yang bersifat karakteristik untuk setiap obat.
Nilai Rf dapat dihitung dengan jarak yang ditempuh senyawa obat dari garis awal dibagi dengan jarak yang ditempuh senyawa obat oleh fase gerak dari garis awal. Harga Rf berkisar antara 0 – 0,999.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam KLT yang dapat mempengaruhi nilai Rf yaitu :
Struktur senyawa yang dipisahkan.
Sifat absorben dari derajat aktivasinya.
Tebal dan kerapatan lapisan absorben.
Pelarut fase gerak dan uap dalam bejana.
Teknik percobaan dapat dilakukan dari bawah ke atas atau dari atas kebawah.
Jumlah duplikasi yang digunakan penetasan jumlah cuplikan yang berlebih memberikan pendensi penyebab noda dengan kemungkinan terbentuk ekor.
Suhu untuk mencgah perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan fase.
ALAT DAN BAHAN
BAHAN
ALAT
Ekstrak hasil maserasi temu kinci
Beaker glass
N-heksan
Erlenmeyer
Etil asetat
Corong pisah
Etanol 96%
Gelas ukur
Aquadestilata
Rotari evaporator
Standar pinostrobin
CARA KERJA
Ekstraksi cair-cair
Ekstrak etanol hasil maserasi diencerkan denan etanol-air (1:1) sebanyak 150ml, diaduk terus sampai encer dan homogen, kemudian dimasukkan kedalam corong pisah, difraksinasi berturut-turut dengan palrut n-heksan dan etil asetat. Mula-mula difraksinasi dengan n-heksan sebanyak 150ml diperoleh fraksi n-heksan dan etanol. Fraksi n-heksan dipisahkan kemudian farksi etanol difraksinasi lagi dengan n-heksan 150ml, diperoleh fraksi n-heksan dan fraksi etanol. Fraksi n-heksan dipisahkan. Fraksi etanol-air difraksinasi lagi dengan etil asetat sebanyak 150ml. Diperoleh fraksi etil asetat dan fraksi air. Ekstraksi dilakukan sebnayak 3 kali dengan menggunakan 50ml pelarut untuk setiap penyarian. Sari pertama, kedua dan ketiga dikumpulkan dalam erlenmeyer secara terpisah. Ekstrak hasil fraksinasi dipekarkan dengan rotary evoporator.
HASIL
Nama simplisia : temu kunci
Metode ekstraksi : fraksinasi cair-cair
Jumlah solvent yang dibutuhkan : 20ml etil asetat dan 20ml aquadest
Fase diam : silika gel GF 245
Fase gerak : n-heksan : etil asetat (4:1)
Deteksi : sinar UV 366 nm
Pembanding : ekstrak hasil maserasi temu kunci dengan etil asetat
Nilai Rf ekstrak 1 : 4,7 : 8 = 0,58
Nilai Rf fraksi ke 2 :4,7 : 8 = 0,58
Nilai rf fraksi ke 4 : 4,7 : 8 = 0,58
Gambar 1. Hasil KLT dibawah dinar UV 366
PEMBAHASAN
Pada praktikum percobaan ke 6 dengan judul fraksinasi secara ekstraksi cair-cair bertujuan agar mahasiswa mampu melakukan fraksinasi ekstrak tumbuhan dengan ekstraksi cair-cair. Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara senyawa aktif dalam sampel berdasarkan tingkat kepolaran masing-masing bahan. Fraksinasi mernggunakan lebih dari satu pelarut. Fraksi yang diperoleh dipisahkan, kemudian dilakukan pengujian dengan KLT dengan harapan ada perubahan ketebalan atau intensitas spotnya. Berbeda dengan ekstraksi ketika penyarian bahan kedalam pelarut hanya menggunakan satu jenis pelarut dan ekstrak yang diperoleh diambil semua.
Proses fraksinasi menggunakan corong pisah. Corong pisah digunakan dengan mencampurkan dua fase pelarut, kemudian digoyangkan atau digojok searah untuk membuat dua fase tercampur. Sesekali buka keran untuk mengeluarkan gas yang ada didalam corong pisah. Diamkan dengan posisi vertikal tunggu hingga terjadi pemisahan antara dua fase tersebut. Setelah terjadi pemisahan buka keran corong secara hati-hati untuk mengontrol campuran yang sedang dipisahkan. Senyawa yang bersifat polar akan berada difase bawah dan senyawa yang bersifat non polar akan berada di fase atas. Hal tersebut erjadi karena adanya perbedaan berat jenis antar pelarut.
Pada praktikum kali ini sampel yang digunakan adalah ekstrak hasil maserasi temu kunci. Senyawa targert sampel adalah pinostrobin yang bersifat semi polar sehingga digunakan etil asetat yang bersifat non polar untuk melarukan ektrak tersebut. Pinostrobin akan larut dalam etil asetat. Proses fraksinasi dmulai dengan memasukkan ekstrak hasil maserasi temu kunci kedalam corong pisah dan menambahkan 20ml aqua destilata sebagai fase polarnya. Penggunaan air sebagai fase polar untuk melarutkan senyawa polar dalam ekstrak yang tidak terpakai lalu dibuang, sehingga didapat fase semi polar dalam pelarut etil asetat. Fraksinansi dilakukan sampai diperoleh fraksi ke empat dengan penambahan 20ml aqua destilata dan dikocok hingga terjadi dua fase dan dikeluarkan fase polarnya. Apabila dalam proses pemisahan tidak terjadi, tambahkan NaCl 10% yang berfungsi untuk memperjelas pemisahan lapisan.
Fraksi yang digunakan dalam proses isolasi adalah fraksi ke dua dan fraksi ke empat dengan ekstrak hasil maserasi temu kunci sebagai pembandingnya. Isolasi adalah metode untuk mengambil satu senyawa aktif yang murni pada tanaman. Proses isolasi menggunakan kromatografi lapis tipis atau KLT. Prinsip KLT adalah pemisahan berdasarkan perbedaan distribusi senyawa padaa fase gerak dan fase diamnya. Fase diam yang digunakan adalah silika gel GF 254, sedangkan fase geraknya adalah n-heksan dan etil asetat dengan perbandingan 4:1. Fase gerak dibuat denga mecampurkan empat bagian n-heksan dan satu bagian etil asetat dalam chamber. Tunggu hingga ruangan chamber dipenuhi oleh fase gerak yang dapat dilihat pada kertas saring yang dimasukkan dalam chamber. Penotolan dilakukan pada silika gel Gf 254 dengan ekstrak temu kunci sebagai pembanding di sebelah kiri, fraksi kedua ditengah dan fraksi ke empat dibagian paling kanan. Masukkan plat dalam chamber yang telah jenuh. tunggu hingga eluen bergerak sampai batas atas.
Hasil KLT dideteksi dengan UV 366 dan terlihat 2 spot pada masing-masing sampel identifikasi dengan jarak titik penotolan terjauh 4,7cm. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena senyawa yang didapat dari cuplikan masih banyak atau masih mengandung senyawa pengotor lain yang didukung oleh penggunaan pelarut yang terlalu polar (air) dan tidak menggunakan pelarut yang berbeda atau bertingkat atau adanya kealahan prosedur praktikum oleh praktikkan.
Nilai Rf yang diperoleh pada fraksi ke dua, fraksi ke empat dan pembanding adalah 0,58 pada jarak terjauh dan 0,5 pada jarak yang kedua. Pada Farmakope Herbal Indonesia halaman 147 disebutkan untuk Rf pembanding pinostrobin adalah 0,64, sehingga nilai Rf 0,58 dari fraksi ke dua dan ke empat tidak sesuai dengan standar pinostrobin dalah FHI karena berada dibawahnya.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum percobaan ke 6 dapat disimpuljan bahwa proses isolasi yang dilakukan dengan fraksinasi cair-cair dengan senyawa target yang diambil dalam campuran berbentuk cairan dengan menggunakan cairan sebagai media pelarutnya. Nilai Rf yang diperoleh dari hasil KLT fraksi ke dua dan keempat adalah 0,58 tidak sesuai dengan standar pinostrobin pada Farmakope Herbal Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia edisi I. Departemen Kesehatan Republik Indoneisa. Jakarta.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia. Penerbit ITB. Bandung.
Hostettmann. K. 1995. Cara Kromatografi Preparatif. Penerbit ITB. Bandung.
Laddha. 1976. Transpot phenomena in Liquid-Liquid Ekstraktion. New Delhi : Tata Mcgrow. Hill Publishing Co. Ltd.