AYU MELINDA NUR REZKY KHAIRUN NISAA, S.Farm
15020140081
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Wilayah Indonesia merupakan wilayah yang sangat strategis dan baik untuk pertmubuhan tanaman taman. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya keanekaragaman dari tumbuhan yang dapat dijumpai. Dan dari berbagai tanaman tersebut, memiliki banyak potensi untuk dijadikan obat-obat yang berasal dari alam.
Pengobatan tradisional yang menggunakan bahan-bahan alam telah sangat berkembang hingga saat ini, dan sangat menarik minat masyarakat pada umumnya untuk kembali menggunakan bahan-bahan alam sebagai obat karena mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan obat-obat sintesis. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemisahan senyawa bermanfaat dari tamanan untuk dapat di manfaatkan secara maksimal.
Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan di antara dua fasa, fasa gerak yang membawa cuplikan dan fasa diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fasa gerak berupa gas, disebut kromatografi gas, dan sebaliknya kalau fasa gerak berupa zat cair, disebut kromatografi cair
Proses isolasi biasanya dilakukan dengan cara kromatografi. Pada praktikum ini akan dilakukan percobaan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif merupakan salah satu metode pemisahan dengan menggunakan peralatan sederhana. Ketebalan penjerap yang sering dipakai adalah 0,5-2 mm, ukuran plat kromatografi biasanya 20x20 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran plat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLT preparatif. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel.
KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 1 mm, jika tebalnya di dua kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%, seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika gel.
Maksud praktikum
Adapun maksud dari peraktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara pemisahan senyawa pada fraksi sampel daun paku hata (Lygodium circinnatum) dengan menggunakan KLTP.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk melakukan pemisahan komponen kimia dengan menggunakan metode KLTP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uraian Tanaman
Klasifikasi (Catalogue of Life, 2016)
Regnum : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Pteridophyta
Kelas : Pteridopsida
Sub Kelas : Schizaeatae
Ordo : Schizaeales
Famili : schizaeaceae
Genus : Lygodium
Spesies : Lygodium circinatum (Burm.) Sw.
Nama Lain (Anonim, 2015)
Daerah pasundan sering di sebut paku hata, daerah pangkep sering disebut caweng
Morfologi Tanaman
Tumbuhan paku merambat (Schizaeaceae) yang panjangnya dapat mencapai 10 m dan diameter batang 2 – 5 mm. Bentuk daunnya menjari 2-5 dengan tepi daun bergerigi, pada permukaan bawahnya terdapat sporangium. Jenis ini memiliki rimpang pendek ( 10 cm), sedikit berdaging dan menjalar dalam tanah. Tumbuh subur pada tempat-tempat terbuka dan hutan-hutan sekunder mulai dari dataran rendah hingga ketinggian 1.500 m dpl.
Kandungan Kimia (Medicinal Herbs Of Pasir Mayang, Jambi : Ethnopharmacyand Toxicity screening, 2004).
Tumbuhan paku mengandung steroid dan tidak mengandung saponin dan flavonoid
Kegunaan Tanaman
Kegunaan paku ini yaitu batangnya untuk pembuatan tas tangan, topi, sebagai obat luka dari sengatan binatang melata seperti ular, lipan dan laba-laba yaitu dengan menggunakan getah yang terdapat pada paku ini. Juga sebagai obat luka dari sengatan binatang air yaitu dengan cara menumbuk halus daunnya.
Teori Umum
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah miligram.KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann, 2006).
Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP adalah sekitar 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hdrofil (Hostettmann, 2006).
Dalam teknik kromatografi, sampel yang merupakan campuran dari berbagai macam komponen ditempatkan dalam situasi dinamis dalam sistem yang terdiri dari fase diam dan fase bergerak. Semua pemisahan pada kromatografi tergantung pada gerakan relatif dari masing-masing komponen diantara kedua fase tersebut. Senyawa atau komponen yang tertahan (terhambat) lebih lemah oleh fase diam akan bergerak lebih cepat daripada komponen yang tertahan lebih kuat. Perbedaan gerakan (mobilitas) antara komponen yang satu dengan lainnya disebabkan oleh perbedaan dalam adsorbs, partisi, kelarutan atau penguapan diantara kedua fase. Jika perbedaan-perbedaan ini cukup besar, maka akan terjadi pemisahan secara sempurna. Oleh karena itu dalam kromatografi, pemilihan terhadap fase bergerak maupun fase diam perlu dilakukan sedemikian rupa sehingga semua komponen bisa bergerak dengan kecepatan yang berbeda-beda agar dapat terjadi proses pemisahan (Ibnu, 2005).
Pada kromatografi lapis tipis preparatif, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi pelat lapisan besar dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan cara yang tidak merusak jika senyawa itu tanwarna, dan penyerap yang mengandung senyawa pita dikerok dari pelat kaca. Kemudian cuplikan dielusi dari penyerap dengan pelarut polar. Cara ini berguna untuk memisahkan campuran reaksi sehingga diperoleh senyawa murni untuk telaah pendahuluan, untuk menyiapkan cuplikan analisis, untuk meneliti bahan alam yang lazimnya berjumlah kecil dan campurannya rumit dan untuk memperoleh cuplikan yang murni untuk mengkalibrasi kromatografi lapis tipis kuantitatif (Nasution, 2010).
Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Munson, 2010).
Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Koefisien pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian (Nasution, 2010).
KLT Preparatif dapat digunakan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram (Kristanti, 2008).
Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 1 mm, jika tebalnya di dua kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%, seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika gel (Kristanti, 2008).
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, misalnya n-heksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita (Kristanti, 2008).
Kelebihan dari penggunaan KLT Preparatif adalah biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar. Sementara kekurangannya antara lain : adanya kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun, waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang ,adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben dan biasanya rendemen yang diperoleh berkurang dari 40%-50% dari bahan awal (Kristanti, 2008).
BAB III
METODE KERJA
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu chamber kecil, chamber besar, gelas ukur, lampu UV254 dan UV366, lempeng KLT preparatif, mistar, penggaris, pensil, pipa kapiler, pipet tetes, sentrifuge, tabung sentrifuge, vial.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu aluminium foil, fraksi daun paku hata (Lygodium circinnatum), etil asetat, n-heksan, dan tissue.
Prosedur Kerja
Skrining eluen
Dipilih fraksi dari metode KKK dan KCV, setelah itu ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7 x 1 cm. Selanjutnya dielusi dengan eluen, misalnya eluen perbandingan N-heksan: etil asetat 8:2 dalam 5 mL. Kemudian diamati pada lampu UV 254 dan UV 366 nm.
Skrining fraksi
Dipilih fraksi dari metode KKK dan KCV, setelah itu ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7 x 1 cm. Selanjutnya dielusi dengan eluen, misalnya eluen perbandingan N-heksan: etil asetat 8:2 dalam 5 mL. Kemudian diamati pada lampu UV 254 dan UV 366 nm. Setelah itu disemporot dengan DPPH (2,2 Diphenil phicryl Hidrazyl). Setelah penyemprotan dengan DPPH maka akan terjadi perubahan warna kuning berlatar ungu.
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
Fraksi yang aktif dari metode KKK dan KCV selanjutnya dilarutkan dengan eluen, kemudian ditotolkan dengan membentuk garis lurus (pita) pada KLTP ukuran 20x20 cm (10 cm untuk KKK dan 10 cm untuk KCV). Selanjutnya dielusi dalam chamber yang sesuai ukuran lempeng. Selanjutnya diamati pada UV 254 dan UV 366 nm, terbentuk pita/noda. Setelah itu sebagian lempeng KLTP ditutu[i dengan aluminium foil, bagian yang tidak tertutup disemprot dengan DPPH, kemudian diamati di bawah sinar tampak dan beri tanda. Setelah itu dikeruk pita lalu dimasukkan dalam tabung sentrifuge dan tambahkan dengan 5 mL metanol kemudian disentrifuge dengan kecepatan 500-1000 rpm selama 10 menit. Setelah itu, jika terbentuk endapat maka endapan disaring dan filtrat ditampung di vial.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari praktikum Kromatografi Lapis Tipis Preparatif didapatkan hasil sebagai berikut :
Eluen
8:2
Fraksi
Pengamatan UV 254 dan UV 366
Jumlah pita
(N-heksan: etil asetat)
KKK
Orange,biru,kuning, dan hijau
4
(N-heksan: etil asetat)
KCV
Biru, hijau, orange dan ungu muda
4
Kromatografi adalah suatu nama yang diberikan untuk teknik pemisahan tertentu. Cara yang asli telah diketengahkan pada tahun 1903 oleh Tsweet yang digunakan untuk pemisahan senyawa-senyawa yang berwarna, dan nama kromatografi diambil dari senyawa yang berwarna. Meskipun demikian pembatasan untuk senyawa-senyawa yang berwarna tak lama, dan sekarang hampir kebanyakan pemisahan secara kromatografi digunakan juga untuk senyawa-senyawa yang tak berwarna, termasuk gas.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif merupakan proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
KLT Preparatif dapat digunakan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Prinsip dari kromatografi Lapis Tipis Preparatif yaitu adsorpsi dan partisi, adsorpsi yaitu penyerapan pada permukaan oleh adanya fase diam (silica) sedangkan partisi yaitu pemisahan oleh adanya fase gerak (eluen).
Keuntungan KLTP adalah salah satu metode pemisahan yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Kerugian KLTP adalah pengambilan senyawa dari plat yang dilanjutkan dengan pengekstraksian penjerap memerlukan waktu lama dan jika senyawa beracun harus dikerok dari plat akan menimbulkan banyak masalah serius. Serta adanya zat pencemar dan sisa dari plat sendiri setelah pengsekstraksian pita yang mengandung senyawa yang dipisahkan dengan pelarut.
Tujuan dilakukannya praktikum ini yaitu untuk menentukan komponen kimia dari fraksi dari sampel paku hata (Lygodium circinnatum) dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif.
Dalam praktikum ini prosedur yang digunakan yaitu kromatografi lapis tipis preparatif. Sebelum melakukan pemisahan dengan KLT preparatif terlebih dahulu dilakukan pemilihan eluen yang cocok yaitu untuk memastikan eluen memiliki daya serap untuk fraksi yang digunakan, kemudian dilakukan pemilihan fraksi untuk melihat fraksi yang lebih banyak senyawa yang tertarik. Setelah dilakukan pemelihan eluen dan pemilihan fraksi barulah dilakukan pengerjaan kromatografi lapis tipis preparatif.
Fraksi aktif dari hasil KKK dan fraksi aktif dari hasil KCV ditotolkan berbentuk pita pada garis yang telah dibuat sebelumnya. Lempeng yang digunakan itu berukuran 20 x 20 cm. Setelah ditotolkan, kemudian dielusi dengan eluen n-heksan : etil asetat (8:2). Setelah dielusi lempeng diamati di bawah lampu UV 254 nm dan UV 366 nm. Pita yang terbentuk dideteksi dengan menyemprotkan DPPH untuk melihat senyawa yang aktif dan diberi tanda kemudian dikeruk untuk disentrifuge sehingga terpisah supernatan dengan isolat murni.
Setelah itu masing-masing fraksi yang telah dipilih ditotolkan pada lempeng KLTP menggunakan pipa kapiler. Selanjutnya dielusi dalam chamber yang berisi eluen n-heksan : etil asetat dengan perbandingan 8:2 dalam 100 mL yang telah jenuh. Lalu dibiarkan terelusi, selanjutnya diamati penampakan bercak noda pada lampu UV 254 dan 366 nm. Setelah itu dilakukan uji antioksidan dengan cara menyemprot lempeng menggunakan DPPH. Setelah disemprot, maka akan tampak fraksi aktif sebagai antioksidan dengan perubahan warna noda menjadi kuning. Setelah itu fraksi aktif tersebut dikeruk. Dan hasil pengerukan tersebut disimpan ke dalam vial, kemudian dilarutkan dengan metanol, lalu dipindahkan ke tabung sentrifuge, dan sentrifuge selama 10 menit. Setelah terbentuk endapan, bagian metanolnya diambil kemudian dipindahkan ke dalam vial kembali, dan untuk endapannya dimasukkan kedalam vial yang berbeda.
Alasan penggunaan n-heksan : etil asetat (8:2) yaitu karena n-heksan etil asetat ialah salah satu fase gerak biner yang sering dipakai pada pemisahan. Adapun kegunaan dari DPPH yaitu untuk pengujian aktivitas antioksidan pada sampel fraksi yang digunakan. DPPH yaitu radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa. DPPH juga digunakan sebagai pewarna (indikator) yang dapat menunjukkan perubahan warna dari ungu ke kuning, yang menandakan bahwa senyawa tersebut dapat menangkal radikal bebas. Sedangkan bahaya dari penggunaan DPPH yaitu karena sifatnya yang radikal bebas maka sangat reaktif sehingga kerusakan fungsi sel sehingga harus digunakan secara hati-hati.
Dari praktikum yang dilakukan ini didapatkan hasil dari KKK dan KCV masing terbentuk 4 pita/noda yang dimana dari metode KKK dan KCV masing-masing diambil 2 pita/noda untuk dikeruk dan selanjutnya dimasukkan ke dalam vial dan dilakukan sentrifuge untuk mengetahui senyawa yang terbentuk pada lempeng.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa isolasi pada fraksi daun paku hata (Lygodium circinnatum) pada metode KKK terbentuk 4 pita/noda dan pada metode KCV terbentuk 4 pita/noda setelah diamati pada UV 254 dan 366 nm dan dipilih 2 dari masing-masing metode untuk selanjutnya disentrifug.
Saran
Diharapkan agar bahan dan alat yang akan digunakan, dapat disediakan oleh laboratorium.
LAMPIRAN
Skema Kerja
Skrining eluen
Fraksi dari metode KKK dan KCVFraksi dari metode KKK dan KCV
Fraksi dari metode KKK dan KCV
Fraksi dari metode KKK dan KCV
Dipilih fraksi dari metode KKK dan KCV
Ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7 x 1 cm
Dielusi dengan eluen n-heksan: etil asetat 8:2 dalam 5 mL
Diamati pada UV 254 dan UV 366 nm
Terbentuk nodaTerbentuk noda
Terbentuk noda
Terbentuk noda
Skrining fraksi
Fraksi dari metode KKK dan KCVFraksi dari metode KKK dan KCV
Fraksi dari metode KKK dan KCV
Fraksi dari metode KKK dan KCV
Dipilih fraksi dari metode KKK dan KCV
Ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7 x 1 cm
Dielusi dengan eluen n-heksan: etil asetat 8:2 dalam 5 mL
Diamati pada UV 254 dan UV 366 nm
Terjadi perubahan warna kuning berlatar unguTerjadi perubahan warna kuning berlatar unguDisemprot dengan DPPH
Terjadi perubahan warna kuning berlatar ungu
Terjadi perubahan warna kuning berlatar ungu
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
Fraksi yang aktif dari metode KKK dan KCVFraksi yang aktif dari metode KKK dan KCV
Fraksi yang aktif dari metode KKK dan KCV
Fraksi yang aktif dari metode KKK dan KCV
Dipilih fraksi dari metode KKK dan KCV
Ditotolkan pada lempeng KLT ukuran 7 x 1 cm
Dielusi dengan eluen n-heksan: etil asetat 8:2 dalam 5 mL
Diamati pada UV 254 dan UV 366 nm
Terbentuk pita/nodaTerbentuk pita/nodaDisemprot dengan DPPH
Terbentuk pita/noda
Terbentuk pita/noda
isolatisolat
isolat
isolat
GAMBAR
Skrining eluen
(pada UV 254 nm) (pada UV 366 nm)
Skrining fraksi
(pada UV 254 nm) (pada UV 366 nm)
(pada UV 254 nm) (pada UV 366 nm)
(sebelum diamati pada lampu UV)
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP)
Dari metode KKK
(pada UV 254 nm) (pada UV 366 nm)
Dari metode KCV
(pada UV 254 nm) (pada UV 366 nm)