SUNARTI SYAM LA HAMIDU., S.Farm
150 2013 0106
KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS PREPARATIF
2016
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon Waru, meskipun jarang ditengok dan dipedulikan orang, pohon ini sebenarnya banyak tumbuh di pinggir jalan. Sebagai pohon peneduh di tepi-tepi jalan raya, tepi sungai, pematang hingga berderet tumbuh di tepi pantai. Waru juga bisa tumbuh liar di hutan dan di ladang.
Batang Waru berkayu, bulat, bercabang, dan berwarna cokelat. Daun bertangkai, tunggal, berbentuk jantung atau bundar telur, Pertulangan menjari, warnanya hijau, bagian bawah berambut, abu-abu rapat. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan, bertaju 8-11 buah, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal bagian dalam, berubah menjadi kuning merah, dan akhirnya menjadi kemerah-merahan. Buahnya bulat telur, berambut lebat, beruang lima, panjang sekitar 3 cm, berwarna cokelat. Biji kecil, berwarna cokelat muda. Waru dapat diperbanyak dengan biji dan atau stek.
Berbagai metode kromatografi memberikan cara pemisahan paling kuat dilaboratorium kimia. Metode kromatografi, karena pemanfaatannya yang leluasa, dipakai secara luas untuk pemisahan analitik dan preparatif. Biasanya, kromatografi analitik dipakai pada tahap permulaan untuk semua cuplikan, dan kromatografi preparatif hanya dilakukan juka diperlukan fraksi murni dari campuran.
Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Maksud dan Tujuan
Maksud
Maksud percobaan ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara pemisahan senyawa pada fraksi daun waru (Hibiscus tiliaceus L) menggunakan kromatografi lapis tipis preparatif.
Tujuan
Tujuan percobaan adalah untuk melakukan pemisahan komponen kimia dengan metode kromatografi lapis tipis preparatif dari fraksi daun waru (Hibiscus tiliaceus L) dengan menggunakan eluen n-Heksan dan Etil Asetat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Uraian Tanaman Waru (Hibiscus tiliaceus L.)
Klasifikasi
Regnum : Plantae
Subregnum : Viridiplantae
Infraregnum : Streptophyta
Superdivision : Embryophyta
Division : Tracheophyta
Subdivision : Spermatophytina
Class : Magnoliopsida
Superorder : Rosanae
Order : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species : Hibiscus tiliaceus L. (Interagency Taxonomic Information System, 2015).
Spesifikasi tanaman
Tumbuhan tropis berbatang sedang, terutama tumbuh di pantai yang tidak berawa atau di dekat pesisir. Waru tumbuhya liar di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih lebar (Dalimartha, 2004).
Tinggi pohon sekitar 5-15 m. Batang berkayu, bulat, bercabang, warnanya coklat. Daun bertangkai, tunggal, berbentuk jantung atau bundar telur, diameter sekitar 19 cm. Pertulangan menjari, warnanya hijau, bagian bawah berambut abu-abu rapat. Bunga berdiri sendiri atau 2-5 dalam tandan, bertaju 8-11 buah, berwarna kuning dengan noda ungu pada pangkal bagian dalam, berubah menjadi kuning merah, dan akhirnya menjadi kemerah-merahan. Buah bulat telur, berambut lebat, beruang lima, panjang sekitar 3 cm, berwarna coklat. Biji kecil berwarna coklat muda (Dalimartha, 2004).
Sifat dan Khasiat
Daun berkhasiat antiradang, antitoksik, ekspektoran, dan berefek diuretik. Akar berkhasiat sebagai antipiretik dan peluruh haid (Dalimartha, 2004).
Kandungan Kimia
Daun mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol, sedangkan akarnya mengandung saponin, flavonoid, dan tanin (Dalimartha, 2004).
Nama Daerah
Nama daerah. Enggano : Kloko – Aceh: Siran – Gayo: Baru – Simalur: Buluh (Tapah) – Nias: Bou – Mentawai: Tobe – Ind : Bauk (Timor), Baru, Beruk (Belitung), Melanding (Bangka) waru – Sunda: Waru, W. laut, W. lot – Jawa: Waru, W. laut, W.lenga, W. lengis, W.lisah, W. rangkang, Wande (kr.d.)- Mad: Baru – Bal : Waru – Bima: Wau – sumba: Baru, Kebaru (tim.), Kawengo (Laura) – Flores; Waru (Lio), Lago (Sika) – Alor (Pantar): Wau – Sangir: Balebirang – Sulaw. Ut. Alf: Bahu (bent.), Bagu (bant), Molombahu (Ponos), Wahu (t.b.), Kelimbaunan (t.I.), Bau dan Kalimbauang (t.t.), Barukh (tonsaw) – Goront: Molowahu – Buol: Lamagu – Barbee: Molowagu – Mak: Baru – Bug: Waru – Roti: Bau –Timor: Fau (baf.), Aikfau (tetum) – Wetar: Hau al – Kai: War – Seram Bar: Papatale (Piru) Haru (Elpaputi), Palu (Waraka), Faru (Atamano) – Seram Sel : Haaro (Amahai), Fanu (Nuaulu), Haru (Sepa) – Amb. Alif : Halu (Hila) – Ulias: Haru (Har.), Kala (Nusa laut, sap.) – Buru: Balo (Kayell) - Halmah. Sel : pa (Weda) – Ir. Jay. Bar : Kasyanaf (Kalana fat) – Ir. Jay. Sel.: Iwal (mimika dan sungai-sungai Afrika), Wakati (marind)- Halmah. Ut: Baru, Bebaru (loda)- Ternate: Baru dowongi - Tidore: id (Heyne, 1987).
Dasar Teori Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis preparatif (KLTP) adalah salah satu metode yang memerlukan pembiayaan paling murah dan memakai peralatan paling dasar. Walaupun KLTP dapat memisahkan bahan dalam jumlah gram, sebagian besar pemakainya hanya dalam jumlah miligram.KLTP bersama-sama dengan kromatografi kolom terbuka, masih dijumpai dalam sebagian besar publikasi mengenai isolasi bahan alam (Hostettmann, 2006).
Ketebalan penjerap (adsorben) yang paling sering dipakai pada KLTP adalah sekitar 0,5-2 mm. Ukuran pelat kromatografi biasanya 20 x 20 cm atau 20 x 40 cm. Pembatasan ketebalan lapisan dan ukuran pelat sudah tentu mengurangi jumlah bahan yang dapat dipisahkan dengan KLTP. Penjerap yang paling umum digunakan ialah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hdrofil (Hostettmann, 2006).
Cuplikan pada KLTP dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum ditotolkan pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah pelarut atsiri (heksana, diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5% - 10%. Cuplikan ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan tergantung pada lebar pita (Sastrohamidjojo, 1985).
KLTP klasik mempunyai beberapa kekurangan, kekurangan yang utama adalah pengambilan senyawa dari pelat yang dilanjutkan dengan pengekstrasian dari penjerap. Jika senyawa beracun harus dikerok dari pelat, dapat menimbulkan masalah yang serius (misalnya Adolf dkk. 1982). Kekurangan yang lainya ialah jangka waktu yang diperlukn untuk pemisahan dan adanya pencemar dan sisa dari pelat sendiri setelah pengekstrasian pita yang mengandung senyawa yang dipisahkan dengan pelarut (Sastrohamidjojo, 1985).
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut, beberapa pendekatan yang melibatkan kromatografi sentrifugal telah dicoba. Pada prinsipnya kromatografi sentrifugal adalah kromatografi klasik dengan aliran fase gerak yang dipercepat oleh gaya sentrifugal (Sastrohamidjojo, 1985).
KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram (Kristanti, 2008). Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 1 mm, jika tebalnya di dua kalikan, maka banyaknya sampel yang dapat dipisahkan bertambah 50%, seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika gel (Rohman, 2007).
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, misalnya n-heksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Konsentrasi sampel juga sebaiknya hanya 5-10%. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita (Rohman, 2007).
Setelah plat KLT Preparatif dielusi, pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat. Selanjutnya senyawa harus diekstraksi dari adsorben dengan pelarut yang sesuai (5 ml pelarut untuk 1 gram adsorben). Diupayakan untuk menggunakan pelarut yang paling nonpolar yang mungkin. Harus diperhatikan bahwa makin lama senyawa kontak dengan adsorben, maka makin besar kemungkinan senyawa tersebut mengalami peruraian. Selanjutnya ekstrak yang diperoleh disaring menggunakan corong berkaca masir atau menggunakan membran. Kelebihan dari penggunaan KLT Preparatif adalah biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar. Sementara kekurangannya antara lain : adanya kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun, waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang ,adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben dan biasanya rendemen yang diperoleh berkurang dari 40%-50% dari bahan awal (Roy, 1991).
Proses isolasi kromatografi lapis tipis preparatif terjadi berdasarkan perbedaan daya serap dan daya partisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen, oleh karena daya serap adsorben terhadap komponen kimia tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Nasution, 2010).
Adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi lapis tipis adalah silika gel dan aluminium oksida. Silika gel umumnya mengandung zat tambahan Kalsium sulfat untuk mempertinggi daya lekatnya. Zat ini digunakan sebagai adsorben universal untuk kromatografi senyawa netral, asam dan basa. Aluminum oksida mempunyai kemampuan koordinasi dan oleh karena itu sesuai untuk pemisahan senyawa yang mengandung gugus fungsi yang berbeda. Aluminium okida mengandung ion alkali dan dengan demikianbereaksi sebagai basa dalam suspensi air. Disamping kedua adsorben yang sangat aktif ini dalam hal tertentu dapat digunakan "kieselgur" yang kurang aktif sebagai lapis sorpsi (Munson, 2010).
Pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Keefisienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang. Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak dengan penyerap maka semakin besar kemungkinan penguraian (Hendayana, 2010).
BAB III
PROSEDUR KERJA
Alat dan Bahan
Alat
Adapun alat yang digunakan yaitu aluminium foil, batang pengaduk, botol UC, chamber KLTP, corong, gelas ukur, gelas kimia, kapas, kertas saring, lampu UV254 dan UV366 lempeng KLT, lempeng KLT preparatif, mistar, pensil, pipa kalpiler, pipet tetes, sendok tanduk besi, tissue dan vial.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan yaitu DPPH, n-Heksan, etil asetat, fraksi daun waru (Hibiscus tiliaceus L).
Cara Kerja
Disiapkan alat dan bahan. Dipilih hasil fraksi yang terelusi dengan baik pada kromatografi kolom konvensional dan kromatografi kolom cair vakum. Kemudian masing-masing fraksi yang telah dipilih dilarutkan dengan eluen dan ditotolkan pada lempeng KLTP yang telah di bagi menjadi 2 sisi menggunakan pipa kapiler. Selanjutnya dielusi dalam chamber yang berisi eluen n-heksan : etil yang telah jenuh. Kemudian dibiarkan terelusi, selanjutnya diamati penampakan bercak noda pada lampu UV 254 dan 366 nm. Dan dilakukan uji antioksidan dengan penyemprotan pereaksi DPPH kemudian diamati dibawah lampu UV 254 dan UV 366. Setelah itu pita-pita yang terdeteksi diberi tanda dan kemudian di keruk yang selanjutnya di sebut isolat. Setelah itu dimasukkan kedalam tabung sentrifuge dan ditambahkan pelarut kloroform atau methanol. Setelah itu di sentrifuge dan diamati.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Tabel Pengamatan
NO
Fraksi
Jumlah Pita
Warna
1
Kromatografi Kolom Konvensional (KKK)
6
Kuning dengan latar putih
2
Kromatografi Cair Vakum (KCV)
6
Kuning dengan latar putih
Gambar Hasil Pengamatan
KCVKCVKKKKKK
KCV
KCV
KKK
KKK
UV 254 nm
Dari gambar pengamatan tersebut diperoleh 6 pita untuk fraksi KKK dan 6 pita juga dari Fraksi KCV yang bersifat antioksidan dimana ditandai dengan pita warna kuning dengan latar belakang putih setelah disemprotkan DPPH.
Pembahasan
KLT Preparatif dapat digunkaan untuk memisahkan bahan dalam jumlah gram, namun sebagian besar pemakaian hanya dalam jumlah milligram. Seperti halnya KLT secara umum, KLT Preparatif juga melibatkan fase diam dan fase gerak. Dimana fase diamnya adalah sebuah plat dengan ukuran ketebalan bervariasi. Untuk jumlah sampel 10-100 mg, dapat dipisahkan dengan mengunakan KLT Preparatif dengan adsorben silika gel atau aluminium oksida, dengan ukuran 20x20 cm dan tebal 0,5 - 2 mm. Seperti halnya KLT biasa, adsorben yang paling umum digunakan pada KLT Preparatif adalah silika gel.
Kelebihan dari penggunaan KLT Preparatif adalah biaya yang digunakan murah dan memakai peralatan paling dasar. Sementara kekurangannya antara lain : adanya kemungkinan senyawa yang diambil dari plat adalah senyawa beracun, waktu yang diperlukan dalam proses pemisahan cukup panjang, adanya pencemar setelah proses ekstraksi senyawa dari adsorben.
Pada pengerjaan pertama, alat dan bahan yang akan digunakan siapkan agar dapat meminimalisir dan memperlancar proses pengerjaan. selanjutnya penyiapan pelarut dari n-heksan : etil . Hal ini dilakukan agar dapat mengetahui apakah sampel dapat membentuk fraksi yang baik atau terelusi dengan baik.
Sebelum ditotolkan pada plat KLT Preparatif, sampel dilarutkan terlebih dahulu dalam sedikit pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang mudah menguap, misalnya n-heksana, diklorometana atu etil asetat. Karena jika pelarut yang digunakan tidak mudah menguap, maka akan terjadi pelebaran pita. Sampel yang ditotolkan harus berbentuk pita yang sesempit mungkin karena baik tidaknya pemisahan juga bergantung pada lebarnya pita.
Setelah plat KLT Preparatif dielusi, pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari plat. Diupayakan untuk menggunakan pelarut yang paling nonpolar yang mungkin. Harus diperhatikan bahwa makin lama senyawa kontak dengan adsorben, maka makin besar kemungkinan senyawa tersebut mengalami peruraian.
Selanjutnya disiapkan serangkaian alat kromatografi kromatografi lapis tipis preparative. Dimana terdapat chamber berukuran besar untuk menampung eluen dengan panjang 20x20 cm untuk membentuk pita noda, yang akan diambil atau dikeruk sebagai isolate.
Kemudian diamati pada lampu UV. Dari hasil pengamatan noda atau pita dapat terlihat pada lampu UV 254 dan juga UV 366. Terdapat 2 pita yang terbentuk pada lempeng KLTP untuk metode KKK dan KCV setelah disemprotkan dengan DPPH. Kemudian pada metode KKK dan KCV dikeruk lurus pita panjang berwarna kuning pada bagian yang tidak di semprotkan dengan DPPH.
Hasil pengerukan kemudian disimpan kedalam vial dan hasil pengamatan pada percobaan KLTP akan dilanjutkan pada percobaan selanjutnya dengan cara sentrifuge untuk mengetahui dengan pasti senyawa yang terbentuk pada lempeng.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis preparatif ada 6 pita yang terbentuk untuk KKK dan KCV.
Saran
Diharapakan selama praktikum berlangsung, ketertiban dan kedisiplinan ditingkatkan agar proses praktikum dapat berjalan dengan lancar dan tenang.
DAFTAR PUSTAKA
Dalimartha., 2004, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Trobus Agriwidya : Bogor.
Hendayana, Sumar. 2010 Kimia Pemisahan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya, Bandung.
Heyne., 1987, Tumbuhan berguna Indonesia, Badan Litbang kehutanan : Jakarta.
Hostettmann. M, Hostettmann. K, Marston. A., 1995., Cara kromatografi preparatif. ITB Bandung
Interagency Taxonomic Information System, 2015, ITIS Standart ReportPage:Culex.http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&search_value=182359 Diakses pada tanggal 14 oktober 2015.
Munson, James,W., 2010. Analisis Farmasi. Airlangga University Press: Surabaya.
Nasution, A. Rosa. 2010. Isolasi Senyawa Triterpenoid atau Streoid Universitas Sumatra Utara: Sumatra Utara.
Rohman, Abdul., 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Jakarta.
Roy J. Gritter, James M. Bobbit, Arthur E.S., 1991. Pengantar Kromatografi. Penerbit ITB. Bandung.
Sastrohamidjojo, Hardjono.1985. Kromatografi Edisi kedua, Liberty. Yogyakarta.
[Type the document title]