EVALUASI NILAI BIOLOGIS PROTEIN IN VITRO VITRO: PENGUKURAN DAYA CERNA PROTEIN Oleh : Golongan P2; Kelompok 1
Nurul Agustina Agustina Chandradew Chandradewii Mila Kharisma
F2409004 F24090042 2 F24090043
Jian Septian
F24090046
Ayu Cahyaning Wulan
F24090130
Didiet Rayadi
F24061503
Dosen Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP, M.Agr
Asisten Praktikum Dede Saputra, S.Pi, M.Si Umi Kulsum, S.TP
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012 1. PENDA NDAHULU ULUAN 1.1 Latar Belakang
Protein Protein merupa merupakan kan salah satu zat gizi gizi yang dibutuhk dibutuhkan an oleh oleh tubuh tubuh dengan porsi yang cukup besar disamping zat gizi lain, seperti karbohidrat. Keberadaan protein terdapat di berbagai bahan pangan baik hewani maupun nabati. Protein cukup banyak terkandung di bahan pangan hewani dengan daya cerna yang lebih baik dibandingkan protein pada bahan pangan nabati. Namun, terdapat juga bahan pangan nabati yang sarat akan kandungan protein yang lengkap, seperti kedelai. Kedelai merupakan alternatif sumber protein yang menjanjikan untuk menggantikan protein hewani. Protein kedelai mengandung asam amino yang lengkap. Selain itu protein kedelai mengandung asam amino yang relatif lebih tinggi daripada protein biji-bijian lainnya, terutama asam amino lisin (FAO 1971). Selain dikonsumsi secara langsung, terdapat juga berbagai jenis produk olahan kedelai yang beredar di pasaran, seperti tempe, kecap, dan minuman bubuk bubuk kedelai. kedelai. Meskipun Meskipun berbahan dasar sama, masing-masing masing-masing bentuk olahan kedelai tersebut memiliki nilai gizi yang berbeda. berbeda. Secara keseluruhan, keseluruhan, tempe memil memiliki iki kada kadarr dan dan day dayaa cerna cerna prote protein in yan yang g leb lebih ih t in ggi di an ta ra pr od ukuk pr p r od uk ol a h a n ke de l a i l a i n ny a (Sugiyono (Sugiyono 2008). 2008).
Adanya Adanya perlakuan perlakuan
sela selama ma peng pengol olah ahan an meny menyeb ebab abka kan n peni pening ngka kata tan n nila nilaii gizi gizi prot protei ein n dan dan keterse ketersediaa diaan n zat-zat zat-zat gizi gizi yang yang terkand terkandung ung di dalamn dalamnya ya (Palupi (Palupi 2007). 2007). Hal tersebu tersebutt disebab disebabkan kan karena karena terlepa terlepasnya snya asam amino amino bebas, bebas, sehingg sehinggaa lebih lebih mudah dicerna dicerna oleh tubuh (Astawan 2008). 2008). Berdasarkan Berdasarkan pernyataan pernyataan tersebut, dilakukan analisis lebih lanjut tehadap beberapa produk olahan kedelai untuk menget mengetahui ahui daya daya cerna cerna protein protein kedelai kedelai secara secara in vitro, vitro, serta serta membuk membuktika tikan n adanya peningkatan daya cerna terhadap protein kedelai pada produk olahan kedelai tersebut.
2
1.2 Tujuan Mengukur daya cerna protein pada beberapa macam sam sampel pel pr produk
dari kedelai dengan menggunakan metode in-vitro dan mengetahui daya cerna protein melalui analisa penurunan pH sampel setelah mengalami reaksi hidrolisis.
3
2. BAHA BAHAN N DA DAN MET METOD ODE E
2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu kasein, tepung kedelai mentah, tepung kedelai matang, tepung tempe mentah, tepung tempe matang, akuades pH 8.0, NaOH 1N, campuran campuran enzim (tripsin, kimotripsin, kimotripsin, pankreatin), pankreatin), TCA 0.1M, 0.1M, Na2CO3 0.4M, dan pereaksi Folin.
2.2 Alat
1.5 g tepung atau kasein
30 ml akuades pH 8.0
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain tabung reaksi bertutup, gelas ukur, pH-meter, neraca analitik, tabung sentrifus plastik, vortex, vortex, pipet Mohr, Pengadukan dan penepatan sentrifuge, waterbath dan spektrofotometer. pH 8.0 ± 0.1
Vortex
2.3 Prosedur Kerja
Daya aya cern cernaa prot protei ein n pada pada samp sampel el dilak ilakuk ukan an seca secara ra in vit vitro dengan
Pengambilan 10 ml dan pemasukkan ke menggunakan campuran enzim (tripsin, kimotripsin, dan pankreatin) yang kemudian dalam tabung reaksi bertutup (lakukan 2 set)
akan dibandingkan dengan daya cerna kasein, sehingga diketahui daya cerna protein relatif masing-masing sampel. 1.0 Asam enzimatis Set 1: Penambahan ml amino yang dihasilkan akibat Set reaksi 2 (sebagai blanko): campuran enzim
Penambahan 1.0 ml akuades
kemu kemudia dian n direa direaksi ksika kan n deng dengan an perea pereaksi ksi Folin Folin,, sehing sehingga ga inten intensit sitas as warn warnaa yang yang dihasilkan dihasilkan diukur diukur dengan dengan menggunakan menggunakan spektrofotometer spektrofotometer pada panjang gelombang gelombang 37°C, 10 menit (tepat) 578 nm. Diagram alir prosedur analisisInkubasi dapat dilihat pada gambar 1. Pengambilan 2.0 ml (homogen)
Ukur pH larutan sisa
Penambahan 4.0 ml TCA
Vortex dan sentrifus (3500 rpm, 10 menit)
Pengambilan 1.5 ml supernatan Penambahan 5.0 ml Na2CO3 Penambahan 1.0 ml reagen Folin Pendiaman larutan selama 20 menit pada suhu 37 °C 4
Pengukuran absorbansi pada 578 nm
Gambar 1. Diagram alir penentuan daya cerna protein in vitro
3. DATA DATA HASI HASIL L PER PERCO COBA BAAN AN
Tabel 1. Data hasil daya cerna protein in vitro
5
Sampel
Absorbansi sampel
Absorbansi blanko
Daya cerna protein relatif (%)
Rata-rata daya cerna protein relatif (%)
U1
U2
U1
U2
U1
U2
Kasein control
1.450
1.467
0.059
0.050
100.00
100.00
100.00
Tepung kedelai mentah
0.940
1.022
0.831
0.722
7.84
21.17
14.50
Tepung kedelai matang
0.620
0.761
0.364
0.497
18.40
18.63
18.52
Tepung kedelai matang
0.682
0.786
0.368
0.395
22.57
27.59
25.08
Tepung tempe mentah
0.569
0.322
0.564
0.359
0.36
-2.61
-1.13
Tepung tempe matang
0.344
0.303
0.218
0.201
9.06
7.20
8.13
Keterangan : *) : Nilai absorbansi dengan perlakuan pengenceran 2x U1 : ulangan 1 U2 : ulangan 2 Contoh perhitungan : Tepung kedelai mentah U1 x 100%
6
Daya Daya cerna cerna protein protein tepung tepung kedelai kedelai mentah mentah relatif relatif adalah adalah 14.50 14.50% % terhada terhadap p standar standar (kasein).
Gambar 2. Diagram daya cerna protein pada beberapa sampel produk kedelai
Tabel 2. Data perubahan pH sampel sebelum dan sesudah perlakuan enzim pH awal
pH sampel sampel setelah setelah perlakuan perlakuan enzim
Perubahan pH
Kasein (standar)
7.97
7.23
0.74
Tepung kedelai mentah
8.06
7.89
0.17
Tepung kedelai matang 1
8.02
7.09
0.93
Tepung kedelai matang 2
8.03
7.6
0.43
Tepung tempe mentah
8.02
7.6
0.42
Tepung tempe matang
8.02
7.37
0.65
Sampel
7
Gambar 3. Diagram penurunan pH akibat aktivitas campuran enzim Tabel 3. Data perubahan pH sampel sebelum dan sesudah perlakuan tanpa enzim Sampel
pH awal
pH blanko
Perubahan pH
Kasein (standar)
7.97
7.79
0.18
Tepung kedelai mentah
8.06
7.96
0.10
Tepung kedelai matang 1
8.02
7.64
0.38
Tepung kedelai matang 2
8.03
7.78
0.25
Tepung tempe mentah
8.02
7.54
0.48
Tepung tempe matang
8.02
7.43
0.59
Gambar 4. Diagram penurunan pH sampel tanpa perlakuan enzim Table 4. Perbandingan perubahan pH sampel dengan perlakuan enzim dengan pH sampel tanpa tanpa perlakuan enzim Perubahan pH sample Sampel setelah perlakuan enzim
Blanko
8
Kasein (standar)
0.74
0.18
Tepung kedelai mentah
0.17
0.10
Tepung kedelai matang 1
0.93
0.38
Tepung kedelai matang 2
0.43
0.25
Tepung tempe mentah
0.42
0.48
Tepung tempe matang
0.65
0.59
Gambar 5. Diagram perbandingan perubahan pH sampel dengan perlakuan enzim dengan pH sampel tanpa perlakuan enzim
4. PEMBAHASAN
Penentu Penentuan an daya daya cerna cerna protein protein secara secara in vitro vitro dapat dilakukan dilakukan berdasakan berdasakan prinsip absorbansi absorbansi dengan dengan penggunaan penggunaan indikator indikator berupa berupa pereaksi pereaksi Folin yang memb member erika ikan n warn warnaa pada pada asam asam amino amino dan pepti peptida da hasil hasil hidro hidrolis lisis is oleh oleh enzim enzim.. Perbedaan intensitas warna larutan dapat menunjukkan perbedaan kandungan asam 9
amino dan peptida (protein) pada sampel. Dalam prinsip ini absorbansi berbanding lurus dengan jumlah asam amino dan peptida dalam larutan. Nilai absorbansi sampel yang telah dikurangi dengan absorbansi blanko kemudian dibandingkan dengan nilai absorbansi kasein sebagai kontrol untuk menentukan daya cerna protein tersebut secara relatif terhadap kasein. Ada lima sampel yang diuji daya cerna proteinnya pada praktikum ini, antara lain yaitu sampel tepung kedelai mentah, tepung kedelai matang 1 dan 2, tepung tempe mentah mentah,, dan tepung tepung tempe tempe matang matang.. Kelima Kelima sampel sampel tersebu tersebutt diband dibandingk ingkan an denga dengan n protein standar, standar, yaitu kasein. Penggunaan Penggunaan kasein sebagai sebagai standar dilakukan dilakukan dengan dengan alasan kualitas protein kasein yang baik serta merupakan satu protein tunggal yang lebih mudah dicerna dibandingkan sampel sehingga akan menunjukkan daya cerna yang baik pula dibandingkan sampel. Kasein didefinisikan sebagai beberapa kelompok phosphoprote phosphoprotein in yang digumpalkan digumpalkan dari susu skim pada pH sekitar 4.6 sampai dengan 4.7 (Damodaran 1996). Kasein komersial umumnya dihasilkan dari susu skim yang mengalami mengalami pengendapan kasein dengan dengan penambahan penambahan asam atau rennet. rennet. Komposisi Komposisi kasein komersial terdiri dari protein 88.5%, lemak 0.2%, air 7%, dan mempunyai kadar abu 3.8% (Webb et al . 1981). Keli Kelima ma samp sampel el yang yang diuj diujii memi memili liki ki pH seki sekita tarr 5-6. 5-6.5, 5, sehi sehing ngga ga perl perlu u ditambahkan NaOH agar pH tepat menjadi 8 dimana pH 8 merupakan standar awal untuk mengetahui penurunan pH yang terjadi. Pengkondisian pH larutan menjadi 8 bertujuan bertujuan untuk mendapatk mendapatkan an aktivitas enzim enzim tripsin dan kimotrips kimotripsin in yang maksimum maksimum,, kare karena na pH terseb tersebut ut meru merupa paka kan n pH opti optimu mum m untuk untuk aktiv aktivita itass enzim enzim tripsi tripsin n dan dan kimotripsin atau dengan kata lain hal ini dilakukan untuk mengkondisikan seperti dalam usus manusia. Saat praktikum dilakukan penambahan NaOH karena dengan penambahan penambahan akuades akuades pH 8, larutan sampel masih berada di bawah pH 8. Suspensi Suspensi sampel kemudian diberi larutan enzim dan sebagian dibuat sebagai blanko dengan mengganti larutan enzim dengan akuades. Pembuatan blanko untuk masing-masing sampel bertujuan untuk mengukur asam amino awal (bukan hasil hidrolisis hidrolisis enzimatis) enzimatis) atau sebagai faktor koreksi karena dikhawatirkan jika dalam sampel sudah terdapat asam amino bebas sebalum diberi enzim. Setelah pengkondisian pH optimum enzim, kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 37 oC selama 10 menit. Tujuan dari inkubasi ini adalah untuk mengkondisikan
10
suhu sampel, dimana suhu ini merupakan suhu yang optimal untuk aktivitas enzim. Enzim (protease) yang digunakan dalam praktikum ini adalah tripsin, kimotripsin, dan pankreatin. pankreatin. Setelah sampel dihidrolisis dihidrolisis oleh enzim selama inkubasi 10 menit, sampel diberi TCA (Tri (Tri Chloro Acetic acid ) untuk mengendapkan sisa protein dan disentrifuse pada 3500 rpm selama selama 10 menit sehingga didapatkan didapatkan endapan endapan protein dan supernatan. supernatan. Perlak Perlakuan uan sentrifu sentrifusa sa bertuju bertujuan an untuk untuk mengen mengendap dapkan kan sisa substrat substrat yang yang bereaksi bereaksi dengan dengan TCA TCA sehingg sehinggaa superna supernatant tant yang yang didapat didapatkan kan terdiri terdiri dari dari asam amino dan peptide. peptide. Supernatant Supernatant diambil sebanyak sebanyak 1.5 ml lalu ditambahkan ditambahkan Na2CO3 dan reagen Folin-Ciocalteau. Reagen Folin-Ciocalteau merupakan campuran asam fosfomolibdat dan asam fosfotungstat. Reagen direduksi oleh asam amino tirosin dan triptofan (Winarno 1997). Asam Asam amino amino sistin, sistin, sistein, sistein, dan histidin histidin juga bisa mereduksi mereduksi reagen, reagen, namun namun tidak tidak seku sekuat at tiros tirosin in dan dan tripto triptofan fan.. Reak Reaksi si oksid oksidasi asi-re -redu duks ksii terse tersebu butt diiku diikuti ti deng dengan an terbentuknya terbentuknya kompleks warna biru (kromatogen) (kromatogen) dengan absorbansi absorbansi maksimum maksimum pada panjang gelombang gelombang 745-750 745-750 nm (Nollet (Nollet 1996). 1996). Penambahan Penambahan garam basa Na 2CO3 bertujuan bertujuan memberikan memberikan suasana basa karena karena pembentuk pembentukan an warna warna biru dari dari reagen reagen FolinFolinCiocalteau Ciocalteau sangat bergantung bergantung pada pH. pH yang paling sesuai adalah 10-10.5, 10-10.5, namun reagen Folin-Ciocalteau tidak stabil pada pH basa sehingga ketepatan waktu dalam setiap tahap sangat diperlukan (Nollet 1996). Setelah penambahan Na 2CO3 dan reagen Folin-Ciocalteau, larutan didiamkan selama 20 menit pada suhu 37 oC agar reaksi dapa dapatt berja berjala lan n deng dengan an semp sempur urna. na. Reak Reaksi si yang yang tidak tidak berja berjalan lan semp sempur urna na dapat dapat menyebabkan kesalahan negatif karena ion Cu 2+ tidak berikatan secara maksimum dengan dengan gugus gugus amina. amina. Setelah Setelah didiamk didiamkan, an, absorba absorbansi nsi larutan larutan sampel sampel diukur diukur pada pada panjang gelombang gelombang 578 nm. Semakin Semakin tinggi daya cerna protein, semakin tinggi asam amino amino yang yang terbe terbentu ntuk k sehing sehingga ga inten intensit sitas as warn warnaa biru biru semak semakin in tingg tinggii dan nilai nilai absor absorba bans nsii juga juga semaki semakin n tingg tinggi. i. Nilai Nilai abso absorb rban ansi si kemu kemudia dian n digun digunak akan an dalam dalam menghitung daya cerna relatif dari sampel yang diuji. Berdasarkan hasil percobaan, setelah diinkubasi, pH kasein tanpa perlakuan penambahan penambahan enzim mengalami mengalami perubahan perubahan sebesar 0,18, sedangkan sedangkan perubahan perubahan pH kasein dengan perlakuan penambahan enzim adalah sebesar 0,74. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan penurunan pH cenderung menjadi lebih cepat saat diberikan diberikan tambahan tambahan enzim. Hasil analisis perubahan pH pada kelima sampel menunjukkan bahwa pH tepung
11
kedelai mentah tanpa perlakuan perlakuan penambahan penambahan enzim mengalami perubahan sebesar 0,10, sedangkan perubahan pH tepung kedelai mentah dengan perlakuan penambahan enzim adalah sebesar 0,17. Tepung kedelai matang 1 tanpa perlakuan penambahan enzim mengalami perubahan pH sebesar 0,38, sedangkan perubahan pH tepung kedelai matang 1 dengan perlakuan penambahan enzim adalah sebesar 0,93. Untuk tepung kedelai kedelai matang matang 2 tanpa tanpa perlaku perlakuan an penamb penambaha ahan n enzim enzim mengal mengalami ami peruba perubahan han pH sebesar 0,25, sedangkan perubahan pH tepung kedelai matang 2 dengan perlakuan penambahan penambahan enzim enzim adalah adalah sebesar sebesar 0,43. 0,43. Sampel tepung tempe mentah tanpa perlakuan penambahan enzim mengalami perubahan perubahan pH sebesar 0,48, sedangkan sedangkan perubahan perubahan pH tepung tempe mentah mentah dengan dengan perlakuan perlakuan penambahan penambahan enzim enzim adalah sebesar sebesar 0,42. 0,42. Sampel Sampel tepung tempe tempe matang matang tanpa perlakuan perlakuan penambahan penambahan enzim mengalami mengalami perubahan perubahan pH sebesar 0,59, sedangkan sedangkan perubahan perubahan pH tepung tempe mentah mentah dengan dengan perlakuan perlakuan penambahan penambahan enzim adalah sebesar sebesar 0,65. 0,65. Dengan Dengan demikia demikian, n, data data besarny besarnyaa penuru penurunan nan pH kasein kasein dan kelima kelima sampel tepung setelah dan sebelum perlakuan enzim dari yang terbesar hingga yang terkecil secara berturut-turut, yaitu kasein, tepung kedelai matang1, tepung kedelai matang 2, tepung kedelai mentah, tepung tempe matang, dan tepung tempe mentah. Secara kualitatif, suatu protein yang lebih cepat melepaskan ion-ion hidrogen yang ditunjukkan dengan penurunan pH yang lebih cepat dalam kurun waktu tertentu berarti memiliki daya cerna yang lebih baik. Hal ini menunjukkan daya cerna protein secara berurutan berurutan dari yang paling tinggi tinggi hingga hingga yang paling rendah adalah kasein, tepung kedelai matang 1, tepung kedelai matang 2, tepung kedelai mentah, tepung tempe matang, dan tepung tempe mentah. Daya cerna protein dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksogenus dan endogenus (Guo et al . 2007). Faktor eksogenus misalnya interaksi protein dengan polifenol, polifenol, fitat, karbohidrat, karbohidrat, lemak, dan protease inhibitor inhibitor (Duodu (Duodu et al. 2003; 2003; Ikeda et al. 1986). 1986). Sedangkan Sedangkan faktor f aktor endogenus endogenus terkait dengan karakterisasi karakterisasi struktur struktur protein seperti seperti struktu strukturr tersier, tersier, kuarten kuartener, er, serta serta struktu strukturr yang yang dapat dapat rusak rusak oleh oleh panas panas dan perlakuan perlakuan reduksi (Deshpande (Deshpande dan Damodaran Damodaran 1989; 1989; Ikeda et al. 1991; Vaintraub et al . 1979). Fennema (1996) mengungkapkan bahwa daya cerna protein dipengaruhi oleh oleh konfo konformas rmasii protein protein,, ikatan ikatan antar antar protein protein dengan dengan metal, metal, lipid, lipid, asam nuklea nukleat, t, selulosa selulosa atau polisak polisakarid aridaa lainnya lainnya,, faktor faktor anti anti nutrisi nutrisi,, ukuran ukuran dan luas permuka permukaan an
12
partikel protein dan pengaruh pengaruh proses panas atau perlakuan perlakuan dengan dengan alkali. Konformasi Konformasi protein dapat berhubungan berhubungan dengan proses pengolahan produk. Pemanasan Pemanasan merupakan suatu proses termal yang dapat mengubah konformasi protein (Fennema 1996). Proses pemanasan, pemanasan, seperti perebusan perebusan kedelai atau pengeringan pengeringan dapat meningkatkan meningkatkan daya cerna protein karena dapat mendenaturasi protein senyawa anti-nutrisi (anti-protease) (Muchtadi 1993). Hasil percobaan menunjukkan daya cerna relatif dari tepung kedelai mentah, tepung kedelai matang 1, tepung kedelai matang 2, tepung tempe mentah, dan tepung tempe tempe matang matang terhada terhadap p kasein kasein masing masing-mas -masing ing adalah adalah 14,50 14,50% % , 18,52 18,52%, %, 25,08 25,08%, %, -1,13%, dan 8,13%. Hal ini menunjukkan bahwa sampel yang memiliki daya cerna protein relatif yang paling tinggi adalah tepung kedelai matang 2, sementara sementara sampel tepung tempe mentah memiliki daya cerna protein yang paling rendah. Pada dasarnya, sampel dalam bentuk tepung-tepungan seperti yang diuji pada praktikum ini akan memiliki daya cerna protein relatif yang tinggi karena perlakuan pengeringan pada sampel sampel dapat memperl memperluas uas luas permukaan permukaan protein. protein.
Hal ini terjadi terjadi karena karena proses proses
pengeringan pengeringan akan mengeluarkan air dari protein serta membuat protein memiliki memiliki luas permukaan permukaan yang lebih luas luas dari sebelumnya sebelumnya dikarenaka dikarenakan n partikel protein protein yang menjadi menjadi lebih kecil ketika dikenakan proses pengeringan. Akibatnya, enzim protease akan lebih mudah untuk menghidrolisis menghidrolisis protein (Fennema 1996). Sampel tepung kedelai matang memiliki daya cerna yang paling tinggi dikarenakan adanya proses pemanasan dapat meningkatkan ketersediaan zat gizi protein yang terkandung di dalamnya. Kebanyakan protein pangan pangan terdenaturasi terdenaturasi jika dipanaskan dipanaskan pada suhu yang moderat moderat (60-90 °C) selama satu jam atau kurang. Rendahnya daya cerna protein relatif pada sampel tepung tempe mentah maupun tepung tempe matang tidak sesuai dengan hasil penelitian Guo et al . (2007) yang menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keun keungg ggul ulan an diba diband nding ingka kan n kaca kacang ng kede kedelai lai.. Pada Pada tempe tempe,, terd terdapa apatt enzi enzim-e m-enzi nzim m pencernaan pencernaan yang dihasilkan dihasilkan oleh kapang tempe, sehingga sehingga protein, protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan 2008). Ketidaksesuaian ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat protein sebagai senyawa senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif beberapa beberapa asam amino dalam
13
protein dapat bereaksi bereaksi dengan dengan komponen komponen lain misalnya misalnya gula pereduksi, pereduksi, polifenol, polifenol, lemak lemak dan dan produ produk k oksid oksidas asiny inya, a, serta serta baha bahan n kimi kimiaa aditi aditiff sepert sepertii alka alkali, li, bele beleran rang g dioksid dioksidaa atau hidrog hidrogen en peroks peroksida ida (Muchta (Muchtadi di 1993). 1993). Selain Selain itu, adanya adanya kesalaha kesalahan n prosedur prosedur praktikum, praktikum, yaitu waktu inkubasi inkubasi kedua yang lebih dari 20 menit serta ketidakstabilan pereaksi Folin juga dapat mempengaruhi hasil uji. Pereaksi Folin merupakan senyawa yang sangat reaktif dan mudah berikatan dengan senyawa lain seperti amonium sulfat, sesium bikarbonat, glisin (lebih besar dari 0,5%), sukrosa, glukosa, EDTA, NaCl, sorbitol, octyl glucoside, glucoside, chaps, chaps, chapso, chapso, lubrol, tris, Triton X-100, dan lain-lain. Amonium sulfat, lubrol, chaps, chaps, chapso, chapso, dan sesium bikarbonat merupakan contoh senyawa pengganggu yang dapat mengendapkan protein. protein. Glisin dan EDTA EDTA adalah contoh senyawa senyawa pengganggu pengganggu yang menyebabkan menyebabkan tidak terbentuknya warna biru pada reaksi (Walker 2002). Selain itu, merkaptan (2mercapt mercaptoeth oethano anol) l) dan ditiotre ditiotreitol itol (DTT) (DTT) merupa merupakan kan senyaw senyawaa pengg penggang anggu gu yang yang mere meredu duks ksii prot protei ein n untu untuk k bere bereak aksi si deng dengan an pewa pewarn rna. a. Inku Inkuba basi si kedu keduaa (set (setel elah ah penambahan penambahan pereaksi pereaksi Folin) pada sampel tepung tempe mentah mentah dengan dengan perlakuan perlakuan penambahan penambahan enzim yang lebih dari 20 menit kemungkinan kemungkinan menyebabkan menyebabkan asam amino glisin pada sampel bereaksi secara berlebihan dengan ion Cu 2+ dalam pereaksi Folin, akibatnya intensitas warna biru yang terbentuk pada sampel tepung tempe mentah dengan perlakuan penambahan enzim lebih rendah daripada tepung tempe mentah perlakuan perlakuan tanpa penambahan penambahan enzim, sehingga daya cerna protein relatif yang terukur terukur bernilai negatif. negatif.
5. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang dilakukan terhadap beberapa sampel tepung berbahan dasar kedelai dapat diketahui bahwa sampel yang memiliki daya cerna protein tertinggi berturut-turut berturut-turut adalah kasein, tepung kedelai kedelai matang, matang, tepung kedelai kedelai mentah, mentah, tepung tempe tempe matang, matang, dan tepung tepung tempe matang. matang.
Semaki Semakin n besar besar penurunan penurunan pH sample 14
setelah diinkubasi memperlihatkan bahwa sample tersebut memiliki daya cerna protein yang yang tinggi, tinggi,
karena karena penuruna penurunan n pH yang yang lebih cepat dalam kurun kurun waktu waktu tertentu tertentu
menunjukkan bahwa protein lebih cepat melepaskan ion-ion hidrogen sehingga lebih banyak protein protein yang yang mudah mudah dicerna oleh oleh tubuh. tubuh. Tepung Tepung kedelai kedelai matang memiliki memiliki daya cerna protein yang lebih tinggi daripada tepung tempe yang telah mengalami proses fermentasi. Hal ini dimungkinkan adanya pengaruh oleh sifat protein sebagai senyawa yang reaktif, dimana sisi aktif beberapa asam amino dalam protein dapat bereaksi deng dengan an komp kompon onen en lain lain misal misalny nyaa gula gula pere peredu duks ksi, i, poli polifen fenol ol,, lema lemak k dan dan prod produk uk oksidasinya, serta bahan kimia aditif seperti alkali, belerang dioksida atau hidrogen peroksida peroksida.
6. DAFT DAFTA AR PUST PUSTAK AKA A
Astawa Astawan n M. 2008. 2008. Sehat Sehat dengan dengan Tempe, Tempe, Pandua Panduan n Lengka Lengkap p Menjaga Menjaga Keseha Kesehatan tan dengan Tempe. Jakarta : PT Dian Rakyat
15
Damodaran S. 1996. Amino Acids, Peptides, and Proteins. Di dalam: dalam: Fennema, OR. (Ed.). Food (Ed.). Food Chemistry Chemistry Third Edition. Edition. Marcel Dekker Inc, New York. Desh Deshpan pande de SS, SS, Damo Damoda dara ran n S. 1989 1989.. Heat Heat induc induced ed confo conforma rmatio tional nal chang changes es in phaseolin phaseolin and its relation to proteoly proteolysis. sis. Biochimica Biochimica et Biophysica Biophysica Acta (BBA) (BBA) – Protein Structure and Molecular Enzymology 998: 179–188. Duodu KG, Taylor JRN, Belton PS, Hamaker BR. 2003. Factors affecting sorghum protein digestibil digestibility. ity. J of Cereal Cereal Sci 38: 38: 117–131. 117–131. [FAO] [FAO] Food Food and Agricu Agricultu lture re Organiz Organizatio ation. n. 1971. 1971. Techno Technolog logy y produc production tion from from soybean. Agriculture Service Bulletin, Roma. Fennema ON. 1996. Food 1996. Food Chemistry Chemistry Third Edition. Edition. Marcel Dekker Inc, New York. Guo X, Huiyuan Y, Zhengxing C. 2007. Effect of heat, rutin and disulfide bond reduction on in vitro pepsin digestibility of Chinese tartary buckwheat protein fractions. J of Food Chem 102:118–122. Iked Ikedaa K, Oku Oku M, Kusa Kusano no T, Yasu Yasumo moto to K. 1986 1986.. Inhi Inhibi bito tory ry pote potenc ncy y of plan plantt antinutrients towards the in vitro digestibility of buckwheat protein. J of Food Sci 51: 1527–1530. Muchta Muchtadi di D. 1993. 1993. Teknik Teknik Evalua Evaluasi si Nilai Nilai Gizi Gizi Protein Protein.. Institut Institut Pertani Pertanian an Bogor, Bogor, Bogor. Owusu RK. 2002. Food Protein Analysis: Quantitative Effects on Processing . NewYork: Marcel Dekker. Palupi, Palupi, Ns, FZ Zakaria, Zakaria, E Prangdimurti. Prangdimurti. 2007. 2007. Pengaruh Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Gizi Pangan Pangan.. Modul e-Learning ENBP ENBP,, Bogo Bogorr : Depa Depart rtem emen en Ilmu Ilmu dan dan Teknologi Pangan IPB . S u gi gi yo yo n o. o.
2 00 00 8 .
Kandu ngan
Giz i
Kede lai
( te te rh rh ub ub un un g
b er er ka ka la la ). ).
http://id.shvoong.com [22 September 2011] Vaintraub IA, Seliger P, Shutov AD. 1979. Action of pepsin on the reserve proteins of some leguminous seeds. Nahrung 23: 15–21. Walker JM. 2002. The Protein Protocols Handbook . Totowa: Totowa: Humana. Winarno FG. 1997. Kimia 1997. Kimia Pangan Pangan dan Gizi. Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 16
17