KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat, rahmat dan karuniaNYA kami kelompok 1 dapat menyelesaikan laporan akhir praktikum Pertanian Berlanjut. Praktikum dilakukan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang dan kami menyusunnya sebagai data hasil pengamatan untuk penyusunan laporan. Dalam laporan akhir ini, kami juga berterimakasih kepada asisten praktikum Pertanian Berlanjut dan teman-teman yang telah membantu penyelesaian laporan ini. Kami berharap laporan ini dapat berguna atau bermanfaat untuk kedepan. Laporan ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu kami menerima kritik dan saran demi kesempurnaan penulisan laporan berikutnya.
Malang, 27 Desember 2013
Penyusun
1
DAFTAR ISI Halaman Cover Kata Pengantar.....................................................................................................................1 Daftar Isi...............................................................................................................................2 Bab 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3 1.2 Tujuan.............................................................................................................................3 1.3 Manfaat...........................................................................................................................4 Bab 2 METODOLOGI 2.1 Tempat dan waktu Pelaksanaan......................................................................................5 2.2 Metode Pelaksanaan.......................................................................................................5 2.2.1 Pemahaman karakteristik landskap.............................................................................5 2.2.2 Pengukuran Kualitas Air.............................................................................................5 2.2.3 Pengukuran Biodiversitas............................................................................................7 2.2.3.1 Aspek Agronomi.................................................................................................7 2.2.3.2 Aspek Hama Penyakit........................................................................................9 2.2.4 Pendugaan Cadangan Karbon.....................................................................................9 2.2.5 Identifikasi Keberlanjutan Lahan dari Aspek Sosial Ekonomi...................................9 Bab 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil................................................................................................................................11 3.1.1 Kondisi Umum Wilayah..............................................................................................11 3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik......................................................15 3.1.2.1 Kualitas air.........................................................................................................15 3.1.2.2 Biodiversitas Tanaman.......................................................................................21 3.1.2.3 Biodiversitas Hama Penyakit.............................................................................34 3.1.2.4 Cadangan Karbon...............................................................................................38 3.1.3 Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi 3.1.3.1 Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi)..................................45 3.1.3.2 Ecologically sound (ramah lingkungan).............................................................59 3.1.3.3 Socially just (berkeadilan = menganut azas keadilan) .....................................62 3.1.3.4 Culturally acceptable (berakar pd budaya setempat) ........................................63 3.2 Pembahasan Umum 3.2.1 Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan........................................66 Bab IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan.....................................................................................................................70 4.2 Saran...............................................................................................................................70 DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................71 LAMPIRAN.........................................................................................................................73 - Sketsa Penggunaan Lahan........................................................................................73 - Sketsa Transek..........................................................................................................75 - Lampiran gambar pengamatan hama.......................................................................83
2
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pada dasarnya pertanian berkelanjutan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta kualitas lingkungannya. Proses produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk hayati yang ramah terhadap lingkungan sehingga dalam pelaksanaannya akan mengarah kepada upaya memperoleh hasil produksi atau produktifitas yang optimal dan tetap memprioritaskan kelestarian lingkungan. Jadi secara umum, sistem pertanian berlanjut merupakan sistem pertanian yang layak secara ekonomi dan ramah lingkungan. Pada tingkat bentang lahan upaya pengelolaannya diarahkan pada upaya menjaga kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan biodiversitas tanaman pertanian untuk mempertahankan keberadaan pollinator, untuk pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit dan mengupayakan kondisi hidrologi (kuantitas dan kualitas air) menjadi baik serta mengurangi emisi karbon. Banyak macam penggunaan lahan yang tersebar di seluruh bentang lahan, yang mana komposisi dan sebarannya beragam tergantung pada beberapa faktor antara lain iklim, topografi, jenis tanah, vegetasi dan kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada disekelilingnya. Didalam ruang perkuliahan, mahasiswa mempelajari tentang beberapa indikator kegagalan Pertanian berlanjut baik dari segi biofisik(ekologi), ekonomi dan sosial. Dalam konteks tersebut perlu adanya pengenalan pengelolaan bentang lahan yang terpadu di bentang lahan sangat perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa terhadap konsep dasar Pertanian Berlanjut di daerah Tropis dan
pelaksanaannya di tingkat lanskap. 1.2. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan fieldtrip ini yaitu : a. Memperoleh segala informasi yang berkaitan dengan pertanian berlanjut dari aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. b. Untuk memahami macam-macam tutupan lahan, sebaran tutupan lahan dan interaksi antar tutupan lahan pertanian yang ada di suatu bentang lahan. c. Untuk memahami pengaruh pengelolaan lanskap Pertanian terhadap kondisi hidrologi, tingkat biodiversitas, dan serapan karbon. d. Untuk memahami kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar area tersebut. e. Untuk memenuhi tugas praktikum Pertanian Berlanjut. 3
f. Untuk mengetahui apakah pertanian di wilayah praktikum dapat dikatakan berlanjut atau tidak. Manfaat Manfaat yang didapat pada kegiatan fieldtri ini yaitu : a. Dapat menentukan berlanjut atau tidaknya suatu sistem pertanian. b. Mampu mengaplikasikan dasar teori yang diperoleh di perkuliahan ruang. c. Mampu menyimpulkan bagaimana kondisi biodiversitas, kualitas air dan karbon di
1.3.
wilayah tersebut. d. Mampu menyimpulkan tingkat keberlanjutan pertanian di wilayah tersebut berkenaan dengan aspek ekologi, ekonomi dan sosial.
4
BAB II METODOLOGI 2.1.
Tempat dan Waktu Pelaksanaan Pelaksanaan fieldtrip mata kuliah Pertanian Berlanjut dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Batu. Waktu pelaksanaan fieldtrip mata kuliah Pertanian berlanjut yaitu pada hari Sabtu, 30 November 2013.
2.2. Metode Pelaksanaan 2.2.1. Pemahaman Karakteristik Lansekap
2.2.2 Pengukuran Kualitas Air Pengambilan sampel untuk mengukur DO (dissolve oxygen) di laboratorium dilakukan dalam beberapa langkah:
5
● Pendugaan kualitas air secara fisik (kekeruhan) dilakukan dalam beberapa langkah :
Pendugaan kualitas air secara fisik (kekeruhan) dilakukan dalam beberapa langkah :
6
● Pengamatan suhu air dilakukan dalam beberapa langkah:
Pengamatan pH air dilakukan dalam beberapa langkah:
2.2.2. Pengukuran Biodiversitas 2.2.2.1. Aspek Agronomi Indikator yang digunakan dalam mengukur biodiversitas dari aspek agronomi adalah populasi dan jenis gulma pada lahan. Metode yang digunakan adalah: Biodiversitas Tanaman
7
8
Bodiversitas Gulma
9
2.2.2.2.
Aspek Hama Penyakit
2.2.3. Pendugaan Cadangan Karbon Peran lansekap dalam menyimpan karbon bergantung pada besarnya luasan tutupan lahan hutan alami dan lahan pertanian berbasis pepohonan baik tipe campuran atau monokultur. Besarnya karbon yang tersimpan di lahan bervariasi antar penggunaan lahan tergantung pada jenis, kerapatan dan umur pohon. Oleh karena itu ada tiga parameter yang diamati pada setiap penggunaan lahan yaitu jenis pohon, umur pohon, dan biomassa yang diestimasi dengan mengukur diameter pohon. 2.2.4. Identifikasi keberlanjutan lahan dari Aspek Sosial Ekonomi Dalam mengevaluasi keberlanjutan dari aspek sosial ekonomi menggunakan indikatorindikator sebagai berikut (dengan melakukan wawancara terhadap petani):
10
11
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Kondisi Umum Wilayah Dusun Sayang, Desa Tulungrejo, Ngantang Stop 1 (Hutan) Macam landskap
: Variegated
Kemiringan
: 30%, 170 Tingkat tutupan
N Penggunaan o
Lahan
1
Hutan
Tutupan lahan Pinus
Manfaat
K
Posisi Lereng
Kanopi
Jumla h
Kerapat
C-
Seresah
spesie
-an
stock
Sedang
Tinggi
Sedang
Renda
Atas
Rendah
Tinggi
s 2
Atas
Rendah
Tinggi
10
Produksi
(kayu)
2
Hutan
G(getah) B (biji)
3
Produksi Hutan
Durian
B (buah)
Atas
Rendah
Tinggi
1
Rendah
h Renda
4
Produksi Hutan
Pisang
B (buah)
Atas
Sedang
Tinggi
7
Sedang
h Renda
Kopi
Produksi 5
D
h
Hutan
Rumput
(daun) D
Produksi
gajah
(daun)
Atas
Rendah
Tinggi
Banya
Tinggi
k
Renda h
Stop 2 (Agroforestri) Macam landskap
: Fragmanted
Kemiringan
: 24%, 140
N
Penggunaan
Tutupan
o 1
Lahan Tanaman
lahan Sengon
Tahunan 2
Tanaman
Manfaat
Posisi
C-stock
Lereng Tengah
Tingkat tutupan Jumlah Kerapat Kanopi Seresah spesies an Sedang Rendah 2 Rendah
K
Tengah
Sedang
Rendah
19
Sedang
Rendah
Tinggi
(kayu) Pisang
B (buah)
semusim
D
3
Tanaman
Kopi
(Daun) B (buah)
Tengah
Sedang
Rendah
16
Sedang
Sedang
4
Tahunan Tanaman
Talas
B (buah)
Tengah
Tinggi
Rendah
50
Tinggi
Rendah
12
Semusim
D
5
Tanaman
Jahe
(daun) A (akar)
Tengah
Tinggi
Rendah
43
Tinggi
Rendah
6
Semusim Tanaman
Lamtoro
K
Tengah
Rendah
Sedang
6
Sedang
Sedang
Tengah
Tinggi
Tinggi
2
Sedang
Tinggi
Posisi
D
Lereng tengah
Tingkat tutupan Jumlah Kerapat Kanopi Seresah spesies an Sedang Sedang 159 Tinggi
Tahunan
(kayu) D
7
Tanaman
Bambu
Tahunan
(daun) K (kayu)
Stop 3 (Tanaman Semusim) Macam landskap
: Relictual
Kemiringan
: 18%, 100
N
Penggunaan
Tutupan
o 1
Lahan Tanaman
lahan Kubis
2
Semusim Tanaman
Rumput
(Daun) D
tengah
Rendah
Banyak
227
Tinggi
Rendah
3
Semusim Tanaman
Gajah Kelapa
(Daun) B (buah)
tengah
Sedang
Sedang
196
Rendah
Rendah
4
Semusim Tanaman
Kacang
B (buah)
tengah
Rendah
Sedang
107
Sedang
Rendah
5
Semusim Tanaman
panjang Rumput
D
tengah
Rendah
Sedang
Banya
Tinggi
Rendah
6
Semusim Tanaman
liar Pisang
(daun) B (buah)
tengah
Sedang
Sedang
k 3
Rendah
Rendah
Semusim
Manfaat
D (daun)
13
C-stock Rendah
Stop 4 (Tanaman Semusim + Permukiman) Macam landskap
: Relictual
Kemiringan
:
N Penggunaan
Tutupan
Manfaat
Posisi
lahan Pisang
B
Lereng bawah
O 1
Lahan Tanaman
2
Semusim Tanaman
Sawi
(Buah) D
3
Semusim Tanaman
Cabai
4
Semusim Tanaman Semusim
Tingkat tutupan Kanopi Seresah
Jumlah
Kerapat C-stock an Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
spesies 18
bawah
Sedang
Rendah
150
Sedang
Rendah
(Daun) B (buah)
Bawah
Rendah
Rendah
30
Rendah
Rendah
Rumput
D
Bawah
Sedang
Rendah
2000
Tinggi
Sedang
gajah
(daun)
Lokasi pengamatan berada di Dusun Sayang Desa Tulung rejo, Ngantang. Secara geografis Desa Tulungrejo terletak pada posisi 7°21′-7°31′ Lintang Selatan dan 110°10′111°40′ Bujur Timur. Topografi ketinggian desa ini adalah berupa daratan sedang yaitu sekitar 156 m di atas permukaan air laut.Secara administratif, Desa Tulungrejo terletak di wilayah Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-desa tetangga. Di sebelah Utara berbatasan dengan Hutan Kecamatan Wonosalam Kabupaten Jombang. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Waturejo. Di sisi Selatan berbatasan dengan Desa Sumberagung/Kaumrejo Kecamatan Ngantang, sedangkan di sisi Timur berbatasan dengan Hutan Kecamatan Pujon.Wilayah Desa Tulungrejo secara umum mempunyai ciri geologis berupa lahan tanah hitam yang sangat cocok sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Secara presentase kesuburan tanah Desa Tulungrejo terpetakan sebagai berikut: sangat subur 10,600 Ha, subur 248,865 Ha, sedang 45,800 Ha, tidak subur/ kritis 0 Ha. Secara geologi di Daerah Ngantang termasuk vulkanik. Daerah Ngantang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang merupakan salah satu daerah hulu dari sungai Brantas. Lokasi pengamatan terletak pada subsub DAS Sayang. DAS Kali Konto dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian hulu dan bagian hilir, keduanya dipisahkan oleh Bendungan Selorejo. DAS KaliKonto Hulu luasnya sekitar 23.804 ha, termasuk dalam dua wilayah kecamatan, yaitu
Kecamatan Pujon dan Kecamatan
Ngantang (Kabupaten Malang), yang di dalamnya terdapat20desa. Daerah Ngantang terletak pada bagian bawah DAS Kali Konto dengan ketinggian 600-1.400 m di atas permukaan laut. Kawasan pertanian terbagi menjadi dua bagian, yaknidaerah yang memperoleh irigasi untuk padi sawah dan daerah tadah hujan untuk kebun campuran berbasiskopi (agroforestri). 14
Jenis palawija cocok ditanam di daerah ini. Bentuk lahan (landform) yang terdapat di DAS Kali Konto hulu meliputi perbukitan, pegunungan, dataran, dan
lembah
bentuk lahan (landform) yang ada di DAS Kali Konto hulu berpotensi
aluvial.Variasi
terhadap
perbedaan
penggunaan lahan yang ada, seperti landform lembah alluvial dan lahar, dan dataran yang dominan untuk sawah dan kebun sayuran.
Sedangkan pada landform perbukitan banyak
digunakan untuk hutan produksi dan kebun campuran, serta kebun sayuran. Penggunaan lahan pada daeah pengamatan antara lain hutan , agroforestri, tanaman semusim dan tanaman semusim + pemukiman. Kawasan hutan dijumpai pada yang terdapat beberapa tanaman yaitu pinus, pisang, kopi, durian dan
bagian atas
rumput gajah. Pada
lereng tengah terdapat agroforestri antara tanaman tahunan dan tanaman semusim. Tanaman yang terdapat di stop 2 (agroforestri) antara lain sengon,
pisang, kopi, talas, jahe, lamtoro
dan bambu. Pada stop 3 (tanaman semusim) terdapat beberapa tanaman antara lain kubis, rumput gajah , kelapa, kacang panjang, rumput liar dan pisang sedangkan pada stop 4 (tanaman semusim + pemukiman ) terdapat pisang, sawi, cabai, dan rumput gajah. Masingmasing stop memiliki kerapatan spesises yang berbeda-beda yaitu tinggi, sedang dan rendah. Masyarakat sekitar memanfaatkan hasil masing-masing tanaman baik akar, daun, buah, biji dan kayu.
Gambaran umum wilayah desa Tulungrejo, Ngantang
15
Gambaran umum wilayah desa Tulungrejo, Ngantang
Gambar Kondisi Wilayah Melalui Google Earth 3.1.2 Indikator Pertanian Berlanjut dari Aspek Biofisik 3.1.2.1 Kualitas Air Plot 1 Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari kualitas air adalah sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan disekitar berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form isian pengukuran kualitas air sebagai indikatir pertanian berlanjut (suhu air, DO, pH, kekeruhan):
16
Parameter Kekeruhan Suhu pH
Satuan Cm Celcius pH
Lokasi Pengamilan Sampel Plot 1 UL 1 UL 2 UL 3 >30 >30 >30 21.5 21.5 22 6.54
Kelas (PP no. 82 tahun 2001) Kelas
IV,
yaitu
diperuntukkan
sebagai
mengairi pertanaman dan atau peruntukannya lain
DO
Mg/L
2.14
yang
mempersyaratkan
mutu
air
dengan
yang
sama
kegunaan
tersebut Dari hasil pengamatan dilakukan analisis kualitas air, diketahui bahwa kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman agroforestri pinus dengan kopi dan pisang di lokasi Ngantang pada musim hujan berkriteria tidak baik.
Gambar Kondisi Aktual DAS di Ngantang Plot 1
Kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman agroforestri pinus dengan kopi dan pisang di Ngantang menunjukkan kondisi pH yangmendekati basa (7). Namun demikian pH rata-rata masih berada pada selang nilai yang baik sesuai baku mutu. Parameter fisik kekeruhan menunjukkan memang secara aktual waktu pengamatan pada jarak 30 cm masih terlihat dalam pengukurannya, namun tingkat kekeruhan di lahan tersebut akan tetap berpotensi semakin keruh akibat semakin bervariasinya penggunaan lahan (semakin ke arah hilir DAS). Berdasarkan uraian sebelumnya, mengingat pentingnya penutupan hutan dapat disarankan di lokasi aktivitas pertanian serta kiri dan kanan sungai dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan kualitas air sungai di kawasan agroforestri pinus dan sekitarnya. Brooks et al. (1997) dalam Hofer (2003) mengatakan bahwa hutan lindung dan 17
sistem agroforestry yang dikembangkan di sekitar badan air lebih lanjut dapat memperbaiki kualitas air. Keberadaan sistem agroforestri di kanan-kiri sungai selain dapat menjaga stabilitas tebing sungai, juga dapat menurunkan tingkat bahan kimia berbahaya ke dalam badan air, memelihara suhu air agar tetap dingin seperti pada saat pengukuran secara aktual yaitu kesaran 21.5-22oC, dan mempertahankan tingkat dissolvedoxygen (DO) sebesar 2.14 mg/L dari air. Jika diperlukan, pemerintah setempat mengupayakan pembangunan waduk atau bendungan di beberapa tempat yang strategis. Keberadaan waduk selain sebagai pengendali sedimen dan debit banjir juga dapat berperan sebagai pengendali kualitas air sungai. Hasil penelitian Supangat dan Paimin (2007) terkait fungsi Waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur di sepanjang aliran Sungai Citarum, menyimpulkan bahwa keberadaan waduk atau reservoir air memiliki kemampuan untuk memulihkan atau purifikasi kondisi kualitas lingkungan air (kualitas air) secara alami atau yang dikenal sebagai natural self-purification capacity. Adapun kriteria pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka air sungai di kawasan Ngantang pada plot 1 (di lokasi praktikum) termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang dapat diperuntukkan sebagai mengairi pertanaman dan atau peruntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut
(a)
(b)
Gambar (a) Pengambilan Sampel Air untuk Pengamatan dan (b) Pengukuran Suhu di DAS Plot 1
Gambar Pengukuran Kualitas Air DAS di Ngantang Plot 1
Plot 2 Parameter
Lokasi pengambilan sampel air 18
Kekeruha n Suhu
UL 1 Awal : 36 cm Akhir(pengamatan): >
UL 2 Awal : 36 cm Akhir(pengamatan): >
UL 3 Awal : 36 cm Akhir(pengamata
36 cm t udara: 29 0 C t di air : 220 C
36 cm t udara: 27 0 C t di air : 240 C 7,66 1,7mg/ L DO
n): > 36 cm t udara: 26 0 C t di air : 240 C
Ph DO
Tabel klasifikasi kualitas dan mutu air berdasarkan DO dan pH paramete
Satuan
Kelas
1 2 3 4 r DO mg/L 6 4 3 1 pH 6-9 6-9 6-9 5-9 Suhu sampel air: 27,330C Dilihat dari hasil pengujian laboraturium dan lapang yang dilakuakn pada sampel air plot 2 diketahui bahwa tingkat kekeruhannya > 36cm. Sedangkan untuk pengukuran suhu udara dalam 3 kali ulangan yang kami lakukan ialah berkisar antara 26 0 C - 29 0 C dan suhu air pada ulangan pertama 22 0 C, kedua 240 C dan ulangan ketiga 240 C. Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 yang mengklasifikasi kualitas dan mutu air menjadi 4 kelas. Sedangkan untuk kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk dalam kelas ke-IV. Penetapan kelas tersebut ditentukan berdasarkan hasil pengujian DO (disolve Oxygen) dan pH dari sampel air yang ada di lahan. Nilai DO sampel air dari lahan yang kami amati ialah sebesar 1,7 mg/L dan berada dibawah 3 mg/L, sedangkan nilai pHnya ialah sebesar 7,66 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk pada kelas ke-IV. Sehinnga, air yang ada di lahan yang kami amati bisa diperuntukan untuk mengairi tanaman dan juga dapat digunakan untuk kepentingan lain yang memiliki persyaratan kualitas dan mutu yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal tersebut berdasarkan diskripsi dari kelas kualitas dan mutu air ke-IV yang tercantum pada PP no 82 tahun 2001 pasal 8.
19
gambar pengukuran suhu air plot 2
gambar gambar pengambilan sampel air
gambar pengukuran kekeruhan
Plot 3 Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari kualitas air adalah sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan disekitar berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form isian pengukuran kualitas air sebagai indikator pertanian berlanjut (suhu air, DO, pH, kekeruhan): Parameter
Lokasipengambilansampel air UL 1 UL 2 UL 3 Kekeruhan > 40 > 40 > 40 0 0 Suhu t udara: 22 C t udara: 25 C t udara: 25 0 C t di air : 260 C t di air : 260 C t di air : 260 C pH 7,66 DO 1,78mg/ L DO Dari hasil pengamatan dilakukan analisis kualitas air, diketahui bahwa kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman rumput gajah, tanaman semusim (kubis, kacang panjang), pohon kelapa dan pohon pisang sebagai berikut : Klasifikasi kualitas dan mutu air berdasarkan DO dan pH paramete
Satuan
r DO mg/L pH Suhusampel air: 260C
Kelas 1
2
3
4
6 6-9
4 6-9
3 6-9
1 5-9
20
Kondisi kualitas air di kawasan sistem pertanaman rumput gajah, tanaman semusim (kubis, kacang panjang), pohon kelapa dan pohon pisang di Ngantang menunjukkan kondisi pH yang basa (7,66). Parameter fisik kekeruhan menunjukkan memang secara aktual waktu pengamatan pada jarak lebih dari 40 cm masih terlihat dalam pengukurannya, namun tingkat kekeruhan di lahan tersebut akan tetap berpotensi semakin keruh akibat semakin bervariasinya penggunaan lahan Menurut PP no 82 tahun 2001 pasal 8 yang mengklasifikasi kualitas dan mutu air menjadi 4 kelas.Adapun kriteria pada PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, maka air sungai di kawasan Ngantang pada plot 3 (di lokasi praktikum) termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang dapat diperuntukkan sebagai mengairi pertanaman dan atau peruntukannya lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut Sedangkan untuk kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk dalam kelas ke-IV. Penetapan kelas tersebut ditentukan berdasarkan hasil pengujian DO (disolve Oxygen) dan pH dari sampel air yang ada di lahan. Nilai DO sampel air dari lahan yang kami amati ialah sebesar 1,7 mg/L dan berada dibawah 3 mg/L, sedangkan nilai pHnya ialah sebesar 7,66 sehingga dapat disimpulkan bahwa kualitas dan mutu air di lahan yang kami amati termasuk pada kelas ke-IV.
Gambar (a) Pengukuran Kualitas Air DAS di Ngantang Plot 3 dan (b) Pengukuran Suhu di DAS Plot 3
Plot 4
Parameter Kekeruhan Suhu Ph
Satuan Cm Celcius pH
Lokasi Pengamilan Sampel Plot 4 UL 1 UL 2 UL 3 >30 >30 >30 27.5 27.5 26 7.99 21
Kelas (PP no. 82 tahun 2001) Kelas
IV,
yaitu
diperuntukkan sebagai
mengairi
pertanaman
dan atau peruntukannya DO
Mg/L
lain
1.58
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut Kualitas air menurut Alaerts dan Santika (1987) sangat tergantung pada komponen penyusunannya dan banyak dipengaruhi oleh masukan komponen yang berasal dari pemukiman. Dari hasil pengamatan pada plot 4, didapat data bahwa suhu rata 27 0C dengan nilai DO sebesar 1.58 Mg/L. Berdasarkan Peraturan Pemerintah no. 82 tahun 2001 pasal 1 bahwa kualitas air tersebut yang masuk dalam klasifikasi kelas IV yaitu diperuntukan sebagai mengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini dapat dikarenakan dengan pengolahan lahan yang terlalu intensif dan tanaman yang dibudidayakan kurang mendukung dalam menyerap air. 3.1.2.2. Biodiversitas Tanaman Plot 1 Titik pengambilan sampel tutupan lahan Plot 1
Semusim/ Tahunan/
Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam Lanskap Luas
Jarak Tanam
Populasi
Sebaran
70x21 70x21 70x1
3,5 m 1,7 m 3m
420 7 20
Rapat Renggang Renggang
Campuran Pinus Kopi Pisang
22
Pengamatan Biodiversitas Gulma N
Nama
Nama
Lokasi
Jumla
o
Lokal
Ilmiah
Sampel
h
1
-
-
Rumpu
Cyperus
t Teki
kylinga
2
3
No
4
Plot 1
Rumpu
67
31
t gajah
Nama
Lokasi
Jumla
Sampel
h
Goletrak
Ilmiah Rchardia
beuti
brasiliensi
Nama Lokal
Dokumentasi
3
1
s Plot 1 5
Fungsi
35
23
Fungsi -
Dokumentasi
Identifikasi dan analisis gulma Tutupan lahan atau titik pengambilan
Kelebatan Gulma
Dokumentasi
Lebat
Agak Lebat
Jarang
(>50%)
(25%-50%)
(<25%)
V
-
-
sampel Plot 1
Agak Lebat
Keanekaragaman atau biodiversitas keberagaman dari makhluk hidup dapat terjadi karena akibat adanya perbedaan warna, ukuran, bentuk, jumlah, tekstur, penampilan dan sifat-sifat lainnya. Dalam fieldtrip Pertanian Berlanjut di Desa Tulungrejo Kecamatan Ngantang dapat dilihat biodiversitas dimana yang diperhatikan tumbuh – tumbuhan yaitu terdapat tanaman pinus sebagai tanaman utama, pisang sebagai tanaman semusim dan kopi sebagai tanaman pinggir. Sistem pertanian berkelanjutan merupakan pendekatan sistem dan holistik/ terintegrasi dimana sistem pertanian sebagai suatu sistem usahatani dan pendekatan sistem yang berhubungandengan faktor biofisik, sosial, ekonomi dan budaya. Beberapa upaya yang dilakukan dalam pertanian berkelanjutan diantaranya dengan meningkatkan kemandirian petani terhadap sarana produksi pertanian (benih/bibit, pupuk, pestisida, dan hormon pengatur tumbuh dll) termasuk mengurangi penggunaan bahan anorganik dan diganti dengan bahan organik, meningkatkan biodiversitas tanaman pangan dan tanaman lainnya pada suatu lahan pertanian, serta pengelolaan yang tepat pada gulma. Dari hasil pengamatan di plot 1 didapat hasil tutupan lahan dan tanaman pada lansekap terdapat tanaman pinus dengan tingkat kerapatan yang agak lebat dan tanaman lainnya yaitu kopi dan pisang dalam sebaran yang renggang. Lahan tersebut menggunakan sistem tanam agroforestry, dapat dilihat dari tanaman yang ada seperti pinus, kopi, dan pisang, selain itu tanaman tersebut dipilih untuk kepentingan usahatani penduduk sekitar dusun Ngantang. Hal ini didukung dengan pernyataan Hairiah, 2001 bahwa sistem agroforestry memiliki keunggulan yaitu produksi yang dihasilkan dari tanaman seperti tanaman pinus dan kopi memiliki nilai jual cukup menjanjikan.
24
Plot 2 Biodiversitas Lahan Pada dasarnya sistem agroforestri yang ada di tempat praktikum mampu mempertahanakan sifat-sfat fisik tanah melalui seresah yang ditunjukkan dengan keberadaan jenis vegetasi yang ada di plot pengamatan. Hal tersebut disebabkan karena terdapat penambahan organik tanah yang dihasilkan oleh seresah yang dihasilkan oleh jenis vegetasi dan gulma tersebut. Berikut tabel pengamatan dari data yang sudah diperoleh saat praktikum:
Titik pengambilan sampel
Semusim/
Plot 2 Informasi Tutupan Lahan & Tanaman dalam
Tahunan/
Populasi Sebaran Tanam Kopi 70x21 2.15x1.77 302 Rapat Plot 2 Pisang 70x21 3.35x3.31 142 Rapat Lamtoro 70x1 5.14x4.7 61 Rendah Sistem agroforestri yang terdapat di plot 2 dengan pertanaman kopi, pisang dan tutupan lahan
Campuran
Luas
Lanskap Jarak
lamtoro dari hasil data diatas pada dasarnya kanopi dari vegetasi tersebut telah menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan melapuk secara bertahap. Adanya seresah yang menutupi permukaan tanah dan penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian ini sangat sesuai untuk perkembangbiakan dan kegiatan organisme. Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah seperti terbentuknya pori makro (biopores) dan pemantapan agregat. Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah. Biodiversitas Gulma pada Vegetasi Terbuka
25
No
1
2
3
4
5
6
Nama
Nama
Lokasi
Jumla
Lokal
Ilmiah
Sampel
h
Teki
Cyperus
Ladang
rotundus
Rumput
Cyperus
Teki
kylinga
Bandota
Ageratum
n
conyzoides
Rumput
Hedyotis
Mutiara
corumbosa
Keladi tikus
Fungsi Pengganggu
19
tanaman Pengganggu
20
tanaman Pengganggu
7
tanaman
Pengganggu
54
tanaman
Typhonium flagelliform
Pengganggu
3
tanaman
e
-
-
Dokumentasi
Pengganggu
7
tanaman
Plot 2 7
Rumput
Pennisetum
gajah
purpureum
Pengganggu
48
tanaman
Biodiversitas Gulma pada Vegetasi Tertutup No
Nama Lokal
1
Teki
Nama Ilmiah
Lokasi
Jumla
Sampel
h
Cyperus
60
kylinga
Fungsi Pengganggu tanaman Pengganggu
2 3
Goletrak
Rchardia
beuti
brasiliensis
Daun
-
legetang
10
tanaman
13
Pengganggu tanaman
26
Dokumentasi
4
5
6
7
8
Rumput
Paspalum
gegenjuran
commersonii
-
-
Rumput
Hedyotis
Mutiara
corumbosa
Kakatuncara n
-
Pengganggu
16
tanaman
Pengganggu
3
tanaman
Pengganggu
5
tanaman
-
17
Bereria alata
67
Pengganggu tanaman
Pengganggu tanaman
Plot 2 9
-
Pengganggu
Chromolaen
3
a
tanaman
Identifikasi dan Analisis Gulma Tutupan lahan atau titik
Kelebatan Gulma Lebat
Agak Lebat
Jarang
(>50%)
(25%-50%)
(<25%)
Renggang
V
-
-
Rapat
V
-
-
pengambilan sampel Plot 2
27
Dokumentasi
Keberadaan gulma dari berbagai nama lokal yang ditemukan beserta kelebatan gulma tersebut dapat mempertahankan kandungan bahan organik tanah di lapisan atas melalui pelapukan seresah yang jatuh ke permukaan tanah sepanjang tahun. Adapun pemangkasan gulma secara berkala yang ditambahkan ke permukaan tanah juga mempertahankan atau menambah kandungan bahan organik. Kondisi demikian dapat memperbaiki struktur dan porositas tanah serta lebih lanjut dapat meningkatkan laju infiltrasi dan kapasitas menahan air.Sifat-sifat fisik tanah (lapisan atas) yang paling penting dan dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan berbagai jenis tanaman dan pepohonan yang ada di plot 2 adalah struktur dan porositas tanah, kemampuan menahan air dan laju infiltrasi. Lapisan atas tanah merupakan tempat yang mewadahi berbagai proses makro dan mikro termasuk perakaran gulma, kopi, pisang dan lamtoro dalam plot tersebut. Untuk menunjang berlangsungnya proses-proses kimia, fisik dan biologi yang cepat diperlukan air dan udara yang tersedia pada saat yang tepat dan dalam jumlah yang memadai. Oleh karena itu tanah harus memiliki sifat fisik yang mendukung terjadinya keberlanjutan seperti sirkulasi udara dan air yang baik. Dari hasil pengamatan di plot 2 yaitu dengan sistem agroforestri sudah tepat dalammempertahankan sifat-sifat fisik lapisan atas yang diperlukan untuk menunjang keberlanjutan pertumbuhan tanaman. Pada plot tersebut terdapat tanaman kopi dengan sebaran sangat rapat dilengkapi dengan tanaman pisang juga dalam sebaran yang rapat dan dikombinasikan tanaman lamtoro yang sebarannya rendah. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Hairiah dkk, 2003 menyatakan bahwa adanya tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah sehingga tanah terlindung dari pukulan air yang bisa memecahkan dan menghancurkan agregat menjadi partikel-partikel yang mudah hanyut oleh aliran air. Dari pernyataan tersebut aspek terpenting dalam komponen vegetasi adalah susunan tajuk dari sistem agroforestri yang berlapis-lapis, dari jenis vegetasi yang ada seperti kopi, pisang, lamtoro dan berbagai macam tanaman bawah seperti gulma. Komposisi vegetasi ini terkait dengan peran dan fungsi terhadap evaporasi dan transpirasi, intersepsi hujan, dan iklim mikro. Dalam hal ini beberapa sistem agroforestri memiliki kemiripan dengan hutan. Dapat dikatakan sudah termasuk dalam kategori berlanjut. Plot 3 Biodiversitas Gulma
28
Titik Pengambilan sampel 1 2
Kelebatan Gulma Lebat (>50 %)
Agak Lebat(25 %-50%)
Jarang(<2 5%)
√ √
Biodiversitas gulma lebat (>50%) Nama
Nama
Lokasi
local
ilmiah
sampel
Bayam duri
Jumlah
Gulma
Amaranth us
Fungsi
Plot 3
3
tanaman budidaya
spinosus
Gulma Krokot
Portulaca oleracea
Plot 3
7
tanaman budidaya Gulma
Rumput
Cyperus
teki
rotundus
Babandot an
Plot 3
4
budidaya Gulma
Ageratum conyzoide
tanaman
Plot 3
4
s
Biodiversitas gulma Agak Lebat(25%-50%)
29
tanaman budidaya
Gambar
Nama
Nama
Lokasi
local
ilmiah
sampel
Jumlah
Fungsi
Gmabar
Gulma Bayam duri
Amaranth us spinosus
Lokasi 1
tanama 9
n budiday a Gulma
Krokot
Portulaca
Lokasi
oleracea
1
tanama 6
n budiday a Gulma
Rumput
Cyperus
Lokasi
teki
rotundus
1
tanama 3
n budiday a Gulma
Rumput
Eleusine
Lokasi
Jampang
indica
1
tanama 7
n budiday a Gulma
Babandot an
Ageratum conyzoide s
Lokasi 1
tanama 7
n budiday a
Berdasarkan pengamatan pada plot 3 biodiversitas gulma yang ada disana yaitu pada lokasi 1 kelebatan gulmanya lebat (>50%) dan pada lokasi 2 gulma agak lebat (25%50%). Gulma –gulma yang terdapat pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya lebat >50%) adalah bayam duri ( Amaranthus spinosus), krokot (Portulaca oleracea), rumput teki (Cyperus rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides). Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya Agak Lebat (25%-50%) ini antara lain yaitu bayam duri( Amaranthus spinosus), krokot (Portulaca oleracea), rumput teki (Cyperus rotundus) ,rumput jampang (Eleusine indica), dan babandotan (Ageratum conyzoides). 30
Dari hasil pengamatan di plot 3 dapat dilihat bahwa jumlah gulma yang tumbuh dari setiap jenis kerapatan yang berbeda memiliki jumlah populasi dan jumlah spesies gulma yang berbeda pula. Pada plot 3 memiliki tanaman utama yaitu tanaman kubis yang dibudidayakan oleh petani. Pada plot tersebut juga diketahui Jumlah spesies gulma yang tumbuh pada kerapatan yang lebat yaitu 4 spesies gulma dengan jumlah populasi 18 tanaman. Sedangkan pada jenis kerpatan yang agak rapat memiliki jumlah spesies gulma 5 dengan jumlah populasi 32 tanaman. Fakta pengamatan
tersebut
dapat
membuktikan
bahwa
kerapatan
tajuk
dapat
mempengaruhi junlah gulma yang tumbuh. Hal tersebut dapat berkaitan dengan jumlah unsur hara, ketersediaan air dan persaingan cahaya matahari. Hal tersebut sesuai denga pernyataan Hairiah et al (2003) yang menyatakan bahwa adanya tajuk tanaman dan pepohonan yang relatif rapat sepanjang tahun menyebabkan sebagian besar air hujan yang jatuh tidak langsung ke permukaan tanah. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa untuk
meminimalisir
pertumbuhan gulma dapat dilakukan dengan menambah kerapatan jarak tanam pada tanaman yang kita budidayakan. Plot 4 Biodiversitas Tanaman Indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik ditinjau dari biodiversitas tanaman adalah sesuatu hal yang tidak perlu lagi diragukan dalam menentukan kualitas lahan disekitar berlanjut atau tidak. Berikut adalah tabel dan form pengamatan biodiversitas tanaman pangan dan tahunan sebagai indikator pertanian berlanjut. Titik Pengama
Semusim/Tahunan/
Pisang
lanskap Jarak Tanam Popualsi 3,8 meter 8 pohon
Sebaran Tidak
Rumput Gajah
1,4 meter
±250
rapat Sangat
2 meter
rumpun 2 pohon
rapat Tidak
5 meter
±40
rapat Rapat
Pepaya
-
rumpun 1 pohon
Tidak
Kopi
2 meter
2 pohon
rapat Tidak
Campuran
-tan
Jati Plot 4
Informasi tutupan Lahan & Tanaman dalam
Bambu
Luas
Luas : 199 meter Panjang: 410 meter
rapat 31
Dari data yang kami dapat di Dusun Sayang, Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, pada plot 4 dengan luasan lahan 410 m x 199 m, yakni tanaman campuran, adanya tanaman Tahunan (Bambu, Kopi dan Jati) dan tanaman semusim (Pisang, papaya dan rumput gajah). Untuk Biodiversitas tanaman yang paling tinggi adalah rumput gajah yakni ±250 rumpun dengan sebaran sangat rapat. Rumput gajah dipilih sebagai pakan ternak karena memiliki produktifitas yang tinggi dan memiliki sifat memperbaiki kondisi tanah (Handayani, 2002). Biodiversitas Gulma Kelebatan Gulma
Titik Pengambil
Lebat
an sampel
(>50)
1
Agak Lebat(25%-
Jarang(<25%)
50%)
√ √
2 3
√
Biodiversitas gulma lebat (>50%) Jumlah (Rumpu
Nama
Nama
Lokasi
local
ilmiah
sampel
Rumput
Cyperu
teki
s
tanaman
rotundu
budidaya
Plot 4
Fungsi
n) 4
Gulma
s Baband
Ageratu
Plot 4
3
Gulma
otan
m
tanaman
conyzoi
budidaya
des Rumput
Pennise
gajah
tum
Plot 4
7
Pakan ternak
purpure um
Biodiversitas gulma Jarang(<25%) 32
Gambar
Nama
Nama
Lokasi
local
ilmiah
sampel
Rumput
Cyperus
teki
rotundus
Plot 4
Jumlah (Rumpun
Fungsi
Gambar
) 1
Gulma tanaman budidaya
Rumput
Plot 4
3
Gulma
Teki
tanaman Cyperus
lading
budidaya
kylinga
Rumput
Pennisetum
Plot 4
3
Pakan
gajah
purpureum ternak Berdasarkan pengamatan pada plot 4 biodiversitas gulma yang ada disana yaitu pada lokasi 1 dan 3 kelebatan gulmanya lebat (>50%), pada lokasi 2 gulma Jarang(<25%) dan pada lokasi 1 dan lokasi 3 kelebatan gulmanya lebat (>50). Gulma – gulma yang terdapat pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya lebat >50%) adalah rumput teki (Cyperus rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya Agak gulma Jarang(<25%) ini antara lain yaitu Rumput teki (Cyperus rotundus), Rumput
Teki
lading(Cyperus
kylinga)
dan
rumput
gajah
(Pennisetum
purpureum).Gulma adalah tanaman yang tidak dikehendaki oleh petani, Menurut Soerjani (1988), yang dimaksud gulma ialah tumbuhan yang peranan, potensi, dan hak kehadirannya belum sepenuhnya diketahui. Gulma adalah tumbuhan yang tidak dikehendaki di suatu tempat dan merupakan komponen integral dalam agroekosistem, membentuk komunitas bersama tanaman budidaya.Tumbuhan Gulma memiliki sejumlah sifat fisiologis, agronomis dan reproduktif yang khas, yang membuatnya lebih berhasil dibanding tanaman budidaya (Cobb, 1992)Pada pertanian berkelanjutan gulma memiliki peranan penting dalam agroekosistem yaitu sebagai pencegah erosi tanah, penyubur tanah, dan inang pengganti (alternate host) predator atau parasitoid serangga hama.( Sastroutomo, S.S., 1990) 3.1.2.3. Biodiversitas Hama Penyakit Form Pengamatan Biodiversitas Serangga ( Plot 1, 2, 3, 4 ) 1) PLOT 1 KOMODITAS RUMPUT GAJAH, PISANG, PINUS, SEMAK 33
Lokasi Pengambila n sampel
Nama
coklat Laba- laba Lalat Nyamuk Kupu-
Plot 1 Plot 1 Plot 1 Plot 1
Jumla
Fungsi
h
(H,MA,SA)
Valanga Nigricornis
13
Hama
Araneus diadematus Musca domestica Culex pipiens
12 2 9
Musuh Alami Serangga Lain Serngga Lain
Ornithoptera sp.
2
Serangga Lain
3
Serangga Lain
1
Hama
1
Musuh Alami
lokal Belalang
Plot 1
Nama ilmiah
kupu Semut
Plot 1 Plot 1
Plot 1
Dolichoderus
Hitam Ulat
thoracicus Chrysodeixis
Jengkal Kumbang
chalcites Menocillus
kubah spot
sexmaculatus
M
2) PLOT 2 KOMODITAS PINUS, KOPI, PISANG Lokasi Pengambila
Nama Lokal
Nama Ilmiah
n Sampel Plot 2
Semut merah
Plot 2 Plot 2 Plot 2 Plot 2 Plot 2
Nyamuk Kupu-kupu putih Laba-laba Belalang kayu Belalang hijau
Oecophylla smaradigna Culex pipiens Ornithoptera sp. Araneus diadematus Valanga nigricornis Oxya chinensis
Jumla h 3 4 4 7 1 2
Fungsi (H, MA, SA) Serangga lain (dekomposer) Serangga lain Polinator Musuh Alami Hama Hama
3) PLOT 3 KOMODITAS KUBIS Lokasi pengambilan
Nama local
Nama Ilmiah
jumlah
Fungsi (H, MA, SA)
sampel Plot 3 (tanaman
Belalang hijau
Oxya chinensis
24
H
13
H
15
MA
2
H
1
MA
semusim)
Belalang coklat Kepik Jangkrik Tawon
Valanga nigricornis Helopeltis spp. Gryllus assimilis Apis indica 34
Plutella
Ulat daun
2
H
Lycosa sp.
3
MA
Leptosia nina
3
MA
1
SL
xylostella
Laba-laba Kupu-kupu psyche Lalat rumah
Musca domestica Linn.
4) PLOT 4 KOMODITAS RUMPUT GAJAH Lokasi Pengambila n sampel Plot 4 Plot 4 Plot 4 Plot 4 Plot 4 Plot 4
Fungsi
Nama lokal
Nama ilmiah
Jumlah
Belalang kayu Lalat rumah Belalang hijau Belalang
Valanga nigricornis Musca domestica Oxya chinensis
6 9 2
Hama Serangga lain Hama
Stagmomantis Carolina
3
Musuh alami
1
Musuh alami
50
Musuh alami
sembah Kumbang kubah spot M Semut rangrang
Menochilus sexmaculatus Oecophylla smaragdina
35
(H,MA,SA)
3.2 Form Tabulasi Data ( Plot 1, 2 , 3,4) Lokasi Pengambila n Sampel Plot 1 Plot 2 Plot 3 Plot 4
Hama 14 3 41 8
Jumlah Individu yang Berfungsi Sebagai MA SL Total 13 7 22 54
Segitiga Fiktorial ( Plot 1,2,3,4) Plot 1
16 11 1 9
43 21 64 71
Persentase (%) Hama
MA
SL
33 14 64,06 11,26
30 33 34,38 76,06
37 52 1,56 12,67
SL
30%
HAMA
MA
33% Titik-titik koordinat berada di titik sudut serangga lain, Keadaan ini menunjukkan banyaknya jumlah populasi serangga lain dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut seimbang dan sehat. Populasi serangga lain lebih banyak dibandingkan populasi hama dan musuh alami. Serangga lain dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan hama, sebagai polinator. Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika populasi musuh alami masih mampu untuk mengendalikan peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat dikatakan seimbang.
36
Plot 2 SL
33%
HAMAAA
MA
14%
37
Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut musuh alami dan serangga lain, dekat dengan sisi yang menghubungkan kedua titik sudut tersebut. Keadaan ini menunjukkan sedikitnya populasi hama dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut seimbang dan sehat. Populasi serangga lain lebih banyak dibandingkan populasi hama dan musuh alami. Serangga lain dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan hama, sebagai polinator. Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika populasi musuh alami masih mampu untuk mengendalikan peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat dikatakan seimbang. 6,25% SL
Plot 3
0
0
100 0
H
MA
87,5%
Titik-titik koordinat berada di antara titik sudut hama Keadaan ini menunjukkan sedikitnya populasi musuh alami dan serangga lain. Kondisi ini tidak memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Jadi, ekosistem tersebut tidak seimbang dan tidak sehat. Populasi hama lebih banyak dibandingkan populasi serangga lain dan musuh alami. Serangga lain dapat berperan untuk membantu musuh alami dalam mengendalikan hama, sebagai polinator. Namun, serangga lain juga dapat berpotensi sebagai hama. Jika populasi hama lebih banyak dari populasi musuh alami dan serangga lain dapat terjadi peledakan populasi hama, maka ekosistem dapat dikatakan tidak seimbang dan tidak sehat.
38
Plot 4 SL
76,06%
HAMA
MA
11,26%
Titik-titik koordinat berada diantara titik musuh alami dan serangga lain, dekat dengan sisi yang menghubungkan kedua titik sudut tersebut. Keadaan ini menunjukkan kelangkaan populasi hama. Populasi musuh alami persentasenya sangat banyak dibandingkan populasi hama dan serangga lain. Jika ada peledakan populasi hama, maka peran musuh alami masih mampu untuk mengendalikan peledakan hama tersebut. Jadi, ekosistem pada plot 4 dapat dikatakan seimbang dan sehat. Pembahasan dari Hasil Pengamatan Plot Sendiri (Plot 3) Pengamatan plot 3 dilakukan pada komoditas kubis. Pada aspek HPT kelompok kita mengamati dan menghitung jumlah populasi hama,musuh alami dan serangga lain. Berdasarkan pengamatan ditemukan jumlah belalang hijau dengan jumlah 24 ekor, Belalang coklat sebanyak 13 ekor, Kepik sebanyak 15, jangkrik sebanyak 2 ekor, Tawon sebanyak 1 ekor, Ulat daun sebanyak 2 ekor, Laba-laba sebanyak 3 ekor, Kupu-kupu psyche sebanyak 3 ekor dan Lalat rumah sebanyak 1 ekor. Serangga-serangga tersebut berfungsi sebagai hama, musuh alami dan serangga lain pada komoditas kubis. Serangga yang berfungsi sebagai hama adalah belalang hijau, belalang coklat, jangkrik, dan ulat daun. Serangga yang berfungsi sebagai musuh alami adalah kepik, tawon, Laba-laba dan Kupu-kupu psyche. Sedangkan serangga yang berfungsi sebagai serangga lain adalah lalat rumah. Setelah mengetahui jumlah populasi dari hama, serangga lain dan musuh alami, kemudian membuat segitiga faktorial. Berdasarkan gambar segitiga faktorial dapat dilihat 39
bahwa populasi hama lebih dominan daripada populasi musuh alami dan serangga lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pada komoditas kubis didominasi hama. Hal ini dapat disebabkan karena lingkungan pada komoditas kubis mendukung untuk keberadaan hama. Selain itu, jumlah populasi musuh alami tidak mampu mengendalikan populasi hama. Hal ini sesuai dengan Hermanu, triwidodo. 2003 bahwa organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme lainnya dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik. Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agen hayati dalam pengendalian hama. Musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan dan pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung kepada kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi hama di sekitar aras keseimbangan umum. Penanaman dengan monokultur misalnya hanya penanaman komoditas kubis saja juga akan mempengaruhi jumlah hama karena semakin penanaman secara beragam (polikultur) akan memberikan keberagaman serangga yang ada. Sehingga penanaman secara tumpangsari sangat dianjurkan untuk diterapkan. Pembahasan untuk Membandingkan Hasil Pengamatan Sendiri dengan Seluruh Plot ( Plot 1,2,3,4) Pada hasil pengamatan yang diperoleh dari beberapa plot menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kondisi di ekosistem asli. Pada plot 1 data yang ditunjukan antara prosentase hama, musuh alami dan serangga lain angkanya tidak begitu jauh hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan seimbang sesuai komposisi yang seimbang. Plot 1 ini terletak pada pola penggunaan lahan hutan sehingga jumlah fauna yang ditemukan mendekati kondisi asli walaupun ditemukan beberapa tanaman produksi yang dikelola oleh masayarakat sekitar. Untuk kondisi yang demikian menandakan bahwa tidak ada dominasi dari salah satu populasi yang berarti rantai makanan bersifat tertutup dan lingkungan mirip dengan kondisi aslinya. Apabila komposisi lingkungan sudah seimbang dan dapat memenuhi kebutuhannya sendiri berarti tidak memerlukan output dari luar. Pada dasarnya setiap hama atau organisme pengganggu tanaman memiliki musuh alami yang sudah ada pada kondisi alami sehingga pengendalian dilakukan apabila benar-benar dibutuhkan. Plot 2 memiliki karakteristik pola penggunaan lahan agroforestri yang terdiri dari tanaman tahunan, tanaman semusim yang dibudidayakan dan tanaman-tanaman bawah yang memiliki fungsi untuk keberagaman biodiversitasnya. Namun dengan hasil yang didapat ada salah satu dominasi dari populasi serangga lain yang diikuti musuh alami dan hama paling sedikit. Jumlah serangga lain yang banyak ini dapat diindikasikan karena lahan agroforestri memiliki banyak jenis tanaman baik semusim, tahunan maupun rerumputan yang biasanya kondisi sesuai untuk kondisi perkembangbiakan dari serangga ini. Serangga lain disini bukan 40
merupakan hama atau musuh alami namun lebih pada serangga yang hanya menggunakan tanaman atau rerumputan sebagai rumah atau tempat bernaung sementara sehingga tidak mengganggu tanaman pada lahan. Plot 3 yang merupakan lahan tanaman semusim dengan komoditas kubis memiliki prosentase hama paling banyak 50% lebih diikuti musuh alami dan serangga lain. Hal ini menyebabkan kondisi tidak seimbang pada agroekosistem sekitar. Jumlah musuh alami tidak dapat menanggulangi hama sehingga pengendalian tidak secara alami diterapkan pada lahan. Terlebih lagi lahan tanaman kubis ini merupakan komoditas yang harus panen setiap musim penanaman apabila pengendalian menggunakan musuh alami saja maka tidak akan dapat mengendalikan sehingga memerlukan pengendalian lain. Plot 4 yang penggunaan lahan tanaman semusim dan terletak di daearah sekitar pemukiman warga menunjukkan prosentase populasi terbesar dimiliki oleh musuh alami dan jumlah seimbang antara hama dan serangga lain. Kondisi ini juga tidak cukup untuk satu agroekosistem karena harus ada jumlah seimbang dari ketiga populasi ini. Walaupun musuh alami yang mendominasi apabila tidak ada hama sebagai pakannya maka dapat dipastikan musuh alami punah atau berpotensi sebagai predator serangga lainnya. Diantara keempat plot yang berbeda penggunaan lahannya menunjukkan bahwa kondisi paling seimbang pada plot 1 karena diantara ketiga jumlah populasi jumlahnya seimbang dan prosentase yang hampir sama. Kondisi hutan yang penggunaan lahannya alami menyebabkan tidak ada dominasi salah satu populasi sehingga musuh alami dapat mengendalikan hama yang ada pada lahan hutan. Komposisi yang sama antara ketiga sampel ini dapat dijadikan sebagai indikator pertanian berlanjut yang dapat dijadikan sebagai ciri agroekosistem yang sehat. Adapun faktor yang mempengaruhi adanya kurang keberlanjutannya pada plot tiga adalah dengan adanya pertanaman semusim yang tidak dikombinasikan dengan tanaman yang lain. Hal ini diperjelas menurut Hermanu, 2008 menyatakan bahwa keberadaan dimana biodiversitas tidak beragam dari lingkungan sekitar dapat mempengaruhi keberadaan populasi baik serangga lain maupun musuh alami. Berikut adalah dokumentasi saat pengamatan di lapang pada pos 3 :
41
(a)
(b)
Gambar (a) Lahan yang diamati dan (b) Pengambilan OPT dengan sweep net di Plot 3
3.1.2.4Cadangan Karbon Plot 1 (Hutan) Macam landskap : Variegated Kemiringan : 30%, 170 Salah satu fungsi hutan yang penting adalah sebagai cadangan karbon di alamkarena pentingnya keberadaan C dapat disimpan dalam bentuk biomasa vegetasinya. Alih-guna lahan hutanmengakibatkan peningkatan emisi CO2 di atmosfer yang berasal dari hasilpembakaran dan peningkatan mineralisasi bahan organik tanah selamapembukaan lahan serta berkurangnya vegetasi sebagai lubuk C (C- sink). Berikut adalah data pengamatan yang mampu menduga keberadaan cadangan C pada lahan hutan produksi adalah :
42
Tingkat N
Penggunaan
Tutupan
o
Lahan
lahan
1
Hutan
Pinus
atas
2
Produksi Hutan
K (kayu) G(getah)
tutupan Ka Sere Nopi sah Ren Ting
Kopi
B (biji)
atas
dah Ren
3
Produksi Hutan
4
Produksi Hutan
Pisang
5
Produksi Hutan
Rumput
Produksi
gajah
Durian
Manfaat
Posisi
Jumlah
Kerapa
spesies
tan
C-stock
2
Sedang
Tinggi
gi Ting
10
Sedang
Rendah
atas
dah Ren
gi Ting
1
Rendah
Rendah
B (buah)
atas
dah Seda
gi Ting
7
Sedang
Rendah
D (daun) D (daun)
atas
ng Ren
gi Ting
Banyak
Tinggi
Rendah
dah
gi
B (buah)
Lereng
Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya. Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut dalam menyerap karbon di udara semakin menurun. Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalah dengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling menguntungkan. Sistem pertanaman hutan produksi yang terdapat di plot 1 dengan pertanaman pinus, kopi, durian pisang dan rumput gajah merupakan indikator dalam mengetahui jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman. Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman hutan produksi terdapat pertanaman pinus dengan kandungan c-stoktinggi sedangkan pada kopi, durian, pisang dan rumput gajahkandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan dari pertanaman yang ada dan perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan layanan lingkungan sistem hutan produksi tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha-1 th-1) jauh lebih rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat 43
alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu pada populasi dari pertanaman yang ada perlu dioptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara.
(a) (b) Gambar (a) Kerapatan pohon pinus dan (b) Penampang vegetasi secara keseluruhan di Plot 1 Plot 2 (Agroforestri) Macam landskap Kemiringan No
Pengguna an Lahan
1 2
: Fragmanted : 24%, 140
Tutupan
Manfaat
Posisi
Tanaman
lahan Sengon
K (kayu)
Lereng Tengah
Tahunan Tanaman
Pisang
B (buah)
Tingkat tutupan Kanopi Seresah
Jumlah
Kerapat
C-stock
Sedang
Rendah
spesies 2
an Rendah
Tinggi
Tengah
Sedang
Rendah
19
Sedang
Rendah
semusim
D
3
Tanaman
Kopi
(Daun) B (buah)
Tengah
Sedang
Rendah
16
Sedang
Sedang
4
Tahunan Tanaman
Talas
B (buah)
Tengah
Tinggi
Rendah
50
Tinggi
Rendah
5
Semusim Tanaman
Jahe
D (daun) A (akar)
Tengah
Tinggi
Rendah
43
Tinggi
Rendah
6
Semusim Tanaman
Lamtoro
K (kayu)
Tengah
Rendah
Sedang
6
Sedang
Sedang
7
Tahunan Tanaman
Bambu
D (daun) K (kayu)
Tengah
Tinggi
Tinggi
2
Sedang
Tinggi
Tahunan Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya. Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut dalam menyerap karbon di udara semakin menurun. Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalahdengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan 44
adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling menguntungkan. Sistem pertanaman agroforestri yang terdapat di plot 2 dengan pertanaman sengon, kopi, pisang talas, jahe, lamtoro dan bambu merupakan indikator dalam mengetahui jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman. Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman agroforestri terdapat pertanaman sengon dan bambudengan kandungan c-stoktinggi sedangkan pada kopi, pisang talas, jahe, lamtoro kandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan lamtoro perlu dilakukan untuk meningkatkan layanan lingkungan sistem agroforestri tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu pada populasi kopi dan pisang perlu dipertahanakan agar mampu menjaga dan lebih mengoptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara. Namun pada plot 2 yang diamati sudah termasuk dalam kategori berlanjut. Adapun keanekaragaman pohon pada sistem agroforestri menurut Hairiah 2003 manambahkan bahwa sistem tersbut sangat membantu dalam mengurangi emisi karbon akibat konversi hutan menjadi lahan tanaman semusim
Gambar Penampang vegetasi pada plot 2 Plot 3 (Tanaman Semusim) Macam landskap : Relictual Kemiringan : 18%, 100 No
Penggunaan
Tutupan
Manfaat
Posisi
1
Lahan Tanaman
lahan Kubis
D
Lereng tengah
2
Semusim Tanaman
Rumput
(Daun) D
3
Semusim Tanaman
Gajah Kelapa
4
Semusim Tanaman
5
Semusim Tanaman
Tingkat tutupan Kanopi Seresah
Jumlah
Kerapat
C-stock
an Tinggi
Rendah
Sedang
Sedang
spesies 159
tengah
Rendah
Banyak
227
Tinggi
Rendah
(Daun) B (buah)
tengah
Sedang
Sedang
196
Rendah
Rendah
Kacang
B (buah)
tengah
Rendah
Sedang
107
Sedang
Rendah
panjang Rumput
D (daun)
tengah
Rendah
Sedang
Banyak
Tinggi
Rendah
45
6
Semusim Tanaman
liar Pisang
B (buah)
tengah
Sedang
Sedang
3
Rendah
Rendah
Semusim D (daun) Pada dasarnya dalam pengukuran cadangan karbon adalah penggunaan lahannya. Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO2) terjadi karena adanya alih guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut dalam menyerap karbon di udara semakin menurun. Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalah dengan sequestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling menguntungkan. Sistem pertanaman monokultur yang terdapat di plot 3 dengan pertanaman utama yaitu kubis, sedangkan vegetasi yang ada disekitarnya seperti rumput gajah, kelapa, kacang panjang, rumput liar, dan pisang merupakan indikator dalam mengetahui jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman. Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman semusim terdapat pertanaman yang mempunyai kandungan c-stok rendah yaitu diantaranya kubis, rumput gajah, kelapa, kacang panjang, rumput liar, dan pisang. Hal tersebut perlu adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan perlu dilakukan untuk meningkatkan layanan lingkungan sistem tanaman semusim tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu pada populasi kopi dan pisang perlu dipertahanakan agar mampu menjaga dan lebih mengoptimalkan lagi dalam meningkatkan secarapan CO2 di udara. Pada plot 3 yang diamati belum termasuk dalam kategori berlanjut. Adapun keanekaragaman pohon pada sistem agroforestri menurut Hairiah 2003 manambahkan bahwa sistem tersebut sangat tidak membantu dalam mengurangi emisi karbon.
46
Penampang vegetasi secara keseluruhan di Plot 3 Plot 4 (Tanaman Semusim + Permukiman) Macam landskap : Relictual Kemiringan : 0o No
Penggunaan
Tutupan
Manfaat
Posisi
1
Lahan Tanaman
lahan Pisang
B (Buah)
Lereng bawah
2
Semusim Tanaman
Sawi
D
3
Semusim Tanaman
4
Tingkat tutupan Kanopi Seresah
Jumlah
Kerapat
C-stock
Sedang
Sedang
spesies 18
an Rendah
Rendah
bawah
Sedang
Rendah
150
Sedang
Rendah
Cabai
(Daun) B (buah)
bawah
Rendah
Rendah
30
Rendah
Rendah
Semusim Tanaman
Rumput
D (daun)
bawah
Sedang
Rendah
2000
Tinggi
Sedang
Semusim
gajah
Pada
dasarnya
dalam
pengukuran
cadangan
karbon
adalah
penggunaan
lahannya.Adapun sektor penggunaan lahan yang diukur adalah dinamika cadangan karbon atau emisi/sequestrasi disuatu bentang lahan. Emisi (pelepasan gas CO 2) terjadi karena adanya alih guna lahan seperti pembakaran dan pengolahan tanah. Indikasinya adalah apabila berkurangnya cadangan karbon, maka kemampuan menyerap karbon menurun. Semakin suatu bentang lahan tingkat pengolahan tanahnya tinggi maka kemampuan bentang lahan tersebut dalam menyerap karbon di udara semakin menurun. Adapun salah satu dalam menjaga atau mempertahankan cadangan karbon adalahdengan sewuestrasi (penyerapan/penambatan) karbon. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan menggunakan sistem pertanaman yang baik secara biofisik dan ekonomi saling menguntungkan. Sistem pertanaman agroforestri yang terdapat di plot 4 dengan pertanaman pisang, sawi, cabai dan rumput gajah merupakan indikator dalam mengetahui jumlah keberadaan cadangan karbon. Semakin rapat keberadaan vegetasi yang ada, maka semakin meningkat juga jumlah karbon karena pertumbuhan tanaman. Dari hasil data dilapangan menunjukkan bahwa pada sistem pertanaman semusim dekat dengan lokasi pemukiman mempunyai kandungan c-stok rendah. Hal tersebut perlu adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan perlu dilakukan untuk meningkatkan layanan lingkungan sistem monokultur tersebut sebagai penyerap karbon. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Hairiah, 2003 yang menyatakan bahwa peningkatan cadangan karbon melalui perluasan lahan pertanian monokultur (0.03 Mg ha -1 th-1) jauh lebih rendah dari pada jumlah karbon yang hilang akibat alih guna hutan menjadi lahan pertanian. Oleh karena itu penanaman seperti pohon besar sebagai rekomendasi untuk menambah atau 47
menyimpan c-stok yang ada misalnya kelapa dan tegakkan yang lain yang bisa berfungsi ganda sebagai tanaman pemecah angin.
Kondisi aktual rumput gajah di pemukiman 3.1.3. Indikator Pertanian Berlanjut dari Sosial Ekonomi 3.1.3.1. Economically viable (keberlangsungan secara ekonomi) No 1 2
Uraian Sewalahan Sewaalat Penyusutanalat -cangkul - sprayer - Alatbabat
Jumlah (unit) 0.75 ha -
Harga/ unit (Rp) Rp. 10.000.000 -
3
Rp. 50.000/th Rp. 400.000/th Rp. 250.000/th
1 1
Total BiayaTetap (Total Fixed Cost)
Biaya (Rp)
UmurEkonomis (tahun)
Rp. 10.000.000 Rp.
24.000
5
Rp.
70.000
5
Rp.
42.000
5
Rp. 10.136.000
PLOT 1
penyusutan=
hargaawal−harga akhir jangkausia ekonomi s
Cangkul
=
Sprayer
=
Alat babat
=
50.000−10.000 =8.000 x 3=24.000 5 400.000−50.000 =70.000 5 250.000−40.000 =42.000 5
Biaya tetap (fixed cost) yang dikeluarkan untuk budidaya tanaman kopi antara lain biaya sewa lahan dan biaya penyusutan alat. Peralatan yang digunakan dalam pengolahan lahan adalah kepemilikan sendiri atau tidak ada alat yang disewa, peralatan yang dimaksud adalah 3 cangkul dengan harga per unit Rp. 50.000,00, 48
1 sprayer dengan harga Rp.
400.000,00 dan alat babat dengan harga RP. 250.000,00 peralatan tersebut termasuk kedalam biaya tetap. Untuk biaya penyusutan masing-masing alat dimisalkan dijual dengan umur ekonomis 5 tahun. Maka biaya penyusutan per alatnya adalah pada cangkul dengan harga Rp.24.00,00 untuk 3 unit cangkul. Pada sprayer dengan perkiraan umur ekonomis 5 tahun memiliki biaya penyusutan Rp.24.000,00 . Sedangkan pada alat babat dengan umur ekonomis 5 tahun memiliki biaya penyusutan sebesar Rp.42.000,00.
49
Biaya variable No 1 2
3 4
Uraian Benih/bibit Pupuk
Jumlah (unit) 1000
Harga/unit (Rp) Rp. 15.000
Biaya (Rp) Rp. 15.000.000
ZA TSP Pupukkandang Pestisida Desis
5 karung 5 karung 250 karung
Rp.95.000 Rp. 95.000 Rp. 5.000
Rp. 475.000 Rp. 475.000 Rp. 1.250.000
3 botol
Rp. 250.000
Rp. 750.000
4 orang 2 orang
Rp 40.000x 14 hari Rp 35.000 x 14 hari
Rp 2.240.000 Rp 980.000
Rp 6.500
Rp. 325.000 Rp. 21.495.000
Tenagakerja (panen) Luarkeluarga - Pria - wanita
5 Bensin 50 liter Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost)
Pada lahan petani yang kami wawancarai di Plot 1 `memiliki luas lahan 0.75 Ha, lahan tersebut dimanfaatkan untuk budidaya tanaman kopi. Biaya variable yang dikeluarkan untuk mengolah lahan 0.75 Ha tersebut membutuhkan 1000 bibit dengan harga Rp.15.000/unit maka total biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh bibit adalah sebesar Rp.15.000.000,00. Untuk penggunaan pupuk, Bapak Yusman menggunakan pupuk kimia dan pupuk kandang, untuk pupuk kimia yang digunakan adalah ZA sebanyak 5 karung dengan harga Rp. 95.000/karung maka total biaya untuk pembelian pupuk ZA adalah Rp.475.000,00. Pupuk TSP yaitu sebanyak 5 karung dengan harga 95.000,00/karung maka biaya yang dikeluarkan untuk membeli TSP 5 karung sebanyak Rp.475.000,00. Pestisida yang digunakan sebanyak 3 botol dengan harga per botol Rp. 250.00,00 sehingga total harga pestisida mencapai Rp.750.000,00 hal ini karena penggunaan pestisida berdasarkan kondisi hama yang ada di lahan, apabila hama banyak menyerang dan mengganggu pertumbuhan kopi maka Bapak Yusman akan mengambil tindakan untuk menyemprot dengan menggunakan pestisida. Tenaga kerja yang membantu pengolahan lahan budidaya pak Yusman berasal dari tenaga kerja dan luar keluarga.
Tenaga kerja luar keluarga laki-laki diberikan upah sebesar
Rp.40.000,00 yaitu sebanyak 4 Orang , maka biaya tenaga kerja laki-laki yang dibayarkan sebesar Rp.160.000 per hari dan Rp 2.240.000 per musim panen sedangkan tenaga kerja wanita sebanyak 2 orang dengan masing-masing upah yang diberikan sebesar Rp.35.000,00 per hari maka total biaya tenaga kerja wanita sebesar Rp. 70.000,00/hari dan Rp
980.000
per musim panen. Biaya lain-lain yang dikeluarkan adalah bensin yaitu sebanyak 50 liter dengan harga Rp.6.500/liter maka total biaya dikeluarkan untuk membeli bensin per musim tanam sebesar Rp. 325.000. 50
Total biaya (Total Cost (TC) = TFC + TVC)
No Biaya 1 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) 2 Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost) Total Biaya (Total Cost)
Total Biaya (Rp) Rp 10.136.000,00 Rp 10.136.000,00 Rp 31.631.000,00
Penerimaan
Uraian Nilai Produksi (unit) - Kopi 10 ton PenerimaanUsahatani (Total Revenue)
Harga (per kg)(Rp) 20.000
Jumlah (Rp) 200.000.000,00 200.000.000,00
Keuntungan
Uraian Total Biaya (Total Cost) Penerimaan (Total Revenue) Keuntungan
Jumlah (Rp) 31.631.000,00 200.000.000,00 168.369.000,00
b. Analisis Kelayakan Usathatani B/C Ratio B/C=TR-TC / ( TFC+TVC ) Keterangan: TR = Penerimaan TC = Total Biaya TFC = BiayaTetap (fixed cost) TVC = BiayaVariabel (variable cost ) B/C =π / ( TFC+TVC ) B/C = Rp 168.369.000/ Rp 31.631.000 = 5.32 Jadi, usaha kelayakan petani yang dilakukan pak Yusman pada kebun apel layak dan menguntungkan. Hal ini dikarenakan B/C rasio> 1, maka usaha kebun apel pak Yusman tersebut efisien dan menguntungkan. Hal ini sesuai dengan (Soekartawi, 1994) yang menjelaskan suatu usaha dianggap menguntungkan dan perlu dikembangkan apabila nilai B/C ratio lebih dari satu. Suatu usaha hanya mampu menghasilkan penerimaan yang cukup untuk menutup biaya dikeluarkan berada pada posisi tidak untung dan tidak rugi (break even point), B/C ratio sama dengan satu. Suatu usaha dianggap tidak menguntungkan apabila nilai B/C ratio kurang dari satu. Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat diketahui usahatani kopi yang telah dilakukan oleh Yusman menguntungkan karena nilai B/C ratio lebih dari 1.
51
Menghitung Break Event Point BEP Besarnya nilai Break Event Point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: BEP (Break Event Point) Produksi BEP Produksi(Unit)=
TFC P−TVC / Q
¿
10.136.000 20.000−21.495 .000/ 10.000
¿
10.136 .000 20.000−2.149 .500
¿
10.136 .000 2.129 .500
¿ 4.75 kg Dari hasil perhitungan BEP produksi menunjukan bahwa, gambaran produksi minimal yang harus dihasilkan dalam usaha pertanian Bapak Yusman adalah 4.75 kg
agar tidak mengalami kerugian, Apabila nilai BEP produksi dibawah 4.74
kg maka usaha tani yang dilakukan akan mengalami kerugian.
BEP (Break Event Point) Penerimaan (Rupiah) BEP Penerimaan( Rupiah)=
TFC 1−TVC /TR
¿
¿
10.136 .000 1−0.10
¿
10.136 .000 0.9
10.136 .000 1−21.495.000 /200.000 .000
¿ Rp11.262,00
52
Pada perhitungan BEP penerimaan diperoleh hasil bahwa, total penerimaan produk dengan kuantitas produk saat BEP usaha tani Bapak Yusman adalah sebesar Rp11.262,00 .
BEP (Break Event Point) Harga BEP Harga(Rp)=
¿
TC Q
31.631 .000,00 =Rp3.163,00 10.000
Untuk perhitungan BEP harga produk per satuan unit pada saat BEP atau biaya ratarata per satuan produk tanaman kopi milik Bapak Yusman adalah
Rp3.163,00 .
Berdasarkan perhitungan analisis biaya, penerimaan dan keuntungan (pendapatan) usaha tani pada lahan Bapak Yusman diperoleh nilai B/C Ratio sebesar 5.32, maka usaha tani tersebut layak dan dapat dilanjutkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga Bapak Yusman. Kebutuhan-kebutuhan yang dibutuhkan dalam pengelolaan lahan tersebut juga dapat dioeroleh dengan mudah dan tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dicari dilingkungan sekitar masyarakat. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa usaha kopi
telah memperoleh
keuntungan dalam mengusahakan tanaman kopi, di mana semakin besar nilai B/C ratio maka semakin besar pula keuntungan yang akan diperoleh. Tetapi hal ini tidak sesuai dengan Mubyarto (1994), yang menyatakan bahwa efisiensi dapat dikatakan sebagai keadaan, yakni manfaat yang sebesarbesarnya dapat dicapai dari suatu pengorbanan tertentu atau untuk mencapai manfaat tertentu diperlukan pengorbanan yang sekeci-kecilnya. PLOT 2 Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman Kopi dan Langsep Biaya Variabel Jenis Input
Unit
Harga/Unit 53
Jumlah Biaya
Benih Kopi Langsep Pupuk: Pupuk Kandang Urea SP36 Phonska Tenaga Kerja Laki-laki Perempuan Biaya lain-lain: Solar desel Jumlah biaya
800 tanaman 15 tanaman
Rp. 5.000,Rp. 4.000,-
Rp. 4.000.000,Rp. 60.000,-
2.500 kg 50 kg 50 kg 50 kg
Rp 0,Rp 1.800,Rp. 2.100,Rp. 2.300,-
Rp 0,Rp 90.000,Rp. 105.000,Rp. 115.000,-
6 HOK 5 HOK
Rp 20.000,Rp 15.000,-
Rp 120.000,Rp 75.000,-
5L
Rp
Rp 275.000,Rp 4.840.000,-
54
5.500,-
Biaya Tetap Jenis Input Lahan
Unit 2.500 m2
Harga/Unit Rp. 0,-
Jumlah Biaya Rp. 0,-
Peralatan Cangkul Mesin Potong Tandon Diesel Selang Pipa
5 unit 1 unit 1 unit 1 unit 1 rol (50 m) 100 meter
Rp. 125.000,Rp. 1.500.000,Rp. 3.000.000,Rp. 1.500.000,Rp. 500.000,Rp. 25.000,-
Rp. 625.000,Rp. 1.500.000,Rp. 3.000.000,Rp. 1.500.000,Rp. 500.000,Rp. 2.500.000,-
Jumlah biaya
Rp 9.625.000,-
Total Biaya/ TC (Total Cost) No Biaya 1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) 2 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Total Biaya (Total Cost)
Total Biaya (Rp) Rp 4.840.000,Rp 9.625.000,Rp 14.465.000-
Penerimaan Usahatani No Uraian 1 Produksi Kopi 2 Langsep (1 pohon= Rp. 1.000.000) Penerimaanusahatani (Total Revenue)
Nilai 1,5 ton 15 pohon
Jumlah (Rp) Rp. 8.000.000 Rp. 15.000.000 Rp 23.000.000,-
Keuntungan Usahatani No Uraian 1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) 2 Biaya (Total Cost) Keuntungan
Nilai -
B/C
=π / ( TFC+TVC )
B/C
= Rp 8.535.000,-/Rp 14.465.000,= 0,59
Jumlah (Rp) Rp. 23.000.000 Rp 14.465.000,Rp 8.535.000,-
Dari hasil analisis biaya yang diatas diketahui bahwa keuntungan dari usahatani yang dilakukan oleh bapak Sumarno hanya untung sebesar Rp. 8.535.000,-/tahun. Setelah dilakukan perhitungan kelayakan usahatani menggunakan B/C Ratio nilai yang diperoleh adalah 0,59. Ini artinya usahatani yang dijalani pada Sumarno belum layak, nilai BC<1.Menurut beliau hasil tersebut belum cukup untuk membiayai pendidikan anak keduanya dan keperluan sehari-hari. Setiap bulan untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga beliau harus mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.500.000,-. Untuk menutupi kekurangan itu, beliau bekerja sebagai pengolah tanah sawah.Selain itu pak Sumarno juga mengelola tanah 55
sawah yang ditanami kubis dan padi.Hal tersebut dilakukan sebagai alternatif pendapatan sebelum panen tanaman kopi dan langsep. Usahatani yang dilakukan pak Sumarno belum dikatakan berlanjut secara ekonomi.Salah satu indikator pertanian berlanjut yakni keberlanjuatan ekonomi dari petani dimana dari hasil tanai yang ada dapat mencukupi kebutuhan rumah tangga.Selain itu diperkuat oleh pernyataan pak Sumarno bahwa pendapatan yang dihasilkan dari ladang yang di tanami kopi dan langsep belum cukup memenuhi kebutuhan. Menurut (Reintjess, 1992) menjelaskan bahwa Pertanian berlanjut juga harus mampu berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup mampu menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan serta memperoleh penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan tenaga kerja dan biaya usahatani yang telah dikeluarkan.Maka dari itu, untuk keberlanjutan usahatani harus diperbaiki sistem tanam, tanaman yang ditanam yang nilai ekonomisnya lebih tinggi dan ditambah tanaman umurnya lebih pendek sebagai pendapatan alternatif sebelum tanaman tahunan panen.
PLOT 3 Indikator pertanian berlanjut dari aspek ekonomi berarti keberhasilan pertanian berlanjut secara ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan sumberdaya alam dan meminimalisasikan risiko. Kemampuan
masyarakat
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari dari bidang pertanian (perhitungan pendapatan usahatani). Artinya usahatani yang dijalankan oleh petani layak untuk dilanjutkan oleh petani guna memperoleh keuntungan yang sustainable untuk kebutuhan rumah tangga petani. Berdasarkan wawancara yang kami lakukan pada tanggal 30 November 2013 dengan salah satu petani di Desa Kekep Kota Batu diperoleh data sebagai berikut: Nama Petani
: Pak Suin
Umur
: 53 tahun
Alamat
: Desa Tulungrejo, Kec. Ngantang
Pekerjaan Kepemilikaqn Lahan
: Petani : 5000 m2 yang digunakan untuk budidaya sayuran yaitu kubis
Penggunaan Input dan Biaya Usahatani Tanaman :
56
Biaya Tetap No
Jumlah (unit)
Uraian
Harga/ unit (Rp)
Biaya (Rp)
Umur Ekonomis (tahun)
1
Sewa lahan
0,5 ha
Rp 2.000.000
Rp. 2.000.000
2
Sewa alat
-
-
-
-cangkul
3
Rp.
50.000/th
Rp.
30.000
3
- sprayer
1
Rp. 400.000/th
Rp.
100.000
3
- Sabit
1
Rp. 40.000/th
Rp.
10.000
3
-Traktor
1
Rp. 1.000.000
-
Penyusutan alat
Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) Cangkul
=
-
Rp. 3.140.000
50.000−20.000 =10.000 x 3=30.000 3
Sprayer
=
Sabit
=
penyusutan=
a. Biaya variable N Uraian o 1
Benih/bibit
2
Pupuk
400.000−100.000 =100.000 3 40.000−10.000 =10.000 3
hargaawal−harga akhir jangkausia ekonomis
Jumlah (unit)
Harga/unit (Rp)
Biaya (Rp)
20.000 biji
Rp. 70/biji
Rp. 1.400.000
ZA
2 kw
Rp. 210.000/kw
Rp. 420.000
TSP
2 kw
Rp. 210.000/kw
Rp. 420.000
KCl
2 kw
Rp. 210.000/kw
Rp. 420.000
Urea
6 kw
Rp. 180.000/kw
Rp. 1.080.000
57
3
4
Pestisida Desis
3 botol
Rp. 250.000
Rp. 750.000
Tenaga Kerja
3 org untuk 3 hari
Rp 40.000 x 3
Rp 120.000
Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost)
Rp. 4.610.000
b. Total biaya (Total Cost (TC) = TFC + TVC) No Biaya 1 Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost) 2 Total Biaya Variabel (Total Variabel Cost) Total Biaya (Total Cost) c. Penerimaan Uraian
Nilai
Total Biaya (Rp) Rp 3.140.000,00 Rp 4.610.000,00 Rp 7.750.000,00
Harga (per kg)(Rp)
Jumlah (Rp)
Produksi (unit) - Kubis
20 ton
1.000/kg
Penerimaan Usahatani (Total Revenue)
Rp. 20.000.000,00 Rp. 20.000.000,00
d. Keuntungan Uraian
Jumlah (Rp)
Total Biaya (Total Cost)
Rp 7.750.000,00
Penerimaan (Total Revenue)
Rp 20.000.000,00
Keuntungan
Rp 12.250.000,00
e. Analisis Kelayakan Usaha tani R/C ratio R/C ratio sayuran wortel
= TR/TC
= 20.000.000 ¿ 7.750.000
= 2,5 Dari hasil perhitungan R/C ratio sayuran kubis sebesar 2,5. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani yang dilakukan oleh bapak Suin tergolong layak untuk dikembangkan. f. Menghitung Break Event Point BEP Besarnya nilai Break Event Point (BEP) dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut: BEP (Break Event Point) Produksi 58
BEP Produksi(Unit)=
¿
3.140 .000 1.000−4.610 .000/20000
¿
¿
TFC P−TVC / Q
3.140 .000 1000−230,5
3.140 .000 769,5
¿ 4080 kg Dari hasil perhitungan BEP produksi menunjukan bahwa, gambaran produksi minimal yang harus dihasilkan dalam usaha pertanian Bapak Suin adalah
4080 kg
agar tidak
mengalami kerugian atau dapat dikatakan balik modal. Jika hasil produksi dibawah nilai ini maka usahatani yang dilakukan Pak Suin dikatakan merugi. BEP (Break Event Point) Penerimaan (Rupiah) BEP Penerimaan( Rupiah)=
TFC 1−TVC /TR
¿
¿
3.140 .000 1−0.23
¿
3.140 .000 0.77
3.140.000 1−4.610 .000/20.000 .000
¿ Rp 4.077,00 Pada perhitungan BEP penerimaan diperoleh hasil bahwa, total penerimaan produk dengan kuantitas produk saat BEP usaha tani Bapak Suin adalah sebesar
BEP (Break Event Point) Harga BEP Harga(Rp)=
TC Q
59
Rp 4.077,00 .
¿
7.750 .000 =Rp 387,5,00 20.000
Untuk perhitungan BEP harga produk per satuan unit pada saat BEP atau biaya rata-rata per satuan produk tanaman kopi milik Bapak Suin adalah
Rp387,5.
PLOT 4 Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Untuk mewujudkan suatu pertanian yang berkelanjutan bukan hanya mengenai kelayakan daya dukung lingkungan pertanian akan tetapi indikator secara ekonomi juga perlu diperhatikan. Kami melakukan observasi lapang pertanian berlanjut di daerah Ngantang dengan salah satu narasumber yaitu Bapak Tani Wibowo. Bapak Tani ini memiliki tanah milik sendiri untuk ditanami kopi, sengon, dan pisang serta tanah sewa untuk ditanami tanaman musiman yaitu kubis ataupun tomat. Pada lahan yang kami lakukan observasi merupakan lahan perhutani yang sebagian besar wilayahnya di budidayakan pinus dan kopi. Selain kegiatan bercocok tanam Bapak Tani juga memiliki usaha sampingan sebagai buruh tani dan memiliki ternak seperti sapi dan ayam. Salah satu indikator pertanian berlanjut secara ekonomi (economically viable) yang kami analisis di daerah Ngantang antara lain : a) Menguntungkan dan dapat dipertanggung jawabkan (economically viable). Dari hasil wawancara dan pengamatan di lapang, Bapak Tani mampu menghasilkan keuntungan dalam tingkat produksi yang cukup dan stabil, pada tingkat resiko yang bisa ditolerir atau diterima. Seringkali memang terdapat gangguan serangan hama dan penyakit di lahan semusim pak Tani untuk menekan resiko kegagalan panen adalah dengan menggunakan pestisida anorganik. Sedangkan untuk lahan tegalan Pak Tani lebih fokus untuk penyediaan unsur hara bagi tanaman dengan pengendalian secara mekanis. Pada lahan pertanian semusim dan tegalan yang dimiliki oleh Pak Tani masih tetap menggunakan pupuk organik dan pupuk anorganik untuk menjaga kestabilan lahan tersebut. Pak Tani mendapatkan pupuk organik dari hasil kotoran ternaknya sendiri sedangkan untuk bahan an-organik sebagian besar didapatkan dengan cara membeli ke toko pertanian. Meskipun sebagian besar biaya di tanggung sendiri 60
oleh Pak Tani, akan tetapi secara keseluruhan keuntungan yang di dapatkan cukup untuk digunakan dalam meneruskan kegiatan budidaya. b) Sistem pertanian harus secara rasional mampu menjamin kehidupan ekonomi yang lebih baik bagi petani dan keluarganya; paling tidak usaha pertanian harus mampu menyediakan bahan pangan dan kebutuhan dasar lainnya. Hasil wawancara dengan Bapak Tani, beliau memiliki lahan tegalan dan lahan semusim yang masih dapat menghasilkan untuk menjamin kehidupan Bapak Tani dan keluarga. Bapak Tani dalam melakukan kegiatan usahataninya lebih sering bertanam tanaman semusim dibandingkan tanaman pangan, akan tetapi sesekali juga dilakukan rotasi tanaman dengan padi. Pada waktu pengamatan lapang, kami mendapatkan data lahan pertanian digunakan untuk tanaman semusim yaitu kubis. Beliau menjabarkan jika hasil panen secara keseluruhan dijual atau dipasarkan untuk mendapatkan keuntungan. Hanya beberap saja yang beliau konsumsi dengan keluarga. Begitu pun dengan tanaman tegalan yang di dominasi oleh tanaman tahunan yaitu pinus dan kopi serta pisang sebagai naungan. Ada kalanya ketika lahan semusim belum menghasilkan Bapak Tani masih dapat menjual buah pisang dan memanen kopi secara berkala. Untuk tanaman pinus akan panen kurang lebih 5 tahun sekali, dari hasil wawancara kami mengetahui jika Bapak Tani telah panen pinus sebanyak 2 kali. Hasil panen dari lahan tegalan mendukung untuk penyediaan secara ekonomi keluarga maupun keberlangsungan kegiatan budidaya tanaman. c) Kelayakan secara ekonomi juga berarti aktivitas pertanian harus mampu menekan biaya eksternalitas sehingga tidak merugikan masyarakat dan lingkungan. Eksternalitas yang dimaksud adalah efek samping yang dihasilkan oleh satu pihak baik dalam aktivitas produksi maupun konsumsi yang mengenai pihak lain, namun efek samping tersebut tidak diperhitungkan dalam mekanisme pasar. Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tani Wibowo, kami dapat menganalisis jika kegiatan bercocok tanam Pak Tani ini mempunyai efek eksternalitas positif. Hal tersebut terlihat dari lahan tegalan yang ditanami oleh pinus, kopi dan pisang. Lahan tegalan tersebut merupakan suatu lahan agroforestry yang ditanam pada lahan miring di daerah perbukitan rawan terjadi erosi. Jadi selain dimanfaatkan sebagai lahan budidaya juga termasuk salah satu pencegahan erosi dan ruang hijau. Selain itu pada lahan semusim biasanya seresah hasil panen dimanfaatkan untuk pakan ternak dan kompos. JenisTanaman
LuasTanaman (ha)
JumlahProduksi (kg)
Harga / unit
NilaiProduksi (Rp)
Kubis Kopi Pisang
400 m2 500 m2 500 m2
2000 kg 1500 kg 50 sisir
Rp. 700/kg Rp. 4000/kg Rp. 2500/sisir
Rp 1.400.000 Rp. 6.000.000 Rp. 125.000
61
Komoditas utama dari bapak Tani Wibowo adalah kopi dan pisang yang ditanam pada lahan milik sendiri sedangkan komoditas kubis ditanam sebagai komoditas tambahan
62
1. Komoditas kubis a. Biaya Variabel Jenis Input Benih Kubis Pupuk: P. Kandang ZA SP36 KCl TenagaKerja Dalamkeluarga Pestisida Jumlahbiaya
Unit
Harga/Unit
JumlahBiaya
1 bungkus (3000 biji)
Rp. 50.000/bungkus
Rp. 50.000
1,5 kuintal 1 kuintal 1 kuintal
Rp. 0 Rp. 60.000 Rp. 150.000 Rp. 150.000
Rp 0 Rp 90.000 Rp. 150.000 Rp. 150.000
3 anggota 120 cc (1 botol)
Rp. 0 Rp 125.000/botol
Rp. 0 Rp. 125.000 Rp. 665.000
b. Biaya Tetap Jenis Input Lahansewa Peralatan Cangkul Selang Pipa
Unit 400 m2
Harga/Unit Rp. 1.000.000
JumlahBiaya Rp. 1.000.000
2 unit 1 rol (50 m) 40 meter Umur E 5 tahun
Rp. 200.000 Rp. 500.000 Rp. 200.000
Rp. Rp. Rp.
Jumlahbiaya
16.000 70.000 30.000
Rp. 1.116.000 : 3 = Rp. 372.000
c. Total Biaya/ TC (Total Cost) No Biaya 1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) 2 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Total Biaya (Total Cost)
Total Biaya (Rp) Rp. 372.000 Rp. 665.000 Rp. 1.037.000
d. Penerimaan Usahatani No Uraian 1 ProduksiKubis Penerimaanusahatani (Total Revenue)
Nilai 2.000 kg x Rp. 700
Jumlah (Rp) Rp. 1.400.000 Rp 1.400.000
e. Keuntungan Usahatani No Uraian 1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) 2 Biaya (Total Cost) Keuntungan
Nilai -
R/C=PQ x Q / ( TFC+TVS ) = 700 x 2000 / (665.000 + 372.000) = 1.400.000 / 1.037.000 = 1,35 63
Jumlah (Rp) Rp. 1.400.000 Rp 1.037.000 Rp 8.535.000
Jadi, usaha kelayakan petani yang dilakukan pak Tani Wibowo layak dan menguntungkan. Hal ini karena R/C rasio > 1, maka usaha tersebut efisien dan menguntungkan 2. Komoditas kopi dan pisang a. Biaya Variabel Jenis Input Pupuk: P. Kandang TenagaKerja Dalamkeluarga Jumlahbiaya
Unit
Harga/Unit
JumlahBiaya
250 kg
Rp. 0
Rp. 0
3 anggota
Rp. 0
Rp. 0 Rp. 0
b. Biaya Tetap Jenis Input Lahanmiliksendiri Peralatan Cangkul Selang Pipa
Unit 500 m2
Harga/Unit Rp. 0
JumlahBiaya Rp. 0
2 unit 1 rol (50 m) 40 meter Umur E 5 tahun
Rp. 200.000 Rp. 500.000 Rp. 200.000
Rp. Rp. Rp.
Jumlahbiaya
16.000 70.000 30.000
Rp. 116.000
Total Biaya/ TC (Total Cost) No Biaya 1 Total BiayaTetap (Total Fixed Cost) 2 Total BiayaVariabel (Total Variabel Cost) Total Biaya (Total Cost)
Total Biaya (Rp) Rp. 0 Rp. 116.000 Rp. 116.000
3. Penerimaan Usahatani No Uraian 1 Produksi kopi 2 Produksipisang Penerimaanusahatani (Total Revenue)
Nilai 1.500 kg x Rp. 4.000 50 sisir
Jumlah (Rp) Rp. 6.000.000 Rp. 125.000 Rp 6.125.000
4. Keuntungan Usahatani No Uraian 1 Penerimaanusahatani (Total Revenue) 2 Biaya (Total Cost) Keuntungan
Nilai -
B/C
=π / ( TFC+TVC )
B/C
= keuntungan (TFC+TVC) = Rp 6.009.000/ Rp 116.000 = 51,8
64
Jumlah (Rp) Rp. 6.125.000 Rp 116.000 Rp 6.009.000
Dari hasil analisis biaya yang diatas diketahui bahwa keuntungan dari usahatani yang dilakukan oleh bapak Sumarno hanya untung sebesar Rp. Rp 6.009.000. Setelah dilakukan perhitungan kelayakan usahatani menggunakan B/C Ratio nilai yang diperoleh adalah 51,8 hal ini menunjukkan bahwa usaha Bapak Tani Wibowo sangat layak karena B/C rasio>1 bahkan nilainya jauh lebih besar. Selain itu usaha dari beliau memenuhi keberlanjutan pertanian dari segi ekonominya. Berdasarkan wawancara dan observasi lapang serta peninjauan hasil pengamatan, kami dapat menyimpulkan jika usahatani yang dilakukan oleh Bapak Tani Wibowo telah layak secara keberlangsungan ekonomi. Hasil perbandingan literatur menyatakan jika suatu sistem pertanian yang layak secara ekonomi mempunyai pengembalian yang layak dalam investasi tenaga kerja dan biaya yang terkait dan menjamin penghidupan yang layak bagi keluarga petani. Sistem ini minimal dapat menyediakan makanan dan kebutuhan dasar yang lain bagi petani. Economically viable juga berarti minimisasi biaya eksternalitas dari kegiatan usahatani. (Searca, 1995) 3.1.3.2. Ecologically sound (ramah lingkungan) Dalam pertanian berlanjut terdapat indikator yang harus dipahami oleh semua kalangan. Pertanian berlanjut merupakan pengelolaan dan konservasi sumber daya alam yang menjamin pemenuhan kebutuhan manusia secara berkelanjutan. Pada sektor pertanian pada khususnya harus mampu mengkonservasi tanah, air dan tanaman tanpa merusak lingkungan sekitar sehingga lingkungan tetap terjaga. Salah satu kriteria atau indikator pertanian berlanjut adalah dari segi ekologis / lingkungan. Dalam sistem pertanian berlanjut hendaknya lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungannya atau ramah lingkungan. Sistem pertanian yang ramah lingkungan diintegrasikan sedemikian rupa dalam sistem ekologi yang lebih luas dan fokus pada upaya pelestarian dan peningkatan basis sumberdaya alamnya. Dengan demikian sistem pertanian ramah lingkungan juga berorientasi pada keragaman hayati atau biodiversitas. Hal ini juga dijelaskan oleh Reintjes dkk (1992) mengenai konsep pertanian berlanjut, yang mencakup kriteria pertanian berlanjut secara ekologis yang berarti kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan (manusia, tanaman, hewan dan organisme tanah) ditingkatkan. Kedua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman, hewan serta masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (selfregulating). Sumberdaya lokal dipergunakan sedemikian rupa sehingga kehilangan unsur hara, biomassa dan energi bisa ditekan serendah mungkin serta mampu mencegah pencemaran. Tekanannya adalah pada penggunaan sumberdaya yang bisa diperbarui. 65
Berdasarkan hasil wawancara di plot 4 yang telah kelompok kami lakukan pada salah seorang petani setempat yaitu bapak Tani Wibowo memiliki lahan sewa yang ditanami tanaman kubis seluas 400 m2 dengan tanaman sela yaitu tanaman tomat, dan lahan tegalan milik sendiri seluas 500 m2 yang terdapat tanaman kopi, sengon, pisang dan kakao. Untuk pengadaan bibit tanaman kubis dan tanaman tomat 100% beli dan untuk pupuk kandang diperoleh dari hasil kotoran ternak yang dimiliki pak Tani Wibowo berupa sapi dan ayam. Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa petani setempat masih bergantung pada penggunaan input secara berlebihan pada lahan budidayanya di lahan sawah namun pada lahan tegal milik pak Tani Wibowo tidak diberikan pupuk maupun pestisda. Kualitas dan kemampuan agroekosistem yang terjadi di lingkungan landscape pada lahan pak Tani Wibowo perlu ditingkatkan. Hal ini dikarenakan penyemprotan pestisida pada tanaman kubis yang diusahakan pak Tani Wibowo meskipun tidak adanya hama yang menyerang pada tanaman kubis. Dalam 1 bulan pak Tani Wibowo dapat melakukan penyemprotan sebanyak 4 kali. Selain pestisida pada budidaya yang Bapak Tani Wibowo jalankan juga terjadi penambahan pupuk kimia yaitu urea atau ZA. Penggunaan pestisida dan pupuk buatan yang semakin meningkat akan menyebabkan munculnya masalah-masalah lingkungan. Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian. Telah dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan. Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik (Sa’id, 1994). Pada awal musim tanam Bapak Tani Wibowo menambahkan pupuk kandang pada lahan budidayanya. Pak Tani Wibowo memiliki ternak sapi 2 ekor dan ayam 12 ekor. Kotoran ternak yang dimiliki pak Tani Wibowo digunakan untuk pupuk kandang. Pengelolaannya dilakukan secara sederhana, yaitu kotoran ternak disisihkan kemudian dibiarkan selama 3 bulan kemudian kalau sudah halus atau lembut dapat diaplikasikan ke lahan. Pupuk kandang yang diberikan pada tanah dapat menambah bahan organik bagi tanah sehingga mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Budidaya yang telah Bapak Tani Wibowo lakukan di lahan sawah dengan menanam kubis dan ditanam tanaman tomat sebagai tanaman pinggir dan lahan tegal ditanami dengan tanaman kopi, sengon, pisang, dan kakao. Tanaman yang ditanam bapak Tani Wibowo sudah cukup beragam yaitu sudah ditanam lebih dari satu tanaman sehingga dapat disimpulkan 66
bahwa sistem pertanian lahan sawah yang diterapkan oleh Bapak Tani Wibowo belum berlanjut. Hal ini dikarenakan, meskipun tanaman yang ditanam beragam, namun penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang diaplikasikan masih tinggi sehingga tidak ramah lingkungan. Sedangkan dalam sistem pertanian yang berlanjut baik tanaman, pepohonan, tumbuhan perdu lain dan hewan tidak hanya memiliki fungsi produktif tetapi juga memiliki fungsi ekologis, seperti menghasilkan bahan organik, memompa unsur hara, membuat cadangan unsur hara dalam tanah, melindungi tanaman secara alami dan mengendalikan erosi. Fungsi-fungsi ini menunjang keberlangsungan dan stabilitas usahatani. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sistem pertanian yang diterapkan tidak berlanjut dari aspek ekologis/lingkungannya. Pada plot 1, sistem pertanian yang dimiliki Bapak Prayat dari segi ekologi dapat dikatakan sebagai sistem pertanian berkelanjutan di mana dalam prakteknya ramah lingkungan dan agroekosistemnya termasuk dalam indikator pertanian berlanjut. Hal ini dikarenakan dalam sistem pertanian pada desa tersebut, intesifikasi banyak menggunakan bahan-bahan organik menggunakan pupuk kandang yang berasal dari kotoran binatang seperti kambing dan sapi, serta pola tanam yang digunakan adalah pola tanam polikultur sehingga terdapat keragaman hayati pada lahan pertanian. Akan tetapi petani pada desa tersebut masih menggunakan pestisida dalam pengendalian hama da penyakit. Pada plot 2, sistem pertanian yang dimiliki Bapak Sumarno dari segi ekologi dapat dikatakan sebagai sistem pertanian berkelanjutan di mana dalam prakteknya ramah lingkungan, tidak menimbulkan kerusakan dan mampu menciptakan agroekologi yang sehat. Hal ini dikarenakan, Lahan perkebunan Bapak Sumarno memiliki keanekaragaman yang tinggi, sehingga tingkat biodiversitasnya juga tinggi. Sedangkan lahan sawah yang dimiliki beliau meskipun menggunakan sistem tanam monokultur tapi beliau sudah menerapkan sistem rotasi tanaman yang mampu memutus siklus hidup hama dan beliau menggunakan pestisida kimia hanya pada saat OPT diatas ambang ekonomi, serta beliau memanfaatkan pupuk kandang dan mengurangi penggunaan pupuk anorganik. Pada plot 3, sistem pertanian pada pos 3 ini dari segi ekologi dapat dikatakan sebaai sistem pertanian yang tidak ramah lingkungan. Hal ini disebabkan penggunaan pestisida untuk membasmi hama yang ada dilahan kubis. Petani juga menggunakan pupuk anorganik untuk menunjang hasil produktivitasnya seperti pupuk urea,Za, sp36,kcl. Selain menggunakan bahan kimia petani juga menggunakan bahan alami yaitu pupuk kandang. Menurut, Salikin (2003), Aktivitaspertanian yang banyakmenggunakanbahankimia, terbuktitelahmenimbulkanpencemaran,merusakekosistem, dansangatmenganggukesehatanmanusia, sehinggaharusdigantidenganaktivitaspertanian yang sedikitmungkinmenggunakanbahankimia.
Pertanianramahlingkungan 67
yang
biasajugadisebutpertanian
organic
merupakan
system
pertanian
yang
meminimalkanpenggunaanpupukanorganik. 3.1.3.3. Socially just (berkeadilan = menganut azas keadilan) Dari hasil wawancara petani pada plot 1 petani di Desa Tulungrejo Ngantang melakukannya secara bergotongroyong. Dari awal mengolah tanah, bibit, pupuk, mereka melakukannya dengan kerjasama atau gotongroyong. Selain itu, masyarakat di desa ini menciptakan suasana kekeluargaan dengan bergotong royong untuk membangun rumah ,dll. Petani di Desa Tulungrejo Ngantang pada plot ke 1 terdapat kelompok tani, namun petani yang kami wawancarai yaitu pak Yusman tidak mengikuti kelompok tani tersebut. Disana juga terdapat koperasi desa, namun Pak Yusman tidak tergabung dalam koperasi tersebut karena modal usahatani yang digunakan oleh pak Yusman merupakan modal sendiri.
Di
desa Tulungrejo terdapat tokoh masyarakat atau panutan dalam pengelolaan usahatani. Tokoh panutan yang ada disana bernaman bapak Prayit dan Pak Talib. Panutan tersebut membantu petani di desa tersebut dalam mengarahkan budidaya tanaman. Wawancara pada plot 2 menghasilkan bahwa sosial masyarakat di Desa Tulungrejo terwujud dalam Gotong royong untuk membersihkan desa yang sering dilakukan masyarakat di sini. Setiap minggu para petani dan masyarakat sekitar bersama-sama untuk membersihkan desanya. Hal ini dilakukan untuk menjaga lingkungan agar tetap bersih dan menjaga kesehatan lingkungan. Selain itu para petani juga melakukan pertukaran info tentang harga komoditas pertanian yang mereka tanam dengan sesama petani disana. Pada plot 3 hasil wawancara yang dilakukan oleh petani disana yakni Kebutuhandasarsebagaipengelolapertanian. Kondisipenggunaanfungsilahandisanasesuaikarena
para
petanimenanamtanamansemusimdengankondisididaerahtersebutmemilikikelerengan
yang
landai
(tidakcuram)
sehinggacocokditanamitanamansemusim.Keanekaragamanhayatikurangbaikkarenadalamsatul ahanterdapatsatumacamtanamanyaitukubissehinggakemungkinanterseranghamadan penyakit. Tidakterjadinyapenjualanatautukarbenihkesesamamasyarakatpetanikarenapetanilangsungmenj ualhasilproduksinyaketengkulak.Memilikikarakter artinyasemuabentukkehidupanbaiktanaman, Mereka
yang
humanistik
(manusiawi),
hewandanmanusiadihargaisecaraproporsional.
(masyarakatpetani)tidakhanyamemperhatikan
system
pertanian
berbasispadakeuntunganekonomitetapijugamemperhatikantentangkesehatanlingkungan.
68
yang
Pada plot 4 yang kami amati di desa Tulungrejo dapat diketahui bahwa lahan milik Bapak Tani Wibowo dengan
luas lahan sawah 400m 2 ditanami tanaman kubis dengan
tanaman sela yaitu tomat. Selain memiliki lahan sawah, petani tersebut juga memiliki lahan tegal seluas 500m2 dengan ditanami kopi. Lahan tegal seluas 500m2 tersebut statusnya milik sendiri. dan lahan sawah dengan luasan 400m2 tersebut merupakan lahan sewa. Sedangkan untuk kebutuhan bibit untuk lahan sawah dan lahan tegal didapat dari toko atau semua bibit yang digunakan berasal dari toko. Sedangkan untuk modal petani tersebut berasal dari modal sendiri.Di desa Tulungrejo tersebut terdapat kelembagaan yang mewadahi masyarakat di desa tersebut dalam segi berusahatani. Kelembagaan yang terdapat di desa tersebut yaitu gapoktan atau gabungan kelompok tani. Nama gapoktan tersebut adalah Rukun Makmur. Menurut Bapak Tani Wibowo, dengan adanya kelembagaan di desa tersebut dapat berdampak positif dalam usahatani yang dijalankan. Dampak positifnya yaitu sangat membantu dalam berusahatani padi. Namun masyarakat di daerah tersebut tidak ada kegiatan-kegiatan pertanian yang menciptakan keguyuban, kebersamaan, dan kerjasama. Dari semua data wawancara yang didapat dari petani di setiap plot kehidupan sosial di Desa Tulungrejo memiliki hubungan yang sangat erat dimana terdapat banyak kegiatan yang dapat memper erat hubungan sosial antar anggota masyarakat yakni gotong royong dalam membersihkan desa, menjaga lingkungan sekitar agar tetap bersih dan sehat. Selain itu terdapat kelembagaan yang dapat menampung segala aspirasi dan kebutuhan para petani seperti Gapoktan dan Koperasi desa sehingga informasi tentang harga pasar komoditas pertanian didapatkan oleh petani dengn mudah. Dengan informasi tersebut petani dapat memilih komoditas yang akan ditanam pada musim – musim berikutnya. 3.1.3.4. Culturally acceptable (berakar pd budaya setempat) Pada hasil wawancara dengan petani pada plot 1 yang di amati, petani yang berada disana masih mempercayai adat istiadat yang ditinggalkan oleh nenek moyang mereka yaitu dengan mengadakan acara selametan pada saat panen kopi akan tiba. Upacara selametan ini biasanya dilakukan pada bulan ke 7 atau bulan ke 8 dikarenakan pada bulan tersebut adalah menjelang waktu panen. Menurut kepercayaan masyarakat setempat selametan yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur akan hasil panen yang melimpah . Pranoto mongso (menggunakan tanda-tanda alam untuk melakukan aktivitas pertanian), berdasarkan petani diplot 1 pranoto mongso yang terjadi didesa tulung rejo adalah pada bulan 4 dan 5 terjadi serangan penyakit Bonupas pada tanaman sayur, pada bulan 3 dan 4 terjadi serangan penyakit kresek pada tanaman padi ini disebabkan karena pada musim tersebut terjadi musim yang tidak menentu yaitu musim hujan yang terus menerus. Ketika terjadi pranoto mongso petani 69
didesa Tulungrejo. Jika serangan OPT sudah melebihi batas petani menggunakan pestisida kimia untuk mengatasi penyakit yang menyerang contohnya Antracol. Petani disana menggunakan bahan-bahan alami untuk menanggulangi terjadinya hama dan penyakit pada tanaman kopi. Bahan – bahan alami yang digunakan untuk menanggulangi hama penyakit tanaman kopi yaitu berasal menggunakan bahan-bahan alami yang diracik sendiri yaitu mengunakan ubi Gadung yang diparut diambil sarinya dicampur dengan rebusan air Bambu apus dan dicampur dengan daun Mindi biasanya digunakan sebagai insektisida nabati (alami). Selain itu juga digunakan pupuk alami yang berasal dari kotoran hewan (pupuk kandang). Pemberian pupuk kandang ini sekitar 50%,dan sebagian menggunakan pupuk kimia ( Urea,ZA,TSP). Hasil wawancara plot 2 Tradisi yang dilakukan sekitar pertanian di Desa Tulungrejo yang mengusung tradisi yang turun menurun yaitu adanya syukuran, bersih desa, berdoa atau meminta permintaan ke sebuah pure, dan membersihkan pure tersebut. Syukuran yang dilakukan pertanian pada saat panen. Jika ada panen besar-besaran maka para petani dikumpulkan menjadi satu untuk melakukan syukuran. Syukuran yang dilakukan biasanya dengan cara makan-makan bersama masyarakat. Bersih desa yang dilakukan setiap 1 syawal. Jadi, para petani sudah terjadwal untuk bersih-bersih desa dengan cara gotong royong agar desa terlihat bersih dan lingkungannya juga tercipta asri dan lestari. Berdoa atau meminta permintaan ke punden merupakan perlakuan petani yang dianggap orang-orang yang mempercayai punden. Punden tersebut sudah ada ketika nenek moyangnya ada di dunia. Akan tetapi, seperti biasa punden dikatakan tempat yang mistik. Nenek moyang pernah mengatakan segala permintaan kita jika berdoa di pure maka akan terkabul. Dalam posisi zaman yang sudah modern kebanyakan petani sudah berfikir lebih maju maka hanya sebagian yang mendatangi pure tersebut. Biasanya petani yang datang kesana agar tanaman yang petani budidayakan dapat meningkat baik dalam produksi dan pemasarnnya. Selain berdoa dan meminta permohonan di pure ini, masyarakat yang mempercayai akan pure juga sering membersih-bersih pure dan sekitarnya. Dari zaman nenek moyang hal ini sering dilakukan agar menghormati dan menjaga kenyamanan pure tersebut. Wawancara yang dilakukan pada plot 3 menghasilkan data bahwa Selaras atau sesuai dengan sistem budaya yang berlakuKarena masyarakat memiliki sifat kebersamaan, keguyuban, dan kerja sama yang tinggi mereka menganut pada sistem budaya yang ada seperti kegiatan sedekah bumi yang dilakukan setahun sekali, pranoto mongso, dan lain sebagainya sehingga mereka tidak menetapkan sendiri peraturan-peraturan untuk mereka, hal ini diperkuat dengan adanya sosialisasi dari pemerintah setempat. Hubungan serta institusi 70
yang ada mampu menggabungkan nilai-nilai dasar kemanusiaan seperti kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama dan rasa kasih sayang. Adanya hubungan serta institusi yang ada yaitu sebuah kelompok taniGAPOKTAN dengan nama Rukun Makmur. Tujuan dilakukan kegiatan tersebut yaitu sebagai sumber pendanaan simpan pinjam seperti koperasi, sebagai ruang berkomunikasi, berinteraksi, dan tempat penyuluhan untuk berdiskusi antar masyarakat petani. Kegiatan ini berjalan cukup lancar karena masyarakat petani disana ikut serta aktif dalam kegiatan GAPOKTAN “Rukun Makmur”. Fleksibel atau luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus. Masyarakat setempat memang mampu menyesuaikan diri dengan kondisi usahatani yang terus berlangsung, dapat dilihat dari cara pola tanam mereka dalam merotasi komoditas di lahan pertanian mereka pada waktu tertentu, sehingga mampu mencegah degradasi pada lahan pertanian dan dapat mencegah menurunnya produktivitas yang dihasilkan. Dapat dilihat juga dari banyaknya petani yang memiliki ternak sebagai pekerjaan sambilan untuk mengantisipasi kondisi usahatani yang tidak menentu. Hasil wawancara plot 4 Masyarakat di desa Tulungrejo masih mempercayai kearifan lokal. Seperti pada saat wiwit tandur atau mulai tanam padi, masyarakat memberikan sesajen. Selain itu masyarakat juga masih menggunakan pranoto mongso. Pada saat rumput alangalang bunganya mekar menandakan bahwa akan datangnya musim kemarau. Sedangkan pada saat rumput alang-alang sedang bersemi menandakan musim hujan. Hal tersebut sangat berdampak dalam menentukan tanaman yang akan dibudidayakan dalam usahatani masyarakat di desa tersebut.Untuk pemanfaatan bahan alami sebagai pupuk, masyarakat memanfaatkan pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Pupuk ini secara ekonomi dan lingkungan sangat menguntungkan. Dilihat dari aspek ekonomi masyarakat tidak terbebani oleh harga pupuk. Karena lebih murah daripada pupuk kimia. Untuk mengendalikan hama maupun penyakit petani terkadang memanfaatkan bahan alami yang berasal dari daun tanaman sekitar seperti daun pandan dan sereh.Di Desa Tulungrejo juga memiliki tempat tertentu yang secara adat atau kesepakatan masyarakat dilindungi yakni Punden yang merupakan makam orang yang pertama kali membangun desa setempat, biasanya setiap satu tahun sekali dilakukan pembersihan di punden dan diberi sesajen atau selamatan desa, pohon yang ada di punden tersebut dilarang untuk ditebang Dari beberapa hasil wawancara yang dilakukan pada semua plot dapat diketahui bahwa kepercayaan masyarakat Desa Tulungrejo mempengaruhi sistem tanam petani disana sesuai dengan musim berikutnya, selain itu terdapat tempat yang dari dulu sampai sekarang tidak boleh ditebang tanamannya yakni punden yang menjadi tempat yang keramat makam 71
dari pendiri desa sekitar sehingga tempat tersebut dapat menjadi sumber biodiversitas yang tinggi dan masih alami di Desa Tulungrejo. Oleh karena itu tempat tersebut dapat mambantu ekosistem bagi pertanian masyarakat Desa Tulungrejo 3.2. Pembahasan Umum 3.2.1. Keberlanjutan Sistem Pertanian di Lokasi Pengamatan Indikator
Plot 1
Plot2
Plot 3
Plot 4
Keberhasilan Produksi vvvv vvv vvv vv Air v v v v Karbon vvvv vvv v v Hama vv vvvv v vvv Gulma vv vvv v vv Note : v= kurang, vv= sedang, vvv= baik, vvvv= sangat baik Plot 1= Perkebunan Pinus, Plot 2= Agroforestry, Plot 3 = tanaman semusim, Plot 4= Permukiman a. Indikator produksi Dari indikator produksi nilai yang didapat dari plot 1 sampai dengan plot 4 dengan perbedaan penggunaan lahannya hutan pinus, agroforestri tanaman semusim dan pemukiman warga menghasilkan data yang berbeda-beda. Produksi sangat baik berada pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan hal ini dikarenakan ekosistem di hutan pinus masih cenderung alami dengan cara pengambilan produksi dalam bentuk getah pinus masih melalui cara sederhana. Selanjutnya produksi pada penggunaan lahan agroforestri dan tanaman semusim masuk dalam kategori baik hal ini dikarenakan kedua penggunaan lahan ini memang untuk produksi berbagai bahan dari tanaman tahunan (contoh kopi) dan musiman (kubis). Dan yang mendapatkan hasil produksi terendah berada pada plot 4 yang terletak di pemukiman warga hal ini diindikasikan karena lahan berada di dekat aktivitas manusia yang menyebabkan terjadi penurunan kualitas lahan. Pengaruh kuantitas produksi lahan ini selain dipengaruhi kondisi penggunaan lahan juga keberadaan interaksi ekosistem yang berinteraksi di dalamnya. Menurut produksi pada lahan harus seimbang dengan konsumsi pada suatu tingkat berkelanjutan baik dari segi produksi atau ekologinya. (Reijntjes. 1999) b. Indikator Air Hasil data dari pengamatan kualitas air meliputi suhu, pH dan oksigen terlarut dalam air, suhu yang diukur dari plot 1 sampai plot 4 dengan hasil pengukuran suhu paling rendah 72
adalah plot 1 dan diikuti plot yang lain hal ini mempengaruhi jumlah tumbuhan dan organism dalam air. Semakin panas suhu air maka jumlah organism yang dapat hidup semakin sedikit, suhu pada plot satu dikarenakan didominasi tanaman tahunan dengan pengolahan yang tidak intensif. Namun suhu tersebut juga belum dapat memenuhi syarat hidup untuk mikroorganisme tanah karena masih cukup panas. Menurut Nybakken (1988) kaidah umum menyebutkan bahwa reaksi kimia dan biologi air (proses fisiologis) akan meningkat 2 kali lipat pada kenaikan temperatur 100 C, selain itu suhu juga berpengaruh terhadap penyebaran dan komposisi organisme. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18-300C. Untuk pH data yang netral adalah plot satu dengan penggunaan lahan hutan pinus dan plot yang lain memiliki pH diatas 7 yang maish termasuk dalam pH optimum di dalam air. Indikator pH ini menentukan keberadaan organisme di dalam air apabila pH terlalu masam maka jumlah organisme akan semakin sedikit juga. Untu pHstandar yang dibutuhkan untuk hidup adalah. Kisaran pH optimum di dalam air yang memiliki manfaat untuk tumbuhan dan tanaman adalah 6,5-8,2.(Tim Penyusun, 2013)Kadar oksigen terlarut yang paling baik berada pada pengukuran plot 1 di hutan dengan pengaruh ke kualitas airnya. Namun dalam kenyataannya kondisi oksigen terlarut ini masih di bawah standar yang harus dimiliki. Kisaran minimal oksigen terlarut dalam air adalah 3 mg/liter dibawah angka tersebut masuk dalam kelas IV yang kurang memenuhi syarat oksigen terlarut.(Tim Penyusun, 2013) c. Indikator Karbon Dari pengamatan cadangan karbon yang paling banyak dan sangat baik terdapat pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan pinus. Hal ini dikarenakan jumlah tanaman pohon yang lebih banyak dibandingkan plot lainnya. Kemampuan tanaman pohon untuk menyerap karbon lebih besar dari pada tanaman bawah. Indicator baik berikutnya dipenuhi agroforestri dikarenakan pada penggunaan lahan ini masih terdapat pohon tahunan yang dapat menyerap karbon. Berbeda dengan tanaman semusim dan lahan yang letaknya di dekat pemukiman sedkit sekali menyerap karbon dan bahkan menambah emisi karbon dari aktivitasnya. Menurut Munasinghe (1993) cadangan karbon banyak terdapat pada tanaman berkayu karena pada batang tanaman berkayu itulah cadangan karbon banyak disimpan. Jadi dari data plot 1 sampai 4 dapat disimpulkan bahwa dari indikator keberhasilan karbon pada plot 1 sangat baik, plot 2 baik, plot 3 kurang baik, dan plot 4 kurang baik. d. Indikator Hama Dari hasil data yang diperoleh dan sudah dibahas sebelumnya, menunjukkan bahwa skema yang paling berlanjut adalah skema agroforestri. Pertimbangan dalam skema 73
agroforestri adalah tidak hanya melihat dari segi lingkungannya saja, tetapi kebutuhan akan masyarakat untuk mencukupi kebutuhan hidup menjadi faktor dalam penentuan kondisi lingkungan tersebut berlanjut apa tidak. Adapun kondisi keberlanjutan di lahan agroforestri ini disebabkan karena terdapat beranekaragam tanaman tahinan dan semusim yang ditanam bersama sehingga mampu meningkatkan biodiversitas baik di dalam maupun diatas permukaan tanah. Sehingga dapat dikatakan dari hasil data yang sudah ada di bahas jumlah hama, musuh alami dan serangga lain seinmbang dalam satu agroekosistem dan tidak ada adanya dominasi salah satu dari hama, musuh alami dan serangga lain yang ada di plot tersebut. Adapun pernyataan yang mendukung adanya sistem agroforestri memang berlanjut bahwa menurut Munasinghe (1993) banyak sedikitnya jumlah hama tergantung pada keragaman biodiversitas tanaman. Dapat dikatan semakin beragam biodiversitas yang ada di lahan agroforestri maka jumlah serangga yang hidup di lahan tersebut juga akan semakin beragam sehingga kemungkinan terjadinya dominasi sangatlah rendah karena secara alami hama akan ditekan oleh keberadaan musuh alami. e. Indikator Gulma Pengamatan terakhir adalah gulma yang mengindikasikan tingginya biodiversitas diatas tanah, penggunaan lahan yang paling banyak jumlah gulmanya adalah pada plot 2 agroforestri. Lahan agroforestri keberadaan gulma tidak begitu mengganggu dikarenakan tanaman dominan tanaman tahunan yang dikombinasikan dengan beberapa tanaman. Selain itu pada lahan agroforestri semakin banyak jenis gulma dapat menambah tingkat biodiversitas lahan apabila gulma dikelola dengan baik. Penyinaran matahari juga dapat masuk secara sempurna dan menghasilkan unsure yang lebih banyak untuk tanaman. Maksud dikelola dengan baik ini adalah gulma diolah sebagai pupuk kompos yang dapat dikembalikan ke tanah, khususnya gulma yang dapat menambat unsur-unsur. Sistem pengelolaan budidaya rumput intensif yang baru adalah dengan memberikan tempat bagi binatang ternak di luar areal pertanian pokok yang ditanami rumput berkualitas tinggi, dan secara tidak langsung dapat menurunkan biaya pemberian pakan. (Sudirja. 2009). Dari kelima indikator yang terdapat pada tabel bahwa plot yang mendapatkan nilai baik untuk keberlanjutannya adalah penggunaan lahan agroforestri dengan sistem penanaman beberapa tanaman campuran dengan kombinasi penyinaran matahari lebih maksimal.
74
BAB IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan Pertanian berkelanjutan merupakan upaya pemanfaatan sumber daya yang dapat diperbaharui dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui untuk proses produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Indikator keberlanjutan yang dimaksud dengan menggunakan beberapa metode antara lain : Pemahaman Karakteristik Lansekap, Pengukuran kualitas air,
pengukuran
biodiversitas (aspek agronomi, aspek hama penyakit), pendugaan cadangan karbon, serta identifikasi keberlanjutan lahan dari aspek sosial ekonomi. Kelompok kami melakukan observasi lapang untuk menduga karakteristik pertanian berlanjut yang dilaksanakan di Desa Tulungrejo, Kecamatan Ngantang, Batu. Daerah Ngantang terletak pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Konto yang merupakan salah satu daerah hulu dari sungai Brantas. Lokasi pengamatan terletak pada sub-sub DAS Sayang. Dalam observasi lapang tersebut kami mengamati 4 stop yaitu hutan, agroforestry, tanaman semusim dan tanaman semusim serta pemukiman. Penggunaan lahan di Desa Tulungrejo yaitu hutan , agroforestri, tanaman semusim dan tanaman semusim + pemukiman. Tanaman yang terdapat di stop 2 (agroforestri) antara lain sengon, pisang, kopi, talas, jahe, lamtoro dan bambu. Pada stop 3 (tanaman semusim) terdapat
beberapa tanaman antara lain kubis, rumput
gajah , kelapa, kacang panjang, rumput liar dan pisang sedangkan pada stop 4 (tanaman semusim + pemukiman ) terdapat pisang, sawi, cabai, dan rumput gajah. Masing-masing stop memiliki kerapatan spesises yang berbeda-beda yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pengamatan indikator pertanian berlanjut dari aspek biofisik yaitu berdasarkan kualitas air dari plot 1 sampai plot 4 termasuk dalam mutu air kelas IV, yaitu air yang dapat diperuntukkanmengairi pertanaman dan atau peruntukan lainnya yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. Hal ini dapat dikarenakan dengan pengolahan lahan yang terlalu intensif dan tanaman yang dibudidayakan kurang mendukung dalam menyerap air. Indikator pertanian berlanjut lainnya dapat dilihat dari biodiversitas tanaman pada plot 1 biodiversitas lahan hutan sedangkan pada plot 2 merupakan lahan agroforestry. Sedangkan di plot 3 merupakan lahan semusim dengan komoditas kubis dan pada plot 4 merupakan lahan semusim dekat dengan pemukiman. Berdasarkan pengamatan biodiversitas gulma yang ada disana yaitu pada lokasi 1 dan 75
3 kelebatan gulmanya lebat (>50%), pada lokasi 2 gulma Jarang(<25%) dan pada lokasi 1 dan lokasi 3 kelebatan gulmanya lebat (>50). Gulma – gulma yang terdapat pada lokasi 1 (kelebatan gulmanya lebat
>50%) adalah rumput teki (Cyperus
rotundus), babandotan (Ageratum conyzoides) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Gulma pada lokasi 2 (kelebatan gulmanya Agak gulma Jarang(<25%) ini antara lain yaitu Rumput teki (Cyperus rotundus), Rumput Teki lading(Cyperus kylinga) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum). Indikator keberlanjutan dapat juga diamati melalui biodiversitas hama penyakit. Pada plot 1 di dapat data jika jumlah populasi serangga lain dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Sedangkan pada plot 2 menunjukkan sedikitnya populasi hama dan jika kondisi ini memungkinkan bagi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama. Dari pengamatan plot 3 menunjukkan sedikitnya populasi musuh alami dan serangga lain. Dan pada plot 4 menunjukkan kelangkaan populasi hama populasi musuh alami melimpah. Berdasarkan data perhitungan cadangan karbon pada plot 1 menunjukkan pada sistem pertanaman hutan produksi terdapat pertanaman pinus dengan kandungan c-stoktinggi sedangkan pada plot 2 kopi, durian, pisang dan rumput gajahkandungan c-stok rendah akan tetapi masih termasuk berkelanjutan. Sedangkan pada plot 3 dan plot 4 yang diamati belum termasuk dalam kategori berlanjut karena pertanaman yang mempunyai kandungan c-stok rendah. Perlu adanya peningkatan diversitas dan kerapatan pohon penaungan sebagai penyerap karbon. Pengamatan cadangan karbon yang paling banyak dan sangat baik terdapat pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan pinus Selain dari aspek kelayakan lingkungan, indikator pertanian berlanjut juga dilihat dari aspek sosial dan ekonomi yaitu economically viable, ecologically sound, dan socially just serta culturally acceptable. Nilai produksi yang didapat dari plot 1 sampai dengan plot 4 dengan penggunaan lahannya hutan pinus, agroforestri tanaman semusim dan pemukiman warga menghasilkan data yang berbeda-beda. Produksi paling baik berada pada plot 1 dengan penggunaan lahan hutan hal ini dikarenakan ekosistem di hutan pinus masih cenderung alami. Sedangkan produksi pada penggunaan lahan agroforestri dan tanaman semusim masuk dalam kategori baik. Kemudian hasil produksi terendah berada pada plot 4 yang terletak di pemukiman warga hal ini diindikasikan karena lahan berada di dekat aktivitas manusia yang menyebabkan terjadi penurunan kualitas lahan. 76
Jadi berdasarkan pengamatan dari keseluruhan plot maka kami mendapat kesimpulan jika plot yang mendukung keberlanjutan secara aspek budidaya, hama penyakit, tanah serta sosial ekonomi adalah plot 2 agroforestri. Sedangkan pada plot 1 yaitu hutan keberlanjutan hanya di dukung oleh aspek tanah. Kemudian pada plot 3 semusim dan plot 4 semusim dan pemukiman keberlanjutan pertanian hanya di dukung oleh aspek sosial dan ekonomi saja, untuk ketiga aspek lainnya termasuk dalam kategori rendah hingga sedang. Jadi, apabila mengoptimalkan kemampuan suatu
plot
untuk
dijadikan
pertanian
berlanjut
maka
kelompok
kami
merekomendasikan untuk dilakukan sistem pertanaman seperti halnya dengan plot 2 yaitu agroforestry. 4.2 Saran Untuk mewujudkan sistem pertanian berlanjut yang layak secara ekonomi dan ramah lingkungan. Maka disusahakan upaya pengelolaannya diarahkan pada upaya menjaga kondisi biofisik yang bagus yaitu dengan pemanfaatan biodiversitas tanaman pertanian untuk mempertahankan keberadaan polinator dan musuh alami serta untuk pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit dan mengupayakan kondisi hidrologi (kuantitas dan kualitas air) menjadi baik serta mengurangi emisi karbon. Selain itu menciptakan komposisi yang sesuai dengan kondisi bentang alam dan sebarannya yang beragam tergantung pada beberapa faktor antara lain iklim, topografi, jenis tanah, vegetasi dan kebiasaan serta adat istiadat masyarakat yang ada disekelilingnya.
77
DAFTAR PUSTAKA Alaert, G. dan Santika, S.S. 1987.Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya Cobb, A., 1992. Herbicides and Plant Physiology. London.: Chapman and Hall. Hairiah, widianto, suprayogi dan Sardjono, 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri (online) http://worldagroforestry.org/sea/publications/Files/lecturenote/LN0003-04.PDF Diakses pada tanggal 24 Desember 2013 Hermanu, triwidodo. 2003. Analisis Agroekosistem. Makalah pada Lokakarya Biodiversitas. IPB Bogor Hofer, T. 2003. Sustainable Use and Management of Freshwater Resources : The Role of Forest. State of The World’s Forest. Part II: Selected Current Issues in The Forest Sector. FAO Forestry Department. Munasinahe, M. 1993. Environmental Economics and Sustainable Development. Environment Paper No.3. The World Bank, Washington, D.C. Nybakken J.W. (1988) Biologi laut: Suatu pendekatan ekologis. Terj. dari Marine biology: An ecological approach, oleh Eidman M., Koesoebiono, Bengen D.G., Hutomo M. & SukardjoS., xv + 459 hlm. PT Gramedia, Jakarta. Reijntjes, Coen; Haverkort, Bertus dan Waters-Bayer, Ann. 1999. Pertanian Masa Depan. Kanisius. Edisi Indonesia Reintjes, Coen, Bertus Haverkort dan Ann Waters-Bayer. 1992. Pertanian Masa Depan Pengantar untuk Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah. Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 71-72. Sastroutomo, S.S., 1990. Ekologi Gulma. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta . 217 p Soerjani, M. and P. Motooka, 1988. Integrated Approaches in Weed Control. Workshop on Res. Meth. in Weed Science. Bandung. Sudirja. Rija 2009. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/03/ pembangunan _pertanian_berkelanjutan_berbasis_sistem_pertanian_organik.pdf Supangat, A.B. dan Paimin. 2007. Kajian Peran Waduk Sebagai Pengendali Kualitas Air Secara Alami. Jurnal Geografi Universitas Geografi Surakarta 21 (2) : 123-134. Surakarta. Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. PenerbitAlumni. Bandung 78
Tafangenyasha, C. and T. Dzinomwa. 2005. Land-use Impacts on River Water Quality in Lowveld Sand River Systems in South-East Zimbabwe. Land Use and Water Resources Research 5 : 3.1-3.10.http://www.luwrr.com Tim Penyusun. 2013. Panduan Fieldtrip Pertanian Berlanjut. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang Wiwoho, 2005, Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang Y. Sukoco, SS, (terj.). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
79
LAMPIRAN 1. Sketsa Penggunaan Lahan di Lokasi Pengamatan - Plot 1
80
-
Plot 2
-
Plot 3
-
Plot 4
81
2. Sketsa Transek - Plot 1
-
Plot 2
82
-
Plot 3
-
Plot 4
83
84
3. Lampiran gambar pengamatan hama PLOT 1 (HUTAN) Lokasi Pengambil an sampel
Nama lokal
Nama Ilmiah
Belalang coklat
Gambar Literatur
Jumla h
Fungsi (H,MA,SA)
Valanga Nigricornis
13
Hama
Laba- laba
Araneus diadematus
12
Musuh Alami
Lalat
Musca domestica
2
Serangga Lain
Nyamuk
Culex pipiens
9
Serngga Lain
Kupu- kupu
Ornithoptera sp.
2
Serangga Lain
Semut Hitam
Dolichoderus thoracicus
3
Serangga Lain
Ulat Jengkal
Chrysodeixis chalcites
1
Hama
Kumbang kubah spot M
Menocillus sexmaculatus
1
Musuh Alami
Hutan Alami
85
PLOT 2 (AGROFORESTRI) Lokasi Pengambilan Nama Lokal Nama Ilmiah Sampel
Gambar Literatur
Jumlah
Fungsi (H, MA, SA)
Semut merah
Oecophylla smaragdina
3
Serangga lain (dekomposer)
Nyamuk
Culex pipiens
4
Serangga lain
Kupu-kupu putih
Ornithoptera sp.
4
Polinator
Laba-laba
Araneus diadematus
7
Musuh Alami
Belalang kayu
Valanga nigricornis
1
Hama
Belalang hijau
Oxya chinensis
2
Hama
Agroforestri
PLOT 3 (TANAMAN SEMUSIM) Lokasi pengambilan Nama lokal Nama Ilmiah sampel Tanaman Semusim
Belalang hijau
Oxya chinensis
Belalang coklat
Valanga nigricornis
Gambar Literatur
86
Jumlah
Fungsi (H, MA, SA)
24
H
13
H
Kepik
Helopeltis spp.
15
MA
Jangkrik
Gryllus assimilis
2
H
Tawon
Apis indica
1
MA
Ulat daun
Plutella xylostella
2
H
Laba-laba
Lycosa sp.
3
MA
Kupu-kupu psyche
Leptosia nina
3
MA
Lalat rumah
Musca domestica Linn.
1
SL
Jumlah
Fungsi (H,MA,SA)
PLOT 4 (TANAMAN SEMUSIM + PEMUKIMAN) Lokasi Gambar Pengambilan Nama lokal Nama ilmiah Literatur sampel Plot 4
Belalang kayu
Valanga nigricornis
6
Hama
Plot 4
Lalat rumah
Musca domestica
9
Serangga lain
87
Plot 4
Belalang hijau
Oxya chinensis
2
Hama
Plot 4
Belalang sembah
Stagmomantis carolina
3
Musuh alami
Plot 4
Kumbang kubah spot M
Menochilus sexmaculatus
1
Musuh alami
Plot 4
Semut rangrang
Oecophylla smaragdina
50
Musuh alami
88