LAPORAN PENDAHULUAN PERTUSIS A. Konsep Dasar Medik 1. Defenisi
Pertusis oleh
adalah
bakteri
penyakit
Bordetella
saluran
pertusis.
nafas Nama
yang
lain
disebabkan
penyakit
ini
adalah tussis quinta , whooping cough , batuk rejan, batuk 100 hari. (Arif Mansjoer, 2000) Pertusis
adalah
penyakit
infeksi
yang
ditandai
dengan
radang saluran nafas yang menimbulkan serangan batuk panjang yang
bertubi-tubi,
berakhir
dengan
penyakit
infeksi
inspirasi
berbising.
(Ramali, 2003) Pertusis pernafasan
adalah yang
sangat
menular
dengan
akut
pada
ditandai
saluran
oleh
suatu
sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodik dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993) Pertusis
adalah
suatu
infeksi
akut
saluran
nafas
yang
mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992) 2. Etiologi
Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou, kemudian pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai
4
Parapertusis,
spesies
yaitu
Boredetella
Bordetella
pertusis,
Bronkiseptika,
dan
Bordetella Bordetella
Avium. Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis
yaitu bakteri gram negatif, tidak dengan
melakukan
ditanamkan
pada
swab
media
agar
pada
bergerak, daerah
Bordet-Gengou.
dan ditemukan nasofaring (Arif
dan
Mansjoer,
2000). 3. Patofisiologi
Bordetella
pertusis
setelah
ditularkan
melalui
sekresi
udara pernafasan kemudian melekat pada silia epitel saluran
pernafasan. pertusis
Mekanisme
terjadi
perlawanan
pathogenesis
melalui
terhadap
empat
mekanisme
infeksi
tingkatan
oleh
yaitu
pertahanan
Bordetella perlekatan,
pejamu,
kerusakan
local dan akhirnya timbul penyakit sistemik. Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada perlekatan Bordetella pertusis pada silia. Setelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis,
kemudian
bermultiplikasi
dan
menyebar
ke
seluruh
permukaan epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif oleh karena
pada
pertumbuhan
pertusis
tidak
Bordetella
terjadi
pertusis,
bakteremia.
maka
akan
Selama
menghasilkan
toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough. Toksin
terpenting
yang
dapat
menyebabkan
penyakit
disebabkan karena pertusis toxin. Toksin pertusis mempunyai 2 sub
unit
yaitu
berikatan
A
dengan
dan
B.
reseptor
Toksin sel
sub
target
unit
B
kemudian
selanjutnya menghasilkan
sub unit A yang aktif pada daerah aktivasi enzim membrane sel.
Efek
LPF
menghambat
migrasi
limfosit
dan
makrofag
ke
daerah infeksi. Toxin mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur
sintesis
protein
dalam
membrane
sitoplasma,
berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk
lifosit
pengeluaran
(menjadi
histamine
dan
lemah
dan
mati),
serotonin,
efek
meningkatkan
memblokir
beta
adrenergic dan meningkatkan aktifitas insulin, sehingga akan
menurunkn konsentrasi gula darah. Toksin
menyebabkan
peradangan
ringan
dengan
hyperplasia
jaringan limfoid peribronkial dan meningkatkan jumlah mukos pada
permukaan
silia,
maka
fungsi
silia
sebagai
pembersih
terganggu, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersering oleh
Streptococcus
Staphylococcus plug
yang
aureus
dapat
pneumonia, ).
Penumpukan
menyebabkan
H.
influenzae
mucus
akan
obstruksi
dan
dan
menimbulkan
kolaps
paru.
Hipoksemia dan sianosis disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigenasi
pada
terserang
batuk.
saat
ventilasi
Terdapat
dan
timbulnya
perbedaan
apnea
pendapat
saat
mengenai
kerusakan
susunan
saraf
pusat,
apakah
akibat
pengaruh
langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia. Terjadi tampak
perubahan
apabila
fungsi
sel
sel
mengalami
yang
reversible,
regenerasi,
hal
pemulihan ini
dapat
menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotic terhadap proses penyakit.
Namun
menyebabkan
terkadang
infeksi
yang
Bordetella
ringan,
karena
pertusis tidak
hanya
menghasilkan
toksin pertusis. Cara penularan pertusis, melalui: a. Droplet infection b. Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi c. Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. d. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai. 4. Manifestasi Klinis
Menurut Guinto-Ocampo H. (2006), periode inkubasi pertusis berkisar
antara
3-12
hari.
Pertussis
merupakan
penyakit
6
minggu (a 6-week disease ) yang dibagi menjadi: stadium catarrhal , paroxysmal paroxysmal, dan convalescent .
a. Stadium 1 Stadium
ini
berlangsung
1-2
minggu.
Stadium
ini
disebut juga catarrhal phase , stadium kataralis, stadium prodromal,
stadium
pre-paroksismal.
Stadium ini tidak dapat dibedakan dengan infeksi saluran pernafasan bagian atas dengan common cold, kongesti nasal, rinorea, dan bersin, dapat disertai dengan sedikit demam (low-grade fever ), tearing , dan conjunctival suffusion . Pada stadium ini, pasien sangat infeksius (menular) namun pertusis dapat tetap menular selama tiga minggu atau
lebih
setelah
onset
batuk.
Kuman
paling
mudah
diisolasi
juga pada stadium ini. Menurut Rampengan (2008), masa inkubasi pertusis 6-10 hari
(rata-rata
berlangsung
7
antara
hari), 6-8
perjalanan
minggu
atau
penyakitnya
lebih.
Adapun
manifestasi klinis pada stadium ini adalah: 1) Gejala dengan
infeksi
saluran
timbulnya
pernafasan
rinore
dengan
bagian
lendir
atas,
yang
yaitu
cair
dan
jernih. 2) Infeksi konjungtiva, lakrimasi. 3) Batuk dan panas yang ringan. 4) Kongesti nasalis 5) Anoreksia Batuk yang timbul mula-mula pada malam hari, lalu siang hari,
dan
kental
menjadi
dan
menyebabkan
semakin
lengket.
hebat.
Pada
obstruksi
jalan
bayi,
Sekret
banyak,
lendir
nafas,
mukoid
dimana
menjadi sehingga
bayi
terlihat
sakit berat dan iritabel. b. Stadium 2 Stadium Stadium
ini
ini
berlangsung
disebut
paroksismal,
2-4
minggu
juga paroxysmal paroxysmal phase,
stadium
paroksismal,
atau
lebih.
stadium
stadium
akut
spasmodik.
Penderita pada stadium ini disertai batuk berat yang tibatiba
dan
tak
terkontrol paroxysms (paroxysms of intense ) intense coughing coughing
yang berlangsung selama beberapa menit. Bayi yang berusia kurang dari 6 bulan tidak disertai whoop yang khas namun dapat disertai episode apnea (henti nafas sementara) dan berisiko kelelahan (exhaustion ). Menurut
Rampengan
(2008),
manifestasi
klinis
pada
stadium ini adalah: 1) Whoop (batuk pada
saat
yang
berbunyi
penderita
nyaring),
menarik
nafas
sering
di
akhir
terdengar serangan
batuk. 2) Batuk 5-10 kali, selama batuk anak tidak dapat bernafas, dan di akhir serangan batuk anak menarik nafas dengan
cepat
dan
dalam
sehingga
terdengar
bunyi
melengking
(whoop) dan diakhiri dengan muntah. 3) Selama atau
serangan
sianosis,
keluar,
dan
(batuk), mata
muka
tampak
gelisah.
Juga
penderita
menonjol, tampak
menjadi
merah
lidah
menjulur
pelebaran
pembuluh
darah yang jelas di kepala dan leher, petekie di wajah, perdarahan
subkonjungtiva
dan
sclera,
bahkan
ulserasi
frenulum lidah. 4) Di akhir serangan, penderita sering memuntahkan lendir kental. 5) Setelah 1 atau 2 minggu, serangan batuk makin menghebat c. Stadium 3 Stadium
ini
berlangsung
1-2
minggu.
Stadium
ini
disebut juga stadium konvalesens . Menurut
Guinto-Ocampo
(2005),
pada
H.
stadium
(2006)
dan
konvalesens,
Garna batuk
H., dan
et.al. muntah
menurun. Namun batuk yang terjadi merupakan batuk kronis yang
dapat
berlangsung
Dapat
terjadi
petekie
selama
pada
berminggu-minggu.
kepala/leher,
perdarahan
konjungtiva, dapat terjadi ronki difus. Menurut
Rampengan
(2008),
manifestasi
klinis
pada
stadium ini adalah: 1) Whoop dan muntah berhenti. 2) Batuk
biasanya
masih
menetap
dan
segera
menghilang
setelah 2-3 minggu. 3) Beberapa
penderita
paroksismal kembali
akan
timbul
serangan
batuk
dengan whoop dan muntah-muntah.
Episode ini terjadi berulang dalam beberapa bulan bahkan hingga
satu
atau
dua
tahun,
dan
sering
dihubungkan
dengan infeksi saluran nafas bagian atas yang berulang. 5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan sputum b. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertussis
c. ELISA Elisa dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum
terhadap
“filamentous
hemoaglutinin
(FHA)”
dan
toksin pertussis (TP). nilai IgM-FHA dan IgM-TP serum tidak bernilai dalam penentuan seropositif oleh karena menggambarkan oleh
respon
penyakit
atau
imun
primer
vaksinasi.
dan
IgG
dapat
disebabkan
langsung
terhadap
toksin pertussis merupakan test yang paling sensitif dan spesifik untuk infeksi akut. IgA-FHA dan IgA-TP kurang sensitif infeksi
daripada natural
IgG-TP
dan
tetapi
tidak
sangat
terlihat
spesifik
sesudah
untuk
imunisasi
pertussis. d. Leukositosis absolut
(15.000-100.000/mm3)
selama
stadium
1
dengan
(catarrhal )
limfositosis
dan
stadium
2
paroxysmal (paroxysmal).
e. Didapatkan antibodi (IgG terhadap toksin pertusis) f. Diagnosis pasti dengan ditemukannya organisme Bordetella pertussis pertussis pada
apus
nasofaring
posterior
(bahan
media
Bordet-Gengou ).
g. Polymerase
reaction
chain
(PCR)
assay
memiliki
keuntungan sensitivitasnya lebih tinggi daripada kultur pertusis konvensional. h. Foto toraks Infiltrat perihiler perihilar (perihilar infiltrate infiltrates), s), edema (atau mild
edema )
interstitial
dengan
berbagai
tingkat
atelektasis yang bervariasi, mild peribronchial cuffing , atau
empiema.Konsolidasi
(consolidation)
merupakan
indikasi adanya infeksi bakteri sekunder atau pertussis pertussis pneumonia pneumonia
(jarang).Adakalanya
pneumomedias pneumomediastinum tinum ,
atau
udara
di
pneumothorax pneumothorax, ,
jaringan
yang
lunak
dapat terlihat. Radiography
tidak
diindikasikan
pada
pasien
dengan
tanda-tanda vital (vital signs) yang normal. Vital signs ini
meliputi:
tekanan
darah,
respiration rate, dan suhu tubuh.
nadi,
heart
rate,
6. Komplikasi
Komplikasi dari pertusis adalah sebagai berikut: a. Sistem pernafasan Dapat terjadi otitis media, bronkhitis, bronchopneumonia, atelektasis emfisema,
yang
disebabkan
sumbatan
mukus,
bronkietaksis, dan tuberculosis yang sudah ada
menjadi bertambah berat. b. Sistem pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasis (anak menjadi kurus sekali), prolapsus rectum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus
pada
ujung
lidah
karena
tergosok
pada
gigi
atau
tergigit pada waktu serangan batuk, juga stomatitis. c. Susunan saraf Kejang
dapat
elektrolit kongesti
timbul
akibat dan
karena
gangguan
muntah-muntah,
edema
pada
otak,
keseimbangan
kadang-kadang mungkin
terdapat
pula
terjadi
perdarahan otak. d. Lain-lain Dapat
pula
terjadi
perdarahan
lain
seperti
epistaksis,
hemoptisis dan perdarahan subkonjungtiva. 7. Penatalaksanaan
Menurut Garna, et.al. (2005), terapi pertusis adalah : a. Suportif 1) Isolasi (1-2 minggu). 2) Mencegah
faktor
yang
merangsang
batuk
(debu,
asap
rokok). 3) Mempertahankan status nutrisi dan hidrasi. 4) Oksigen bila sesak nafas. 5) Pengisapan lendir. 6) Obat
untuk
mengurangi
batuk
paroksismal
dengan
kortikosteroid (betametason) dan salbutamol (albuterol).
b. Eradikasi bakteri Pilihan obat yang dapat diberikan adalah : 1) Eritromisin Dosis:
40-50
mg/Kg
berat
badan/hari,
maksimal
2
gram/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari. 2) Klaritromisin Dosis:
15-20
mg/Kg
berat
badan/hari,
maksimal
1
gram/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis selama 7 hari. 3) Azitromisin Dosis:
10
mg/Kg
berat
badan/hari,
sehari
1x,
p.o.,
dibagi selama 5 hari. 4) Kotrimoksasol Dosis: 50 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 2 dosis, selama 14 hari. 5) Ampisilin Dosis: 100 mg/Kg berat badan/hari, p.o., dibagi dalam 4 dosis selama 14 hari. Sedangkan Guinto-Ocampo (2006) mengusulkan penatalaksanaan pertusis sebagai berikut : a. Antibiotik 1) Erythromycin a) Nama
Dagang
di
Amerika:
EES,
E-Mycin,
Eryc,
Ery-Tab,
Erythrocin. b) Mekanisme kerja: Menghambat
pertumbuhan
bakteri,
disosiasi peptidyl peptidyl tRNA dari
dengan
ribosom
menghalangi
menyebabkan RNA-
dependent protein synthesis berhenti.
c) Dosis dewasa: 250
mg
(erythromycin
(ethylsuccinate )
PO
stearate/base)
q6h
1
h
ac,
atau
400
mg
atau
500
mg
(stearate/base ) Alternatif
lainnya,
ditingkatkan infeksi.
hingga
q12h. 333 4
mg
(stearate/base )
g/hari
tergantung
q8h,
dari
dapat
beratnya
d) Dosis anak-anak 40-50
mg/kg/hari
(stearate/base )
PO
dibagi
qid;
tidak
melebihi 2 g/hari. Garam
estolate
dapat
digunakan
pada
bayi
karena
penyerapan yang lebih efektif. 2) Azithromycin a) Nama Dagang di Amerika: Zithromax b) Mekanisme kerja: Menghambat
pertumbuhan
bakteri,
disosiasi peptidyl peptidyl tRNA dari
dengan
ribosom
menghalangi
menyebabkan RNA-
dependent protein synthesis berhenti.
c) Dosis dewasa: 500 mg PO pada hari pertama, lalu 250 mg/hari selama 4 hari berikutnya (total 5 hari) d) Dosis anak-anak 10-12mg/kg/hari PO selama 5 hari. 3) Clarithromycin a) Nama Dagang di Amerika: Biaxin b) Mekanisme kerja Menghambat
pertumbuhan
bakteri,
disosiasi peptidyl dari peptidyl tRNA
dengan
ribosom
menghalangi
menyebabkan RNA-
dependent protein synthesis berhenti.
c) Dosis dewasa: 500 PO bid untuk 7-10 hari. d) Dosis anak-anak 15-20
mg/kg
PO
dibagi
bid
selama
5-7
hari;
tidak
melebihi g/hari. 4) Trimethoprin-sulfamethoxazole a) Nama Dagang di Amerika:Bactrim, Septra, Cotrim b) Mekanisme kerja: Menghambat sintesis
pertumbuhan dihydrofolic
bakteri, acid .
Obat
dengan
menghambat
alternatif,
namun
kemanjurannya (efficacy ) belum terbukti untuk pertusis.
c) Dosis dewasa: 160
mg
(trimethoprim
(sulfamethoxazole
component )
component )
PO
bid
/
selama
800
mg
7-10
hari
(misalnya: 1 DS tab bid) d) Dosis anak-anak <2 bulan: kontraindikasi. >2
bulan:
6-10
mg/kg/hari
(berdasarkan
komponen
trimethoprim ) PO dibagi q12h untuk 7-10 hari.
b. Vaksin Imunisasi (resistance ) atau
infeksi.
komponen
Pemberian
aktif
Vaksin
seluler
vaksin
meningkatkan terdiri
yang
kekuatan dari
bertindak
menstimulasi
melawan
mikroorganisme
sebagai
produksi
antigen.
antibodi
dengan
specific protective properties.
Semua menerima
anak
vaksin
pertusis
berusia
kurang
pertusis.
Di
acellular
dikombinasikan
dengan
dari
7
Amerika
haruslah
Serikat,
direkomendasikan diphtheria
tahun
and
vaksin
dan
biasanya
tetanus
toxoids
(DTaP). Vaksin
tidak
terbukti
dapat
dapat
mencegah
memperingan
pertusis
durasi
dan
seluruhnya, tingkat
namun
keparahan
pertusis. 1) DtaP a) Nama Dagang di Amerika: Tripedia, Certiva, Infanrix. b) Dosis Dewasa: 0,5 mL IM toksoid tetanus dan difteri (Td) dan dosis menurut riwayat vaksin. c) Dosis anak-anak 0,5 mL IM pada usia 2, 4, 6, 15-18 bulan, dan 4-6 tahun.
7-18
tahun
jadwal
catch-up
untuk
imunisasi
primer: 0,5 mL IM Td untuk 3 dosis. Berilah jarak 4 minggu di antara dosis pertama dan kedua, dan 6 bulan di antara dosis kedua dan ketiga; ikuti dengan dosis booster 6 bulan setelah dosis ketiga (boleh mengganti Tdap untuk dosis jika usia sesuai)
d) Dosis booster remaja (10-18 tahun): Tdap 0,5 mL IM sekali, dosis tunggal. 2) Tdap a) Nama Dagang di Amerika: Adacel, Boostrix. b) Dosis dewasa: 0,5
mL
IM
melalui
sekali
sebagai
musculus
dosis
deltoideus.
tunggal, Booster
diberikan dengan
direkomendasikan
Td q10y
Lebih dari 65 tahun: tidak diindikasikan. c) Dosis anak-anak <10 tahun: tidak diindikasikan. 10-18 tahun: diberikan sesuai dengan dosis dewasa. Pertussis-specific
immune
globulin merupakan
produk
investigational yang mungkin efektif untuk mengurangi
batuk
paroksismal
namun
masih
memerlukan
evaluasi
lebih lanjut. B. Konsep Dasar Keperawatan 1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan
kesehatan
DS :
- Pasien mengatakan sering batuk-batuk.
DO :
- Tampak lemah.
b. Pola nutrisi dan metabolic DS :
- Nafsu makan hilang. - Mual/muntah.
DO :
- Turgor kulit buruk. - Penurunan massa otot. - Penurunan BB.
c. Pola eliminasi DS
:
DO :
- BAB dan BAK lancar. - Urine berbau amoniak dan berwarna kuning.
d. Pola aktivitas dan latihan. DS :
- Batuk panjang, kelelahan, demam ringan.
DO :
- Sesak, kelelahan otot dan nyeri.
e. Pola tidur dan istirahat DS :
- Mudah terbangun.
DO :
- Gelisah
f. Pola persepsi kognitif DS :
- Pasien mengatakan komunikasi terhambat akibat
batuknya. g. DO :
- Nyeri – Mual
h. Pola persepsi dan konsep diri DO :
- Gelisah
i. Pola peran dan hubungan dengan sesame DO :
- dirawat di tempat khusus.
j. Pola reproduksi dan seksualitas DS :
- Penurunan gairah seksual.
DO:
-
Keadaan
umum
lemah,
ketidakmampuan
beraktivitas. k. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress DS :
- Pasien mengatakan stres terhadap batuk yang
dialaminya. DO :
- Gelisah.
l. Pola sistem kepercayaan DS :
-
Pasien
mengatakan
mengalami
kesejahteraan
spiritual. DO :
- Rajin beribadah.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang bisa muncul : a. Bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
akumulasi secret. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah. c. Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan perfusi-ventilasi. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. e. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit.
3. Intervensi Keperawatan
a. Bersihan
jalan
nafas
tidak
efektif
berhubungan
dengan
akumulasi secret ditandai dengan :
Frekuensi nafas tidak normal.
Batuk dan adanya secret.
Bunyi nafas tidak efektif.
Hasil Yang Diharapkan :
Mempertahankan
jalan
nafas
paten
dengan
bunyi
nafas
bersih/jelas.
Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
Menunjukkan
perilaku
untuk
memperbiki/
mempertahankan
bersihan jalan nafas.
Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam tingkat kemampuan/situasi.
Intervensi : 1) Auskultasi bunyi nafas (misal : mengi) R/ untuk mengidentifikasi adanya obstruksi jalan nafas yang membahayakan
oksigenasi.
2) Kaji /pantau frekuensi pernafasan. R/ untuk
mengetahui
adanya
penurunan
dan
peningkatan
frekuensi pernafasan. 3) Berikan pasien posisi semi fowler. R/ untuk membantu memaksimalkan ekspansi paru. 4) Ajarkan pasien melakukan batuk efektif. R/ untuk
membersihkan
jalan
nafas
dan
membantu
komplikasi pernafasan. 5) Anjurkan untuk minum air hangat. R/ untuk membantu mengencerkan sekret. 6) Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
hal
pemberian
obat
antibiotik. R/ untuk menghambat pertumbuhan p ertumbuhan bakteri dan meringankan batuk. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah, ditandai dengan :
Penurunan BB
Kelemahan
Anoreksia
Hasil Yang Diharapkan : menunjukan peningkatan BB. Intervensi : 1) Timbang berat badan pasien secara rutin R/ untuk
mengetahui
adanya
peningkatan
berat
badan
pasien. 2) Catat status nutrisi. R/ untuk mengetahui pemasukan makanan. 3) Awasi pemasukan/pengeluaran makanan secara periodik. R/ berguna dalam mengukur jumlah nutrisi. 4) Anjurkan untuk banyak istirahat. R/ membantu
menghemat
energi
khususnya
bila
metabolik
meningkat saat demam. 5) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk meningkatkan komposisi diit. R/ memberi bantuan dalam perencanaan diit. c. Gangguan
pertukaran
gas
berhubungan
dengan
ketidakseimbangan perfusi- ventilasi, ditandai dengan :
Sianosis
Hipoksemia
Hasil dan
Yang
Diharapkan
oksigenasi
:
jaringan
Menunjukkan dengan
GDA
perbaikan dalam
ventilasi
rentang
normal
dan tak ada gejala distres pernafasan. Intervensi : 1) Kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan. R/ berguna dalam evaluasi derajat distres pernafasan dan kronisnya proses penyakit. 2) Awasi secara rutin kulit dan warna membran mukosa. R/ sianosis
mungkin
perifer
(terlihat
pada
kuku)
atau
sentral (terlihat sekitar bibir attau daun telinga). Keabu-abuan
dan
sianosis
sentral
mengindikasikan
beratnya hipoksemia. 3) Auskultasi bunyi nafas, caat area penurunan aliran udara atau bunyi tambahan.
R/ bunyi
nafas
mungkin
redup
karena
penurunan
aliran
udara atau area konsulidasi. 4) Dorong
mengeluarkan
sputum,
pengisapan
bila
diindikasikan. R/ kental,
tebal,
dan
banyaknya
sekresi
adalah
sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas kecil. Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif. 5) Kolaborasi dengan dokter dalam hal pengawasan GDA R/ penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan saturasi atau peningkatan
PaCO2
menunjukkkan
kebutuhan
untuk
intervensi/perubahan program terapi. d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum. Hasil yang diharapkan
:
Pasien dapat melakukan aktivitas dan memenuhi
kebutuhannya secara mandiri dalam jangka waktu 5-6 hari.
Intervensi 1) Tingkatkan tirah baring/duduk. R/ Aktivitas dan posisi duduk tegak diyakini menurunkan aliran darah ke kaki, yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati. 2) Lakukan latihan rentang gerak sendi pasif/aktif R/ Tirah
baring
dapat
lama
terjadi
dapat
karena
menurunkan
keterbatasan
kemampuan. aktivitas
Ini yang
mengganggu periode istirahat. 3) Berikan aktivitas hiburan yang tepat R/ Meningkatkan
relaksasi
dan
penghematan
energi,
memusatkan kembali perhatian dan dapat meningkatkan koping. 4) Awasi terulangnya anoreksia dan nyeri tekan pembesaran hati R/ Menunjukkan serta
kurangnya
memerlukan
resolusi/eksaserbasi
istirahat
lanjut
dan
penyakit mengganti
program terapi. 5) Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan pasien. R/ dengan di bantu, kebutuhan pasien dapat terpenuhi.
6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian sedative, agen antiansietas sesuai indikasi. R/ Membantu dalam manajemen kebutuhan tidur. e. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi. Hasil Yang Diharapkan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal Intervensi : 1) Monitoring perubahan suhu tubuh. R/ Suhu
tubuh
harus
dipantau
secara
efektif
guna
mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien. 2) Mempertahankan
keseimbangan
cairan
dalam
tubuh
dengan
pemasangan secret R/ Cairan
dalam
tubuh
sangat
penting
guna
menjaga
homeostasis (keseimbangan) tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat
maka
tubuh
akan
kehilangan
cairan
lebih
banyak. 3) Anjurkan yang
pada
optimal
pasien
untuk
sehingga
memenuhi
metabolisme
kebutuhan dalam
nutrisi
tubuh
dapat
berjalan lancer R/ Jika metabolisme m etabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat
kekebalan/
sistem
imun
bisa
melawan
semua
benda asing (antigen) yang masuk kedalam tubuh. 4) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses peradangan (inflamasi) R/ Antibiotik
berperan
penting
peradangan (inflamasi)
dalam
mengatasi
proses
DAFTAR PUSTAKA
Manjoer, Arief. 2000. Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi 3, Jilid
. Jakarta: Media Aesculapius II Doenges, Marilynn, E. dkk. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan , Edisi 3 . Jakarta: EGC
Ranuh IGN., Suyitno H., Hadinegoro SRS., Kartasasmita CB., Ismoedijanto, Soedjatmiko (Ed.). Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi Ketiga. Satgas Imunisasi – Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2008:144-151.
ASUHAN KEPERAWATAN KEPERAWATAN PADA AN. F DENGAN PERTUSIS PERTUSIS DI RUANG HCU RSU DR. SAIFUL ANWAR MALANG TAHUN 2017
Tanggal MRS
: 04 - 02 - 2017
Tanggal Pengkajian
: 06 - 02 - 2017 2017
1. IDENTITAS KLIEN
Nama
: An. F
Umur
: 2 Bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Nama ayah/Ibu
: Ny. S & Tn. S
Pekerjaan Ayah
: Swasta
Pekerjaan Ibu
: IRT
Alamat
: Suko Anyar Cokro RT 63 RW 63, Kec. Pakis, Malang
Suku bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Biaya di tanggung oleh : Orang Tua 2. KELUHAN UTAMA SAAT PENGKAJIAN
Ibu klien mengatakan anaknya batuk – batuk 3. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG
Ibu
klien
mengatakan
anaknya
kejang
selama
30
menit,
batuk-batuk, sesak, demam kemudian dibawa ke RSAU Abd. Saleh Pakis, kemudian di rujuk ke RSSA pada tanggal 4 Februari 2017 pukul 19.00 WIB. Klien di tempatkan di ruang
Isolasi
dengan
terapi
yang
diberikan
ceftriaxon
250 mg, antrai 150 mg, ranitidin 10 mg, ondansetron 1 mg.
4. RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
a. Prenatal Pada saat hamil tidak ada keluhan b. Natal Pasien lahir normal, BBL 3200 g, PB 48 cm, tidak ada penyakit saat lahir c. Post natal Tidak pernah kejang dan tidak ada ikterus 5. RIWAYAT MASA LAMPAU
a. Penyakit waktu kecil : Panas, Pilek b. Pernah di rawat di RS : Sebelumnya tidak pernah di rawat di Rumah Sakit c. Obat-obatan yang digunakan : paracetamol d. Tindakan (operasi) : Tidak pernah melakukan operasi e. Alergi : Tidak ada alergi obat maupun makanan f. Kecelakaan : Tidak pernah mengalami kecelakaan g. Imunisasi : Tidak lengkap 6. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA
a. Riwayat yang pernah diderita anggota keluarga : b. Dalam anggota keluarga tidak ada yang mempunyai sakit Hipertensi, DM, Kejang dll. c. Penyakit yang sedang diderita anggota keluarga : Ibu klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang sakit 7. RIWAYAT SOSIAL
a. Yang mengasuh : Orang tua kandung b. Hubungan dengan anggota keluarga : Baik c. Hubungan dengan teman sebaya : Tidak ada respon dengan teman d. Lingkungan rumah : Baik
8. KEBUTUHAN DASAR
a. Makanan yang di sukai/ tidak disukai : Selera
: -
Alat makan yang dipakai
: OGT, Spuit
Pola makan/jam : 3 x sehari (06.00, 12.00, 17.00) b. Pola tidur
:
Kebiasaan sebelum tidur Tidur siang
: -
Mandi
: Diseka
c. Aktifitas bermain d. Eliminasi
: Tidak ada
: Bedrest
: BAB dan BAK memakai pampers
9. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
a. Diagnosa medis
: Pertusis
b. Tindakan operasi
: tidak ada
c. Status nutrisi
: kurang
d. Status cairan
: balance cairan 43,75 – 43,75 = 0
e. Obat-obatan
: terlampir
f. Hasil laboratorium
: terlampir
10.
PENGKAJIAN HEAD TO TOE
a. Kepala
Rambut : hitam, tumbuh jarang Kulit kepala : bersih, UUB rata, fontanela mayor ada
Mata Pupil : miosis +, isoskor + Sklera : tidak ikterik Konjungtiva : anemis + Gangguan penglihatan : tidak ada gangguan penglihatan
Hidung Bentuk : simetris
Sekresi : tidak terdapat sekresi Gangguan penciuman : tidak ada gangguan penciuman Terpasang ETT
Mulut Kebersihan : bersih, tidak ada karies gigi, terpasang ETT +
Telinga Bentuk : simetris Sekresi : bersih, tidak ada serumen Gangguan pendengaran : tidak ada gangguan pendengaran
b. Leher
Trachea Palpasi : tidak ada pembesaran vena jugularis
Glandula tyroid Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid Palpasi : tidak ada benjolan
c. Dada
Paru Inspeksi : simetris, retraksi dinding dada (+) Palpasi : tidak ada krepitasi Perkusi : sonor Auskultasi : ronkhi +, wheezing –
Jantung Palpasi : tidak teraba iktus cordis Auskultasi : S1 tunggal, S2 normal, murmur -, gallop –
d. Abdomen Inspeksi : tidak ada asites Auskultasi : Palpasi : tidak teraba massa abdomen Perkusi : tympani
e. Genetalia : normal f. Ekstrimitas
11.
Ekstremitas atas : simetris ka/ki
Ekstremitas bawah : simetris ka/ki
PEMERIKSAAN TINGKAT PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
a. Fisik : TB : 55 cm BB : 5.5 kg Gigi : belum tumbuh gigi LK : 37 cm LILA : 13 cm b. Kemandirian dan bergaul klien dalam pengawasan orang tua, kemandirian takut di gendong dengan orang lain, belum bisa bermain dengan teman. c. Motorik halus d. Motorik kasar e. Kognitif dan bahasa Klien hanya bisa menangis 12.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan umum : jelek b. GCS : E : 2 V : 2 M : 3 c. Kesadaran : Somnolen d. Tanda- tanda vital : Spo2 : 97 % N
: 146 x/mnt
T
: 37,8°C
RR
: 35 x/mnt
13.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium Jenis Pemeriksaan
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
4.4
mmol/L
Vena :0.5-2.2 Arteri :0.5-1.6
77
mg/dL
7.49 29.4 78.6 22.5 -1.0 96.6 11.0 37.0
mmHg mmHg mmol/L mmol/L % g/dL ºC
7.35-7.45 35-45 80-100 21-28 (-3)-(+3) >95
139 4.95 103
mmol/L mmol/L mmol/L
136-145 3.5-5.0 98-106
KIMIA KLINIK
Asam Laktat METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa (POCT) ANALISA GAS DARAH
pH pCO2 pO2 Bikarbonat (HCO3) Kelebihan Basa (BE) Saturasi O2 Hb Suhu
ELEKTROLIT ELEKTROLIT SERUM
14.
Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl)
TERAPI a. Injeksi
Ampi Sulfaktan
ANALISA DATA DATA
NO 1.
DS : Ibu pasien
ETIOLOGI Suplay O2 menurun
mengatakan panas
PROBLEM Gangguan perfusi jaringan serebral
selama 2 hari dan kejang selama 5x dalam 75 menit DO:
2.
-
k/u jelek
-
GCS 1X1
-
HR: 104x/mnt
-
T : 36,6°C
-
RR: Via VTP
-
Spo2 : 97 %
-
TD : 80/60 mmHg
DS: Ibu pasien
Penumpukan sekret
Ketidakefektifan Ketidakefekt ifan
mengatakan panas
bersihan jalan
selama 2 hari dan
nafas
kejang selama 5x dalam 75 menit DO: -
k/u jelek
-
GCS 1X1
-
HR: 104x/mnt
-
T : 36,6°C
-
RR: Via VTP
-
Spo2 : 97 %
-
TD : 80/60 mmHg
3.
-
O2 via ETT + VTP
-
Rhonki +
-
Akral dingin
DS: Ibu pasien
Penurunan fungsi
Ketidakefektifan
mengatakan panas
paru
pola nafas
selama 2 hari dan kejang selama 5x dalam 75 menit DO: -
k/u jelek
-
GCS 1X1
-
HR: 104x/mnt
-
T : 36,6°C
-
RR: Via VTP
-
Spo2 : 97 %
-
TD : 80/60 mmHg
PRIORITAS DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.
Gangguan perfusi jaringan serebral b.d suplay O2
menurun 2.
Ketidakefektifan Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan
sekret 3.
Ketidakefektifan Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan fungsi paru
NURSING CARE PLAN PLAN
TGL
NO.
Perencanaan
DX 15/01, 17
1
Tujuan
Rasional Intervensi
Tujuan : setelah dilakukan
1. berikan posisi yang
1. memberikan
tindakan keperawatan diharapka
nyaman
kenyamanan pada
gangguan perfusi jaringan
2. berikan lingkungan
pasien
serebral menurun
yang tenang
2. memberikan rasa
Kriteria Hasil :
3. pantau tanda-tanda
nyaman pada pasien
1. GCS 456
vital
3. mengetahui salah
2. TTV dalam batas normal normal
4. berikan oksigenasi
satu penyebab
- TD = 60-80 mmHg
10 lpm NRBM
penurunan perfusi
- N = 120-160 x/ mnt
5. berikan bantuan
jaringan serebral
-R
= 30-60 x/ mnt
VTP
4. memenuhi kebutuhan
-S
= 36,5-37,5°C
6. Kolaborasi dengan
oksigen dalam jaringan
tim medis dalam
5. membantu
pemberian obat
perkembangan paru paru untuk bernafas 6. menyetabilkan kondisi tubuh yang tidak sesuai
15/01,
2.
17
Tujuan : setelah dilakukan
1. auskultasi bunyi
1. mengetahui adanya
tindakan keperawatan
nafas tambahan
bunyi nafas tambahan
diharapkan ketidakefektifan
2. pertahankan tirah
2. mematenkan jalan
bersihan jalan nafas berkurang.
baring dengan posisi
nafas
Kriteria Hasil :
semi fowler
3. memenuhi kebutuhan
1. tidak ada bunyi tambahan
3. berikan oksigenasi
oksigen dalam jaringan
seperti ronkhi, wheezing
10 lpm NRBM
4. membantu
2. tidak terjadi distress
4. berikan bantuan
perkembangan paru-
pernafasan
VTP
paru untuk bernafas
3. dapat bernafas spontan
5. pantau Spo2
5. mengetahui kadar O2
4. RR = 30-60 x/mnt
6. pantau tanda-tanda
dalam tubuh
vital
6. mengetahui keadaan
7. kolaborasi dengan
umum pasien
tim medis dalam
7. menyetabilkan
pemberianobat
kondisi tubuh yang
8. lakukan suction
tidak sesuai 8. membersihkan sekret
15/01, 17
3.
Tujuan : setelah di lakukan
1. auskultasi bunyi
1. mengetahui adanya
tindakan keperawatan di
nafas tambahan
bunyi nafas tambahan
harapkan ketidakefektifan pola
2. berikan posisi untuk
2. mematenkan jalan
nafas berkurang
membuka ventilasi
nafas
Kriteria Hasil :
3. berikan oksigenasi
3. memenuhi kebutuhan
1. pasien tida sesak
10 lpm NRBM
oksigenasi dalam
2. dapat bernafas spontan
4. pantau tanda-tanda
jaringan tubuh
3. RR = 30-60 x/ mnt
vital
4. mengetahui keadaan
5. kolaborasi dengan
umum pasien
tim medis dalam
5. menyetabilkan
pemberian obat.
kondisi tubuh yang tidak sesuai.
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL
No.
Implementasi
Evaluasi
Dx 15/01,17
1
1. Memberikan posisi yang nyaman
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan lingkungan yang tenang
belum sadar
3. Memantau tanda-tanda vital
O:
4. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
5. Memberikan bantuan VTP
-
GCS 1X1
6. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
HR = 110 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 36°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 100%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 82/61 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi Intervensi 1-6
15/01,17
2
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Mempertahankan tirah baring
belum sadar
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
O:
4. Memberikan bantuan VTP
-
k/u jelek
5. Memantau Spo2
-
GCS 1X1
6. Memantau tanda-tanda vital
-
HR = 110 x/mnt
7. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
T
pemberian obat
-
Spo2 = 100%
= 36°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
TD = 82/61 mmHg
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
A : Masalah Teratasi Sebagian
-
Infus c1:2 30cc/jam
P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi Intervensi 1-7
8. melakukan suction
15/01,17
3
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan posisi untuk membuka
belum sadar
ventilasi
O:
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
4. Memantau tanda-tanda vital
-
GCS 1X1
5. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
HR = 110 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 36°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 100%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 82/61 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi Intervensi 1-5
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL
No.
Implementasi
Evaluasi
Dx 16/01,17
1
1. Memberikan posisi yang nyaman
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan lingkungan yang tenang
belum sadar
3. Memantau tanda-tanda vital
O:
4. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
5. Memberikan bantuan VTP
-
GCS 1X1
6. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
HR = 105 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 35°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 100%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 42/28 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi Intervensi 1-6
16/01,17
2
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Mempertahankan tirah baring
belum sadar
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
O:
4. Memberikan bantuan VTP
-
k/u jelek
5. Memantau Spo2
-
GCS 1X1
6. Memantau tanda-tanda vital
-
HR = 105 x/mnt
7. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
T
pemberian obat
-
Spo2 = 100%
= 35°C
16/01,17
3
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
TD = 42/28 mmHg
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
A : Masalah Teratasi Sebagian
-
Infus c1:2 30cc/jam
P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi 1-7
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan posisi untuk membuka
belum sadar
ventilasi
O:
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
4. Memantau tanda-tanda vital
-
GCS 1X1
5. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
HR = 105 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 35°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 100%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 42/28 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian P : Lanjutkan Lanjutkan Intervensi Intervensi 1-5
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL
No.
Implementasi
Evaluasi
Dx 17/01,17
1
1. Memberikan posisi yang nyaman
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan lingkungan yang tenang
belum sadar
3. Memantau tanda-tanda vital
O:
4. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
5. Memberikan bantuan VTP
-
GCS 1X1
6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
-
HR = 110 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 33°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 96%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 78/50 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian (APS)
P : Hentikan Hentikan Intervensi 17/01,17
17/01,17
2
3
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Mempertahankan tirah baring
belum sadar
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
O:
4. Memberikan bantuan VTP
-
k/u jelek
5. Memantau Spo2
-
GCS 1X1
6. Memantau tanda-tanda vital
-
HR = 110 x/mnt
7. Berkolaborasi dengan tim medis dala m
-
T
pemberian obat
-
Spo2 = 96%
= 33°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
TD = 78/50 mmHg
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
A : Masalah Teratasi Sebagian(APS)
-
Infus c1:2 30cc/jam
P : Hentikan Intervensi
1. Mengauskultasi bunyi nafas tambahan
S : Ibu pasien mengatakan anaknya
2. Memberikan posisi untuk membuka
belum sadar
ventilasi
O:
3. Memberikan oksigenasi 10 lpm NRBM
-
k/u jelek
4. Memantau tanda-tanda vital
-
GCS 1X1
5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
-
HR = 110 x/mnt
pemberian obat
-
T
= 33°C
-
Dobutamin 20 mg/kg/mnt
-
Spo2 = 96%
-
NE 0,3 mg/kg/mnt
-
TD = 78/50 mmHg
-
Epineprin 0,7 mg/kg/mnt
-
RR = Via VTP
-
Infus c1:2 30cc/jam
A : Masalah Teratasi Sebagian(APS) P : Hentikan Hentikan Intervensi
RESUME
Nama
: An. D
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Register
: 11325718
Tanggal Pengkajian : 15-01-17
Umur
: 11 Bulan
Ruang : HCU (Anak )
Dx Medis
: Epileptikus
S
: Ibu pasien mengatakan demam 1 hari SMRS dan kejang 10x 2-5 menit
O
: - k/u lemah
- Mukosa bibir kering
- kesadaran samnolent
- N : 100x/mnt
- GCS 345
- RR : 40x/mnt
- Akral dingin
- S : 35,6°C
A
: Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
P
: 1. Batasi pengunjug 2. berikan lingkungan yang nyaman 3. berikan posisi yang nyaman 4. pantau tanda-tanda vital 5. berikan oksigenasi 8 lpm NRBM 6. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
I
: 1. membatasi pengunjug 2. memberikan lingkungan yang nyaman 3. memberikan posisi yang nyaman 4. memantau tanda-tanda vital 5. memberikan oksigenasi 8 lpm NRBM 6. berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
E
: S : Ibu pasien mengatakan keadaan anaknya sudah membaik O: - k/u lemah
- Mukosa bibir kering
- kesadaran CM
- N : 100x/mnt
- GCS 456
- RR : 30x/mnt
- Akral dingin
- S : 36,6°C
A: Masalah Teratasi Sebagian P: Lanjutkan Intervensi 4,5 & 6
RESUME
Nama
: An. Z
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Register
: 11306820
Tanggal Pengkajian : 15-01-17
Umur
: 1 Tahun
Ruang : HCU (Anak)
Dx Medis
: Tetralogi of falcot & Community aiqured of pneumonia
S
: Ibu pasien mengatakan anaknya batuk, pilek, dan sesak
O
: -
k/u lemah
- N : 104 x/mnt
-
tampak pucat
- RR : 38x/mnt
-
sianosis +
- S : 36°C
-
retraksi intercoste +
- Spo2 : 70 %
A
: Ketidakefektifan pola nafas
P
: 1. Monitor pola nafas, hitung dan catat frekuensi pernafasan 2. monitor tanda-tanda distres pernafasan 3. berikan posisi semi fowler 4. berikan oksigenasi 2 lpm 5. lakukan nebulizer tiap 4 jam sekali (pz) 6. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
I
: 1. memonitor pola nafas, hitung dan catat frekuensi pernafasan 2. memonitor tanda-tanda distres pernafasan 3. memberikan posisi semi fowler 4. memberikan oksigenasi 2 lpm 5. melakukan nebulizer tiap 4 jam sekali (pz) 6. berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat - Ampicillin 250 mg - Chlorampenicol 125 mg
E
: S : Ibu pasien mengatakan batuk, pilek, dan sesak pada anaknya berkurang
O: -
k/u lemah
- N : 118 x/mnt
-
tampak pucat
- RR : 34x/mnt
-
sianosis +
- S : 36,3°C
-
retraksi intercoste +
- Spo2 : 82 %
A: Masalah Teratasi Sebagian P: Lanjutkan Intervensi 1,2,5,& 6
RESUME
Nama
: An. S
Jenis Kelamin : Laki-laki
No. Register
: 11325993
Tanggal Pengkajian : 18-01-17
Umur
: 7 Tahun
Ruang : HCU (Anak)
Dx Medis
: DHF
S
: Ibu pasien mengatakan anaknya sesak dan nyeri perut
O
: -
k/u lemah
- Hb 10,80 g/dl
- Trombosit 9 10³/ul
-
tampak pucat
- Eritrosit 38400000/ul
- N : 92x/mnt
-
konjungtiva anemis
- leukosit 8,31 10³/ul
- RR : 24x/mnt
-
mukosa bibir kering
- Hematokrit 31,80 %
- S : 38,6°C
A
: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
P
:1. Berikan posisi yang nyaman 2. berikan oksigenasi 2 lpm nasal kanul 3. monitor tanda-tanda vital 4. monitor tanda-tanda infeksi 5. berikan transfusi albumin 6. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
I
: 1. memberikan posisi yang nyaman 2. memberikan oksigenasi 2 lpm nasal kanul
3. memonitor tanda-tanda vital 4. memonitor tanda-tanda infeksi 5. memberikan transfusi albumin 6. berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat E
: S : Ibu pasien mengatakan anaknya demam O: -
k/u lemah
- Hb 10,80 g/dl
- Trombosit 9 10³/ul
-
tampak pucat
- Eritrosit 38400000/ul
- N : 112x/mnt
-
konjungtiva anemis
- leukosit 8,31 10³/ul
- RR : 30x/mnt
-
mukosa bibir kering
- Hematokrit 31,80 %
- S : 37°C
A: Masalah Belum Teratasi P: Lanjutan Intervensi 1-6
RESUME
Nama
: An. P
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Register
: 11325805
Tanggal Pengkajian : 17-01-17
Umur
: 1 Tahun
Ruang : HCU ( Anak)
Dx Medis
: Anemia Hemolitik
S
: Ibu pasien mengatakan anaknya demam selama kurang lebih 4 hari, dan pucat.
O
: -
k/u lemah
- Hb
5,20 g/dl
- Trombosit 504
10³/ul -
tampak pucat
- Eritrosit
311000000/ul - N : 101x/mnt
-
mukosa bibir kering
- Leukosit
20,10 10³/ul
-
akral dingin
- Hematokrit 18,50%
- S : 36,5°C - R : 24x/mnt
A
: Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
P
: 1. Berikan posisi yang nyaman 2. berikan oksigenasi 2 lpm nasal kanul 3. monitor tanda-tanda vital 4. monitor tanda-tanda infeksi 5. berikan nebulizer 2 jam sekali (ventolin) 6. berikan transfusi PRC 100 cc 7. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
I
: 1. memberikan posisi yang nyaman 2. memberikan oksigenasi 2 lpm nasal kanul 3. memonitor tanda-tanda vital 4. memonitor tanda-tanda infeksi 5. memberikan nebulizer 2 jam sekali (ventolin) 6. memberikan transfusi PRC 100 cc 7.berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
E
ampicillin 200 mg
multivitamin syrup
: S : Ibu pasien mengatakan demam pada anaknya sudah turun, masih pucat. O: -
k/u lemah
- Hb
5,20 g/dl
- Trombosit 504
10³/ul -
tampak pucat
- Eritrosit
311000000/ul - N : 115x/mnt
-
mukosa bibir kering
- Leukosit
20,10 10³/ul
-
akral dingin
- Hematokrit 18,50%
- S : 36,6°C - R : 24x/mnt
A: Masalah Teratasi Sebagian P: Lanjutkan Intervensi 3,4,5&7 RESUME
Nama
: An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
No. Register
: 11325818
Tanggal Pengkajian : 16-01-17
Umur
: 1 Bulan
Ruang : HCU (Anak)
Dx Medis
: Pneumonia
S
: Ibu pasien mengatakan anaknya batuk, sesak kurang lebih 2 minggu.
O
: -
k/u lemah
- N : 110x/mnt
-
cuping hidung +
- R : 50x/mnt
-
retraksi intercoste +
- S : 37°C
-
Spo2 97%
A
: Ketidaefektifan pola nafas
P
: 1. Monitor pola nafas, hitung dan catat frekuensi pernafasan 2. monitor tanda-tanda distres pernafasan 3. berikan posisi yang nyaman bagi pasien 4. berikan oksigenasi 0,5 lpm 5. lakukan nebulizer tiap 6 jam sekali ( ventolin) 6. kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
I
: 1. Memonitor pola nafas, hitung dan catat frekuensi pernafasan 2. memonitor tanda- tanda distres pernafasan 3. memberikan posisi yang nyaman bagi pasien 4. memberikan oksigenasi 0,5 lpm 5. melakukan nebulizer tiap 6 jam sekali (ventolin) 6. berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat
E
: S : Ibu pasien mengatakan batuk dan sesak anaknya berkurang O: -
k/u lemah
- N : 122 x/mnt
-
cuping hidung +
- RR : 48x/mnt
-
retraksi intercoste +
- S : 36,8°C
-
Spo2 98 %
A: Masalah Belum Teratasi P: Lanjutkan Intervensi 1,2,5 & 6