STASE ILMU KESEHATAN ANAK PERTUSIS
Maya Silvyana, S.Ked 06310108
KONSULEN dr. Oscar, Sp.A
SMF ILMU KESEHATAN ANAK RS. CAMATHA SAHIDYA
BATAM 2012 KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatdan hidayah-Nya jualah penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada dr. Oscar Sp.A selaku konsulen yang telah memberi bimbingan, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas di stase ilmu kesehatan anak dengan judul Pertusis pada kepaniteraan klinik senior di RS. CAMATHA SAHIDYA Dalam penyusunan makalah ini penulis masih merasa banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran yang membangun guna perbaikan ke depan. Penulis berharap makalah ini dapat memberi banyak manfaat bagi penulis khususnya dan pembaca sekalian pada umumnya. Semoga makalah ini dapat memberi masukan ba gi rekanrekan yang ingin mengetahui masalah Pertusis
Batam,
April 2012
Penulis
DAFTAR ISI
KATA KATA PENGAN PENGANTAR TAR.... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ........ .......... ........... ........... .....
i
DAFTAR DAFTAR ISI...... ISI......... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...
ii
BAB I PENDAH PENDAHULU ULUAN. AN..... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ........ ........ ...
1
I.1 Latar Latar belakan belakang.. g..... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ......... .......... .....
1
BAB II PEMBAH PEMBAHASA ASAN.. N..... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ........ .......... .......... ......... ....
2
II.1 II.1 Batasa Batasan.. n..... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ....... ....... ....... ...... ....... ....... ...... ....... ........ ......... .......
2
II.2 Etiologi…… Etiologi……………… …………………… …………………… …………………… …………………… …………………. ……….
2
II.3 Epidemiologi…………………… Epidemiologi………………………………………………… ……………………………………… …………
3
II.4 Pa Patogen …… …………………………………………………………………
4
II.5 Patologi......................................................................................................
4
II.6 Manifestasi klinik…………………… klinik………………………………………………… ………………………………… ……
5
II.7 Diagnosis dan Diagnosis banding…………………………… banding…………………………………….. ………..
6
II.8 Komplikasi……………… Komplikasi…………………………………………… ……………………………………………… …………………
7
II.9 Pencegahan…………………………………… Pencegahan…………………………………………………………….. ………………………..
8
II.10 Pengobatan…………………………… Pengobatan………………………………………………………… ………………………………. ….
10
II.11 Prognosis………………… Prognosis……………………………………………… ……………………………………………. ……………….
10
BAB III PENUTUP…………………………… PENUTUP……………………………………………………… ………………………………….. ………..
11
III.1 Kesimpulan…………………… Kesimpulan……………………………………………… ………………………………………. …………….
11
DAFTAR PUSTAKA ………………………… …………………………………………………… ……………………………………. ………….
12
BAB I PENDAHULUAN
I.1
Latar belakang
Pertusis atau yang lebih dikenal orang awam sebagai “batuk rejan” atau “batuk 100 hari” merupakan salah satu penyakit menular saluran pernapasan yang sudah diketahui adanya sejak tahun 1500-an. Penyebab tersering dari pertusis adalah kuman gram (-) Bordetella pertussis. Di seluruh dunia insidensi pertussis banyak didapatkan pada bayi dan anak kurang dari 5 tahun.. tahun.. meskip meskipun un anak anak yang yang lebih lebih besar besar dan orang orang dewasa dewasa masih masih mungki mungkin n terinf terinfeks eksii oleh oleh B.pertussis. Insidensi terutama didapatkan pada bayi atau anak yang belum diimunisasi. Dahulu pertusis adalah penyakit yang sangat epidemic karena menyerang bukan hanya negara-negara berkembang namun juga beberapa bagian dari negara maju, seperti Amerika Serikat, Serikat, Italia, Italia, Jerman. Jerman. Namun setelah mulai digalakkanny digalakkannyaa vaksinasi vaksinasi untuk pertusis, pertusis, angka kematian bisa ditekan hingga 10/10.000 populasi. Seiring dengan semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, pertusis diharapkan tidak diketemukan lagi, meskipun ada kasusnya namun tidak signifikan atau kurang. Dengan mendiagnosa secara dini kasus pertusis, dari gejala klinis,foto roentgen, dan pemeriksaan penunjang lainnya, diharapkan para klinisi mampu memberikan penanganan yang tepat dan cepat sehingga derajat penyakit pertusis tidak menimbulkan komplikasi yang lebih lanjut, seperti ensefalopati, Respiratory distress syndrome, dan penyakit paru-sistemik lainnya.
BAB II PEMBAHASAN
II.1
Batasan
Pertussis artinya batuk yang intensif, merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut yang dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti anak-anak yang tidak diimunisasi atau pada orang dewasa dengan kekebalan menurun. Istilah pertussis (batuk kuat) pertama kali diperkenalkan oleh Sydenham pada tahun 1670. dimana istilah ini lebih disukai dari “batuk rejan (whooping cough)”. Selain itu sebutan untuk pertussis di Cina adalah “batuk 100 hari”.1,2,3 Pertussis Pertussis adalah penyakit yang serius serius pada anak-anak kecil diseluruh diseluruh dunia. Pada orang dewasa juga sering terjadi karier yang asimptomatik atau infeksi yang ringan. Prevalensi pertussis di seluruh dunia sekarang berkurang karena adanya imunisasi aktif.
II.2
Etiologi
Penyebab Penyebabnya nya adalah adalah Bordet Bordetell ellaa pertus pertusis. is. B. pertus pertussis sis ini merup merupakan akan satu-s satu-satu atunya nya penyebab pertusis endemis dan penyebab biasa pertusis sporadis, terutama karena manusia merupaka satu-satunya host untuk spesies ini. Penyakit serupa- disebut juga a mild pertussis-like illness- juga dapat disebabkan oleh B. parapertussis (terutama di Denmark, Republik Ceko, Republik Rusia, dan Slovakia) dan B. bronchiseptica (jarang pada manusia karena merupakan patogen yang lazim pada binatang-kucing dan binatang pengerat-, kecuali pada manusia dengan gangguan imunitas dan terpapar secara tidak biasa pada binatang). Kadang-kadang sindroma klinik klinik berupa berupa batuk batuk yang yang lama lama dan tidak tidak sembuh sembuh-se -sembu mbuh h sehing sehingga ga susah susah dibeda dibedakan, kan, juga juga terdapat pada infeksi adenovirus (tipe 1,2,3, dan 5), Respiratory Syncitial Virus, parainfluenza virus atau influenza virus, enterovirus dan mycoplasma.1,3 .
II.3
Epidemiologi
Pertussis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat menimbulkan “attack rate” 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60 juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari 500.000 meninggal. Selama masa pra-vaksin tahun 192-1948, pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14 tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 persen adalah bayi kurang dari setahun, 75 persen adalah anak kurang dari 5 tahun.1,2,3 Pertus Pertusis is teruta terutama ma mewaba mewabah h di negara negara-neg -negara ara berkem berkemban bang g dan maju, maju, sepert sepertii Itali Italian, an, daerah daerah-dae -daerah rah terten tertentu tu di Jerman Jerman dimana dimana cakupa cakupan n vaksin vaksin rendah rendah atau atau Nova Nova Scatia Scatia dimana dimana digun digunak akan an vaks vaksin in yang yang kuran kurang g pote poten, n, denga dengan n angka angka insi inside dens nsii rata rata-r -rat ataa menca mencapai pai 200200500/100.000 populasi dengan angka kematian 350.000 pada anak dibawah 5 tahun.2 Di Amerika Serikat sendiri dilaporkan insidensi tertinggi 4500 kasus sejak tahun 1967. namun setelah hal tersebut, pertusis jarang sekali kasusnya karena sudah lebih di galakkan vaksinasi 3 Pertusis adalah endemik, dengan ditumpangin siklus endemik setiap 3-4 tahun sesudah akumulasi kelompok rentan yang cukup besar. Dilaporkan sebagian kasus terjadi dari bulan Juli sampai sampai dengan dengan Oktobe Oktober. r. 1,3. 1,3. Pertus Pertusis is sangat sangat menula menularr dengan dengan angka angka seranga serangan n 100% pada indivi individu du rentan rentan yang yang terpaja terpajan n pada pada aeroso aerosoll dengan dengan rentan rentang g yang yang rapat. rapat. Penyebar Penyebaran an terjad terjadii melalui kontak langsung atau melalui droplet yang ditularkan selama batuk. Dahulu Dahulu dikata dikatakan kan bahwa bahwa Peremp Perempuan uan terken terkenaa lebih lebih sering sering daripa daripada da laki-l laki-laki aki dengan dengan perbandingan 0.9:1 . Namun dengan laporan terbaru (Farizo, 1992) perbandingan insidensi antara antara peremp perempuan uan dan laki-l laki-laki aki menjad menjadii sama sama sampai sampai umur umur dibawa dibawah h 14 tahun. tahun. Sedangka Sedangkan n proporsi anak belasan tahun dan orang dewasa yang terinfeksi pertusis naik secara bersama samapai 27% pada tahun 1992-1993. Tanpa reinfeksi alamiah dengan B.pertussis atau vaksinasi booster berulang, anak yang lebih tua dan orang dewasa lebih rentan terhadap penyakit ini jika terpajan. terpajan. Sedangkan antibodi dari dari ibu secara secara transp transplas lasent ental al pada anak anak tidakl tidaklah ah konsis konsisten ten menceg mencegah ah bayi bayi yang yang baru baru lahir lahir
terhadap pertussis. Pertussis pada neonatus yang berat dapat ditemukan dengan gejala-gejala pertussis normal.3
II.4
Patogen
B. pertussis : kecil, tidak bergerak, cocobacillus gram (-). Terbaik dibiak pada “glycerin potato-blood agar media (border-gengou)”. Organisme yang didapat umumnya tipe virulen (disebut fase I). Pasase dalam kultur dapat merangsang pembentukan varian yang avirulen (fase II, III, dan IV). Strain fase I berperan untuk penularan penyakit dan menghasilkan vaksin yang efektif. 4 Hanya Hanya B. pertus pertussis sis yang yang mengel mengeluar uarkan kan toksin toksin pertus pertusis is (TP), (TP), protei protein n virule virulen n utama. utama. B.pertussis juga menghasilkan beberapa bahan aktif, yang banyak darinya dimaksudkan untuk memainkan memainkan peran dalam penyakit penyakit dan imunitas. imunitas. Aerosol, hemaglutinin hemaglutinin filamentosa filamentosa (HAF), beberapa aglutinogen (FIM2-FIM3), dan protein permukaannonfimbria 69-kD yang disebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran pernapasan. Sitotoksin Sitotoksin trakea, trakea, adenilat adenilat siklase, siklase, dan TP menghambat menghambat pembersihan pembersihan organisme. organisme. Sitotoksin Sitotoksin trakea, factor dermonekrotik dan adenilat siklase diterima secara dominant menyebabkan cedera epitel local yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan mempermudah penyerapan TP. 2,3,4 TP mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. TP (B) akan berikatan dengan reseptor pada sel taret dan mengaktivasi TP(A) pada membran sel yang merangsang pengeluaran enzim. TP akan merangsang pengeluaran Adenosin Diphosphate (ADP) sehingga akan mempengaruhi fungsi dari leukosit, limfosit, myocardial sehingga bermanifestasi peradangan saluran napas dengan hyperp hyperplas lasia ia kelenj kelenjar ar lymph lymph peribr peribronch onchial ial dan mening meningkat katkan kan produks produksii mucus mucus yang yang akan akan menutu utupi
permukaan
silia.
Yang
pada
akhirnya nya
bias
mengarah
ke
kompl ompliikasi
bronchopneumonia, infeksi sekunder bakteri lain (ex: Pneumococcus, Haemophilus influenzae, S.aureus, S.pyogenes), sianosis karena apnea dan ventilation perfusion mismatch. 2,3
II.5
Patologi
- Organisme bermultiplikasi pada epitel yang bersilia dan menghasilkan faktor-faktor virulen (termasuk toksin) - Ada bendungan dan infiltrasi mukosa oleh sel-sel limfosit dan leukosit PMN, dan hasil hasil peradangan dalam lumen bronki. Pada awalnya terjadi hiperplasia limfoid peribronkial. Terjadi bronkopneumonia dengan nekrosis dan deskuamasi epitel permukaan bronki. - Obstruksi bronkial dan atelektasis terjadi karena penumpukan sekresi mukus. Dapat pula timbul bronkiektasi. - Perubahan patologis juga ditemukan pada otak dan hati. Dapat ditemukan perdarahan serebr serebral al dan atrofi atrofi kortik kortikal al yang yang kemungk kemungkina inanny nnyaa karena karena adanya adanya anoksi anoksia. a. Pada hati hati dapat dapat ditemukan infiltrasi lemak.
II.6
Manifes festasi kl klinik
- masa inkubasi pertusis rata-rata 7 hari (6-20 hari). - Penyakit dapat dibagi dalam 3 stadium : *kataral *paroksismal *konvalenses - Penyakit umumnya berlangsung selama 6-8 minggu. - Manifestas Manifestasii klinik klinik tergantung tergantung dari etiologi etiologi spesifik, spesifik, umur dan status status imunisasi. imunisasi. PenderitaPenderita penderita yang berumur <> 2 tahun. Jarang timbul panas diatas 38,4°C pada semua golongan umur. - Penyakit disebabkan B. parapertussis dan B. bronkiseptika lebih ringan dan juga lama sakitnya lebih pendek. - Stadium kataral : 1-2 minggu
Gejala-gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas predominan à rinore, “conjuctival injection”, lakrimasi, batuk ringan, panas tidak begitu tinggi. Pada stadium ini biasanya diagnosis pertussis belum dapat ditetapkan.
- Stadium paroksismal : ³ 2-4 minggu Jumlah dan berat batuk bertambah. Khas, ada ulangan 5-10 batuk kuat selama ekspirasi yang diikuti oleh usaha inspirasi masif yang mendadak yang menimbulkan “whoop” ( udara dihisap dihisap secara secara kuat melalui glotis yang sempit). sempit). Mukanya merah atau sianosis, sianosis, mata menonjol, menonjol, lidah menjulur, lakrimasi, salivasi dan distensi vena leher selama serangan. Episode batuk-batuk yang yang paro paroks ksim imal al dapa dapatt terj terjad adii lagi lagi samp sampai ai obstr obstruks uksii “muc “mucous ous plug plug”” pada pada salu salura ran n nafa nafass meng menghi hila lang ng.. Pada Pada stad stadiu ium m paroks paroksis isma mall dapat dapat terj terjad adii pete peteki kiaa pada pada kepal kepalaa dan dan lehe leherr atau atau perdarahan konjungtiva. Emesis sesudah batuk dengan paroksimal adalah cukup khas sehingga anak dicurigai menderita pertussis walaupun tidak ada “whoop”. Anak tampak apatis dan berat badan menurun. Serangan-serangan dapat dirangsang dengan menguap, bersin, makan, minum, aktivitas fisik atau malahan sugesti. Diantara serangan penderita tampak sakit minimal dan lebih enak. “Whoop” dapat tidak ditemukan pada beberapa penderita terutama bayi-bayi muda. - Stadium Konvalesens : 1-2 minggu Episode paroksimal batuk dan muntah sedikit demi sedikit menurun dalam frekuensi dan beratnya. Batuk dapat menetap untuk beberapa bulan. Pemeriksaan fisik umumnya tidak informatif. Pada stadium paroksismal dapat terjadi petekia pada kepala dan leher atau perdarahan konjungtiva. Pada beberapa penderita terjadi ronki difus. 4
II.7 II.7
Diag Diagno nosi siss dan dan Diag Diagno nosi siss band bandin ing g
- Pertusis dapat didiagnosis selama stadium paroksismal. Sukar pada bayi-bayi yang sangat muda, adolesens, dan pada orang dewasa oleh karena mempunyai manifestasi yang atipis.
- Riwayat kontak dengan kasus-kasus pertusis sangatlah menolong, tetapi umumnya riwayat ini negatif pada populasi yang telah banyak mendapat imunisasi. - Batuk lebih dari 2 minggu dengan emesis sesudah batuk mempunyai nilai diagnostik yang penting. - Leukositosi Leukositosiss (20.000-50.00 (20.000-50.000/mm 0/mm³³ darah) dengan limfosito limfositosis sis absolut absolut khas, pada bayi-bayi bayi-bayi jumlah leukosit tidak dapat menolong untuk diagnosis, oleh karena respon limfositosis terdapat pula pada banyak infeksi. - Foto toraks dapat memperlihatkan infiltrat perihiler, atelaktasis atau empiema. - Diagnostik spesifik tergantung dari didapatkannya organisme, terbaik diperiksa selama fase awalpe awalpenya nyakit kit dengan dengan melaku melakukan kan apus nasofa nasofarin ring g yang yang dibiak dibiak pada media media Bordet Bordet-Ge -Gengou ngou.. “Direc “Directt floure flouresce scent nt antibo antibody dy staini staining” ng” dari dari spesim spesimen en faring faring dapat dapat membeda membedakan kan diagnos diagnosis is spesifik secara tepat. 1,3,4 - Diagnosis serologis dapat dilakukan dengan penentuan antibodi toksin pertussis dari sepasang serum. - ELISA dapat dipakai untuk menentukan IgM, IgG, dan IgA serum terhadap “filamentous hemoagl hemoagluti utinin nin (FHA)” (FHA)” dan toksin toksin pertus pertussis sis (TP). (TP). nilai nilai IgM-F IgM-FHA HA dan IgM-TP IgM-TP serum serum tidak tidak bernilai dalam penentuan p enentuan seropositif oleh karena menggambarkan respon imun primer dan dapat dap at disebabkan oleh penyakit atau vaksinasi. IgG langsung terhadap toksin pertussis merupakan test yang yang paling paling sensit sensitif if dan spesif spesifik ik untuk untuk infeks infeksii akut. akut. IgA-FH IgA-FHA A dan IgA-TP IgA-TP kurang kurang sensit sensitif if daripada IgG-TP tetapi sangat spesifik untuk infeksi natural dan tidak terlihat sesudah imunisasi pertussis. 4,5 - Tida Tidak k ada ada test test tungg tunggal al berl berlak aku u saat saat ini ini yang yang sang sangat at sens sensit itif if dan sang sangat at spes spesif ifik ik untuk untuk menentukan infeksi B. pertussis selama semua fase penyakit. - Kultur paling positif pada fase kataral dan awal paroksimal dan seharusnya dilakukan pada semua kasus yang tersangka. Test serologis berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk menentukan adanya infeksi pada individu dengan kultur negatif.
II.8
Komplikasi
- Terutama pada sistem respirasi dan saraf pusat. - Pneum Pneumon onia ia komp kompli lika kasi si pali paling ng seri sering ng terj terjad adii pada pada ±90% ±90% kema kemati tian an pada pada anakanak-ana anak k < style= style=""> "">B.Pe B.Pert rtuss ussis is sendir sendirii tetapi tetapi lebih lebih sering sering karena karena bakter bakteria ia sekunde sekunderr (H.inf (H.influe luenzae nzae,, S.Pneumonia, S.auris, S.piogenes). - TBC laten dapat juga di d i aktifer. - Atelektasis dapat timbul sekunder oleh karena ada sumbatan mukus yang kental. Aspirasi mukus atau muntah dapat menimbulkan pneumonia. - Panas tinggi sering menandakan adanya infeksi sekunder oleh bakteria. - Batuk dengan tekanan tinggi dapat menimbulkan ruptur alveoli, empisema interstitiel/subkutan dan pneumotoraks. Bronkiektasia dapat timbul dan menetap. - Seri Sering ng terj terjad adii otit otitis is medi mediaa yang ang seri sering ng dise diseba babk bkan an oleh oleh S.pn S.pneu eumo moni nia. a. Perd Perdar arah ahan an subkonjungti subkonjungtiva, va, hematoma, hematoma, perdarahan perdarahan epidural, epidural, perdarahan perdarahan intrakrani intrakranial, al, ruptura ruptura diafragma, diafragma, hernia umbikalis, hernia inguinalis, prolapsus rekti, dehidrasi dan ganggua n nutrisi. - Dapat pula terjadi konvulsi dan koma, merupakan refleksi dari hipoksia serebral (asfiksia), perdarahan subarachnoid, tetapi kadang-kadang kejang dapat disebabkan oleh temperatur tinggi. 4
- Kejang-kejan Kejang-kejang g oleh karena hiponatremi hiponatremiaa yang sekunder terhadap terhadap “syndrome “syndrome of inappropriat inappropriatee secretion of antidiuretic hormone (SIADH)”. 3,4
II.9
Pencegahan
- Imunisasi aktif : Dosis total 12 unit protektif vaksin pertussis dalam 3 dosis yang seimbang dengan jarak 8 minggu.
Imunisasi dilakukan dengan menyediakan toksoid pertussis, difteria dan tetanus (kombinasi). * jika pertusis bersifat prevalen dalam masyarakat, imunisasi dapat dimulai pada waktu berumur 2 minggu dengan jarak 4 minggu. * Anak-anak berumu > 7 tahun : tidak rutin diimunisasi. Imunitas tidak permanen oleh karena menurunnya proteksi selama adolesens ; infeksi pada penderita .besar biasanya ringan tetapi berperansebagai sumber infeksi B.pertussis pada bayi-bayi non imun. Vaksin Vaksin pertus pertusis is monoval monovalen en (0.25 (0.25 ml,i. ml,i.m) m) telah telah dipakai dipakai untuk untuk mengon mengontro troll epidem epidemii diantara orang dewasa yang terpapar. * Efek Efek sampin samping g sesuda sesudah h imunis imunisasi asi pertus pertussis sis termas termasuk uk manife manifesta stasi si umum umum sepert sepertii eritem eritema, a, indurasi, dan rasa sakit pada tempat suntikan , dan sering terjadi panas, mengantuk, dan jarang terjadi terjadi kejang, kolaps, kolaps, hipotonik, hipotonik, hiporespons hiporesponsif, if, ensefalopat ensefalopati, i, anafilaksi anafilaksis. s. Resiko Resiko terjadinya terjadinya kejang demam dapat dikurangi dengan pemberian asetaminofen (15mg/kg BB, per oral) pada saat imunisasi dan setiap 4-6 jam untuk selama 48-72 jam. * Imunisasi pertama pertussis ditunda atau dihilangkan : Penyakit panas, kelainan neurologis yang progresif atau perubahan neurologis, riwayat kejang dll. Riwayat keluarga adanya kejang, “sudden infant death syndrome (SIDS)” atau reaksi berat terhadap imunisasi pertussis bukanlah kontra indikasi untuk imunisasi pertussis. pertussis. 3,4 Kontra Kontra indika indikasi si untuk untuk pember pemberian ian vaksin vaksin pertus pertussis sis beriku berikutny tnyaa termas termasuk uk ensefa ensefalop lopati ati dalam 7 hari sebelum imunisasi, kejang demam atau kejang tanpa demam dalam 3 hari sebelum imunisasi, menangis ³ 3 jam, “high picth cry” dalam 2 hari, kolaps atau hipotonik/hiporesponsif dalam 2 hari, suhu yang tidak dapat diterangkan ³ 40.5 °C dalam 2 hari, atau timbul anafilaksis. 4 - kontak : * Eritromisin efektif untuk pencegahan pertussis pada bayi-bayi baru lahir dan ibu-ibu dengan pertussis.
* Kontak intim yang berumur <> * Eritromisin : 50 mg/kg BB/hari dibagi dalam 4 dosis, peroral selama 14 hari. Anak yang berumur > 7 tahun yang telah mendapatkan imunisasi juga diberikan eritromisin profilaksis. Pengobatan eritromisin awal akan mengurangi penyebaran infeksi eliminasi B. pertussis dari saluran pernafasan, dan mengurangi gejala-gejala penyakit. 1,2,3,4 * OrangOrang-ora orang ng yang yang kontak kontak dengan dengan penderi penderita ta pertus pertussis sis yang yang belum belum mendap mendapat at imuni imunisas sasii sebelumnya, diberikan eritromisin selama 14 hari sesudah kontak diputuskan. Jika ada kontak tidak dapat diputuskan, eritromisin diberikan sampai batuk penderita berhenti atau mendapat eritromisin selama 7 hari. Vaksin pertussis monovalen dan eritromisin diberikan pada waktu terjadi epidemi. 1,4
II.1 I.10
Pengob gobatan tan
- eritromisin : 50 mg/kg BB/hari selama 114 hari dapat mengeliminasi organisme pertussis dari nasofaring dalam 3-4 hari. Eritromisin biasanya tidak memperbaiki gejala-gejala jika diberikan terlambat. - Suportif : terutama menghindarkan faktor-faktor yang menimbulkan serangan batuk, mengatur hidrasi dan nutrisi - Oksigen diberikan pada distres pernapasan akut/kronik. - Penghisapan lendir terutama pada bayi dengan pneumonia dan distres pernapasan. - Betamet Betametaso ason n dan salbut salbutamo amoll (albut (albutero erol) l) dapat dapat mengur mengurangi angi batuk batuk paroks paroksism ismal al yang yang berat berat walaupun kegunaannya belum dibuktikan melalui penelitian kontrol. - Penekan batuk (“suppressants”) tidak menolong.
II.11
Prognosis
- angka kematian telah menurun menjadi <10/1000> - Kebanyakan kematian disebabkan oleh ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi paru-paru lain. - Sekuele pernapasan yang lama sesudah infeksi pertussis tidak pasti. Umumnya bayi-bayi yang berumur <>
BAB III PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Pertusis Pertusis merupakan merupakan salah satu penyakit penyakit menular menular yang menyerang menyerang saluran saluran pernapasan pernapasan bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode diakhir dengan ekspulsi dari secret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik. Pertusis sering menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang belum diimunisasi lebih rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang dewasa. Stadium penyakit pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataral, paroxsismal, dan konvalesen. Masing2 berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas justru pda stadium konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada stadium paroxsismal. Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal, riwayat kontak dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, ELISA, foto thorax. Terapi yang dapat diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari, dan suportif. Prognosis Prognosis baik dengan penatalaksanaan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian Kematian biasanya biasanya terjadi terjadi karena ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Law, Barbara J. Pertussis. Kendig’s : Disorders of Respiratory Tract in Children. Philadelphia, USA. WB Saunders, 1998. 6th edition. Chapter 62. h :1018-1023. 2. Garna, Harry. Pertusis. Azhali M.S, dkk : Ilmu Kesehatan Anak Penyakit Infeksi Tropik. Bandung, Indonesia. FK Unpad, 1993. h: 80-86. 3. Long, Sarah S. Pertussis. Nelson : Textbook of Pediatrics. USA. WB Saunders, 2004. 17th edition. Chapter 180. h: 908-912,1079. 4. Shehab, Ziad M. Pertussis. Taussig-Landau : Pediatric Respiratory Medicine. Missouri, USA. Mosby Inc. 1999. Chapter 42. h: 693-699. 5. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Pertusis. Staf pengajar I.K.Anak FKUI : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta, Indonesia. FKUI, 1997. Jilid 2. h: 564-566. 6. http://textbookofbacteriology.net/pertussis.html 7. www.cdc.gov/nip/publication/pink/pert.