Apel dilubangi pasa 3 tempat yang berbeda sedalam (a). 2 mm, (b). 1/2 jari jari dan (c). jari jari. lubang dibuat secukupnya agar termometer bisa masuk
apel ditimbang sebelum di dinginkan
apel di ukur suhu nya sebelum di dinginkan
apel di simpan di refrigerator sekurang-kurangnya selama 14 jam
suhu apel di ukur kembali setelah penyimpanan
Bakso dilubangi seperti yang di lakuakan pada apel
suhu bakso di ukur sebelum dibekukan
di ukur kadar airnya
bakso ditimbang sebelum dibekukan
bakso disimpan di dalam freezer
bakso diukur setelah dibekukan selama 14 jam
LAPORAN PRAKTIKUM
PRINSIP TEKNIK PANGAN
ACARA IV
PEMBEKUAN DAN PENDINGINAN
Penanggungjawab :
Fika Puspita A1M012001
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2014
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menyusutnya ( losses) kualitas dan kuantitas produk hasil pertanian terjadi sejak pemanenan hingga dikonsumsi. Untuk mengurangi penyusutan yang terjadi setelah pemanenan, pada prinsipnya dapat dilakukan dengan cara memanipulasi faktor biologis atau faktor lingkungan dimana produk pertanian tersebut disimpan. (Munzir,2009). Secara umum, faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kedua komoditi pertanian adalah sama yaitu suhu, kelembaban udara, komposisi udara(CO, CO2, O2), polutan dan cahaya. Faktor-faktor biologis terpenting yang dapat dihambat pada bahan nabati seperti buah-buahan dan sayuran aantara lain respirasi, produksi etilen, transpirasi, dan faktor morfologis atau anatomis. Intensitas respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai oleh umur simpan yang pendek. Hal itu juga merupakan petunjuk laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan.
Sampai sekarang pendinginan merupakan satu-satunya cara ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi buah dan sayuran segar. Asas dasar penyimpanan dingin adalah penghambatan respirasi oleh suhu tersebut (Pantastico, l997). Perubahan yang terjadi selama penyimpanan yaitu penurunan kesegaran dan kepadatan, warna oksidasi lemak dan melunaknya jaringan-jaringan serta rasa pada bahan pangan (Winarno, l982).
Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi laju respirasi, tapi juga menghambat pertumbuhan kebanyakan mikroorganisme penyebab kebusukan. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat menigkatkan kualitas bahkan dalam kondisi optimum perlakuan ini hanya dapat mempertahankan kualitas dalam batas waktu tertentu. Pendinginan dan pembekuan juga dapat menghambat proses metabolisme mikroorganisme dan reaksi-reaksi enzimmatis serta reaksi-reaksi kimia lainya pada bahan. Karena pendinginan dan pembekuan sifatnya hanya menghambat pertumbuhan mikroorganisme, maka mikroorganisme tersebut dimungkinkan dapat aktif kembali apabila bahan tersebut dikeluarkan dari tempat pendinginan.
Untuk itu pada mata kuliah Prinsip Teknik Pangan ini akan mempraktikan pengaruh suhu rendah diantaranya pendinginan dan pembekuan dengan sampel apel (pendinginan) dan bakso (pembekuan) untuk diketahui susut bobotnya dan energi panas yang berhasil diambil dari proses tersebut.
Tujuan
Menghitung Energi panas yang diambil dari bahan pangan selama pendinginan dan pembekuan.
TINJAUAN PUSTAKA
Pendinginan
Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan bahan yaitu -2 sampai 10 °C. Pendinginan yang biasa dilakukan sehari-hari dalam lemari es adalah pada suhu 5-8 °C (Winarno, 1993). Pendinginan dan pembekuan juga akan berbeda pengaruhnya terhadap rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat-sifat lain dari bahan pangan. Pendinginan merupakan cara yang sudah umum bagi pengawetan makanan yang sifatnya sementara. Beberapa faktor yang kritis dalam pendinginan adalah temperatur, kelembaban relatif, ventilasi dan penggunaan cahaya ultra violet (Apandi, 1974). Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat kerusakan makanan, antara lain kerusakan fisiologis, kerusakan enzimatis maupun kerusakan mikrobiologis. Pada pengawetan dengan suhu rendah dibedakan antara pendinginan dan pembekuan. Pendinginan dan pembekuan merupakan salah satu cara pengawetan yang tertua.
Pendinginan atau refrigerasi ialah penyimpanan dengan suhu rata-rata yang digunakan masih di atas titik beku bahan. Kisaran suhu yang digunakan biasanya antara – 1 oC sampai 4 oC. Pada suhu tersebut, pertumbuhan bakteri dan proses biokimia akan terhambat. Pendinginan biasanya akan mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada jenis bahan pangannya. Pendinginan yang biasa dilakukan di rumah-rumah tangga adalah dalam lemari es yang mempunyai suhu –2 oC sampai 16 oC (Rusendi, 2010).
Tujuan penyimpanan suhu dingin (cold storage) adalah untuk mencegah kerusakan tanpa mengakibatkan pematangan abnormal atau perubahan yang tak diinginkan sehingga mempertahankan komoditas dalam kondisi yang dapat diterima oleh konsumen selama mungkin (Tranggono, 1990).
Pendinginan atau refrigerasi adalah proses pengambilan panas dari suatu bahan sehingga suhunya akan menjadi lebih rendah dari sekelilingnya. Bila suatu medium pendingin kontak dengan benda lain misalnya bahan pangan, maka akan terjadi pemindahan panas dari bahan pangan tersebut ke medium pendingin sampai suhu keduanya sama atau hampir sama. Pendinginan telah lama digunakan sebagai salah satu upaya pengawetan bahan pangan, karena dengan pendinginan tidak hanya citarasa yang dapat dipertahankan, tetapi juga kerusakan-kerusakan kimia dan mikrobiologis dapat dihambat. Sebelum pendinnginan dilakukan, biasanya ada perlakuan-perlakuan khusus yang diterapkan pada bahan. Salah satu jenis perlakuannya adalah blanching. Proses blanching mempunyai beberapa tujuan. Namun demikian tidak dapat diaplikasikan untuk semua buah dan sayuran yang diperlakukan. Ada beberapa reaksi yang merugikan yang dapat mempengaruhi kualitas produk (Larousse, 1997).
Proses pendinginan dan pembekuan tidak mampu membunuh semua mikroba, sehingga pada saat dicairkan kembali (thawing), sel mikroba yang tahan terhadap suhu rendah akan mulai aktif kembali dan dapat menimbulkan masalah kebusukan pada bahan pangan yang bersangkutan (Hudaya, 2008). maka pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba dapat berlangsung dengan cepat. Penyimpanan dingin dapat menyebabkan kehilangan bau dan rasa beberapa bahan bila disimpan berdekatan. Misalnya :
Mentega dan susu akan menyerap bau ikan dan bau buah-buahan
Telur akan menyerap bau bawang
Bila memungkinkan sebaiknya penyimpanan bahan yang mempunyai bau tajam terpisah dari bahan lainnya, tetapi hal ini tidak selalu ekonomis. Untuk mengatasinya, bahan yang mempunyai bau tajam disimpan dalam kedaan terbungkus. (winarno, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pendinginan yaitu :
Suhu
Kualitas bahan mentah
Sebaiknya bahan yang akan disimpan mempunyai kualitas yang baik
Perlakuan pendahuluan yang tepat
Misalnya pembersihan/ pencucian atau blanching
Kelembaban
Umumnya RH dalam pendinginan sekitar 80 – 95 %. Sayur-sayuran disimpan dalam pendinginan dengan RH 90 – 95 %
Aliran udara yang optimum
Distribusi udara yang baik menghasilkan suhu yang merata di seluruh tempat pendinginan, sehingga dapat mencegah pengumpulan uap air setempat (lokal).
Keuntungan penyimpanan dingin :
Dapat menahan kecepatan reaksi kimia dan enzimatis, juga pertumbuhan dan metabolisme mikroba yang diinginkan. Misalnya pada pematangan keju.
Mengurangi perubahan flavor jeruk selama proses ekstraksi dan penyaringan
Mempermudah pengupasan dan pembuangan biji buah yang akan dikalengkan.
Mempermudah pemotongan daging dan pengirisan roti
Menaikkan kelarutan CO2 yang digunakan untuk " soft drink " Air yang digunakan didinginkan lebih dahulu sebelum dikarbonatasi untuk menaikkan kelarutan CO2
Pembekuan
Pembekuan merupakan salah satu metode pengawetan pangan, dimana produk pangan diturunkan suhunya sehingga berada dibawah suhu bekunya. Selama pembekuan terjadi pelepasan energy (panas sensible dan panas laten). Pembekuan menurunkan aktivitas air dan mengehntikan aktivitas mikroba (bahkan beberapa dirusak, reaksi enzimatis, kimia dan biokimia. Dengan demikian produk beku dapat memiliki daya awet yang lama (Kusnandar, 2010).
Selama pembekuan, suhu produk pangan menurun hingga di bawah titik bekunya, dan sebagian dari air berubah wujud dari fase cair ke fase padat dan membentuk kristal es. Adanya kristalisasi air ini menyebabkan mobilitas air terba- tas sehingga aktivitas air pun menurun. Penurunan aktivitas air ini berpengaruh pada penghambatan pertumbuhan mikroba, serta reaksi-reaksi kimia dan biokimia yang mempengaruhi mutu dan keawetan produk pangan. Dengan demikian, pengawetan oleh proses pembekuan disebabkan oleh adanya kombinasi penurunan suhu dan penurunan aktivitas air (Kusnandar, 2010).
Suhu yang digunakan untuk membekukan bahan pangan umumnya dibawah -2oC. Pembekuan bahan pangan biasanya digunakan untuk pengawetan bahan dan produk olahan yang mudah rusak (biasanya memiliki kadar air atau aktivitas air yang tinggi) seperti buah, sayur, ikan, daging dan unggas. Pada suhu beku, sebagian besar air yang ada di dalam bahan pangan (90%-95%) membeku. (Kusnandar, 2010).
Proses pembekuan terjadi secara bertahap dari permukaan sampai pusat bahan. Pada permukaan bahan, pembekuan berlangsung cepat sedangkan pada bagian yang lebih dalam, proses pembekuan berlangsung lebih lambat. Pada awal proses pembekuan terjadi fase precooling dimana suhu bahan diturunkan dari awal ke suhu titik beku. Pada tahap ini semua kandungan air bahan berada dalam keadaan cair. Setelah tahap precooling terjadi tahap perubahan fase, pada tahap ini terjadi pemebentukan kristal es. (Heldman dan Singh,1981 dalam Rohanah, 2002). laju pembekuan ada dalam 3 golongan yaitu ;
pembekuan lambat, jika waktu pembekuan adalah 30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan
Pembekuan sedang, jika waktu pembekuan adalah 20-30 menit atau lebih untuk 1 cm bahan yang dibekukan
Pembekuan cepat jika waktu pembekuan adalah kurang dari 20 menit untuk 1 cm bahan yang dibekukan.
Prinsip dasar dari semua proses pembekuan cepat adalah cepatnya pengambilan panas dari bahan pangan (Rohanah, 2002).
Definisi Semua Bahan
Apel
Buah apel mempunyai bermacammacam varietas dan memiliki ciri-ciri tersendiri. Beberapa varietas apel unggulan antara lain Romebeauty, Manalagi, Anna, Princess Noble, dan Wangli/Lali Jiwo. Pada beberapa varietas apel, aroma terasa sangat tajam. Citarasa, aroma, maupun tekstur apel sebenarnya dihasilkan dari kurang lebih 230 komponen kimia, termasuk pula beragam asam seperti asam asetat, format serta 20 jenis asam lain. Selain itu, ada kandungan alkohol berkisar 30 – 40 jenis, ester seperti etil asetat sekitar 100 jenis, karbonil seperti formaldehid dan asetaldehid.
Senyawa fitokimia pada buah apel yang berfungsi sebagai antioksidan adalah senyawa fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik polifungsional. Apel juga mengandung betakaroten. Betakaroten memiliki aktivitas sebagai provitamin A yang berguna untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif. Fermentasi merupakan sebuah proses metabolisme yang dilakukan oleh mikroorganisme untuk memperoleh energi dengan mengubah gula saat fermentasi, kebanyakan gula diubah menjadi glukosa dan fruktosa. Fermentasi pada bahan pangan berjalan karena adanya mikroba melakukan kegiatan (metabolisme) yang menghasilkan suatu zat atau produk akhir yang dapat memberikan perubahan-perubahan pada bahan pangan itu, baik perubahan fisik maupun kimia (Hidayat et al., 2006).
Bakso
Bakso adalah produk daging yang banyak dikonsumsi dan sangat populer di kalangan masyarakat. Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), bakso daging adalah produk makanan yang berbentuk bulat atau lainnya yang diperoleh dari campuran daging ternak (kadar daging tidak kurang dari 50%) dan pati (serealia) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain, serta bahan makanan yang diijinkan. Kualitas bakso sangat ditentukan oleh kualitas bahan mentahnya terutama jenis dan mutu daging, macam tepung yang digunakan serta perbandingannya di dalam adonan.
Tekstur bakso ditentukan oleh kandungan air, kadar lemak, dan jenis karbohidrat. Tekstur yang didapat dari semua bakso ini yaitu agak halus. Hal ini dapat disebabkan pencampuran kacang yang tidak ditumbuk dengan halus pada bakso kacang, kentang yang tidak halus pada bakso kentang dan penambahan ebi serta jamur pada bakso jambi. Kandungan air yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang lembek, begitu juga dengan kadar lemak yang tinggi akan menghasilkan bakso dengan tekstur yang berlubang-lubang (Octavianie, 2002). Bahan-bahan bakso terdiri dari bahan utama dan bahan tambahan. Bahan utama bakso adala daging, sedangkan bahan tambahan baks adalah bahan pengisi, garam, es atau air es, bumbu-bumbu seperti lada, serta bahan penyedap (Sunarlim, 1992).
METODE PRAKTIKUM
Alat dan Bahan
Alat :
Refrigerator
Freezer
Termometer
Timbangan
Bahan :
Apel
Bakso
Prosedur Kerja
Pendinginan
Pembekuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Bahan
Suhu 0 F
Rata Rata
0 F
Berat (gram)
I
II
III
Apel (sebelum)
74, 48
74, 3
74, 12
74, 3
121
Apel (Sesudah)
61, 52
60, 62
60, 44
60, 86
120
Bakso (Sebelum)
75, 92
76, 64
77, 36
76, 64
28,7
Bakso (Sesudah
24, 98
27, 32
26, 24
26, 18
28
Bahan
m (lb)
mw (lb)
C1 (Btu/lb 0 F)
L (Btu/lb 0 F)
C2 (Btu/lb 0 F)
T1 (0F)
T2
(0F)
Q1 (dingin) (Btu)
Qp (Btu)
Q2 (Btu)
Qbeku (Btu)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Apel
121
3,8425
42,3
19667,068
Bakso
28,7
81,3
3,7075
3,7075
3,7075
44,64
5,86
4253,421
301,419
61,885
4616,725
Perhitungan
Apel (Pendinginan)
Kadar air = 86,7 %
Kolom 4
Cp = 1,675 + (0,025 x 86,7%)
= 1,675 + 2,1675
= 3,8425 (Btu/lb 0 F)
Kolom 7
T1 = Suhu Rata-rata awal - Suhu Rata-rata akhir
= 74,3 - 32
= 42,3 (0 F)
Kolom 9
Q1 (dingin) = Perkalian kolom 2, 4 dan 7
= 121 x 3,8425 x 42,3
= 19667,068 (Btu)
Bakso (Pembekuan)
Kolom 3
mw = berat awal – berat akhir x 100 %
berat awal
= 2,0915 - 3,7922 x 100%
2,0915
= 81,3 %
Kolom 4, 5 dan 6
Cp = 1,675 + (0,025 x 81,3)
= 1,675 + 2,0325
= 3,7075 (Btu/lb 0 F)
Kolom 7
T1 = 76,64 - 32
= 44,64 (0F)
Kolom 8
T2 = 32 - 26,18
= 5,816 (0F)
Kolom 9
Q1 = 28,7 x 3,7075 x 44,64
= 4253, 421 (Btu)
Kolom 10
Qp = 81,3 x 3,7075
= 301,419 (Btu)
Kolom 11
Q2 = 28,7 x 3,7075 x 5,816
= 61, 885 (Btu)
Kolom 12
Qbeku = 4253,421 + 301,419 + 61,885
= 4616,725 (Btu)
Pembahasan
Pendinginan
Pada praktikum pendinginan, sampel yang digunakan adalah buah apel. Sebelum diberi perlakuan apel di hitung beratnya dan di ukur suhu nya menggunakan termometer tembak dengan melubangi 3 bagian dari buah apel ditempat berbeda dan ukuran yang berbeda. Untuk lubang pertama 2 mm, kedua ½ jari-jari, dan ketiga jari-jari apel. Setelah itu apel dimasukkan ke dalam refrigerator selama 14 jam. Setelah disimpan dalam refrigerator apel kemudian ditimbang kembali beratnya, dan juga suhu nya dari ketiga lubang pada apel menggunakan termometer tembak.
Semua perlakuan pada apel dicatat kemudian dilakukan tabulasi data sehingga didapatlah data apel sebelum dan sesudah pendinginan dalam refrigerator, suhu yang di ukur menggunakan 0C dirubah menjadi 0F dan di hitung rata ratanya.
Pada saat apel belum diberi perlakuan pendinginan berat apel adalah 121 gram, lubang pertama apel yang berukuran 2 mm memiliki suhu 74,48 0F, kemudian suhu ½ jari jari apel 74,3 0F, dan suhu jari jari apel 74,12 0F. Dengan rata rata 74,3 0F. Perbedaan suhu tersebut dikarenakan dalam atau tidaknya lubang yang dibuat, karena semakin kedalam lubang maka suhu apel akan semakin rendah.
Setelah apel diberi perlakuan pendinginan berat apel adalah 120 gram, lubang pertama apel yang berukuran 2 mm memiliki suhu 61,52 0F, kemudian suhu ½ jari jari apel 60,62 0F, dan suhu jari jari apel 60,44 0F. Dengan rata rata 60,68 0F.
Kemudian energi panas yang berhasil diambil dari bahan dihitung, di kolom 2 adalah apel sebelum pendinginan 121 gram, kolom 4 dihitung menggunakan rumus CP didapat 3,8425 (Btu/lb 0 F). Kolom 7 adalah suhu rata-rata awal – suhu rata-rata akhir (asumsi 32) sehingga dihasilkan 42,3 (0F). Dan kolom 9 adalah perkalian antara kolom 2, 4 dan 7 yakni 19667,068 (Btu).
Pembekuan
Pada praktikum pembekuan, sampel yang digunakan adalah bakso. Sebelum diberi perlakuan bakso di hitung beratnya dan di ukur suhu nya menggunakan termometer tembak dengan melubangi 3 bagian dari buah bakso ditempat berbeda dan ukuran yang berbeda. Untuk lubang pertama 2 mm, kedua ½ jari-jari, dan ketiga jari-jari apel. Setelah itu bakso dimasukkan ke dalam freezer selama 14 jam. Setelah disimpan dalam freezer bakso kemudian ditimbang kembali beratnya, dan juga suhu nya dari ketiga lubang pada bakso menggunakan termometer tembak.
Semua perlakuan pada bakso dicatat kemudian dilakukan tabulasi data sehingga didapatlah data bakso sebelum dan sesudah pembekuan dalam freezer, suhu yang di ukur menggunakan 0C dirubah menjadi 0F dan di hitung rata ratanya.
Pada saat bakso belum diberi perlakuan pembekuan berat bakso adalah 28,7 gram, lubang pertama bakso yang berukuran 2 mm memiliki suhu 75,92 0F, kemudian suhu ½ jari jari bakso 76,64 0F, dan suhu jari jari bakso 77,36 0F. Dengan rata rata 76,64 0F. Perbedaan suhu tersebut dikarenakan dalam atau tidaknya lubang yang dibuat, karena semakin kedalam lubang maka suhu bakso akan semakin rendah.
Setelah bakso diberi perlakuan pembekuan berat bakso adalah 28 gram, lubang pertama bakso yang berukuran 2 mm memiliki suhu 24,98 0F, kemudian suhu ½ jari jari bakso 27,32 0F, dan suhu jari jari bakso 26,24 0F. Dengan rata rata 26,18 0F.
Kemudian energi panas yang berhasil diambil dari bahan dihitung, di kolom 2 adalah bakso sebelum pembekuan 28,7 gram, kolom 3 adalah kadar air bahan 81,3. kolom 4 dihitung menggunakan rumus CP didapat 3,7075 (Btu/lb 0 F). Begitu halnya sama dengan kolom 5 dan kolom 6 yaitu 3,7075 (Btu/lb 0 F). Kolom 7 adalah suhu rata-rata awal – suhu rata-rata akhir (asumsi 32) sehingga dihasilkan 44,64 (0F). Kolom 8 adalah 32 – berat bakso sesudah pembekuan yaitu 5,86 (0F). kolom 9 adalah perkalian antara kolom 2, 4 dan 7 yakni 4253,421 (Btu). Kolom 10 adalah perkalian kolom 3 dan 5 yakni 301,419 (Btu). Kolom 11 adalah perkalian kolom 2, 6, 8 yaitu 61,885 (Btu). Dan kolom 12 adalah penjumlahan kolom 9,10 dan 11 yaitu 4616,725 (Btu).
Kerusakan-kerusakan yang terjadi pada pendinginan dan pembekuan
Pemakaian suhu rendah untuk mengawetkan bahan pangan tanpa mngindahkan syarat-syarat yang diperlukan oleh masing- masing bahan, dapat mngakibatkan kerusakan-kerusakan sebagai berikut :
Chilling injury
Chilling injury terjadi karena :
Kepekaan bahan terhadap suhu rendah
Daya tahan dinding sel
Burik-burik bopeng (pitting)
Jaringan bahan menjadi cekung dan transparan
Pertukaran bau / aroma
Di dalam ruang pendingin dimana disimpan lebih dari satu macam komoditi atau produk, kemungkinan terjadi pertukaran bau/aroma.
Pada Apel yang diletakkan di refrigerator kondisinya berlubang 3 atau mengalami chilling injury. Begitu juga pada bakso yang diletakkan di freezer yang kondisinya berlubang 3 atau mengalami chilling injury.
Kerusakan oleh bahan pendingin / refrigerant
Bila lemari es menggunakan amonia sebagai refrigeran, misalnya terjadi kebocoran pada pipa dan ammonia masuk ke dalam ruang pendinginan, akan mengakibatkan perubahan warna pada bagian luar bahan yang didinginkan berupa warna coklat atau hitam kehijauan. Kalau proses ini berlangsung terus, maka akan diikuti proses pelunakan jaringan-jaringan buah. Sebagai contoh : suatu ruangan pendingin yang mengandung amonia sebanyak 1 % selama kurang dari 1 jam, akan dapat merusak apel, pisang, atau bawang merah yang disimpan di dalamnya (Sudaryanto, 2005).
Kehilangan air
Kerusakan ini terjadi pada bahan yang dibekukan seperti pada praktikum dengan bahan bakso tanpa dibungkus atau yang dibungkus dengan pembungkus yang kedap uap air serta waktu membungkusnya masih banyak ruang-ruang yang tidak terisi bahan. Pengeringan setempat dapat menimbulkan gejala yang dikenal dengan nama " freeze burn " , yang terutama terjadi pada daging sapi dan daging unggas yang dibekukan. Pada daging unggas, hal ini tampak sebagai bercak-bercak yang transparan atau bercak-bercak yang berwarna putih atau kuning kotor.
Freeze burn disebabkan oleh sublimasi setempat kristal-kristal es melalui janganjaringan permukaan atau kulit. Maka terjadilah ruangan-ruangan kecil yang berisi udara, yang menimbulkan refleksi cahaya dan menampakkan warna-warna tersebut. Akibat terjadinya freeze burn, maka akan terjadi perubahan rasa pada bahan , selanjutnya diikuti dengan proses denaturasi protein.
Denaturasi protein
Denaturasi protein berarti putusnya sejumlah ikatan air dan berkurangnya kadar protein yang dapat diekstrasi dengan larutan garam. Gejala denaturasi protein terjadi pada daging, ikan, dan produk-produk air susu. Proses denaturasi menimbulkan perubahan-perubahan rasa dan bau, serta perubahan konsistensi (daging menjadi liat atau kasap). Semua bahan yang dibekukan, kecuali es krim, sebelum dikonsumsi dilakukan "thawing", maka untuk bahan yang telah mengalami denaturasi protein pada waktu pencairan kembali, air tidak dapat diabsorpsi (diserap) kembali. Tekstur liat yang terjadi disebabkan oleh membesarnya molekul-molekul.
DAFTAR PUSTAKA
Apandi, R. M. 1974. Pengantar Teknologi Pangan. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran, Bandung.
Hidayat N, Padaga M, dan Suhartini S. 2006. Mikrobiologi Industri. Andi. Yogyakarta.
Hudaya, S. 2008. Pengawetan Dengan Menggunakan Suhu Rendah. Gramedia. Jakarta.
Kusnandar, Feri. 2010. Pembekuan. Artikel.USU digital library.
Larousse, Jean., Brown, Bruce. E., 1997. Food Canning Technology. Wiley-VHC, Inc.Canada.
Octavianie, Y. 2002. Kandungan Gizi dan Palatabilitas bakso Campuran Daging dan Jantung Sapi. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rohanah, Ainun. 2002. Pembekuan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. USU digital library.
Rusendi, Dadi. Sudaryanto. Nurjannah, Sarifah. Widyasanti, Asri. Rosalinda, S.2010.Penuntun Praktikum MK. Teknik Penanganan Hasil Pertanian. Unpad.
Sudaryanto, T. Dan A. Munif. 2005. Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian. Agrimedia, Volume 10 No. 2, Desember 2005.
Sunarlin, R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapid an pengaruh penambahan natrium klorida asam laktat dan natrium tipolofosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tranggono dan Sutardi, 1990.Biokima dan Teknologi Pasca Panen.Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Winarno, F.G. 1982. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Lampiran
Pendinginan
Pembekuan
Terimakasih kunjungannya, selamat berproses, selamat belajar
tidak semua dari laporan ini benar, sudah pasti banyak kesalahan dan kekurangan.
Fika Puspita / fikapuspita.blogspot.com / fika_puspita