BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak zaman dahulu, masyarakat Indonesia telah mengenal tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan berbagai macam penyakit. Saat ini, para peneliti semakin berkembang untuk mengeksplorasi mengeksplorasi bahan alami yang mempunyai aktivitas biologis yang positif bagi manusia. Tumbuhan dapat digunakan dalam pengobatan sesuai dengan kandungan yang dimilikinya, sebagaimana yang biasa digunakan orang tua-tua sebagai obat maka kita sebagai anak farmasi untuk mengetahui tumbuhan tersebut memiliki khasiat maka dilakukan berbagai proses pengujian seperti skrining. Skrining merupakan tahap awal dalam mengidentifikasi suatu kandungan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan tertentu. Salah satu tumbuhan yang dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris scholaris L.) Tumbuhan yang memiliki kandungan alkaloid ditain, ekitamin, ekitenin, ekitamidin, alstonin, dan ekiserin ini dapat digunakan sebagai obat demam, malaria, limfa membesar, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung dan sakit perut. Pada praktikum kali ini dengan judul skrining fitokimia dilakukan pengujian identifikasi suatu kandungan senyawa berupa diidentifikasi golongan tanin, flavonoid, dioksiantrakinon, saponin, dan steroid dari suatu sampel yaitu tumbuhan pulai dengan menggunakan beberapa pereaksi.
1
Pada praktikum kali ini dengan judul skrining fitokimia dilakukan pengujian identifikasi suatu kandungan senyawa berupa diidentifikasi golongan tanin, flavonoid, dioksiantrakinon, saponin, dan steroid dari suatu sampel yaitu tumbuhan pulai dengan menggunakan beberapa pereaksi. Dengan melakukan metode ektraksi, kita akan memperoleh zat aktif atau senyawa kimia dari suatu tanaman yang berpotensi sebagai bahan obat. Dalam metode ekstraksi, akan dilakukan pemisahan atau partisi yaitu partisi cair-cair dan patrisi padat-cair dengan tujuan untuk memisahkan zat terlarut (kandungan kimia) dengan pelarut Rotary evaporator adalah alat yang digunakan untuk melakukan ekstraksi, penguapan pelarut yang efisien dan lembut. Komponen utamanya adalah pipa vakum, pengontrol, labu evaporasi, kondensator dan labu penampung hasil kodensasi. Prinsip rotary evaporator adalah proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut di dalamnya tanpa pemanasan yang tinggi. KLT (Kromatografi lapis tipis) dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT (Kromatografi lapis tipis) juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom,
2
identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil Untuk itu KLT (Kromatografi lapis tipis) sangat penting dalam bidang farmasi selain digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa, KLT (Kromatografi lapis tipis) juga digunakan untuk menganlisis bahan-bahan farmasi yang dicurigai mengandung bahan-bahan berbahaya misalnya seperti analisis jamu yang mengandung Bahan Kimia Obat (BKO). Oleh karena itu KLT (Kromatografi lapis tipis) ini sangat penting untuk dilakukan sebagai dasar seorang farmasis. B. Rumusan Masalah 1. Pada pengujian pengujian skrining skrining sampel daun pulai pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) senyawa apa saja yang tertarik di dalamnya ? 2.
Mengapa
pada
proses
pengujian
skrining
pada
daun
pulai
( Alstonia Alstonia scholaris L.) tidak terdapat kandungan metabolit sekunder dan hanya terdapat satu metabolit sekunder saja ? 3. Pada pengujian pengujian Ekstraksi sampel daun daun pulai pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) senyawa apa saja yang terkandung didalamnya ? 4. Metode apa yang paling paling cocok untuk pengujian pengujian Ekstraksi pada daun daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) ? 5. Apakah proses proses Ekstraksi Ekstraksi sudah merupakan metode yang yang baik untuk mengidentifikasi suatu senyawa yang terdapat dalam daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) ?
3
6.
Metode apakah yang paling banyak menghasilkan menghasilkan ekstrak pada tanaman daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) ?
7. Berapa persen kadar kadar yang yang diperoleh diperoleh pada pada saat saat ekstraksi ekstraksi cair-cair pada tanaman ( Alstonia Alstonia scholaris L.) ? 8. Bagaimana
cara
menguapkan
ekstrak
tanaman
daun
pulai
( Alstonia Alstonia scholaris L.) ? 9.
Berapa hasil yang didapatkan didapatkan pada penguapan penguapan dengan metode maserasi ( Alstonia Alstonia scholaris L.) ?
10. Bagaimanakah cara pemisahan dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) ? 11. Bagaimana cara pemisahan pigmen
warna dari tinta dengan
menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) ? C. Maksud Praktikum Adapun maksud dari praktikum ini, yaitu untuk mengetahui senyawa kimia yang terkandung di dalam sampel daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) dengan melakukan skrining fitokimia. Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara mengekstraksi kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.). Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk melakukan dan memahami cara mempartisi suatu ekstrak tanaman dengan menggunakan metode cair-cair pada sampel tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L).
4
Adapun maksud dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan memahami cara penguapan kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.). Mengetahui dan memahami cara identifikasi komponen ekstrak n – Heksan dan etil asetat sampel pulai ( Alstonia scholaris L.) secara kromatografi lapis tipis. D. Tujuan Praktikum Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu mengetahui kandungan senyawa aktif dari daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) dengan melakukan skrining fitokimia menggunakan pereaksi-pereaksi tertentu. Adapun tujuan dari praktikum praktikum ini adalah untuk mendapatkan sari atau atau ekstrak dari tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.). Dengan menggunakan metode panas yaitu refluks, destilasi uap air dan dingin yaitu maserasi, perkolasi, soxhlet serta medapat ekstrak cair dari sampel tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.) Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan % kadar ekstrak tanaman dengan menggunakan metode cair – cair pada sampel tumbuhan daun pulai ( Alstonia Alstonia scholaris L.). Adapun tujuan dari praktikum praktikum ini adalah untuk mendapatkan sari atau ekstrak
kental
dan
bobot
ekstrak
dari
tumbuhan
daun
pulai
( Alstonia Alstonia scholaris L.). Dengan menggunakan metode penguapan dari sampel tumbuhan daun pulai ( Alstonia scholaris L.).
5
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi komponen kimia ekstrak n – Heksan dan n – butanol sampel daun pulai ( Alstonia scholaris L.). Secara kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis dengan melihat warna noda dan nilai Rf nya. E. Manfaat Praktikum Manfaat dari praktikum adalah kita dapat mengetahui kandungan senyawa kimia apa yang terdapat dalam sampel atau t anaman kita. Manfaat dari praktikum adalah kita dapat mengetahui kandungan senyawa kimia secara spesifik apa yang terdapat dalam sampel atau tanaman kita. Manfaat dari praktikum adalah kita dapat mengetahui kandungan senyawa kimia secara spesifik apa yang terdapat dalam sampel atau tanaman kita. Manfaat dari praktikum adalah kita dapat mengetahui kandungan senyawa kimia secara spesifik apa yang terdapat dalam sampel atau tanaman kita. Manfaat dari praktikum adalah kita dapat mengetahui kandungan senyawa kimia secara spesifik apa yang terdapat dalam sampel atau tanaman kita.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uraian Tanaman a.
b.
Klasifikasi Tanaman (Integrated Taxonomic Information System, 2017) Regnum
: Plantae
Infrakingdom
: Streptophyta
Superdivision
: Embryophyta
Division
: Tracheophyta
Subdivision
: Spermatophytina
Class
: Magnoliopsida
Superorder
: Asteranae
Order
: Gentianales
Family
: Apocynaceae
Genus
: Alstonia R. Br.
Species
: Alstonia scholaris (L.) R. Br.
Morfologi Tanaman Tanaman berbentuk pohon, tinggi 20 - 25 m. Batang lurus, diameternya mencapai 60 cm, berkayu, percabangan menggarpu. Kulit batang rapuh, rasanya sangat pahit, bergetah putih. Daun tunggal, tersusun melingkar 4 - 9 helai, bertangkai yang panjangnya 7,5 - 15 mm, bentuknya lonjong sampai lanset atau lonjong sampai bulat telur sungsang, permukaan atas licin, permukaan bawah buram, tepi rata, pertulangan menyirip, panjang 10 - 23 cm, lebar 3 - 7,5 cm, warna hijau.
7
Perbungaan majemuk tersusun dalam malai yang bergagang panjang, keluar dari ujung tangkai. Bunga wangi berwarna hijau terang sampai putih kekuningan, berambut halus yang rapat. Buah berupa buah bumbung berbentuk pita yang panjangnya 20 - 50 cm, menggantung. Biji kecil, panjang 1,5 - 2 cm, berambut pada bagian tepinya dan berjambul pada ujungnya. Perbanyakan dengan biji atau setek batang dan cabang (Sulina, 2010). c.
Nama Lain Kayu gabus, pulai (Sumatera); lame (Sunda); polay (Madura) (Agromedia, 2008).
d.
Kandungan Kimia Alkaloid ditain, ekitamin (ditamin), ekitenin, ekitamidin, alstonin, ekiserin, ekitin, ekitein, porfirin, triterpen pikrinin, dan asam ursolat (Agromedia, 2008).
e.
Khasiat Tanaman Berkhasiat mengatasi demam, malaria, limfa membesar, batuk berdahak, diare, disentri, kurang nafsu makan, perut kembung, sakit perut, kolik, anemia, kencing manis, wasir, gangguan haid, bisul, hipertensi, rematik akut, beri-beri (Agromedia, 2008). B. Metode Ekstraksi Bahan Alam
1.
Tujuan Ekstraksi Tujuan Ekstraksi yaitu penyarian komponen kimia atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis hewan
8
termasuk biota laut. Komponen kimia yang terdapat pada tanaman, hewan dan beberapa jenis ikan pada umumnya mengandung senyawasenyawa
yang
mudah
larut
dalam
pelarut
organik.
Proses
pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman adalah pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel (Adrian, 2000). Tujuan dari ekstraksi adalah untuk menarik bahan atau zat-zat yang dapat larut dalam bahan yang tidak larut dengan menggunakan pelarut cair (Tobo, 2001). 2.
Jenis-jenis ekstraksi Jenis ekstraksi yang sering dilakukan adalah (Tobo, 2001) : a. Secara panas seperti refluks dan destilasi uap air karena sampel langsung dipanaskan dengan pelarut; dimana umumnya digunakan untuk sampel yang mempunyai bentuk dan dinding sel yang tebal. b. Secara dingin misalnya maserasi, perkolasi, dan soxhlet. Dimana untuk maserasi dilakukan dengan cara merendam simplisia, sedangkan soxhlet dengan cara cairam penyari dipanaskan dan uap cairan penyari naik ke kondensor kemudian terjadi kondensasi dan turun menyari simplisia.
9
3.
Cara-cara ekstraksi a. Maserasi Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana, yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya (Adrian, 2000). Metode maserasi digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, tiraks dan lilin (Adrian, 2000). Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : memasukkan simplisia yang sudah diserbukkan dengan derajat halus tertentu sebanyak 10 bagian ke dalam bejana maserasi yang dilengkapi pengaduk mekanik, kemudian ditambahkan 75 bagian cairan penyari ditutup dan dibiarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari, disaring kedalam dalam bejana penampung, kemudian ampasnya diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi hingga diperoleh sari 100 bagian. Sari yang diperoleh ditutup dan disimpan pada tempat yang terlindung dari cahaya selama 2 hari, endapan yang terbentuk dipisahkan dan filtratnya dipekatkan (Adrian, 2000).
10
Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Adrian, 2000). Kerugian cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Adrian, 2000). b. Perkolasi Perkolasi adalah cara penyarian yang dilakukan dengan mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi. Kekuatan yang berperan pada perkolasi antara lain : gaya berat, kekentalan, daya larut, tegangan permukaan, difusi, osmosa, adesi, daya kapiler dan daya gesekan (friksi) (Tobo, 2001). Alat yang digunakan untuk perkolasi disebut perkolator, cairan yang digunakan untuk menyari disebut cairan penyari atau menstrum, larutan zat aktif yang keluar dari perkolator disebut sari/perkolat, sedang sisa setelah dilakukannnya penyarian disebut ampas atau sisa perkolasi (Tobo, 2001). Kecuali dinyatakan lain, perkolasi dilakukan sebagai berikut : 10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat halus yang cocok dibasahi dengan 2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari, lalu dimasukkan ke dalam bejana tertutup sekurangkurangnya selama 3 jam. Massa dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator sambil tiap kali ditekan hati-hati, dituangi dengan cairan penyari secukupnya sambil cairan mulai menetes dan di atas
11
simplisia masih terdapat selapis cairan penyari. Lalu perkolator ditutup dan dibiarkan selama 24 jam (Tobo, 2001) Cara perkolator lebih baik dibandingkan dengan cara maserasi karena (Tobo, 2001) : a. Aliran cairan penyari menyebabkan adanya pergantian larutan yang terjadi dengan larutan yang konsentasinya lebih rendah, sehingga meningkatkan derajat perbedaan konsentrasi. b. Ruangan diantara butir-butir serbuk simplisia membentuk saluran tempat mengalir cairan penyari. Karena kecilnya saluran kapiler
tersebut,
maka
kecepatan
pelarut
cukup
untuk
mengurangi lapisan batas, sehingga dapat meningkatkan perbedaan konsentrasi. Untuk menghindari kehilangan minyak atsiri pada pembuatan sari, maka cara perkolasi diganti dengan cara reperkolasi. Dalam proses perkolasi biasa, perkolat yang dihasilkan tidak dalam kadar yang maksimal (Tobo, 2001). Bentuk perkolator ada 3 macam yaitu perkolator berbentuk tabung, perkolator berbentuk paruh dan perkolator berbentuk corong. Pemilihan perkolator bergantung pada jenis serbuk simplisia yang akan disari. Serbuk yang mengandung sejumlah besar zat aktif yang larut, tidak baik bila diperkolasi dengan alat perkolasi yang sempit, sebab perkolat akan segera menjadi pekat dan berhenti mengalir. Pada pembuatan tingtur dan ekstrak cair, jumlah cairan
12
penyari yang diperlukan untuk melarutkan zat aktif. Pada keadaan tersebut, pembuatan sediaan digunakan perkolator lebar untuk mempercepat proses perkolasi (Tobo, 2001). c. Soxhletasi Soxhletasi
merupakan
penyarian
simplisia
secara
berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan hingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul cairan oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia di dalam klonsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa siphon, proses ini berlangsung hingga proses penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa siphon tersebut atau jika diidentifikasi dengan KLT tidak memberikan noda lagi (Adrian, 2000). Keuntungannya cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan lebih pekat. Penyarian dapat diteruskan sesuai dengan keperluan, tanpa menambah volume cairan penyari. Kerugiannya : larutan dipanaskan terus-menerus, sehingga zat aktif yang tidak tahan pemanasan kurang cocok (Adrian, 2000). Metode soxhlet bila dilihat secara keseluruhan termasuk cara panas namun proses ekstraksinya secara dingin, sehingga metode soxhlet digolongkan dalam cara dingin (Tobo, 2001). Sampel atau bahan yang akan diekstraksi terlebih dahulu diserbukkan dan ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam
13
klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampel dalam klonsong tidak boleh lebih dari pipa sifon). Selanjutnya labu alas bulat diisi dengan cairan penyari yang sesuai kemudian ditempatkan di atas water bath atau heating mantel dan diklem dengan kuat kemudian klonsong yang telah diisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahkan sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Setelah itu kondensor dipasang tegak lurus dan diklem pada statif dengan kuat. Aliran air dan pemanas dilanjutkan hingga terjadi proses ekstraksi zat aktif sampai sempurna (biasanya 20 – 25 kali sirkulasi). Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor (Adrian, 2000). d. Refluks Metode refluks merupakan metode berkesinambungan dimana cairan penyari secara kontinu akan menyari zat aktif di dalam simplisia. Cairan penyari dipanaskan sehingga menguap dan uap tersebut dikondensasikan oleh pendingin balik, sehingga mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan dan jatuh kembali ke dalam labu alas bulat sambil menyari simplisia, proses ini berlangsung secara berkesinambungan dan dilakukan 3 kali dalam waktu 4 jam (Adrian, 2000).
14
Keuntungan metode refluks (Adrian, 2000) : a. Cairan penyari yang diperlukan lebih sedikit dan secara langsung diperoleh hasil yang lebih pekat. b. Serbuk simplisia disari oleh cairan penyari yang murni, sehingga dapat menyari zat aktif lebih banyak. Simplisia yang biasa diekstraksi dengan cara ini adalah simplisia yang mempunyai komponen kimia yang tahan terhadap pemanasan dan mempunyai tekstur yang keras seperti akar, batang, buah/biji dan herba (Adrian, 2000). Serbuk simplisia atau bahan yang akan diekstraksi secara refluks ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan ditambahkan pelarut organik misalnya metanol sampai serbuk simplisia terendam kurang lebih 2 cm diatas permukaan simplisia, atau 2/3 dari volume labu kemudian labu alas bulat dipasang kuat pada statif pada water bath atau heating mantel lalu kondensor dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem pada statif. Aliran air dan pemanasan (water bath) dijalankan sesuai dengan suhu pelarut yang digunakan. Setelah 3 jam dilakukan penyaringan filtratnya ditampung dalam wadah penampung dan ampasnya ditambah lagi pelarut dan dikerjakan seperti semula, ekstraksi dilakukan sebanyak 3 – 4 jam. Filtrat yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan dengan alat rotavapor, kemudian dilakukan pengujian selanjutnya (Adrian, 2000).
15
e. Destilasi Uap Air Destilasi uap dapat dipertimbangkan untuk menyari serbuk simplisia yang mengandung komponen yang mempunyai titik didih tinggi pada tekanan udara normal. Pada pemanasan biasa kemungkinan akan terjadi kerusakan zat aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut maka penyarian dilakukan dengan destilasi uap (Tobo, 2001). Dengan adanya uap air yang masuk, maka tekanan kesetimbangan uap zat kandungan akan diturunkan menjadi sama dengan tekanan bagian di dalam suatu sistem, sehinggga produk akan terdestilasi dan terbawa oleh uap air yang mengalir. Destilasi uap bukan semata-mata suatu proses penguapan pada titik didihnya, tetapi suatu proses perpindahan massa ke suatu media yang bergerak.
Uap
jenuh
akan
membasahi
permukaan
bahan,
melunakkan jaringan dan menembus ke dalam melalui dinding sel, dan zat aktif akan pindah ke rongga uap air yang aktif dan selanjutnya akan pindah ke rongga uap yang bergerak melalui antar fase. Proses ini disebut hidrodifusi (Tobo, 2001). C. Penguapan Ekstrak 1. Pengertian Penguapan dimaksudkan untuk mendapatkan kosistensi ekstrak yang lebih pekat. Dan tujuan dilakukan penguapan adalah untuk
16
menghilangkan cairan penyari yang digunakan, agar tidak mengganggu pada proses partisi (Sudjadi, 1986). Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Prinsip maserasi adalah penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan
yang
diperoleh
dipisahkan
dan
filtratnya
dipekatkan
(Rachman, 2009). 2.
Metode Penguapan (Sudjadi, 1986) a. Penguapan sederhana dimana menggunakan pemanasan. b. Penguapan pada tekanan yang diturunkan.
17
c. Penguapan dengan aliran gas. d. Penguapan beku kering. e. Penguapan dengan vakum desikator. f. 3.
Penguapan dengan oven.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penguapan (Sudjadi, 1986) a. Suhu berpengaruh pada kecepatan penguapan, makin tinggi suhu makin cepat penguapan. Disamping mempengaruhi kecepatan penguapan, suhu juga berperanan terhadap kerusakan bahan yang diuapkan. Banyak glikosida dan alkaloida terurai pada suhu di bawah 100oC. b. Hormon, enzim dan antibiotic lebih peka lagi terhadap pemanasan. Karena itu pengaturan suhu sangat ppenting agar penguapan dapat berjalan cepat dan kemungkinan terjadinya peruraian dapat ditekan sekecil mungkin. Untuk zat-zat yang peka terhadap panas dilakukan penguapan secara khusus misalnya dengan pengurangan tekanan dan lain-lain. c. Waktu Penerapan suhu yang relatif tinggi untuk waktu yang singkat kurang
menimbulkan
kerusakan
dibandingkan
dengan
bila
dilakukan pada suhu rendah tetapi memerlukan waktu lama. d. Kelembaban Beberapa senyawa kimia dapat terurai dengan mudah apabila kelembabannya tinggi, terutama pada kenaikan suhu. Beberapa reaksi peruraian seperti hidrolisa memerlukan air sebagai medium untuk berlangsungnya reaksi tersebut.
18
e. Cara Penguapan Bentuk hasil akhir seringkali menentukan cara penguapan yang tepat. Panci penguapan dan alat penyuling akan menghasilkan produk bentuk cair atau padat. Penguapan lapis tipis menghasilkan produk bentuk cair. Umumnya cara pemekatan tidak dilakukan dengan lebih dari satu cara. 4.
Pembagian Ekstrak (Ditjen POM, 1979) a. Ekstrak cair : adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil penyarian bahan alam masih mengandung larutan penyari. b. Ekstrak kental : adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan, dan tidak mengandung cairan penyari lagi, tetapi konsistensinya tetap cair pada suhu kamar. c. Ekstrak kering : adalah ekstrak yang telah mengalami proses penguapan dam tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai konsistensi padat (berwujud kering). D. Partisi Ekstrak
1.
Pengertian partisi Pemisahan sebagian terjadi ketika sejumlah zat terlarut mempunyai kelarutan relatif yang berbeda di dalam dua pelarut yang digunakan. Koefisien distribusi menentukan perbandingan konsentrasi dan zat terlarut di dalam masing - masing pelarut. Senyawa - senyawa yang dipisahkan tetap kontak di dalam kedua pelarut dan terlarut di dalam masing - masing pelarut sesuai dengan perbandingan yang ditentukan oleh koefisien distribusi (Sudjadji, 1986).
19
2.
Tujuan Partisi Untuk memisahkan analit yang dituju dari pengganggu dengan cara partisi sampel antar 2 pelarut yang tidak saling bercampur. Salah satu fasenya seringkali berupa air dan fase lain adalah pelarut organik. Senyawa-senyawa yang bersifat polar akan ditemukan di dalam fase air, sementara senyawa-senyawa yang bersifat hidrofobik akan masuk ke pelarut organik (Tobo, 2001). Di antara berbagai jenis metode pemisahan, ekstraksi pelarut atau disebut juga ekstraksi air merupakan metode pemisahan yang paling baik dan popular. Alasan utamanya adalah bahwa pemisahan ini dapat dilakukan baik dalam tingkat makro maupun mikro. Seseorang tidak memerlukan alat yang khusus atau canggih kecuali corong pisah. Prinsip metode ini didasarkan pada distribusi zat terlarut dengan perbandingan tertentu antara dua pelarut yang tidak saling bercampur, seperti benzene, karbon tetraklorida atau kloroform. Batasannya adalah zat terlarut dapat di transfer pada jumlah yang berbeda dalam keadaan dua fase pelarut. Teknik ini dapat digunakan untuk kegunaan preparatif, pemurnian, pemisahan serta analisis pada semua skala kerja (Khopkar, 2008). Bila suatu zat-zat membagi diri antara kedua cairan yang tidak dapat bercampur, ada satu hubungan yang pasti antara konsentrasi zat pelarut dalam kedua fase pada kesetimbangan. Nernst pertama kali memberikan pernyataan yang jelas mengenai hukum distribusi yang
20
menunjukkan bahwa suatu zat terlarut akan membagi dirinya antara dua cairan yang tak dapat bercampur sedemikian rupa sehingga angka banding konsentrasi pada keseimbangan adalah konstanta pada temperatur tertentu (Underwood, 1986). 3.
Partisi cair-cair Partisi cair-cair (corong pisah) merupakan pemisahan komponen kimia diantara dua fase pelarut yang tidak dapat saling bercampur dimana sebagian komponen larut pada fase pertama dan sebagiannya lagi larut pada fase kedua. Kedua fase yang mengandung zat terdispersi dikocok, lalu didiamkan sampai terjadi pemisahan sempurna dan terbentuk dua lapisan fase zat cair. Komponen kimia akan terpisah ke dalam dua fasa tersebut sesuai dengan tingkat kepolarannya dengan perbandingan konsentrasi yang tetap (Sudjadi, 1986).
4.
Partisi padat-cair Partisi padat cair digunakan untuk memisahkan analit yang terdapat pada padatan menggunakan pelarut organik. Padatan yang akan diekstrak dilembutkan terlebih dahulu, dapat dengan cara ditumbuk atau dapat juga diiris-iris menjadi bagian yang tipis-tipis. Kemudian padatan yang telah halus dibungkus dengan kertas saring. Padatan yang telah terbungkus kertas saring dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet. Pelarut organik dimasukkan ke dalam pelarut godog. Kemudian
peralatan
ekstraksi
21
dirangkai
dengan
menggunakan
pendingin air. Ekstraksi dilakukan dengan memanaskan pelarut organik sampai semua analit terekstrak (Yazid, 2005). E. Kromatografi Lapis Tipis 1.
Penampak bercak pada KLT a. Pada UV (Ultra violet) Bila
suatu
molekul
dikenakan
sinar
oleh
spektrofotometer, maka akan terjadi interaksi antara cahaya dan molekul tersebut yang mengakibatkan molekul akan mengalami transisi elektron ketingkat energi yang lebih tinggi dan saat molekul tersebut kembali ke tingkat energi yang semula akan mengeluarkan emisi yang dapat ditangkap oleh spektrofotometer sebagai data absorban (Stahl, 1969). Spektrum serapan kandungan tumbuhan dapat diukur dalam larutan yang encer dengan pembanding blanko pelarut serta menggunakan spektrofotometer yang merekam otomatis. Senyawa dan warna diukur pada jangka 200 nm sampai 400 nm, senyawa berwarna diukur pada jangka 400 nm sampai 700 nm. Panjang gelombang serapan maksimum dan minimum pada spektrum serapan yang diperoleh direkam dalam nm. Demikian juga kekuatan absorbansi (keterserapan). Bahan yang dignakan hanya dalam jumlah sedikit diisi dengan 3 ml larutan. Dengan manggunakan sel khusus
hanya
diperlukan
sepersepuluh
volume
tersebut.
Pengukuran spektrum yang demikian itu penting pada identifikasi
22
kandungan tumbuhan termasuk untuk mendeteksi golongan senyawa tersebut (Stahl, 1969). Kromatografi adalah Suatu metode untuk separasi yang menyangkut komponen suatu contoh di mana komponen dibagibagikan antara dua tahap, salah satu yang mana adalah keperluan selagi gerak yang lain. Di dalam gaschromatography adalah gas mengangsur suatu cairan atau tahap keperluan padat. Di dalam cairan kromatografi adalah campuran cairan pindah gerakkan melalui cairan yang lain , suatu padat, atau suatu 'gel' agar. Mekanisme separasi komponen mungkin adalah adsorpsi, daya larut diferensial, ion-exchange, penyebaran/perembesan, atau mekanisme lain (David. 2001). Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alumina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/pipa kapiler.Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (chamber) (Rudi, 2010). Pelarut yang banyak digunakan untuk spektroskopi UV adalah etanol 95 %, metanol, air, heksan dan eter. Alkohol mutlak niaga harus dihindari karena mengandung benzen yang menyerap di
23
daerah UV pendek. Pelarut seperti kloroform harus dihindari karena menyerap kuat di daerah 200 – 600 nm, tetapi sangat cocok untuk mengukur spektrum tumbuhan karotenida didaerah spektrum tampak (Stahl, 1969). 2.
Lampu UV Pada UV 254 nm, lempeng akan berflouresensi sedangkan sampel akan tampak berwarna gelap.Penampakan noda pada lampu UV 254 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan indikator fluoresensi yang terdapat pada lempeng. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Pada UV 366 nmPada UV 366 nm noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak
24
berfluororesensi pada sinar UV 366 nm. Beberapa Sistem Pemisahan dengan KLT dari Bahan Alam (Gibbons, 2006). 3.
Pereaksi KLT Cairan elusi (Ditjen POM, 1987) a. Dietil eter : toluena (1 : 1) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung kumarin. b. Etil asetat : asam format:asam asetat glacial:air (100 : 11 : 11 : 27) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung flavanoid. c. Etil asetat : methanol : air (100 : 13,5 : 10) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung flavanoid, alkaloid, antraglikosida, arbutin, glikosida jantung, zat pahit, flavanoid atau saponin. d. Kloroform : etanol : asam asetat glacial (94 : 5 : 1 ) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung minyak atsiri. e. Kloroform : methanol : air (64 : 50 : 10) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung saponin. f. Toluena:etil asetat (93 : 7) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung minyak atsiri, kumarin, valepotriat, asam-asam pada tumbuh-tumbuhan. g. Toluena:etil asetat:dietilamina (70 : 20 : 10) untuk mengeluasi pemeriksaan KLT yang diduga mengandung alkaloid.
25
BAB III METODE PRAKTIKUM A. Alat dan Bahan 1. Alat Adapun alat yang digunakan pada saat praktikum adalah Batang Pengaduk, Botol Semprot, Cawan Porselen,
Corong,
Chamber, Cutter, Erlemeyer, Gelas Kimia, Hair Dryer , Klem, Lampu UV254 dan UV366, Mistar, Penjepit Kayu, Penangas Air, Perkolator, Pipet Tetes, Pinset, Pensil, Pipa Kapiler, Rak Tabung, Rotavapor, Tabung
Reaksi,
Toples,
Sendok
Tanduk,
Serangkaian
Alat
Soxhletasi, Statif, Timbangan analitik dan Water bath dan Vial. 2. Bahan Adapun bahan yang digunakan pada saat praktikum adalah Alumunium Foil, Aquadest, DPPH, Ekstrak Cair Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.), Etanol 95%, Eluen n-heksan:etil asetat (3:7), FeCl3, Fraksi n-heksan Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.), HCl, HCl P, Kapas, Kertas Saring, Lieberman-burchard, KOH 10%, Pereaksi Bauchardat, Pereaksi Dragendroff, Pereaksi Mayer, Pereaksi Sitoborat, Metanol, Label, n-heksan dan Serbuk Simplisia Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.).
26
B. Prosedur Kerja 1. Pengambilan dan pengolahan sampel Sampel dipetik dengan pangkah daunnya dan dikumpulkan. Setelah itu dilakukan pemilihan sampel yang layak untuk dijadikan simplisia. Setelah itu, sampel yang telah disortir dicuci dan dikeringkan. Setelah kering, dirajang menjadi lebih kecil dan dikeringkan kembali. Setelah kering sempurna, maka dilakukan penghalusan sampel menjadi serbuk simplisia. 2. Skrining a. Reaksi Identifikasi Golongan Katekol Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan. Diambil sampel masukkan kedalam tabung rekasi, dibasahi dengan larutan FeCl3 1 N, jika mengandung katekol akan menghasilkan warna hijau. b. Reaksi identifikasi terhadap pirogalotanin Sampel dibasahi dengan larutan FeCl 3 1 N, jika mengandung pirogalotanin akan menghasilkan warna biru. c.
Reaksi Identifikasi Golongan Dioksiantrakinon Sedikit serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditetesi dengan KOH 10% P b/v dalam etanol 95% P, jika mengandung dioksiantrakinon akan menghasilkan warna merah.
27
d. Reaksi Identifikasi Golongan Alkaloid Ekstrak methanol pulai dimasukkan kedalam tiga tabung yang berbeda. Tabung pertama ditambahkan HCl 0,5 N dan pereaksi Mayer, jika mengandung alkaloid maka akan menghasilkan endapan kuning. Tabung kedua ditambahkan HCl 0,5 N dan pereaksi
Bauchardat,
jika
mengandung
alkaloid
akan
menghasilkan endapan coklat. Dan Tabung ketiga ditambahkan HCl 0,5 N dan pereaksi Dragendroff, jika meengandung alkaloid aklan menghasilkan endapan warna jingga. e. Reaksi Identifikasi Golongan Saponin Serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik, terbentuk buih, lalu tambahkan 1 tetes asam klorida 2 N, buih tidak hilang. f.
Reaksi Identifikasi Golongan Flavonoid Serbuk ditambahkan dengan FeCl 3 dan HCl P, jika terjadi warna merah menunjukkan adanya flavonoid.
3. Metode Ekstraksi a. Maserasi Dimasukkan serbuk simplisia sebanyak 500 gr kedalam toples. Ditambahkan 1600 mL metanol. Setelah itu, ditiutup dan dibiarkan selama 3 hari (pada suhu kamar). Selang 1 hari diaduk-aduk. Kemudian disaring ke dalam bejana penampung.
28
Lalu ampas diperas. Setelah itu, ditambah cairan penyaring, lalu disaring kembali. b. Soxhletasi Ditimbang serbuk simplisia sebanyak 30 gram. Dimasukkan ke dalam klonsong yang telah dilapisi kertas saring sedemikian rupa (tinggi sampai dalam klonsong yang tidak boleh lebih tinggi dari pipa F. Lalu diisi dengan cairan penyari sebanyak 500 mL ke dalam labu alas bulat. Ditempatkan di atas water baht atau heating mantel dan dipasang dengan kuat, kemudian klonsong yang telah dilapisi sampel dipasang pada labu alas bulat yang dikuatkan dengan klem, dan cairan penyari ditambahkan untuk membasahi sampel yang ada dalam klonsong (diusahakan tidak terjadi sirkulasi). Disambungkan ke sumber arus listrik kemudian distel pada suhu yang sesuai. Biarkan cairan penyari tersirkulasi sampai ekstraksi berlangsung sempurna. Ekstrak yang diperoleh dikumpulkan dan dipekatkan pada alat rotavapor. c.
Perkolasi Ditimbang 30 gr sampel. Dimasukkan kedalam perkolator yang telah disusun kapas dan kertas saring sedemikian rupa. Ditambahkan pelarut sebanyak 100 mL. Lalu didiamkan selama 1,5 jam. Dikeluarkan dari perkolator, ekstrak nya. Dan dit ampung dalam vial.
29
4. Penguapan a. Penguapan dengan Alat Rotavapor Dimasukkan sampel ektrak cair kedalam labu alat bulat sebanyak 2/3 alas bulat. Kemudia dipasang pada alat rotavapor. Kemudian dipasang pula labu alas bulat yang kosong pada alat rotavapor disisi lain sebagai tempat penampungan penyari. Setelah semua terpasang, pastikan alat tersambung dengan sumber arus listrik. Kemudian atur suhu waterbath dan jumlah putaran serta timer pada alat. Lalu tekan on. Setelah itu tekan on lagi pada alat vakum. Tunggu hingga semua pelarut pada sampel menguap dan hingga sampel berubah menjadi lebih kental. Setelah selesai, matikan semua alat, ambil ekstrak pada labu alas bulat dan tuang pada mangkok kaca lalu diuapkan dengan metode sederhana untuk mendapatkan ekstrak yang lebih kental. 5. Partisi Padar-cair dengan Pelarut n-Heksan Di timbang 5 gram ekstrak daun Pulai ( Alstonia scholaris L.) hasil ekstrak maserasi. Disuspensikan dengan n-heksan sebanyak 25 mL sampai larut. Setelah itu, dimasukkan kedalam cawan porselen yang telah ditimbang. Lalu diuapkan dengan menggunakan hair dryer . Setelah semua n-heksan menguap, fraksi yang dihasilkan ditimbang kembali. Lalu dihitung kadar fraksi yang diperoleh.
30
6. Identifikasi dengan metode KLT a. Penyiapan eluen n-hexan : etil asetat (3:7) 5 ml Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan. Dibuat eluen n-hexan : etil asetat perbandingan 3 : 7. Dipipet jumlah pelarut sesuai dengan perhitungan yaitu 3,5 ml etil asetat dimasukkan kedalam chamber, kemudian dipipet n-heksan sebanyak 1,5 ml dimasukkan kedalam chamber yang telah berisi n-hexan, dihomogenkan. b. Penjenuhan Chamber Chamber yang berisi eluen dengan penutupnya dijenuhkan dengan cara dimasukkan kertas saring kedalam chamber. Dibiarkan eluen meresap hingga ujung kertas saring. Setelah mencapai ujung kertas saring, kertas saring dilepas. c. Penyiapan Lempeng KLT Dibuat lempeng dari silika gel dengan ukuran 7 cm x 1 cm menggunakan mistar dan dibuat seperti dibawah ini : 1 cm
0,5 cm
5,5 cm
1 cm
31
d. Penotolan Sampel Ditotolkan ekstrak pada lempeng. Dimasukkan kedalam chamber yang berisi pelarut yang telah dijenuhkan. Dielusi hingga mencapai batas lempeng. Apabila telah mencapai batas lempeng diamati dibawah Lampu UV254 dan UV366. Dihitung nilai Rf nya. Disemprot dengan pereaksi kimia. e. Penentuan Senyawa Kimia Lempeng yang telah dielusi, dsemprotkan dengan pereaksi antara lain : FeCl3, Vanilin Asam Sulfat, Sitoborat, Dragendorf dan DPPH. Setelah itu, diamati dibawah UV 366 untuk sitoborat dan FeCl3 dan sinar tampak untuk Vanilin asam sulfat, dragendorf dan DPPH. Ditentukan senyawa kimia tumbuhan tersebut.
32
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining fitokimia merupakan tahap pendahuluan dalam suatu penelitian fitokimia yang bertujuan untuk memberikan gambaran tentang golongan senyawa yang terkandung dalam tanaman yang sedang diteliti. Metode skrining fitokimia dilakukan dengan melihat reaksi pengujian warna dengan menggunakan suatu pereaksi warna. Sebelum melakukan isolasi terhadap senyawa kimia yang diinginkan dalam suatu tumbuhan maka perlu dilakukan identifikasi pendahuluan kandungan senyawa metabolit sekunder yang ada pada masing-masing tumbuhan, sehingga dapat diketahui kandungan senyawa yang ada secara kualitatif dan mungkin juga secara kuantitatif golongan senyawa yang dikandung oleh tumbuhan tersebut. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan metode persiapan sampel dan metode identifikasi pendahuluan dari senyawa metabolit sekunder. Identifikasi tersebut biasa disebut dengan skrining fitokimia. Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.) GOLONGAN PEREAKSI
SAMPEL
Tanin (Katekol)
Serbuk + FeCl3
(-) Tanin
Tanin (pirogalotanin)
Serbuk + FeCl3
(-) Tanin
Dioksiantrakinon
Serbuk + KOH 10%
(-) Dioksiantrakinon
KOMPONEN KIMIA
33
Ekstrak metanol + HCl Alkaloid
(-) Alkaloid 0,5 N + Mayer Ekstrak metanol + HCl
Alkaloid
(+) Alkaloid 0,5 N + Bauchardat Ekstrak metanol + HCl
Alkaloid
(-) Alkaloid 0,5 N + Dragendrof Serbuk + 10 mL air
Saponin
panas + dinginkan dan
(-) Saponin
kocok + HCl 2 N Flavonoid
Serbuk+ FeCl3 + HCl P
(-) Flavonoid
Dari hasil pengamatan diperoleh negatif (-) untuk identifikasi golongan senyawa kimia tanin, dioksiantrakinon, alkaloid dengan pereaksi Mayer, alkaloid dengan pereaksi Dragendroff, saponin, dan flavonoid. Tetapi pada uji alkaloid dengan pereaksi Bauchardat didapatkan hasil yang positif mengandung alkaloid dengan terbentuknya endapan coklat pada sampel. Diperkirakan endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi bauchardat, iodin nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Alasan penggunaan pereaksi spesifik yaitu untuk mengetahui kandungan kimia yang terdapat pada suatu sampel dengan berdasarkan adanya endapan dan perubahan warna yang ditimbulkan. Adapun alasan penambahan HCl ini berfungsi untuk membentuk garam alkaloid, karena alkaloid yang bersifat basa dapat larut dalam pelarut yang bersifat asam.
34
Pereaksi Mayer bertujuan untuk mendeteksi alkaloid dimana pereaksi ini berikatan dengan alkaloid melalui ikatan koordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi Mayer sehingga menghasilkan senyawa kompleks merkuri yang non polar mengendap berwarna kuning. Pereaksi Dragendorf dapat mengendapkan alkaloid karena dalam senyawa alkaloid terdapat gugus nitrogen yang memiliki satu pasang elektron bebas menyebabkan senyawa alkaloid bersifat nukleofilik (basa) dan terbentuk endapan berwarna jingga. Pada pengujian tanin filtrat ditambahkan dengan FeCl 3 yang berguna untuk membentuk garam tanin yang menghasilkan warna hijau violet pada identifikasi katekol dan warna biru pada uji identifikasi pirogalotanin. Hal tersebut terbukti dan sesuai dengan literatur, bahwa pulai tidak mengandung senyawa kimia tanin, dioksiantrakinon, alkaloid, saponin, dan flavonoid. Tetapi ada literatur yang menyatakan bahwa tumbuhan pulai mengandung senyawa kimia berupa alkaloid tetapi dengan jenis lain. Ekstraksi adalah proses penarikan senyawa aktif dari suatu simplisia menggunakan pelarut tertentu, dimana ektraksi memiliki prinsip umum yaitu difusi dan osmosis. Tujuan dilakukan percobaan ekstraksi adalah untuk memperoleh ekstrak etanol dari daun pulai yang selanjutnya akan digunakan dalam praktikum berikutnya. Pada praktikum yang dilakukan ada 3
metode yaitu perkolasi,
maserasi dan soxhletasi. Dimana prinsip ekstraksi dengan perkolasi adalah suatu serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder, pada bagian bawahnya diberi sekat berpori, cairan penyari dialirkan dari atas ke
35
bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif dalam sel-sel simplisia yang dilalui sampel dalam keadaan jenuh. Kelebihan dari metode perkolasi yaitu tidak terjadi kekeruhan, dan pengaliran meningkatkan difusi (dengan dialiri cairan penyari sehingga zat seperti terdorong untuk keluar dari sel) sedangkan kekurangan dari metode perkolasi yaitu adanya cairan penyari lebih banyak dan resiko cemaran mikroba untuk penyari air karena dilakukan secara terbuka. Prinsip maserasi yaitu ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk di dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari. kemudian akan masukkan pelarut ke dalam sel tumbuhan lau melewati dididing sel. Isi sel akan larut disebabkan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan didalam sel dengan larutan diluar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi keseimbungan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel. Dari prinsip diatas yang terjadi secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel sehingga hasil dari ekstraksi lebih banyak. Kelebihan dari ekstraksi dengan metode maserasi yaitu alat yang dipakai
sederhana,
hanya
dibutuhkan
bejana
perendam,
biaya
operasionalnya relatif rendah serta prosesnya relatif hemat penyari dan tanpa pemanasan sedangkan kelemahan dari ekstraksi dengan metode maserasi yaitu proses penyariannya tidak sempurna, karena zat aktif hanya
36
mampu terekstraksi sebesar 50% saja, Prosesnya lama, butuh waktu beberapa hari. Sedangkan prinsip kerja dari soxhletasi yaitu dengan cara cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi menjadi molekul-molekul air oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dalam klongsong dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Proses ini berlangsung hingga penyarian zat aktif sempurna yang ditandai dengan beningnya cairan penyari yang melalui pipa sifon atau jika diidentifikasi dengan kromatografi lapis tipis tidak memberikan noda lagi. Metanol pada percobaan ini digunakan sebagai pelarut sebab
metanol berupa pelarut semipolar,
sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar maupun non polar. Tabel 2. Hasil Ekstraksi Sampel Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.) Metode Pengamatan Maserasi
Perkolasi
Soxhletasi
300 g
50 g
50 g
33,87%
36%
70,17%
1600 mL
100 mL
570 mL
542 mL
36 mL
400 mL
Bobot Sebelum diekstraksi (g) Persentase ekstrak (%) rendemen Jumlah cairan penyari (mL) Jumlah ekstrak cair (mL)
37
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan yang mengandung mucilago dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan cara maserasi. Sedangkan kulit dan akar sebaiknya di perkolasi. untuk bahan yang tahan panas sebaiknya diekstrasi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang mudah rusak karna pemanasan dapat diekstrasi dengan metode soxhlet. Dari Praktikum yang dilakukan diperoleh hasil % rendemen dari ekstraksi daun pulai ( Alstonia scholaris L.) dengan menggunakan metode maserasi yaitu 33,87%, soxhletasi sebesar 70,17% sedangkan pada metode perkolasi yaitu 36%. Penguapan atau evaporasi adalah proses perubahan molekul di dalam keadaan cair (contohnya air) dengan spontan menjadi gas (contohnya uap air). Proses ini adalah kebalikan dari kondensasi. Umumnya penguapan dapat dilihat dari lenyapnya cairan secara berangsur-angsur ketika terpapar pada gas dengan volume signifikan. Pada penguapan, terbentuknya uap berjalan sangat lambat, sehingga cairan tersebut terlepas melalui gelembung-gelembung udara yang terlepas dari cairan.
Kecepatan penguapan tergantung pada
kecepatan pemindahan panas. Oleh karena itu, alat penguapan dirancang agar dapat memberikan pemindahan panas yang maksimal kepada cairan. Untuk itu, permukaan harus seluas mungkin dan lapisan batas dikurangi. Untuk memilih alat yang tepat harus diperhatikan sifat bahan yang akan diuapkan.
38
Rotary Vacuum Evaporator adalah sebuah alat di laboratorium yang digunakan untuk menghilangkan kandungan cairan. Rotary Vacuum Evaporator pertama kali ditemukan oleh Lyman C. Craig. Komponenkomponen yang terdapat di dalam Rotary Vacuum Evaporator antara lain, sebuah sebuah motor penggerakan untuk memutar botol yang berisi sampel, pipa uap air hasil dari penguapan sampel, sebuah sistem vakum yang berguna untuk menurunkan tekanan yang terjadi dalam sistem evaporator, sebuah pemanas yang berisi cairan, dan kondensor untuk mendinginkan hasil evaporasi. Prinsip utama dalam alat ini terletak pada penurunan tekanan pada labu alas bulat dan pemanasan yang dipercepat oleh perputaran labu alas bulat agar pelarut dapat menguap lebih cepat dibawah titik didihnya. Dengan bantuan pompa vakum uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu alas bulat penampung. Tujuan dilakukannya penguapan adalah untuk menghilangakan cairan penyari yang digunakan, agar pada ekstraksi corong pisah diperoleh hanya dua lapisan. Metode yang dapat digunakan pada saat penguapan sampel yaitu, penguapan sederhana menggunakan pemanasan, penguapan pada tekanan yang diturunkan, freeze-drying , penguapan dengan aliran gas, beku kering, vakum desikator dan oven. Adapun alasan digunakan metode sederhana dengan pemanasan yakni karena sifat dari metanol yang mudah
39
menguap sehingga proses penguapan pelarut dapat berlangsung dengan cepat. Selain itu metode pemanasan merupakan metode yang cukup murah dan tidak memerlukan alat-alat yang rumit. Tabel
3.
Hasil Penguapan Pelarut ( Alstonia scholaris L.)
Pada
Sampel
Daun
Pulai
Pengamatan
Maserasi
Perkolasi
Soxhletasi
Metode Penguapan
Rotavapor
Hair-dryer
Hair-dryer
Konsistensi
Ekstrak Kental
Ekstrak Kering
Ekstrak Kental
Bobot Ekstrak
31,54 g
2,9 g
18,72 g
Adapun
bobot
daun
pulai
( Alstonia
scholaris
L.)
metode maserasi yang diuapkan dengan metode penguapan sederhana dengan menggunakan alat rotavapor dan hair-dryer adalah 31,54 g denga konsistensi berupa ekstrak kental dan pada percobaan penguapan dengan metode perkolasi menggunakan hair-dryer diperoleh konsistensi ekstrak kering dengan bobot 2,9 g. Sedangkan pada percobaan penguapan dengan metode soxhletasi menggunakan hair-dryer diperoleh konsistensi ekstrak kental dengan bobot 18,72 g. Partisi merupakan proses pemisahan suatu komponen senyawa dari suatu sampel ekstrak. Partisi umumnya terbagi atas partisi cair-cair dan partisi padat-cair. Partisi cair-cair digunakan untuk memisahkan senyawa atas dasar perbedaan kelarutan pada dua jenis pelarut yang berbeda yang tidak saling bercampur. Jika analit berada dalam pelarut anorganik, maka pelarut
yang
digunakan
adalah
pelarut
40
organik,
dan
sebaliknya.
Sedangkan, partisi padat-cair merupakan proses pemisahan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Pada pengerjaan awal, partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut non polar (n-heksan), hal ini disebabkan karena jika pada pengerjaan awal digunakan pelarut polar, maka dikhawatirkan adanya senyawa non-polar yang ikut terlarut, sebagaimana kita ketahui bahwa pelarut polar, selain mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar juga mampu melarutkan senyawa yang bersifat non-polar. Tabel 4. Hasil Partisi Ekstrak Daun Pulai ( Alstonia scholaris L.) No.
Sampel
Metode Partisi
Pelarut
Ekstrak
% Kadar
% Kadar
1
Daun pulai
Padat-cair
n-Heksan
3,8175 g
75,8117%
75,8117%
Praktikum ini dilakukan dengan cara ditimbang 5 gram ekstrak daun pulai ( Alstonia scholaris L.) kental. kemudian dilarutkan dengan n-heksan sebanyak 25 mL. setelah itu, ekstrak n-heksan yang diperoleh diuapkan untuk mendapat ekstrak n-heksan kering. Adapun hasil yang diperoleh, yaitu ekstrak n-heksan untuk maserasi yang diperoleh bobot akhir adalah 3,8175 gram dengan % kadar sebesar 75,817 %. Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi adsorbsi dan adsorben bertindak sebagai fase stasioner. Empat macam adsorben yang umum digunakan adalah silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oxyde), kieselghur (diatomeus earth) dan selulosa.Dari keempat jenis
41
adsorben tersebut, yang paling banyak dipakai adalah silika gel karena mempunyai daya pemisahan yang baik. Prinsip kerjanya adalah berdasarkan adsorpsi dan partisi, dimana sampel akan berpisah berdasarkan perbedaan kepolaran antara sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin dipisahkan. Mekanisme kerja pada UV 254 nm ialah terjadinya flouresensi pada lempeng ini dikarenakan cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut. Sehingga ketika elektron tereksitasi yakni perubahan suatu energi rendah ketingkat energi tinggi ini dapat menyebabkan energi yang dihasilkan akan terlepas. Sedangkan mekanisme kerja UV 366 nm yaitu noda akan berflouresensi dan lempeng akan berwarna gelap. Penampakan noda pada lampu UV 366 nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh auksokrom yang ada pada noda tersebut. Fluoresensi cahaya yang tampak merupakan emisi cahaya yang dipancarkan oleh komponen tersebut ketika elektron yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi yang lebih tinggi kemudian kembali ke keadaan semula sambil melepaskan energi. Sehingga noda yang tampak pada lampu UV 366 terlihat terang karena silika gel yang digunakan tidak berfluororesensi pada sinar UV 366 nm.
42
Prinsip pemisahan noda adalah berdasarkan kepolarannya sehingga menghasilkan kecepatan yang berbeda-beda saat terpartisi dan terjadilah pemisahan. Untuk memisahkan noda dengan sebaik-baiknya maka digunakan kombinasi eluen non polar dengan polar. Apabila noda yang diperoleh terlalu tinggi, maka kecepatannya dapat dikurangi dengan mengurangi kepolaran. Namun apabila nodanya lambat bergerak atau hanya ditempat, maka kepolaran dapat ditambah. Tabel 5. Hasil Identifikasi Komponen Kimia Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Sampel
Fraksi
Sinar
Warna
Rf
Kuning
Rf 1 = 0,12
Merah kekuningan
Rf 2 = 0,41
Merah
Pulai ( Alstonia
Fraksi n-heksan :
kekuningan
etil asetat daun
Merah UV 366
scholaris L.)
pulai ( Alstonia scholaris L.)
Rf 3 = 0,54
kekuningan
Rf 4 = 0,63
Hijau
Rf 5 = 0,70
Merah muda
Rf 6 = 0,90
Merah muda-coklat
43
Rf 7 = 0,98
Eluen yang akan digunakan dijenuhkan terlebih dahulu karena berfungsi agar tekanan yang terdapat dalam chamber tersebut sama dan pada proses penjenuhan chamber tidak boleh digoyangkan agar proses penjenuhannya sempurna dan baik agar pada saat di amati dibawah sinar UV nodanya tampak bagus dan tidak bengkok. Hasil yang diperoleh untuk nilai RF dari 7 lempeng fraksi n-heksan:etil asetat (3:7) secara berturut – turut adalah 0,12; 0,41; 0,54; 0,63; 0,70; 0,90; dan 0,98. Hasil untuk identifikasinya adalah daun pulai ( Alstonia scholaris L.) positif mengandung flavonoid, antioksidan dan saponin/ minyak atsiri.Sedangkan daun pulai negatif mengandung fenol dan alkaloid. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan yang menggunakan beberapa reagen spesifik. Nilai Rf sangat karakterisitik untuk senyawa tertentu pada eluen tertentu. Hal tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya perbedaan senyawa dalam sampel. Senyawa yang mempunyai Rf lebih besar berarti mempunyai kepolaran yang rendah, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut dikarenakan fasa diam bersifat polar. Senyawa yang lebih polar akan tertahan kuat pada fasa diam, sehingga menghasilkan nilai Rf yang rendah. Rf KLT yang bagus berkisar antara 0,2 - 0,8. Jika Rf terlalu tinggi, yang harus dilakukan adalah mengurangi kepolaran eluen, dan sebaliknya. Tidak munculnya noda dalam dapat disebabkan oleh faktor –faktor yang mempengaruhi nilai Rf seperti diatas, akan tetapi ada juga
44
kemungkinan lain misalnya noda yang tidak nampak, sehingga untuk menampakkan noda tersebut harus direaksikan dengan reagen penampak warna berupa ion logam transisi untuk membentuk kompleks. Daun pulai positif memiliki kandungan senyawa flavonoid yang telah diuji dengan menggunakan metode KLT, dimana senyawa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan. Flavonoid dikatakan antioksidan karena dapat menangkap radikal bebas dengan membebaskan atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Tabel 6. Hasil Identifikasi Komponen Kimia Dengan Metode Kromatografi Lapis Tipis Pereaksi No
Pengamatan
Hasil
Keterangan
UV 366
Flourosensi
(+) Flavonoid
Spesifik 1
Sitroborat
Merah 2
FeCl3
UV 366
3
Dragendorf
Sinar tampak
Kuning
(-) Alkaloid
4
DPPH
Sinar tampak
Kuning
(+) Antioksidan
kekuningan
(-) Fenol
(+) Saponin 5
Vanilin As.Sulfat
Sinar tampak
Merah, violet /Minyak Atsiri
Potensi antioksidan ditentukan dengan menggunakan DPPH. DPPH merupakan radikal
bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering
digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa
45
atau ekstrak bahan alam. DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen akan membentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning, ini menunjukan bahwa adanya aktivitas antioksidan yang dapat menghambat atau menangkal radikal bebas. Alasan digunakan larutan FeCl3 ialah untuk mengetahui bahwa tanaman pulai mengandung fenolik atau tidak. Jika berwarna orange positif mengandung fenolik dan hijau positif mengandung katekol ini dibuktikan karena bersifat oksidator sehingga dapat digunakan. Alasan digunakan pereaksi sitroborat yaitu untuk mendeteksi keberadaan senyawa golongan flavonoid dari glikosida saponin reaksi positif ditunjukkan dengan berpendar di bawah sinar UV 366 nm. Alasan digunakan larutan dragendorf ialah untuk mengetahui bahwa tanaman pulai mengandung alkaloid atai tidak. Jika mengandung alkaloid positifakan menghasilkan warna kuning ini dibuktikan karena pada senyawa basa yang terdapat pada tanaman sehingga akan membentuk senyawa garam. Penyemprotan DPPH yang berguna untuk pengujian antioksidan dan juga sebagai pewarna (indikator) dengan perubahan warna hijau kekuninganpada sinar tampak yang menandakan bahwa senyawa yang terdapat pada sampel dapat menangkal radikal bebas.
46
Vanilin-asam sulfat dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa atsiri (terpenoid, fenol dan turunannya serta fenilpropan) dengan mekanisme abstraksi H+ sehingga terbentuk senyawa ikatan rangkap terkonjugasi, peristiwa ini tidak terjadi sekaligus tetapi satu persatu secara berurutan yang menyebabkan warnanya semakin lama semakin tidak stabil, dapat juga untuk mendeteksi senyawa saponin yang ditunjukkan dengan adanya bercak berwarna biru, violet biru atau terkadang berwarna kekuningan bila diamati pada sinar biasa.
47
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa : 1. Pada praktikum skrining fitokimia dan dilanjutkan dengan pengujian kandungan kimia dari tumbuhan pulai ( Alstonia scholaris L.) yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa pulai mengandung Alkaloid. 2. Pada praktikum ekstraksi sampel dapat disimpulkan bahwa metode yang
dapat
digunakan
dalam
ektraksi
simplisia
daun
pulai
( Alstonia scholaris L.) yaitu metode maserasi, perkolasi dan soxhletasi. Dengan hasil % rendemen pada metode maserasi yaitu 33,87%, metode soxhletasi sebesar
70,17% dan pada metode perkolasi
menghasilkan % rendemen yaitu 36%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa metode yang paling baik adalah soxhletasi. 3. Pada praktikum penguapan dengan menggunakan sampel daun pulai ( Alstonia scholaris L.) dapat disimpulkan bahwa metode penguapan ekstraksi yang paling baik dilakukan untuk mendapatkan ekstrak yaitu metode dengan menggunakan alat revaporator yaitu sebanyak 31,54 g. 4. Pada praktikum partisi ekstrak maka dapat disimpulkan bahwa metode partisi yang baik digunakan untuk sampel ekstrak daun pulai ( Alstonia scholaris L.) adalah partisi padat-cair. Dengan berat ekstrak yang diperoleh sebanyak 3,8175 g dan % kadar sebesar 75,8117 %.
48
5. Pada praktikum identifikasi golongan komponen kimia dengan metode kromatografi ( Alstonia
lapis
tipis
scholaris L.)
disimpulkan
positif
bahwa
mengandung
daun
senyawa
pulai
flavonoid,
antioksidan dan saponin/ minyak atsiri setelah diuji dengan beberapa pereaksi spesifik. B. Saran Sebaiknya pada saat praktikum berlangsung pereaksi yang digunakan bukan hanya disediakan disatu tempat saja karena mengakibatkan praktikan berdesak-desakan mengambil pereaksi dan sebaiknya para praktikan
berhati-hati pada saat praktikum berlangsung agar tidak terjadi
hal yang tidak di inginkan serta praktikum dapat berjalan dengan lancar.
49
DAFTAR PUSTAKA Adrian, peyne, 2000. Analisa Ekstraktif Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Obat . Pusat Penelitian. Universitas Negeri Andalas. Agromedia. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat . Redaksi Agromedia : Jakarta. Anonim. 2017. Penuntun dan Buku Kerja Praktikum Fitokimia 1. Fakultas Farmasi Universitas muslim Indonesia : Makassar. David. 2001. Handbook of Chemistry And Physic. Copyright CRC Press :LLC. Ditjen POM, 1979. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Ditjen POM, 1987. Farmakope Indonesia Ed. III. Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Gibbons, S., 2006, An Intoduction to Planar Chromatography , Humana Press, Totowa New Jersey. ITIS
(Integrated
Taxonomic
Information
System).
2017.
Khopkar, S.M. 2008. Dasar-dasar Kimia Analitik . Jakarta: Erlangga. Rachman,
D.,
2009.
Jenis - Jenis
Ekstraksi . Swadaya : Jakarta.
Rudi,L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik.Universitas Haluoleo : Kendari. Stahl, E (peny.), 1969. Thin Layer Cromatography, tbn. 2, George Allen dan Unwin. London. Sudjadi. 1986.
Metode
Pemisahan.
UGM
Press : Yogyakarta.
Sulina. 2010. Tanaman Obat http://www.iptek.net.id/ind/pd_tanobat/view.php?id=154.
Indonesia.
Tobo, Fachruddin, 2001. Buku Pegangan Laboratorium Fitokimia I . Laboratorium Fitokimia Jurusan Farmasi Unhas : Makassar. Underwood, A.L. 1986. Analisis kima kuantitatif . Erlangga : Jakarta.
Yazid, Estien Yazid.2005 Kimia Fisika untuk Paramedis . Yogyakarta: ANDI.
50