BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan tertua dilakukan pada biji anggrek dengan tujuan untuk mengecambahkannya dalam media yang kaya nutrisi karena biji dari anggrek tidak mempunyai cadangan makanan. Kultur jaringan terus berkembang dari mengkulturkan biji berkembang dengan mengkulturkan jaringan dan terus berkembang hingga mampu mengkulturkan satu sel dari tanaman. Penggunaan kultur jaringan mempunyai kelebihan, yaitu mampu memproduksi bibit yang seragam dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang relatifr singkat. Kultur jaringan sering dijadikan salah satu solusi sebagai metode perbanyakan tanaman dan juga dapat digunakan sebagai s uatu metode penyimpanan plasma nutfah yang tidak membutuhkan tempat yang besar. Keberhasilan dari kultur jaringan sangat bergantung dari ketepatan konsentrasi nutrisi yang berada di dalam media kultur. Ketepatan konsentrasi ini menyangkut pada ketersediaan nutrisi bagi eksplan tanaman. Kelebihan nutrisi dari tanaman akan menyebabkan tanaman mengalami keracunan unsur hara. Sehingga, pembuatan larutan stock dan sterilisasi media dianggap penting untuk diketahui sebagai sarana penenunjang kebutuhan informasi akan kultur jaringan. Umumnya bagian daun dan plumule tumbuhan yang sering diperbanyak dengan metode ini. Salah satu faktor yang paling menentukan keberhasilan dalam kultur jaringan adalah penyediaan penyediaan dan pengaturan suatu kondisi kondisi yang yang aseptik. Kondisi Kondisi tersebut meliputi lingkungan, peralatan, media, ruang kerja, dan sel atau jaringan tanaman yang akan dikulturkan. Sehingga dapat menghasilkan tanaman yang bebas patogen. Kondisi organ dan jaringan tanaman yang aseptik dapat dicapai dengan melakukan sterilisasi. Sterilisasi dapat dilakukan dengan memberikan perlakuan terhadap organ dan jaringan tersebut sebelum dikulturkan.Ada empat pendekatan atau cara yang biasa digunakan dalam
1
sterilisasi, yaitu panas, kimia, irradiasi, dan filtrasi. Untuk eksplan, sterilisasi biasanya lebih sesuai menggunakan cara pemanasan (mekanik ) atau kimia, atau kombinasi dari keduanya. Sterilisasi dengan cara pemanasan biasanya dilakukan pada jaringan tanaman yang keras berdaging tebal. Sedangkan cara kimia dipakai untuk eksplan yang lunak atau jaringan yang masih muda (meristem). Perlakuan yang akan diberikan dalam percobaan ini adalah dengan menggunakan bahan kimia yang bersifat toksik sehingga mikroorganisme yang terdapat pada organ dan jaringan akan mati. Namun, bahan-bahan kimia tersebut juga bersifat toksik bagi sel tanaman. Sehingga diperlukan bahan kimia yang sesuai jenis dan konsentrasinya, sehingga hanya mikroorganisme pengganggu saja yang mati. Perbanyakan
tanaman
sangat
sulit
dilakukan
menggunakan
cara
perbanyakan tanaman konvensional. Oleh karena itu, saat ini perbanyakan tanaman selalu menggunakan teknik kultur jaringan yang mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan teknik konvensional, yaitu tidak tergantung dengan musim karena lingkungan tumbuh in vitro yang s alah terkendali, bahan tanam yang digunakan dalam jumlah yang sedikit sehingga tidak merusak pohon induk, tidak membutuhkan membutuhkan tempat yang sangat luas untuk menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak. Namun disisi lain, kendala yang ditemui dalam pelaksanaan kultur jaringan adalah tanaman hasil kultur jaringan sering berbeda dengan tanaman induknya atau dapat mengalami mutasi. Hal ini dikarenakan penggunaan metode perbanyakan yang salah, seperti frekuensi subkultur yang terlalu tinggi, perbanyakkan organogenesis yang tidak langsung melalui fase kalus atau at au konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan terlalu tinggi (Mariska et al ., ., 1992 dalam Deden dalam Deden 2003).
2
1.2 Tujuan
-
Membuat medium komposisi Murashige dan Skoog (1962) untuk medium
-
Memberikan penjelasan tentang teknik inokulasi agar mahasiswa mampu melakukan inokulasi
eksplan atau penanaman eksplan dalam kultur
jaringan. -
Mempelajari
teknik
sub
kultur
untuk
multiplikasi
tunas
dalam
perbanyakkan tanaman
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kultur Jaringan Tumbuhan 2.1.1 Kultur Jaringan Tumbuhan Secara Umum
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap. Dasar teori yang digunakan adalah teori totipotensi yang ditulis oleh Schleiden dan Schwann, yang menyatakan bahwa teori totipotensi adalah bagian tanaman yang hidup mempunyai totipotensi, kalau dibudidayakan di dalam media yang sesuai, akan dapat tumbuh dan berkembang menjadi tanaman yang sempurna, artinya dapat bereproduksi, berkembang biak secara normal melalui biji atau spora (Supriatun, 2011). 2.1.2 Medium kultur jaringan
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan media tumbuh yaitu media padat dan media cair. Media padat umumnya berupa padatan gel seperti agar, nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersi fat tenang atau dalam kondisi selalu bergerak tergantung kebutuhan (Hemawan dan Na’iem 2006). Adapun komponen penyusun medium kultur jaringan terdiri dari : 1. Nutrient an-organik Unsur yang sangat penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Mg merupakan bagian molekul klorofil, Ca merupakan komponen penyusun dinding sel, N merupakan bagian penting dari asamasam amino, vitamin-vitamin, protein-protein dan asam nukleat. Sama 4
halnya dengan Fe, Zn, dan Mo dalam bagian-bagian enzim tertentu. Disamping itu C, H dan O serta 12 unsur dikenal sebagai unsur-unsur esensial tanaman yaitu: N, P, S, Ca, K, Mg, Fei, Mn, Cu, Zn, Bo dan Mo. Dari dua belas unsur ini 6 unsur yang pertama dibutuhkan dalam jumlah besar karena itu disebut unsur-unsur makro sedangkan 6 unsur lainnya hanya dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit dan oleh karena itu disebut unsur-unsur mikro. 2. Nutrien organik Dibutuhkan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman in-vitro. 3. Sumber karbon Salah satu komponen penting yang sering ditambahkan dalam medium kultur jaringan. Sumber karbon yang sering ditambahkan adalah sukrosa pada konsentrasi 2-5 %. 4. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Senyawa organik bukan nutrisi yang dalam konsentrasi rendah (1
2.1.3 Prinsip Kultur Jaringan
Teknik kultur jaringan memanfaatkan prinsip perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Berbeda dari teknik perbanyakan tumbuhan secara konvensional, teknik kultur jaringan dilakukan dalam kondisi aseptik di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itu teknik ini sering
5
kali disebut kultur in vitro. Dikatakan in vitro (bahasa Latin), berarti "di dal am kaca" karena jaringan tersebut dibiakkan di dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu. Teori dasar dari kultur in vitro ini adalah Totipotensi. Teori ini mempercayai bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembang biak karena seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan-jaringan hidup. Oleh karena itu, semua organisme baru yang berhasil ditumbuhkan akan memiliki sifat yang sama persis dengan induknya (Gunawan, 1987).
2.1.4 Landasan Kultur Jaringan Tumbuhan
Landasan kultur jaringan didasarkan atas tiga kemampuan dasar dari tanaman, yaitu: 1. Totipotensi adalah potensi atau kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh dan berkembang menjadi tanaman secara utuh jika dist imulasi dengar benar dan sesuai. Implikasi dari totipotensi adalah bahwa semua informasi tentang pertumbuhan dan perkembangan suatu organisme terdapat di dalam sel. Walaupun secara teoritis seluruh sel bersifat totipotensi, tetapi yang mengekspresikan keberhasilan terbaik adalah sel yang meristematik. 2. Rediferensiasi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali menjadi ke kondisi meristematik dan dan berkembang dari satu titik pertumbuhan baru yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu melakukan reorganisasi manjadi organ baru. 3. Kompetensi menggambarkan potensi endogen dari sel atau jaringan untuk tumbuh
dan
berkembang
dalam
satu
jalur
tertentu.
Cantohnya
embrioagenikali kompeten cel adalah kemampuan untuk berkembang menjadi embrio funsional penuh. Sebaliknya adalah non-kompeten atau morfogenetikali tidak mempunyai kemampuan.
6
2.1.5 Manfaat dan Syarat Kultur Jaringan Tumbuhan Keuntungan kultur jaringan adalah:
1. Perbanyakan massal 2. Tidak tergantung musim 3. Mendapatkan tanaman yang unggul 4. Mudah ditransportasi 5. Dapat menyimpan plasma nutfah 6. Mendapatkan bahan sekunder pada waktu yang relatif cepat Tumbuhan yang memerlukan kultur jaringan adalah:
1. Tumbuhan yang perkecambahannya rendah 2. Tumbuhan hibrida 3. Tumbuhan tidak berbiji 4. Tumbuhan yang sulit berbiji Kegunaan kultur jaringan adalah:
1. Perbanyakan klon yang mempunyai sifat unggul 2. Menghemat waktu yang relatif singkat 3. Perbaikan mutu dengan mengubah sifat genetisnya 4. Mendapatkan tanaman yang toleran 5. Mendapatkan tanaman yang bebas virus 2.2. Kacang Merah ( Phaseolus vulgaris L.)
Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris L. Biji kacang merah berbentuk bulat agak panjang, berwarna merah atau merah berbintik-bintik putih. Kacang merah banyak ditanam di Indonesia. Varietas kacang merah yang beredar di pasaran jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam (Rahmat, 2009). Kacang merah mempunyai batang pendek dengan tinssggi sekitar 30 cm. Batang tanaman umumnya berbuku-buku, yang sekaligus merupakan tempat untuk melekat tangkai daun. Daun bersifat majemuk tiga (trifoliolatus) dan helai daunnya berbentuk jorong segitiga.Tanaman ini memiliki akar tunggang yang sebagian membentuk bintil-bintil (nodula) yang
7
merupakan sumber nitrogen dan sebagian lagi tanpa nodula yang fungsinya antara lain menyerap air dan unsur hara. Bunga tersusun dalam karangan berbentuk tandan dengan pertumbuhan karangan bunga yang serempak/bersamaan (Rukmana, 2009). 2.3 Anggrek ( Dendrobium discolor )
Anggrek merupakan salah satu anggota family Orchidaceae yang dapat dijumpai hampir diseluruh belahan dunia terutama daerah tropis mulai dari dataran rendah hingga tinggi, bahkan sampai ke daerah perbatasan pegunungan bersalju. Bermacam variasi bentuk, warna, bau, dan ukuran dengan cirri-ciri yang unik menjadi daya tarik 3anggrek yang dikenal sebagai tanaman hias berbunga indah. Anggrek merupakan salah satu tanaman yang mempunyai kecepatan tumbuh lambat dan berbeda-beda. Hal ini sangat berpengaruh jika yang menjadi tujuan pemeliharaan dalah memproduksi bunga. Tanaman anggrek mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda dengan tanaman hias lainnya. Pertumbuhan anggrek, baik vegetatif (pertumbuhan tunas, batang, daun, dan akar) serta pertumbuhan generatif (pertumbuhan primordial bunga, buah, dan biji) tidak hanya ditentukan oleh faktor genetic, tetapi juga oleh faktor iklim dan faktor pemeliharaan (Widiastoety, 2007). Pada dasarnya tanaman anggrek merupakan tanaman yang sulit untuk melakukan penyerbukan sendiri, sehingga perkembangbiakannya pun cukup sulit. Selain itu, biji yang kecil, tidak mengandung cadangan makanan dan kulit yang sangat keras serta tebal membuat tanaman anggrek sulit dit umbuhkan tanpa bantuan manusia, kecuali anggrek yang tumbuh liar di hutan. Untuk mengatasi hal tersebut dan menumbuhkan anggrek secara masal, maka tindakan yang bisa dilakukan adalah dengan mengawinkan anaman anggrek (dapat sekaligus memperoleh varietas persilangan yang baru). Perbanyakan anggrek pada umumnya dilakukan dengan cara perkecambahan biji secara in-vitro, sehingga hasil yang diperoleh tidak seragam dan menghasilkan warna bunga yang beragam. (Rianawati, dkk.2009) Setelah membentuk buah dan berbiji, maka penumbuhan bijinya dilakukan secara in-vitro hingga menjadi tanaman yang siap ditanam di area terbuka untuk berproduksi atau dipasarkan.
8
Berdasarakan pola pertumbuhannya, tanaman anggrek dibedakan menjadi dua tipe yaitu, simpodial dan monopodial. Anggrek tipe simpodial adalah anggrek yang tidak memiliki batang utama, bunga ke luar dari ujung batang dan berbunga kembali dari anak tanaman yang tumbuh. Kecuali pada anggrek jenis Dendrobium sp. yang dapat mengeluarkan tangkai bunga baru di sis i-sisi batangnya. Contoh dari anggrek tipe simpodial antara lain Dendrobium sp., Cattleya sp., Oncidium sp. dan Cymbidium sp. Anggrek tipe simpodial pada umumnya bersifat epifit. Anggrek tipe monopodial adalah anggrek yang dicirikan oleh titik tumbuh yang terdapat di ujung batang, pertumbuhannnya lurus ke atas pada satu batang. Bunga ke luar dari sisi batang di antara dua ketiak daun. Contoh anggrek tipe monopodial antara lain Vanda sp., Arachnis sp., Renanthera sp., Phalaenopsis sp., dan Aranthera sp. 2.4 Overplanting (Subkultur) Anggrek
Subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau planlet dari media lama ke media baru baik media yang komposisinya sama ataupun berbeda untuk memperoleh pertumbuhan baru yang diinginkan. Maka praktikum kultur jaringan dengan cara subkultur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan planlet (kultur) baru yang berasal dari eksplan anggrek setelah dilakukan subkultur dengan media yang baru. Menurut
Herdaryono
dan
Wijayanti
(1994),
overplanting
adalah
pemindahan anggrek yang masih sangat kecil dari medium lama kedalam medium baru yang dilakukan secara aseptis di dalam entkas atau ruang penabur (laminar air flow). Istilah lain yang digunakan adalah “subkultur”. Tujuan dilakukan overplanting adalah agar anggrek tetap mendapatkan unsur hara untuk pertumbuhannya. Bila media agar lebih dari tiga bulan tidak diganti, maka media akan tampak kecoklatan, menjadi semakin sedikit, dan mengering. Untuk anggrek hasil silangan, keadaan demikian akan sangat merugikan. Oleh karena itu, sebelum terlambat, anggrek botol harus segera disubkultur dengan media segar yang baru. Pada pelaksanaan kultur jaringan, dalam waktu satu sampai dua minggu, eksplan akan tumbuh menjadi kalus. Kalus adalah suatu massa sel yang terbentuk pada permukaan eksplan atau pada irisan eksplan. Kalus ini akan tumbuh pada eksplan di media padat, sedangkan pada eksplan di media cair akan tumbuh plb 9
(protokormus). Oleh karena itu, sangat penting dilakukan subkultur agar kalus yang tumbuh tidak kehabisan nutrisi. Subkultur adalah usaha untuk mengganti media tanam kultur jaringan dengan media yang baru, sehingga kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan kalus atau protokormus dapat terpenuhi (Hendaryono dan Wijayanti, 1994). Dari sekian banyak jenis media dasar yang digunakan dalam teknik kultur jaringan termasuk subkultur, tampaknya media MS (Murashige dan Skoog). Hal ini dikarenakan media MS mengandung jumlah hara organik yang layak untuk memenuhi kebutuhan banyak jenis sel tanaman dalam kultur (Gunawan, 1990 dalam Nisa dan Rodinah, 2005). Subkultur dilakukan karena beberapa alasan berikut: 1. Tanaman sudah memenuhi atau sudah setinggi botol 2. Tanaman sudah berada lama didalam botol sehingga pertumbuhannya berkurang 3. Tanaman mulai kekurangan hara 4. Media dalam botol sudah mengering Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Tanaman yang harus segera atau relatif cepat disubkultur adalah jenis pisang-pisangan, alokasia, dan caladium. Tanaman yang relatif lama adalah aglaonema. Untuk tanaman yang diperbanyak dengan multifikasi tunas, maka subkultur dapat dilakukan dengan memisahkan anakan tanaman dari koloninya atau melakukan penjarangan. Contoh tanamannya adalah anggrek, pisang, dan tanaman lain yang satu tipe pertumbuhan. Untuk tanaman yang tipe pertumbuhannya dengan pemanjangan batang maka subkultur bisa dilakukan dengan memotong tanaman perruas tanaman yang ada. Namun jika ada planlet yang masih terlalu kecil dan beresiko tinggi untuk dipotong, maka subkulturnya cukup dilakukan dengan dipisahkan dari induknya dan ditanam kembali secara terpisah. Contoh tanamannya adalah jati, krisan, dan tanaman lain yang memiliki karakteristik pertumbuhan yang sama. kita dapat menghitung kecepatan produksi tanaman dengan mengetahui
10
kecepatan tanaman melakukan multifikasi hingga siap disubkultur. setiap individu yang dikultur dapat dipecah menjadi 5-6 subkultur dengan maksud dan tujuan: a. Agar eksplan tidak tumbuh berdesakan b. Agar eksplan tidak kehabisan unsur hara pada media sebelumnya c.
Agar pertumbuhan eksplan seragam.
Hasil subkultur ini dapat dikembangkan lagi ke dalam media MS yang baru sebanyak 5-6 generasi. Subkultur yang telah tumbuh akarnya dapat disebut bibit kecil (plantlet). Subkultur pada tanaman in vitro dapat dilakukan dalam berbagai kondisi, yaitu: 1. Kondisi Induksi Eksplan
Subkultur pada kondisi induksi adalah subkultur yang dilakukan setelah tanaman diinduksi dan tumbuh menjadi tanaman utuh, atau baru pada tahap penginduksian artinya tanaman belum 100% dapat tumbuh optimal. Jadi harus disubkultur pada media lain untuk dapatmelanjutkan pertumbuhannya karena jika tidak disubkultur maka tanaman akan tetap dan tidak berkembang atau lama berkembangnya dan lama kelamaan akan mati. Biasanya bagian utuh dari tanaman dapat disubkultur langsung atau hanya dipindah media baru. 2. Kondisi Multiplikasi Plantlet
Subkultur dengan kondisi multiplikasi adalah subkultur yang dilakukan setelah tanaman mengalami pertumbuhan multiplikasi atau perbanyakan. Subkultur jenis ini biasanya digunakan untuk memperbanyak jumlah tanaman atau untuk produksi tanaman dalam jumlah besar. 3. Kondisi Elongasi Tanaman
Subkultur dengan kondisi elongasi adalah subkultur yang dilakukan untuk memperpanjang nodus tanaman sehingga menjadi 4-5 nodus seperti yang diinginkan. Subkultur ini biasanya dilakukan dengan potongan nodus tanaman atau tanaman utuh yang masih kecil yang diharapkan dengan subkultur pada media elongasi dapat memperpanjang tanaman.
11
4. Kondisi Pengakaran Tanaman
Subkultur kondisi ini adalah untuk mendapatkan pengakaran pada plantet yang ditanam. Jika plantlet sudah memasuki waktu untuk keluar (aklimatisasi) maka subkultur pada media pengakaran sangat dibutuhkan agar tanaman kokoh dan dapat beradaptasi nantinya dilingkungan luar. Menurut Hendaryono dan Wijayanti (1994), ada 2 teknik subkultur pada kultur jaringan tanaman yaitu: 1. Teknik subkultur tanaman pada media padat
Teknik subkultur tanaman pada media padat lebih mudah dilakukan yaitu hanya dengan meletakkan kalus yang sudah terbentuk di atas cawan petri, kemudian membelah-belahnya menjadi bagian-bagian kecil lagi dengan menggunakan pertolongan skalpel dan pinset. Setelah terjadi potongan-potongan kalus kecil-kecil, maka segera dimasukkan kembali ke dalam erlenmeyer baru yang berisi media dengan komposisi bahan kimia sama seperti media lama. Selanjutnya erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan kembali. Semua pekerjaan harus dilakukan dalam suasana steril (Hendaryono dan Wijayanti, 1994). 2. Teknik subkultur pada media cair
Teknik subkultur tanaman pada media cair penggantian media dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: a) Pengambilan kalus atau bagian tanaman yang tumbuh (dapat berupa protocorm, sel, atau protoplas) pada media yang lama dan menaruhnya pada media cair yang baru. b) Pengambilan media cair yang lama dengan cara memipetnya untuk kemudian ditambahkan media cair yang baru kedalam botol kultur yang lama. Media cair cepat sekali diserap oleh eksplan maupun protokormus, maka setiap empat hari sekali harus diganti dengan media cair yang baru dengan komponen kimia yang sama persis dengan media cair yang lama. Subkultur harus dilaksanakan dalam keadaan aseptik. Setelah pelaksanaan subkultur selesai, kemudian erlenmeyer berisi plb diletakkan kembali diatas shaker untuk digoyang kembali, begitu seterusnya sampai didapatkan protokormus yang banyak (Hendaryono dan Wijayanti, 1994).
12
BAB III METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan dengan cara subkultur dilaksanakan pada 06 Mei-03 Juni 2017 pukul 08.00 WIB s/d selesai bertempat di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pakuan.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Laminar Air Flow (LAF)
2.
Autoclaf
3.
Oven
4.
Magnetic stirer
5.
Pipet
6.
pH meter
7.
Dissecting set
8.
Botol semprot
9.
Petridish steril
10.
Kertas saring steril
11.
Kertas label
12.
Gelas piala
13.
Erlenmeyer
14.
Botol kultur
15.
Alumunium foil
16.
Bunsen burner
13
3.2.2
Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1.
Medium Murashige dan Skoog (MS) -
Larutan induk hara makro (NH4NO3, KNO3, CaCl2 2 H2O, MgSO4 7 H2O, dan KH2PO4)
-
Larutan induk hara mikro (Kl, H3BO3, MnSO4 4 H2O, ZnSO4 7 H2O, NaMoO4 2 H2O, CuSO4 5 H2O, CoCl3 6 H2O)
-
Larutan induk FEDTA ( FeSO4 7 H2O dan Na3EDTA 2 H20)
-
Larutan induk nutirient organik Inositol, Nicotinic acid, Pyridoxine HCL, Thiamine HCL, Glycine, Zat pengatur tumbuh, IAA atau IBA, Kinetin atau Benzyl Amino Purin
2.
Agar
3.
Gula
4.
Deterjen cair
5.
Chlorox dan fungisida
6.
Alkohol 70% dan 90%
7.
Biji kacang jogo ( Phaseolus vulgaris)
8.
Planlet dari eksplan anggrek ( Dendrobium discolor ) yang sudah siap untuk disubkultur
3.3 Cara kerja 3.3.1 Pembuatan larutan induk medium
1. Pembuatan 500 ml larutan induk hara makro, disiapkan erlenmeyer ukuran 500 ml masukkan kedalamnya 300 ml aquadest dan diaduk dengan magnetic stirer, satu persatu ditimbang dan dimasukkan elemen-elemen penyusun hara makro. Setelah semua elemen dimasukkan pindahkan kelabu takar ukuran 500 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya disimpan dalam wadah botol gelas warna gelap dan diberikan label. Larutan induk harus berwarna bening dan tidak ada endapan.
14
2. Pembuatan 250 ml larutan induk hara mikro, disiapkan erlenmeyer ukuran 500 ml, masukkan kedalamnya 100 ml aquadest dan diaduk dengan magnetic stirer, satu persatu timbang dan dimasukkan elemen-elemen penyusun hara mikro. Setelah semua elemen dimasukkan pindahkan ke labu takar ukuran 250 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya disimpan dalam wadah botol gelas warna gelap dan diberikan label dan petunjuk. 3. pembuatan 250 ml larutan induk FEDTA, larutkan FeSO4 7 H2O dan Na3EDTA 2 H20 secara terpisah untuk pembuatan larutan induk 250 ml dalam air destilisasi dengan pemanas dan dengan pengadukkan konstan. Dicampurkan dua larutan, pH diatur sampai 5,5 dan ditambahkan air destilasi sampai mencapai volume akhir 250 ml. Selanjutnya disimpan dalam wadah botol warna gelap dan berikan label dan petunjuk. 4. Pembuatan 250 ml larutan induk nutrient organik, disiapkan erlenmeyer ukuran 500 ml, masukkan elemen-elemen penyusun nutrient organic. Setelah semua elemen dimasukkan pindahkan kelabu takar ukuran 250 ml dan ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya disimpan dalam wadah botol warna gelap dan berikan label dan petunjuk.
3.3.2 Pembuatan medium
1. Disiapkan erlenmeyer ukuran 1000 ml atau ukuran yang disesuaikan dengan kebutuhan atau diisi aquadest 1/3 dari volume medium yang akan dibuat 2.
Secara berturut-turut dimasukkan larutan induk unsur hara makro, mikro, FEDTA, larutan induk myo-inisitol dan vitamin se suai dengan volume medium yang akan dibuat. Selama memasukkan larutan induk isi erlenmeyer terus diaduk dengan magnetic stirer
3. Ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh sesuai kebutuhan 4. Dipindahkan larutan kelabu takar sesuai ukuran dan ditambhkan dengan aquadest sampai mendekati tanda tera dan atur Ph antara 5,6-5,8. Apabila terlalu asam ditambahkan larutan basa (NaOH 0,1 N) dan sebaliknya apabila pH terlalu basa ditambahkan larutan asam (HCL 0,1 N). Apabila pH larutan terlalu jauh dari yang dikehendaki, maka dapat digunakan larutan pengatur pH dengan normalitas
15
yang lebih tinggi dan sebaliknya jika pH sudah mendekati yang dikehendaki maka digunakan normalitas larutan pengatur pH yang lebih rendah. 5. Tepatkan media sampai tanda tera dengan menambahkan aquadest. 6. Dituangkan kembali kedalam erelenmeyer lalu ditambahkan agar-agar yang sudah ditimbang sesuai kebutuhan. 7. Dipanaskan media sampai agar-agar larut. 8. Medium dibagikan dalam wadah kultur sesuai volume yang ada kurang lebiuh seperlima volume botol kultur yang digunakan. Wadah kultur selanjutnya ditutup dengan alumunium foil tahan panas. 9. Wadah-wadah kultur yang sudah berisi medium dan siap disterilisasi di pindahkan
kedalam
keranjang-keranjang
yang
sesuai
dan
selanjutnya
disterilisasi dengan autoclaf pada suhu 120 ℃ dan tekan 15 psi selama 15 menit (tergantung volume dalam setiap wadah kultur). 10. Medium dibiarkan dingin sampai mencapai temperatur kamar dan selanjutnya disimpan pada temperatur 4℃.
3.3.3 Sterilisasi eksplan kacang jogo
a. Persiapan eksplan b. Sterilisasi eksplan (dilakukan dalam LAFC) 1) Direndam dengan chlorox 10 % selama 15 menit. 2) Dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali 3) Direndam dengan chlorox 10 % selama 15 menit. 4) Dibilas dengan aquadest steril sebanyak 3 kali c. Sterilisasi eksplan (dilakukan diluar LAFC) 1) Direndam dengan detergen selama 30 menit 2) Dicuci dengan air mengalir selama 1 jam 3) Direndam dengan fungisida selama 1 jam 4) Dicuci air mengalir selama 15 menit 5) Direndam dengan menggunakan alkohol 70 % selama 5 menit sambil diaduk 6) Dibilas dengan air mengalir
16
d. Penanaman eksplan 1. Dimasukkan bahan tanaman yang sudah steril, alat-alat diseksi (pisau, gunting, scalpel dan pinset) dalam wadah steril, beberapa cawan petri steril, kertas saring steril, alkohol 90% (untuk sterilisasi a lat) kedalam Laminar Air Flow Cabinet. Sebelumnya dimatikan lampu germicidal dan dinyalakan blower dan lampu penerangannya. 2. Sebelum masuk tangan kedalam Laminar Air Flow semprot terlebih dahulu dengan alkohol 70% 3. Diletakkan dengan pinset (Dibakar terlebih dahulu dengan api spirtus) kacang jogo yang sudah disterilisasi dalam cawan petri 4. Biji kacang merah di ambil embrionya dengan menggunakan pinset dan pisau potong yang sudah dibakar sebentar dengan api spirtus, cawan petri ditutup kembali 5. Diambil botol kultur yang sudah disiapkan, dibuka didepan nyala api dan dengan menggunakan pinset yang sudah disterilkann ambil eksplan dari cawan petri dan diletakkan diatas medium dengan posisi tegak lurus. Satu botol kultur ditanam sebanyak 3 buah embrio kacang merah 6. Botol kultur ditutp kembali rapat-rapat dan diikat dengan karet sampai alumunium foilnya tidak dapat memutar 7. Disimpan botol kultur dirak kultur
3.3.4 Subkultur anggrek
1. Disiapkan botol-botol kultur yang telah berisi media tanam serta alat-alat lain yang diperlukan (seperti petridish steril , Dissecting set dan lain-lain) 2. Disiapkan Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) dengan menyalakan lampu UV selama minimal 30 menit, lalu dinyalakan blower dan lampu serta dibersihkan bagian bawah laminar dengan alkohol 70% 3. Dimasukan alat-alat yang akan digunakan yang sebelumnya telah disemprotkan dengan alkohol 70% 4. Menyemprot tangan menggunakan alkohol 70% sebelum bekerja.
17
5. Dibuka penutup atau alumunium foil dari kultur yang akan dipindahkan dengan menggunakan pinset steril yang telah dipanaskan terlebih dahulu, ambil kultur dan pindahkan kedalam petridish 6. Dipotong-potong sesuai dengan ukuran yang diinginkan, setelelah selesai petridish ditutup kembali 7. Ambil botol kultur yang telah disiapkan, dibuka penutupnya dan sekatkan mulut botol ke api dari bunsen burner 8. Dengan menggunakan pinset yang telah dibakar sebelumnya, diambil inoculum kemudian tanam dalam media kultur yang baru 9. Tanaman didirikan pada media agar dengan posisi tegak lurus. Satu botol kultur ditanam 3 tanaman yang besar atau lima tanaman dengan ukuran kecil 10. Ditutup kembali botol kultur dengan alumunium foil dan diikat dengan karet rapat-rapat 11. Disimpan di dalam rak kultur 12. Diamati respon dan perkembangannya setiap minggu
18
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan a. Kultur Embrio Kacang Jogo
Tabel 1 Pengamatan Pertumbuhan Embrio Kacang J ogo No
Jenis
Ulangan
Pengamatan Minggu Ke-
Media 1.
MS 0
Kontaminasi
I
II
III
-
-
-
seluru hnya 1 hari setelah penanaman 2.
MS BAP
I
Mulai tumbuh
Kontaminasi
Kontaminasi
Akar mengalami
Ujung daun
Akar
browning, batang
mengalami
mulaitumbuh
berwarna hijau
browning,
berwarna putih
pucat, mulai
panjang planlet
kecoklatan,
tumbuh daun,
2,75cm
tumbuh daun
daun kecil berwarna hijau muda, akar mengalami browning, panjang planlet 3cm. II
panjang planlet
sebanyak satu,
2cm.
panjang planlet 2,9cm.
19
III
Mulai tumbuh
Ujung daun
Tumbuh daun
akar, batang
berwarna
dua berukuran
berwarna hijau
cokelat,
kecil dan besar,
pucat, mulai
panjang planlet
akar besar
tumbuh daun,
3,25 cm
seperti umbi,
panjang planlet
batang berwarna
3cm.
hijau, panjang planlet 3,5cm.
IV
Daun tumbuh
Daun
Daun tumbuh
sebanyak dua,
bertambah,
besar sebanyak
batang berwarna
mulai tumbuh
4daun, batang
hijau, daun
akar, panjang
berwarnahijau
berwarna hijau,
planlet 3,5 cm.
agak pucat, akar
panjang planlet
tumbuhberwarna
2,75cm.
krem seperti umbi berukuran besar, panjang planlet 3,85cm.
V
Mulai tumbuh
Daun tumbuh
Tumbuh daun
daun, batang
bertambah
sebanyak 4
berwarna hijau
besar, mulai
daun, 1planlet
pucat, panjang
tumbuh akar,
mengalami
planlet 2cm.
panjang planlet browning, 2,75cm.
panjang planlet 3cm.
VI
Tumbuh akar
Daun tumbuh
Tumbuh daun
kecil tetapi
membesar,
berukuran kecil
mengalami
panjang planlet
sebanyak 4
browning, mulai
2,25cm.
daun, akar
tumbuh daun,
tumbuh
20
panjang planlet
membesar, daun
1,5cm.
berwarna hijau muda, batang berwarna hijau, panjang planlet 3cm.
VII
Mengalami
Tidak
Tidak
browning
mengalami
mengalami
diseluruh
pertumbuhan,
pertumbuhan,
bagian,panjang
panjang planlet panjang planlet
planlet 1,5cm.
tetap sama.
tetap sama.
Keterangan : MS 0 20 botol planlet, MS BAP 16 botol planlet 7 bertahan 9 kontaminasi. Tabel 2 Pertambahan Panjang Planlet Embrio Kacang Jogo Perlakuan
I
II
III
I
3
0
0
II
2
2,75
2,9
III
3
3,25
3,5
IV
2,75
3,5
3,85
V
2
2,75
3
VI
1,5
2,25
3
VII
1,5
1,75
1,75
∑
15,75
16,25
18
Rata-rata
2,25
2,7
3
Ulangan
21
Tabel 3 Uji Annova Kultur Embrio Kacang Jogo Sumber
Db
JK
KT
F hitung
F tabel
variasi
(0,05)
Perlakuan
2
0,399
0,1995
Galat
18
19,5365
1,085
Jumlah
20
19,9355
0,1828
3,55
b. Subkultur Anggrek
Tabel 4 Pengamatan Subkultur Anggrek ( Dendrobium discolor) Ulangan
1
Tinggi tanaman
Jumlah daun
minggu ke-
minggu ke-
I
II
I
II
0,35
0,45
4
2
Keterangan
Minggu ke dua 1 planlet kontaminasi namun 1 tanamanberwarna hijau
2
0,45
0,5
4
4
Planlet terlihat browning
3
0,55
0,55
3
4
Planlet terlihat browning
4
0,55
0,55
4
4
Planlet terlihat browning
5
0,45
0,45
4
4
Planlet terlihat browning
6
0,625
0,65
4
4
Planlet terlihat browning
22
7
0,625
0,65
4
4
1 planlet terjadi browning
8
0,3
kontaminasi
4
-
Minggu ke 2 terjadi kontaminasi
9
0,5
0,55
4
4
1 planlet browning dan 1 lagi planlet berwarna hijau
10
0,55
0,55
4
4
Planlet browning
11
0,25
0,3
4
4
Planlet browning
kontaminasi
-
-
-
-
3,61
2,91
12 13 Rata-rata
0,395
0,375
4.2 Pembahasan a. Kultur Embrio Kacang Jogo
Hasil dari praktikum yang dilakukan di Laboratotium Biologi FMIPA Universitas Pakuan mengenai Kultur embrio kacang dilakukan terlebih dahulu sterilisisasi eksplan diluar ruang kultur yaitu dengan cara embrio kacang yang terbungkus kemudian di rendam dengan sunlight selama 30 menit perendaman ini dilakukan untuk membersihkan kacang dari bakteri. Kemudian, dicuci dengan air mengalir selama 1 jam, pencucian ini bertujuan untuk menghiangkan sabun yang menempel dan sebagai pensortiran kacang, dimana kacang yang mengapung di permukaan merupakan kacang yang berkualitas kurang baik sehingga perlu dibuang dan tidak digunakan untuk penanaman. Setelah itu, direndamdengan fungisida selaa 1 jam yang bertujuan untuk menghilangkan jamur dari tubuh kacang agar mengurangi kontaminasi, kemudian dicuci dengan air mengalir selama 15 menit. Kemudian direndam dengan alkohol 70% selama 5 menit sambil diaduk dan dicuci dengan air mengalir hinggaa bau alkohol menghilang. Setelah sterilisasi luar maka dilakukan sterilisasi dalamyang
23
dilakukan di dalam laminar air flow cabinet dilakukan dengan cara mengambil kacang yang telah dilakukan sterilisasi luar sebanyak ¾ dari jumlah yang disediakan, kemudian dilakukan perendaman dengan Clorox 10% dan Clorox 5% selama 15 menit kemudian dibilas dengan air steril dan masing-masing perendaman diulang sebanyak 3x, sterilisasi ini bertujuan untuk meminimalisir kontaminasi agar ekslan yang ditanam tidak terkontaminasi dan tumbuh dengan baik. Kacang yang telah sterilisasi luar dan dalam kemudian dilakukan penanaman dengan cara mengambil 2 kacang dikupas menggunakan scapel dan pinset kemudian di ambil bakal embrio kemudian ditanam kedalam media yang telah disiapkan, sebelumembrio di masukan kedalam tabung kultur yang berisi media terlebih dahulu dilakukan pembakan bibir tabung dan pinset yang digunakan untuk penanaman embrio agar mengurangi kontaminasi, kemudian embrio ditanam dengan hati-hati hingga embrio berdiri tegakdan dilakuakn pengamatan selama 3 minggu. Media yang digunakan yaitu MS 0 dan MS BAP dimana media MS 0 mengalami kontaminasi di seluruh ulangan kultur diduga saat pembuatan media baik alat maupun bahan tidak steril sehingga media tidak bertahan lama, selain itu tekstur media dari MS 0 sendiri dari setiap botol berbeda, ada botol kultur yang media bertekstur keras dan tidak terlalu keras diduga saat media dituangkan kedalam botol kultur tidak diaduk secara merata sehingga pada bagian bawah botol berisi media mengalami pengendapan sehingga membuat media pada botol kultur menjadi keras. Sedangkan untuk media MS BAP bertahan hingga minggu ke 3 pada beberapa botol kultur, tidak sedikit yang mengalami kontaminasi diduga kontaminasi terjadi dikarenakan faktor diri sendiri yang tidak aseptik dan hati-hati saat penanaman embrio sehingga terjadi kontaminasi. Namun tabung kultur yang tidak mengalami kontaminasi embrio tumbuh dengan baik dan mengalami penambahan panjang yang bervariasi setiap botol kultur. Dimana yang mengalami pertambahan panjang sejalan dengan pertambahan organ dan pertumbuhan yaitu dengan pertumbuhan batang, akar dan daun. Rata-rata planlet yang tumbuh berwarna hijau namun setelah minggu ketiga planlet mengalami browning . Adapun media yang minggu pertama tumbuh namun minggu 24
selanjutnya terjadi kontaminasi diduga karena botol kultur menyatu denganynag terjadi kontamnasi, selain itu adapun yang tidak mengalami pertumbuhan namun tidak terjadi kontaminasi karena planlet ini mengalami browning dimana browning ini terjadi karena adanya eksudat polifenol yang dapat mengahambat proses regenerasi tanaman. Kontaminasi terjadi diduga berasal dari luar dan dari dalam dimana dari dalam kontaminasi yang sangat sulit dihilangkan dibandingkan dengan dari luar. Kontaminasi ini dapat merusak embrio dimana kontaminan akan mengalami kompetisi nutrisi dengan embrio sehingga pertumbuhan embrio terhambat, dan kontaminan ini dapat menghasilkan senyawa yang bersifat racun sehingga dapat mematikan embrio yang ditanam. Hasil uji annova menunjukan bahwa percobaan yang dilakukan menghasilkan data yang tidak signifikan karena F hitung (0,1838) < F tabel 0,05 (3,55). Hal ini menyatakan dari perlakuan yang dilakukan tidak berbeda nyata atau tidak menunjukan pengaruh yang tidak berbeda nyata atau s etiap perlakuan memberikan pengaruh yang sama. b. Subkultur anggrek
Subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau planlet dari media lama ke media baru baik media yang komposisinya sama ataupun berbeda untuk memperoleh pertumbuhan baru yang diinginkan. Maka praktikum kultur jaringan dengan cara subkultur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan planlet (kultur) baru yang berasal dari eksplan anggrek setelah dilakukan subkultur dengan media yang baru agar anggrek tetap mendapatkan unsur hara untuk pertumbuhannya Kegiatan subkultur dilakukan sesuai dengan jenis tanaman yang dikulturkan. Setiap tanaman memiliki karakteristik dan kecepatan tumbuh yang berbeda-beda. Sehingga cara dan waktu subkultur juga berbeda-beda. Pada praktikum kali ini dilakukan subkultur pad tanaman anggrek dilakukan dengan cara diambil beberapa planlet dari kultur dan dipindahkan ke dalam petridish kemudian planlet dicuci bersih menggunakan air steril selama 5 menit dan diulang sebanyak 3x. Planlet yang telah dicuci bersih kemudian ditanam ke dalam tabung kultur baru menggunakan pinset namun sebelum penanaman 25
dilakukan pinset dan bibir tabung kultur baru di panaskan terlebih dahulu, kemudian planlet di tanam, diamati selama 2 minggu. Hasil pengamatan didapat data bahwa setiap planlet mengalami pertumbuhan yang lambat hal ini diduga dikarenakan mediayang didugankan berbeda dengan media yang sebelumnya, selain itu dari pengamatan terdapat media yang terkontaminasi hal ini dikarekan faktor luar ataupun human error karena tidak aseptik saat penanaman ataupun karena ruang subkultur terlalu banyak orang yang sudah masuk dan kondisi ruang kultur yang mulai mengalami gangguan pada blower karena digunakan terlalu lama. Dan planlet yang dihasilkan pun hamper semuanya mengalami browning hal ini terjadi karena adanya eksudat polifenol yang dapat mengahambat proses regenerasi tanaman sehingga planlet yang dihasilkan mengalami pertumbuhan yang lambat.
26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
Kultur jaringan atau budidaya in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, jaringan atau organ yang serba steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbayak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Subkultur yang merupakan pemindahan kultur atau planlet dari media lama ke media baru baik media yang komposisinya sama ataupun berbeda untuk memperoleh pertumbuhan baru yang diinginkan. Maka praktikum kultur jaringan dengan cara subkultur dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan planlet (kultur) baru yang berasal dari eksplan anggrek setelah dilakukan subkultur dengan media yang baru.
Dari hasil uji annova kultur embrio didapat Fhitung lebih kecil dari F tabel dimana F hitung yang didapat yaitu 0,1838 dan f ta bel (0,05) yaitu 3,55 yang menyatakan bahwa hasil tida significant atau setiapperlakuan tidak berbeda nyata.
Faktor kontaminasi Kultur embrio kacang jogo dan subkultur anggrek yaitu faktor internal dan eksternal, dimana faktor internal lebih sulit untuk dihilangkan di banding dengan faktor eksternal. Kontaminasi akan menyebabkan tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya karena kontaminan menyebabkan adanya kompetisi nutrisi serta kontaminan menghasilkan racun.
Hal yang sering terjadi pada kultur jaringan yaitu browning hal ini karena eksudat polifenol yang menyebabkan tanaman menjadi kecoklatan.
27
5.2 Saran
Diharapkan praktikum kultur embrio dan subkultur anggrek dapat dilakukan menggunakan media yang berbeda agar pertumbuhan ta naman yang lebih baik lagi dan diharapkan untuk mengkaji lagi agar mengurangi kontaminasi dan gejala browning.
28
Daftar Pustaka
29
Lampiran Kultur Embrio Kacang Jogo
30