Kelas Sore Epidemiologi Investigasi Wabah
LAPORAN HASIL PENYIDIKAN KLB KERACUNAN MAKANAN
Oleh : Kelompok III
J1A212088 J1A212040 F1D310148 F1D310018 F1D310166
Kusuma Cutwardani Linda Febrianti K Iva Astati Haerul Asdar Irma Irawan
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2013
LAPORAN HASIL PENYIDIKAN KLB KERACUNAN MAKANAN I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Keracunan makanan ( food poissoning ) digunakan secara luas untuk semua penyakit yang disebabkan oleh masuknya makanan yang mengandung toksin. Pada penyakit yang diakibatkan oleh keracunan makanan, gejala yang terjadi tak lama setelah menelan bahan beracun bersama dengan makanan/minuman tersebut (Manik, 2003). KLB penyakit akibat makanan dikenali dengan munculnya sejumlah penderita yang biasanya terjadi dalam waktu yang singkat dengan periode waktu yang sangat bervariasi (beberapa jam sampai dengan beberapa minggu) setelah mengkonsumsi sesuatu makanan, pada umumnya terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan bersama-sama. Ketepatan dan kecepatan dalam penanganan terhadap penderita dan kecepatan dalam melakukan pemeriksaan laboratorium merupakan hal yang paling penting untuk mendapatkan kepastian penyebab terjadinya keracunan tersebut (Chin, 2000). B. Tujuan Penyelidikan 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui besarnya masalah keracunan makanan dan faktorfaktor yang mempengaruhi terhadap Kejadian Luar Biasa, sehingga dapat dirumuskan saran untuk menghindari kejadian serupa.
2. Tujuan Khusus
a. Memastikan diagnosis b. Menetapkan kepastian adanya KLB c. Mengidentifikasi penyebab KLB.
makanan/minuman
yang
diduga
menjadi
d. Mengetahui karakteristik penderita kasus korban keracunan menurut orang ( person), tempat ( place) dan waktu (time) e. Mengetahui penyebab keracunan (causative agent ) dan sumber dari penyebab (reservoir ). f. Menentukan faktor-faktor yang mendukung terjadinya keracunan makanan (contributing factors) g. Menetapkan saran untuk mencegah terjadinya peristiwa serupa dikemudian hari. II. ANALISA SITUASI DAN TELAAH PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Definisi
Keracunan makanan adalah istilah yang diberikan kepada infeksi dengan bakteri, parasit, virus, atau racun dari kuman yang mempengaruhi manusia melalui terkontaminasi makanan atau air. Organisme kausatif yang paling umum adalah Staphylococcus atau E. coli. Center for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa 76 juta orang menjadi sakit dari makanan penyakit terkait setiap tahun yang mengakibatkan 325.000 dirawat dan 5.000 kematian. keracunan makanan membunuh jutaan di seluruh dunia, terutama dalam mengembangkan dan di bawah negara-negara maju. Wisatawan ke negara-negara berkembang sering menghadapi keracunan makanan dalam bentuk Traveller's diare. 2. Pengaruh Keracunan Makanan
Keracunan makanan dapat mempengaruhi individu atau sekelompok orang-orang yang telah mengambil makanan tercemar yang sama. Hal ini umum di masyarakat, terutama fungsi sosial pada umumnya, restoran, sekolah kafetaria dll. Keracunan makanan dicurigai jika minimal dua orang terpengaruh dan terkontaminasi makanan atau air diidentifikasi sebagai sumber infeksi.
3. Makanan Yang Sering Menyebabkan Keracunan Makanan
Makanan umum yang dapat membawa kuman termasuk manja daging atau unggas, terkontaminasi air, makanan yang mengandung mayones, daging mentah atau matang, telur, ikan dan kerang dan sebagainya. Penanganan
selama
persiapan
makanan
rusak
mungkin
juga
bertanggung jawab keracunan makanan. Sebagai contoh, tidak memadai tangan mencuci, tidak mencuci peralatan masak, tidak memadai refrigerasi susu dan produk lainnya. 4. Penyebab Keracunan Makanan
a. Agen infeksi termasuk virus, bakteri dan parasit b. Agen beracun termasuk jamur beracun c. Makanan disiapkan tidak benar d. Pestisida pada buah-buahan dan sayuran 5. Gejala Keracunan Makanan
a. Mual, muntah, diare, dan kram perut. b. Keracunan makanan tidak selalu berakibat fatal. c. Gejalanya timbul 1 - 48 jam. B. Hipotesis Hipotesis awal mengenai agent penyebab (penyakit) yaitu infeksi Salmonella, cara dan sumber penularan diduga dari cara penyajian makanan.
III. BAHAN DAN CARA A. Memastikan Diagnosa
Kriteria diagnosa yang dipergunakan baik secara klinis maupun laboratories, yang digunakan untuk mendefinisikan kasus. Pemeriksaan mikrobiologik dari rectal swab yang dilakukan selama enam hari berturutturut dari seluruh (sepuluh orang) penyaji makanan Rumah Sakit dilakukan
oleh
Laboratorium
Kesehatan
Daerah.
Dua
specimen
diantaranya memberikan hasil positif salmonella, tetapi tidak memberikan agglutinasi oleh kelompok A dan E. Satu specimen positif Salmonella kelompok D.
Rectal swab dari penyaji makanan juga diperiksa oleh : Badan LitBangKes Depkes RI. Seluruhnya ada 28 spesimen, dua diantaranya positif Shigella, satu lainnya positif Shigella kelompok C dan satu positif Salmonella, tetapi tidak memberikan agglutinasi positif.
Organisme Shigella yang teridentifikasi diduga hanya secara kebetulan ditemukan dan bersifat sekunder. Isolasi Salmonella like dikirimkan ke Laboratorium Mikrobiologi FK UGM dan dikonfirmasi karakteristik biokimiawinya, tetapi tidak menetapkan tipe serologinya.
Reaksi serologis dari serum lima pasien ibandingkan terhadap serum lima karyawan yang tidak menghadiri pesta. Tiga sera diantaranya memberikan reaksi positif agglutinasi dari strain yang diisolasi dari Rumah Sakit. Dua sera lainnya negatif. Organisme yang diisolasi dikirim ke Jepang, dimana diidentifikasi sebagai organisme Ballerup-Bathesda. Organisme ini digambarkan memiliki ciri-ciri biokimiawi Salmonella, tetapi tidak memberikan reaksi agglutinasi terhadap tipe serum salmonella.
B. Pengumpulan Data
Pengumpulan data diambil dari data sekunder dan data primer.
C. Cara Analisa Data
Berdasarkan analisa, kemungkinan kejadian wabah ini amat mungkin oleh infeksi oleh organisme Ballerup-Bethesda. Hal ini didasarkan atas : a. Median masa inkubasi adalah 13 hari. b. Gejala-gejala penyakit seperti demam, menggigil, sakit kepala, dan diare selama dua hari.
c. Adanya kenaikan titer antibody pada kasus dibandingkan pembanding atau control. Sumber dan reservoir infeksi tidak dapat ditetapkan dengan pasti oleh karena keterlambatan pelaporan.
IV. HASIL INVESTIGASI A. Pemastian Diagnose
Pemastian diagnosis KLB diare didasarkan pada gejala klinik dan hasil pemeriksaan laboratorium. KLB dengan jumlah kasus 75 orang, diketahui kasus dengan gejala diare 69 orang, nyeri perut 62 orang, demam 51 orang, sakit kepala 38 orang, menggigil 37 orang, tenesmus 18 orang, mual 14 orang, muntah 13 orang, dan pusing 6 orang. Dari hasil penyelidikan, maka gejala klinik terbanyak adalah diare, nyeri perut, dan demam. B. Penetapan KLB
KLB meliputi hal yang sangat luas, maka untuk mempermudah penetapan diagnosis
KLB,
pemerintah
Indonesia
melalui
Keputusan
Dirjen
PPM&PLP No. 451-I/PD.03.04/1999 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB telah menetapkan kriteria kerja KLB yaitu : 1. Timbulnya suatu penyakit/menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal. 2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun) 3. Peningkatan
kejadian
penyakit/kematian,
2
kali
atau
lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan, tahun).
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya. 5. Angka rata-rata per bulan selama satu tahun menunjukkan kenaikan dua kali lipat atau lebih dibanding dengan angka rata-rata per bulan dari tahun sebelumnya. 6. Case Fatality Rate dari suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibanding dengan CFR dari periode sebelumnya. 7. Propotional Rate (PR) penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibanding periode yang sama dan kurun waktu/tahun sebelumnya. 8. Beberapa
penyakit
khusus
:
Kholera,
“DHF/DSS”,
(a)Setiap
peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis). (b)Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan. 9. Beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida. Dalam kasus penyakit yang ditemukan ini, memenuhi kriteria untuk dikatakan KLB sesuai dengan poin 9 yaitu beberapa penyakit yang dialami 1 atau lebih penderita: Keracunan makanan, Keracunan pestisida.. C. Deskripsi KLB 1. Distribusi Kasus Berdasarkan Gejala Klinis
Hasil penelusuran kasus didapatkan bahwa jumlah warga yang mengalami gejala keracunan sebanyak 75 orang
Tabel 1. Distribusi Kasus Berdasarkan Gejala Klinis Gejala Klinis
Jumlah
Percent
Nyeri Perut
62
82.7
Menggigil
37
49.3
Diare
69
92
Pusing
6
8
Demam
51
68
Sakit Kepala
38
50.7
Mual
14
18.7
Tenesmus
18
24
Muntah
13
17.3
Berdasarkan tabel 1 tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita mengalami gejala diare, nyeri perut, demam. Adapun jumlah seluruh kasus yang mengalami gejala keracunan makanan adalah 75 orang tanpa kematian. 2. Distribusi Kasus Berdasarkan Makanan dan Minuman yang
Dikonsumsi
Tabel 2. Distribusi Kasus Berdasarkan Makanan dan Minuman yang Dikonsumsi Makanan & Minuman
Jumlah Percent
Sambel Goreng
55
55
Rendang
70
70
Gado-gado
91
91
Pudding
52
52
Putu Mayang
62
62
Coca-cola
31
31
Air Jeruk
81
81
Berdasarkan tabel 2 tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita mengalami gejala gado-gado, rending, putu mayang. 3. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu dan Masa Inkubasi
Tabel 3. Distribusi Kasus Berdasarkan Waktu Onset Sesudah Makan (Jam)
Jumlah
1
1
2
0
3
1
4
0
5
1
6
0
7
2
8
4
9
3
10
5
11
4
12
14
13
7
14
2
15
4
16
3
17
3
18
6
19
2
20
0
21
1
22
0
23
1
24
2
25
3
26
0
27
0
28
1
29
0
30
0
31
0
32
0
33
0
34
1
35
1
36
1
37
0
38
0
39
0
40
0
41
1
42
0
43
0
44
0
45
0
46
0
47
0
48
1
Total
75
Berdasarkan tabel 3 tersebut terlihat bahwa puncak dimana jumlah penderita terbanyak ada pada jam ke-12 yaitu sebanyak 14 orang.
Grafik 1. Kurva Epidemik 16
14
14 a 12 t i r e d 10 n e P 8 h a l 6 m u J 4
2
7 4 1
1 1 0 0 0
2
5 3
6
4
Series1
4
33
2
2
1
0 0
1
2
3 1 111 1 1 00 00000 0000 000000
0 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 Onset Sesudah Makan (Jam)
Berdasarkan kurva epidemic diketahui bahwa masa inkubasi terpendek adalah 1 jam, sedangkan masa inkubasi terpanjang adalah 48 jam, dan rata-rata masa inkubasi adalah 12 jam.
=
jml penderita baru dlm satu saat jml penduduk yg mungkin terkena penyakit tsb
=
79 100
100
= 79 %
4. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4. Distribusi Kasus Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah
Percent
Wanita
58
58
Pria
42
42
Total
100
100
Berdasarkan tabel 4 tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita adalah wanita yaitu sebanyak 56 orang.
5. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur
Tabel 5. Distribusi Kasus Berdasarkan Umur Umur
Jumlah
Percent
1-4
2
2
5-9
3
3
10-14
1
1
15-19
4
4
20-44
71
71
45-54
19
19
Total
100
100
Berdasarkan tabel 5 tersebut terlihat bahwa sebagian besar penderita adalah berumur 20-44 tahun yaitu sebanyak 71 orang.
V. PEMBAHASAN
Faktor yang mungkin mempengaruhi terjadinya KLB dianalisis, dimana kemungkinan sumber infeksi tidak dapat diidentifikasi secara pasti. Diduga diantara penyaji makanan, tetapi tidak seorang pun mengakui menderita diare, sebelum wabah. Keterlambatan enam hari pada waktu penyidikan dilakukan menambah kesulitan untuk memperoleh informasi yang lengkap. Berdasarkan analisa maka hipotesis ditolak, kemungkinan kejadian wabah ini amat mungkin oleh infeksi oleh organisme Ballerup-Bethesda. Hal ini didasarkan atas : a. Median masa inkubasi adalah 13 hari. b. Gejala-gejala penyakit seperti demam, menggigil, sakit kepala, dan diare selama dua hari.
c. Adanya kenaikan titer antibody pada kasus dibandingkan pembanding atau control. Sumber dan reservoir infeksi tidak dapat ditetapkan dengan pasti oleh karena keterlambatan pelaporan.
VI. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Telah terjadi KLB keracunan makanan di dapur Rumah Sakit pada hari
perayaan, 31 Agustus 1986. 2. Faktor risiko yang diduga berhubungan dengan terjadinya KLB
keracunan makanan adalah kemungkinan penyajian makanan dengan kondisi hygiene yang kurang baik.
B. Saran 1. Dilakukan perbaikan hygiene dalam segi penyajian makanan serta
meningkatkan perilaku PHBS. 2. Rumah Sakit agar meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
terhadap diare dan penyakit yang lain sehingga antisipasi terhadap KLB segera dapat dilakukan. 3. Meningkatkan koordinasi lintas program. 4. Meningkatkan koordinasi lintas sektor.