KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH TEGAL
LAPORAN KASUS ANAK DENGAN DEXTOCARDIA SITUS SOLITUS DAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK DISERTAI BRONKOPNEUMONIA
Pembimbing: dr. Herry Susanto, Sp.A
Disusun oleh: Larasayu Citra M (030.10.158)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 1 FEBRUARI 2016 – APRIL 2016
LEMBAR PERSETUJUAN
Presentasi laporan kasus dengan judul “ANAK DENGAN DEXTROCARDIA SITUS SOLITUS DAN PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK” Penyusun: Larasayu Citra M 030.10.158 Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSU Kardinah Kota Tegal periode 1 Februari 2016 - April 2016
Tegal, 11 Desember 2014
dr. Herry Susanto, SpA
1
DAFTAR ISI
LEMBAR PEERSETUJUAN …………………………………………………………………… 1 DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………….. 2 BAB I STATUS PASIEN A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L.
Identitas Pasien ………………………………………………………………………….. 3 Anamnesis ……………………………………………………………………………….. 4 Pemeriksaan Fisik ……………………………………………………………………….. 9 Pemeriksaan Khusus …………………………………………………………………… 11 Pemeriksaan Penunjang ………………………………………………………………... 12 Daftar Masalah …………………………………………………………………………. 14 Diagnosis Banding ……………………………………………………………………... 15 Diagnosis Kerja ………………………………………………………………………… 15 Terapi …………………………………………………………………………………... 15 Prognosis ……………………………………………………………………………….. 16 Pemeriksaan Anjuran …………………………………………………………………... 16 Perjalanan Penyakit …………………………………………………………………….. 16
BAB II ANALISIS KASUS …………………………………………………………………… 21
2
BAB I STATUS PASIEN
STATUS PASIEN LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARDINAH KOTA TEGAL Nama : Larasayu Citra M NIM : 030.10.158
Pembimbing : dr. Herry Susanto, Sp.A Tanda tangan :
A. IDENTITAS PASIEN DATA Nama Umur Jenis Kelamin Alamat Agama Suku Bangsa Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Keterangan Asuransi No. RM
PASIEN AYAH IBU An. A Tn. S Ny. Z 1 Tahun 7 bulan 31 tahun 23 tahun Laki-laki Laki-laki Perempuan Bengle RT 19/03 kelurahan Bengle Kec Talan Kabupaten Tegal Islam Islam Islam Jawa Jawa Jawa SMP SMP Buruh IRT Rp 2.500.000,Hubungan orangtua dengan anak adalah anak kandung Umum 818428
B. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis terhadap Ibu kandung pasien pada hari Selasa, 1 Maret 2016 pukul 12.30 WIB, di ruang Perawatan Wijaya Kusuma Atas RSU Kardinah Tegal.
Keluhan Utama : Sesak napas Keluhan tambahan : biru pada bibir dan jari tangan kaki, demam, batuk, kejang 1x 3
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien seorang anak laki-laki usia 1 tahun 7 bulan 3 hari, datang ke Poli Anak RSU Kardinah pada tanggal 26 Februari 2016 dengan keluhan sesak nafas yang memberat sejak 1 tahun yang lalu. Sesak nafas timbul saat pasien sedang beraktifitas dan menangis, sesak nafas berkurang saat beristirahat. Sesak nafas disertai dengan biru yang menghebat pada bibir dan jari tangan kaki pasien. Selain itu 2 hari sebelum masuk RS pasien demam disertai batuk dan kejang 1x setelah pasien menangis lama. Kejang berlangsung selama ± 3 menit, berhenti dengan sendirinya. Sebelum dan setelah kejang pasien sadar, disertai biru yang menghebat pada bibir dan jari tangan kaki.Ibu pasien mengatakan pasien dapat tidur terlentang, tidak pernah terbangun karena sesak. 1 tahun yang lalu Ny.Z mulai menyadari pasien sesak nafas saat An.A mulai belajar berjalan yaitu pada usia 8 bulan, ibu pasien mengaku saat pasien berjalan 5-10 langkah pasien langsung terduduk dengan nafas terengah-engah disertai bibir dan jari tangan kaki yang semakin membiru. Pada usia ini biru sudah menetap walaupun pada saat istirahat ibu kurang tau pasti sejak kapan biru menetap ini. Pada usia 2 bulan bibir dan jari tangan kaki pasien biru timbul saat menangis atau saat menyusui. Setelah beristirahat akan kembali menjadi kemerahan. Hal ini membuat pasien sering menyusui tetapi waktunya tidak lama. Orang tua pasien tidak langsung memeriksakan pasien dikarenakan ketidak tahuan Ny.Z dan Tn.S terhadap kelainan tersebut. Pasien lahir tanggal 16 Oktober 2014 secara spontan tanpa penyulit oleh bidan, ibu G1P0A0 hamil 38 minggu, keadaan bayi saat lahir yaitu menangis, gerak aktif dan kemerahan dengan berat lahir 3200 gram.
Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat kejang didahului demam sebelumnya (-). Riwayat batuk pilek berulang tanpa demam tinggi (3x dalam 1 tahun). Riwayat asma, alergi, penyakit epilepsi (ayan) disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga Orang tua pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit jantung bawaan, kejang demam dan epilepsi. Riwayat tekanan darah tinggi , DM, sakit
4
jantung, stroke disangkal riwayat adanya penyakit paru seperti asma, batuk-batuk lama atau pengobatan flek paru juga disangkal.
Riwayat Lingkungan Perumahan Orang tua pasien tinggal di rumah milik mertua dari Bapak pasien. Rumah tersebut berukuran ± 8 x 12 m, beratap genteng, berlantai ubin, dan berdinding tembok. Di rumah tersebut tinggal kedua orang tua pasien, dan kedua kakek-neneknya. Rumah rajin dibersihakan setiap hari dari mulai disapu sampai membersihkan debu-debu ruangan. Jarak septic tank kurang lebih 5 meter. Air limbah rumah tangga disalurkan melalui selokan di depan rumah dengan aliran tidak lancar. Cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah, lampu tidak dinyalakan pada siang hari. Jika jendela dibuka maka udara dalam rumah tidak pengap. Kesan: Keadaan lingkungan rumah dan sanitasi kurang baik, ventilasi dan pencahayaan baik.
Riwayat Sosial Ekonomi Ayah pasien adalah seorang buruh sedangkan ibu pasien adalah seorang ibu rumah tangga. Ayah pasien berpenghasilan kurang lebih Rp 2.000.000,- per bulan. Penghasilan tersebut menanggung hidup 5 orang, kedua orang tua pasien, kakek-nenek nya, dan pasien sendiri. Kesan: Status ekonomi kurang.
Riwayat Kehamilan dan Pemeriksaan Prenatal Ibu pasien rutin memeriksakan kehamilan setiap bulan ke posyandu di daerah rumah pasien. Selama hamil kondisi ibu dan bayi dikatakan baik, tetapi tidak mendapat suntikan imunisasi TT 2 kali dan tidak pernah dilakukan pemeriksaan USG. Pada 2 bulan awal kehamilan Ibu pasien mengalami muntah-muntah disertai keterlambatan menstruasi. Karena itu Ibu pasien melakukan test pack dan diketahui hamil sudah 2 bulan. Pada awal kehamilan, Ibu pasien pernah mengalami batuk-batuk namun sembuh dengan hanya meminum obat warung. Penyakit tekanan darah tinggi dan kencing manis selama kehamilan disangkal. Riwayat penyakit jantung, asma, TB, perdarahan dan trauma disangkal. Selama hamil, ibu makan 3 kali sehari, berupa nasi, lauk-pauk dengan variasi telur, tahu, tempe, sayuran dan susu. 5
Kesan: Riwayat kehamilan kurang baik dan perawatan prenatal kurang baik.
Riwayat Persalinan o Tempat kelahiran
: Klinik Pribadi
o Penolong persalinan
: Bidan
o Cara persalinan
: Pervaginam, secara spontan
o Masa gestasi
: 38 minggu, G1P0A0
o Air ketuban
: Ibu tidak tahu
o Berat badan lahir
: 3200 gram
o Panjang badan lahir
: 48 cm
o Lingkar kepala
: Ibu lupa
o Keadaan lahir
: langsung menangis kuat, tidak pucat dan tidak biru
o Nilai APGAR
: Ibu tidak tahu
o Kelainan bawaan
: Tidak ada
o Penyulit/ komplikasi
: Tidak ada
Kesan: Neonatus aterm, lahir pervaginam, bayi dalam keadaan bugar.
Riwayat Pemeliharaan Postnatal Pemeliharaan setelah kehamilan dilakukan di Posyandu secara teratur sebulan sekali dan keadaan anak yang kurang sehat ibu disarankan untuk memeriksakan anak ke
RS Corak Reproduksi Ibu Ibu P1A0, anak pertama(pasien) laki-laki berusia1 tahun 7 bulan. Riwayat Keluarga Berencana Ibu pasien sebelumnya tidak menggunakan KB, dan setelah melahirkan Ibu pasien menggunakan KB suntik setiap 3 bulan.
Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak o Pertumbuhan Berat badan lahir 3200 gram, panjang badan lahir 48 cm, lingkar kepala tidak ada informasi yang valid. Berat badan sekarang 11 Kg, dengan TB 80 cm o Perkembangan 6
Riwayat perkembangan terlambat. Saat ini pasien belum bisa berjalan, duduk dengan bantuan, tengkurap dan dapat mengangkat kepala sejak usia 6 bulan,
tersenyum sejak 2 bulan. Senyum : 2 bulan Tengkurap : 6 bulan Duduk : 1 tahun Merangkak : Berdiri : Berjalan : Berbicara : 12 bulan (hanya 1 kata) Kesan : Riwayat pertumbuhan anak baik tetapi ada keterlambatan kemampuan psikomotor.
Riwayat Makan dan Minum Ibu memberikan anak ASI eksklusif sampai usia 6 bulan. Usia 6 bulan diberikan ASI, susu formula dan bubur susu. Usia 1 tahun diberikan ASI dengan bubur beras. Pasien rutin makan 4-5 x/ sehari dengan porsi sedikit-sedikit. Ibu pasien mengaku kemauan pasien untuk ASI berkurang terutama sejak usia 6 b bulan sebelumnya ASI dalam frekuensi yang sering tetapi waktu yang sebentar (meminum terputus-putus). Kesan : Makan minum yang terputus-putus menandakan adanya feeding dificulty tetapi Kualitas dan kuantitas makan masih cukup
Riwayat Imunisasi VAKSIN BCG
ULANGAN
DASAR (umur)
(umur) -
-
2 bulan
-
-
-
DTP/ DT POLIO
0 bulan
2 bulan 2 bulan
4 bulan 4 bulan
6 bulan 6 bulan
-
-
-
CAMPAK
-
-
-
9 bulan
-
-
-
0 bulan
1 bulan
-
6 bulan
-
-
-
HEPATITIS B
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai umur, belum dilakukan 7
imunisasi ulangan.
Silsilah Keluarga
C. PEMERIKSAAN FISIK Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, 29 Februari 2016 pukul 13.00 WIB, di ruang Perawatan Wijaya Kusuma Atas RSU Kardinah Tegal. I. Kesan Umum Kesadaran Keadaan umum
: Compos mentis : Tampak lemas, sianosis sentral dan akrosianosis +, sesak +
II. Tanda Vital Tekanan darah
: Tidak dilakukan pemeriksaan
Nadi
: 148 x/menit
Laju nafas
: 38 x/menit
Suhu
: 36,8 oC
SpO2
: 98%
III.Data Antropometri Berat badan sekarang
: 11 Kg
Panjang badan sekarang
: 80 cm
IV. Status Internus
Kulit
: Tampak sianosis (+), ikterik (-).
Kepala
: Mesosefali, LK = 48 cm
Rambut: Hitam, lebat, tampak terdistribusi merata, tidak mudah dicabut. 8
Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata cekung (-/-).
Hidung : Bentuk normal, simetris, sekret (-/-) cuping hidung (-/-)
Telinga : Normotia, discharge (-/-)
Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (+), stomatitis (-), mukosa hiperemis (-), lidah normoglossia.
Leher
: simetris, , pembesaran KGB (-)
Thoraks
: Dinding thoraks normothoraks dan simetris.
o Paru:
Inspeksi: Pergerakan dinding toraks kiri-kanan simetris, retraksi (-).
Palpasi: situs fremitus tidak dilakukan
Perkusi: sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi: Suara napas vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), wheezing (-/-).
o Jantung:
Inspeksi: Iktus kordis tampak. Di ICS V lineal midclavicula dextra
Palpasi: Iktus kordis teraba di ICS V 1 cm midklavikula dextra.
Perkusi: Sulit dilakukan pemeriksaan
Auskultasi: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen:
Inspeksi: Tampak datar, simetris
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Palpasi
: Supel, turgor kembali < 2 detik, hepar lien tidak teraba membesar
Perkusi
: timpani di ke 4 kuadran abdomen. Shifting dullness (-)
Genitalia
: jenis kelamin laki-laki, idak ada kelainan
Anorektal
: tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas: Akral Dingin
Superior -/-
Inferior -/9
Akral Sianosis CRT Clubbing
+/+ >2” +/+
+/+ >2” +/+
finger Oedem Ref. Fisiologis Ref. Patologis
-/+ -
+/+ + -
D. PEMERIKSAAN KHUSUS Kurva Pertumbuhan se
10
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang yang dilakukan selama pasien dirawat di RSU Kardinah Tegal:
Rontgen toraks AP Tanggal 26-2-2016
11
apex pulmo tenang infiltrate peribronkial + Cor CTR <0,56 Kesan : bronchitis
Laboratorium Darah Tanggal 26-2-2016 Pemeriksaan Hasil DARAH LENGKAP Leukosit 9.100/uL Eritrosit 7.8 jt/uL ↑ Hemoglobin 17.1 g/dL ↑ Trombosit 243.000/Ul Hematokrit 58.1 % ↑ RDW 25.7 % ↑ MCV 74.9 U MCH 22.0 Pcg MCHC 29.4 g/dL Hitung Jenis Leukosit : Netrofil Limfosit
55.8 % 39.0 %
Nilai Normal 4.500 – 13.500/uL 3,7 – 5,7 jt/uL 13,4 – 14,7 g/dL 150.000 - 521.000 /uL 33 - 41% 11,5 - 14,5 % 73 - 101 U 22 - 34 Pcg 26 - 34 g/dL 50-70 25-40 12
Monosit Eosinophil Basophil KIMIA KLINIK Elektrolit : Natrium Kalium Klorida GDS
4.8 % 0% 0.2 % 141.1 3.67 111.6 138 mg/dl
2-8 2-4 0-1 136-145 3.3-5.1 98-106 70-140 mg/dl
Echocardiografi (1 maret 2016)
13
situs solitus, dextrocardia AV-VA Concordance, all PV to LA ASD I diameter 11 mm VSD inlet Common AV valve regurgitasi PDA (-) Kesan : - Dekstrocardia situs solitus - Complete AVSD F. DAFTAR MASALAH Sesak nafas Sianosis Kejang Delayed Development Status Gizi Baik G. DIAGNOSIS BANDING Masalah Sesak Napas dan sianosis
Kejang
Demam, batk, pilek
Hipotesis
Ekstrapulmoner o PJB sianotik (Tof, TGA ) o PJB Asianotik (ASD,VSD) Pulmoner o Infeksi Tuberculosis Pneumonia o Aspirasi benda asing Hipoksia Infeksi Metabolik SOL Rhinitis Faringitis 14
Status gizi
Delayed development
Tonsillitis Gizi kurang Gizi normal Gizi lebih Intrinsic (fsktor genetic) Ekstrinsik (factor lingkungan) o biopsikososial
H. DIAGNOSIS KERJA Dextrocardia situs solitus Diagnosa Etiologi : Penyakit jantung Bawaan Diagnosa Anatomis : complete AVSD Diagnosa fungsional : compensated I. PENATALAKSANAAN a. Non medikamentosa Edukasi keluarga pasien mengenai penyakit, terapi dan komplikasi yang mungkin Knee chest potition pada bayi jika biru memberat Diet : lunak. Kebutuhan kalori 1450 kkal/hari Kebutuhan protein 36 gram protein per hari 3 x Nasi, 2 x Snack, 2 x Buah
b. Medikamentosa Perenteral
IVFD RL 10 tpm Ceftriaxon 2 x 500 mg Dexa 3 x 1/3amp PO
PCT 4x1cth Ambroxol 3x ½ cth Propranolol 2x 5 mg Dilantin 3x17,5 mg
J. PROGNOSIS Quo ad vitam
: Dubia ad malam 15
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam Quo ad sanationam : Dubia ad malam
K. PEMERIKSAAN ANJURAN ECHOCARDIOGRAPHY L. PERJALANAN PENYAKIT
S
O
26 Febuari Hari perawatan ke-0 Pasien baru datang dari poli Anak RSU Kardinah dengan keluhan sesak disertai jari tangan kaki dan bibir yang biru sejak usia 7 bulan. Kejang 1x setelah menangs lama. Batuk + demam + 2 hari ini. KU: tampak sianosis, tampak sesak,
S
27 Febuari 2014 Hari perawatan ke-1 Sesak dan kebiruan pada jari tangan kaki bibir + Kejang -. Batuk +.rewel +
O
KU : tampak sianosis dan sesak
TTV:
TTV:
HR 172x/m, RR 44x/m, S 38 oC
HR 132x/m, RR 32x/m, S 36.7 oC, SpO2 98%
SpO2 83%
BB 11 kg
BB 11 kg
Kepala: Mesosefali,
Kepala: Mesosefali, Mata: CA (-/-), SI palpebral (-/-)
(-/-),
oedem
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi subcostal dan intercostal (+) BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/
Mata: CA (-/-), palpebral (-/-)
SI
(-/-),
oedem
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi subcostal dan intercostal (+) BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/
16
A
P
+)
+)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
Foto toraks: bronchitis Hasil laboratorium : Hb 17.1 g/dl, Ht 58.1 %, leukosit 9.100 /ul trombosit 192.000 /ul PJB sianotik DD/ToF BRPN Obs kejang O2 4 l/menit
A
P
DE PJB Sianotik DA Suspek ToF DF Compensated BRPN O2 k/p
IVFD RL 15 tpm
IVFD RL 15 tpm
Inj Ceftriaxon 2x 500mg
Inj Ceftriaxon 2x 500mg
Inj dexa 3 x 1/3 amp
Inj dexa 3 x 1/3 amp
PO PCT 4x 1 cth Ambroxol 3x ½ cth Propranolol 2x5 mg Dilantin 3x17,5 mg
PO PCT 4x 1 cth Ambroxol 3x ½ cth Propranolol 2x5 mg Dilantin 3x 17,5 mg Rencana : foto thoraks Konsul SpJP Monitor KU dan Tanda Vital Jawaban konsul SpJP S : Biru (+) O : Cor : S12 N, M – G – Pulmo : SNV +/+ Rh -/- Wh -/Clubbing finger + Ro : CTR N, Apeks upward, Ao> A : PJB sianotik PA VSD/ ToF P : terapi lanjut
S
28 Februari 2016 Hari perawatan ke-2 Sesak nafas dan kebiruan pada bibir
S
29 Februari 2016 Hari perawatan ke-3 Sesak nafas dan kebiruan pada bibir 17
O
dan jari tangan kaki terutama saat menangis. Kejang -. rewel +. Batuk berkurang KU: sesak -, kebiruan pada jari tangan kaki dan bibir
O
dan jari tangan kaki terutama saat menangis. Kejang -. rewel +. Batuk berkurang KU: sesak -, kebiruan pada jari tangan kaki dan bibir
TTV:
TTV:
HR 122x/m, RR 24x/m, S 36.6 C,
HR 126x/m, RR 24x/m, S 36.0 C,
BB 11 Kg
BB 11 Kg
Kepala: Mesosefali,
Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI palpebral (-/-)
(-/-),
oedem
Mata: CA (-/-), palpebral (-/-)
SI
(-/-),
oedem
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi (-)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi (-)
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
P
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +) DE PJB Sianotik DA Suspek ToF DF Compensated BRPN Terapi lanjut
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (+/+), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +) DE PJB Sianotik DA Suspek ToF DF Compensated BRPN IVFD RL 10 tpm Terapi lanjut
S
1 Maret 2016 Hari perawatan ke-4 Sesak nafas dan kebiruan pada bibir
A
A
P
S
2 Maret 2016 Hari perawatan ke-5 Sesak nafas dan kebiruan pada bibir 18
dan jari tangan kaki terutama saat menangis. Batuk +. Kejang -. rewel + O
KU: sesak +, kebiruan pada jari tangan kaki dan bibir TTV:
TTV:
HR 148x/m, RR 32x/m, S 36.8 C,
HR 124x/m, RR 32x/m, S 36.7 C,
BB 11 Kg
BB 11 Kg
Kepala: Mesosefali,
Kepala: Mesosefali,
Mata: CA (-/-), SI palpebral (-/-)
A
O
dan jari tangan kaki terutama saat menangis. Batuk +. Kejang -. rewel +.makan minum mau KU: sesak -, kebiruan pada jari tangan kaki dan bibir
(-/-),
oedem
Mata: CA (-/-), palpebral (-/-)
SI
(-/-),
oedem
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi intercostae (+)
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi intercostae (+)
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra
BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar
Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (/), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/+)
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
DE PJB Sianotik DA Suspek ToF DF Compensated BRPN
A
Hasil Echo : Dextrocardia situs solitus ASD 1 VSD inlet Kesan : dextrocardia situs solitus, complete AVSD Dextrocardia situs solitus DE PJB Sianotik DA complete AVSD DF Compensated BRPN 19
P
S
O
Terapi lanjut
P
Terapi lanjut
3 maret 2016 Hari perawatan ke-6 Sesak nafas dan kebiruan pada bibir dan jari tangan kaki terutama saat menangis. Batuk -. Kejang -. rewel + KU: sesak -, kebiruan pada jari tangan kaki dan bibir, tampak oedem TTV: HR 120x/m, RR 24x/m, S 36.4 C, BB 11 Kg Kepala: Mesosefali, Mata: CA (-/-), SI palpebral (-/-)
(-/-),
oedem
Toraks: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi (-) BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis teraba di ICS V linea midclavikularis dextra Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak teraba membesar Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +)
A
Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/ +) Dextrocardia situs solitus DE PJB Sianotik DA AVSD DF Compensated BRPN 20
P
PO ambroxol 3x 1/2 Cth Propanolol 2x 5 mg Dilantin 3x 17,5 mg RUJUK
21
BAB II ANALISIS KASUS
Pasien anak laki-laki usia 1 tahun 7 bulan didiagnosis PJB sianotik. Dasar diagnosis ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. PENYAKIT JANTUNG BAWAAN Masalah
Interpretasi Anamnesis Pada pasien ini seorang anak 1 tahun 7 Bayi lahir aterm dengan keadaan bugar sampai pada usia 1 bulan, jari tangan kaki bulan datang dengan keluhan sesak dan biru dan bibir pasien mulai membiru saat pada bibir serta jari tangan kaki. Kemungkinan menyusui. Pada saat usia kurang lebih usia penyebab ekstrapulmoner
dapat disebabkan
8 bulan saat diajarkan berjalan anak selalu penyakit jantung bawaan (PJB) dan pulmoner merasa sesak dan terduduk setelah 5-10 mungkin disebabkan oleh bronkopneumonia. langkah ditambah dengan biru pada bibir Infeksi pulmoner selain gejala sesak sianosis dan jari tangan yang menetap walau saat batuk harus ditandai dengan demam, pada istirahat dan bertambah biru saat menangis pasien ini tidak ada demam. Dari anamnesis dan disertai kejang 1x saat menangis lama.
Riwayat ISPA berulang
Selama masa kehamilan, Ibu pasien sering mengalami batuk-batuk namun sembuh dengan hanya meminum obat warung.
perlu ditanyakan 3 hal ada atau tidaknya RRTI, kesulitan makan dan kegagalan untuk tumbuh kembang. Pasien mengaku sering batuk pilek berulang, tetapi tidak sampai
disertai sesak
dan demam yang mengarah ke infeksi saluran pernafasan bawah.kesulitan dalam pemberian makan dan minum dapat dilihat dari menyusui kuat secara terputus-putus (sering tapi dalam waktu yang tidak lama), untuk gizi anak ini baik
tetapi
ada
keterlambatan
dalam
perkembangan motoric pasien belum dapat berjalan pada usia ini. Alur diagnosis pada pasien pjb sianotik, ditentukan apakah ada 22
peningkatan vaskularisasi ke paru atau tidak, pada
pasien ini tidak ada nya peningkatan
vaskularisasi ke paru ditandai dengan pada anamnesis
karena
adanya
vasculari
yg
meningkat sehingga mudah terjadi infeksi tapi pada pasien ini tidak ada nya reccurent respiratory tract infection, tidak ada riwyata infeksi paru berulang hanya mempunyai riwayat ispa berulang ditambah hasil rontgen corakan bronkovaskular yang tidak meningkat. Kemudian setelah ditentukan aliran darah ke paru tentukan disertai RVH atau LVH, Pada pasien ini pjb sianotik dengan vaskularisasi paru berkurang dan disertai gambaran RVH diagnosa yang mungkin ialah ToF atau PA VSD. PA VSD dapat disingkirkan karena sianosis yang didapat pada psien ini yaitu sejak 1 bulan sedangkan pada PA VSD sianosis didapatkan sejak lahir. Sianosis karena PJB sendiri ada 3 penyebab apakah ada R-L shunt, common
mixing
atau
TGA.
Pada
ToF
terjadinya sianosis dikarenakan ada nya R-L shunt. Sianosis bertambah pada saat menangis atau melakukan aktivitas fisik, dikarenakan vaskularisasi darah ke paru semakin berkurang karena stenosis pulmonal yang semakin berat, tahan vascular sistemik yang menurun, venous return yang meningkat dan laju jantung yang meningkat meningkatkan R-L shunt. Pada riwayat pasien saat pasien menangis lama disertai nafas cepat, gelisah, bertambah biru 23
dan kejang menandakan telah terjadi serangan “spel hipoksik” dan dapat kembali pulih secara spontan dalam waktu kurang dari 15-30 menit. Sebelumnya sejak usia 8 bulan setiap menangis pasien akan bertambah biru dan sesak, dan saat istirahat biru tidak hilang sempurna. Riwayat ISPA berulang Pada PJB sianotik dengan pirau kanan ke kiri sering ditemukan hipoksemia. Pasien juga akan mengalami penurunan volume paru, hipoplasia jalan napas serta gangguan ventilasi perfusi. Semuanya ini akan menyebabkan kerusakan mukosa saluran napas, gangguan imunitas dan pada akhirnya meningkatkan
risiko
infeksi
saluran
pernapasan. Ditarik dari masa kehamilan, meminum obat-obatan saat hamil terutama pada 2 bulan pertama(masa embriogenesis) kehamilan bisa menjadi factor resiko terjadinya penyakit
jantung bawaan. Pemeriksaan Fisik Dari pemeriksaan fisik didapatkan heart Keadaan pasien saat datang pertama kali ke POLI ANAK RSU Kardinah Tegal dalam rate yang meningkat, bibir serta jari tangan keadaan sesak napas dan biru pada jari kaki biru, dan adanya usaha napas berupa
retraksi yang menunjukkan meningkatnya tangan kaki disertai riwyaat kejang 1x. KU: tampak sianosis, tampak sesak, kebutuhan oksigen. Clubbing finger tampak oedem menandakan telah terjadi sianosis kronis. TTV: HR 172x/m, RR 36x/m, S 37,6 oC,SpO2 adanya akral yang sianotik menandakan PJB yang diderita pasien adalah PJB sianotik. 75%
Toraks: Pulmo: SNV (+/+), rh (-/-), wh (-/-), retraksi
Tanda-tanda kongesti vena sistemik tidak ada yang menandakan belum terjadi gagal jantung paa pasien ini. 24
subcostal dan intercostal (+)
Ictus cordis yang terdapat pada ICS V
Cor: BJ I-II reguler, m (-), g (-), ictus cordis linea midclavicularis dextra menunjukkan apeks jantung berada di sebelah kanan teraba di ICS V linea midclavikularis dextra Abdomen: Supel, BU (+) hepar lien tidak sehingga harus dikonfirmasi dengan foto thoraks ataupun echocardigraphy teraba membesar Ekstremitas atas: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/+) Ekstremitas bawah: AD (-/-), OE (-/-), clubbing finger (+/+), akrosianosis (+/+) Laboratorium darah 26-02-2016:
Pemeriksaan Penunjang Terdapat polisitemia dan hiperviskositas
Hb 17.1 g/dl Ht 58.1 % leukosit 9.100 /ul trombosit 192.000 /ul
Rontgen toraks 26-02-2016: Corakan bronkovaskular tidak meningkat Kesan bronchitis
pada PJB sianotik terjadi karena hipoksemia kronik akibat kondisi pirau kanan ke kiri. hal ini merupakan respon fisiologik tubuh untuk meningkatkan kemampuan membawa oksigen dengan cara menstimulasi sumsum tulang melalui pelepasan eritropoitin ginjal untuk meningkatkan produksi jumlah sel darah merah (eritrositosis). Dari gambaran rontgen thoraks dapat mengkonfirmasi bahwa jantung berada di dada kanan hepar disebelah kanan dan lambung dikiri menandakan posisi jantung jantung terhadap organ dalam dalam posisi normal (situs solitus) dan
corakan bronkovaskular
yang normal serta gambaran apeks terangkat menggambarkan sudah terjadi RVH. Pada
pemeriksaan
echocardiography
didapatkan dextrocardia dengan AVSD.
Jika
murni
AVSD
akan
komplit terjadi 25
peningkatan dari aliran paru yang digambarkan plethora pada hasil rontgen tapi pada pasien oligemia. Maka dari itu perlu dilakukan echocardiography ulang untuk melihat ada atau
PCT 4X1CTH
tidak pulmonal stenosis. TERAPI Propranolol diberikan untuk mencegah
AMBROXOL
terjadinya
spasme
PROPANOLOL
kanan yang menyebabkan stenosis pulmonal
DILANTIN 3x 17,5mg
bertambah. Dosis 0,2-0,5 mg/kgBB/6 jam. Dilantin
infundibulum
diberikan
sebagain
ventrikel
rumatan
kejang dengan dosis 4-8 mg/kgbb/hari dibagi menjadi 2 atau 3 dosis.
26
BAB III TINJAUAN PUSTAKA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN SIANOTIK Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehinggasebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigenkembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapatpercampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir danmulut serta kuku jari tangan kaki dalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %.Bila dilihat dari penampilan klinisnya, secara garis besar terdapat 2 golongan PJB sianotik, yaitu (1) yang dengan gejala aliran darah ke paru yang berkurang, misalnya Tetralogi of Fallot (TF) dan Pulmonal Atresia (PA) dengan VSD, dan (2) yang dengan gejala aliran darah ke paru yangbertambah, misalnya Transposition of the Great Arteries (TGA) dan Common Mixing Penyakit jantung bawaan sianotik dengan gejala aliran ke paru yang berkurang Pada PJB sianotik golongan ini biasanya sianosis terjadi akibat sebagian atau seluruh alirandarah vena sistemik tidak dapat mencapai paru karena adanya obstruksi sehingga mengalir ke jantung bagian kiri atau ke aliran sistemik melalui lubang sekat yang ada. Obstruksi dapatterjadi di katup trikuspid, infundibulum ventrikel kanan ataupun katup pulmonal, sedangkandefek dapat di septum atrium (ASD), septum ventrikel (VSD) ataupun antara kedua arteri utama(PDA).Penderita umumnya sianosis yang akan bertambah bila menangis atau 27
melakukan aktivitasfisik, akibat aliran darah ke paru yang makin berkurang. Pada keadaan yang berat sering terjadiserangan spel hipoksia, yang ditandai khas dengan hiperpnea, gelisah, menangisberkepanjangan, bertambah biru, lemas atau tidak sadar dan kadang-kadang disertai kejang.Pada kondisi ini bila tidak diatasi dengan cepat dan benar akan berakibat kematian. Seranganini umumnya terjadi pada usia 3 bulan sampai 3 tahun dan sering timbul saat bangun tidur pagiatau siang hari ketika resistensi vaskuler sistemik rendah. Dapat kembali pulih secara spontandalam waktu kurang dari 15 –30 menit, tetapi dapat berkepanjangan atau berulang sehinggamenyebabkan komplikasi yang serious pada sistim susunan saraf pusat atau bahkanmenyebabkan kematian. Karena itu diperlukan pengenalan dan penanganannya dengan segerasecara tepat dan baik. Pada anak yang lebih besar sering juga memperlihatkan gejala squatting, yaitu jongkok untuk beristirahat sebentar setelah berjalan beberapa saat dengantujuan meningkatkan resistensi vaskuler sistemik dan sehingga aliran darah ke paru meningkat. Tetralogi Fallot TF adalah golongan PJB sianotik yang terbanyak ditemukan yang terdiri dari 4 kelainan, yaituVSD tipe perimembranus subaortik, aorta overriding, PS infundibular dengan atau tanpa PSvalvular dan hipertrofi ventrikel kanan. Sianosis pada mukosa mulut dan kuku jari sejak bayiadalah gejala utamanya yang dapat disertai dengan spel hipoksia bila derajat PS cukup berat dan squatting pada anak yang lebih besar. Bunyi jantung dua akan terdengar tunggal pada PSyang berat atau dengan komponen pulmonal yang lemah bila PS ringan. Bising sistolik ejeksidari PS akan terdengar jelas di sela iga 2 parasternal kiri yang menjalar ke bawah klavikula kiri.Pada bayi atau anak dengan riwayat spel hipoksia harus diberikan Propranolol peroral sampaidilakukan operasi. Dengan obat ini diharapkan spasme otot infundibuler berkurang danfrekwensi spel menurun. Selain itu keadaan umum pasien harus diperbaiki, misalnya 28
koreksianemia, dehidrasi atau infeksi yang semuanya akan meningkatkan frekwensi spel. Bila spelhipoksia tak teratasi dengan pemberian propranolol dan keadaan umumnya memburuk, makaharus secepatnya dilakukan operasi paliatif Blalock-Tausig Shunt (BTS), yaitu memasangsaluran pirau antara arteri sistemik (arteri subklavia atau arteri inominata) dengan artepulmonalis kiri atau kanan. Tujuannya untuk menambah aliran darah ke paru sehingga saturasi oksigen perifer meningkat, sementara menunggu bayi lebih besar atau keadaan umumnya lebihbaik untuk operasi definitif (koreksi total).Neonatus dengan PS yang berat atau PA maka aliran ke paru sangat tergantung pada PDA,sehingga sering timbul kegawatan karena hipoksia berat pada usia minggu pertama kehidupansaat PDA mulai menutup. Saat ini diperlukan tindakan operasi BTS emergensi dan pemberian PGE dapat membantu memperbaiki kondisi sementara menunggu persiapan untuk operasi.Penderita dengan kondisi yang baik tanpa riwayat spel hipoksia atau bila ada spel tetapiberhasil diatasi dengan propranolol dan kondisinya cukup baik untuk menunggu, maka operasikoreksi total dapat dilakukan pada usia sekitar 1 tahun. Koreksi total yang dilakukan adalahmenutup lubang VSD, membebaskan alur keluar ventrikel kanan (PS) dan rekonstruksi arteripulmonalis bila diperlukan. Manifestasi Klinis Gangguan hemodinamik akibat kelainan jantung dapat memberikan gejala yang menggambarkan derajat kelainan. Adanya gangguan pertumbuhan, sianosis, berkurangnya toleransi latihan, kekerapan infeksi saluran napas berulang, dan terdengarnya bising jantung, dapat merupakan petunjuk awal terdapatnya kelainan jantung pada seorang bayi atau anak. Pada mulanya sering kali tiada gejala (Ada sianosis bila berat) Selanjutnya terjadi dispnea dan sianosis kalau beraktivitas, misalnyamenyusui Sering duduk berjongkok, menjepit arteri
29
Femoral
Sesudah
keadaan
sinanosis
kronis,
ujung
jari
membesar
&
tampak
seperti:pentung/club.Terjadi “Tet spell” /Serangan biru waktu istirahat : Anak tampak birukemerah-merahan, Ujung tangan & kaki menjadi sianosis, Hiperpnea,sianosis berat & lemah, Mata terputar ke atas dan kurang sada a. Gangguan tumbuh kembang. Pada PJB sianotik, gangguan pertumbuhan timbul akibat hipoksemia kronis. Gangguan pertumbuhan ini juga dapat timbul akibat gagal jantung kronis pada pasien PJB. b. Sianosis. Sianosis timbul akibat saturasi darah yang menuju sistemik rendah. Sianosis mudah dilihat pada selaput lendir mulut, bukan di sekitar mulut. Sianosis akibat kelainan jantung ini (sianosis sentral) perlu dibedakan pada sianosis perifer yang sering didapatkan pada anak yang kedinginan. Sianosis perifer lebih jelas terlihat pada ujung- ujung jari. c. Toleransi latihan. Toleransi latihan merupakan petunjuk klinis yang baik untuk menggambarkan status kompensasi jantung ataupun derajat kelainan jantung. Pasien gagal jantung selalu menunjukkan toleransi latihan berkurang. Gangguan toleransi latihan dapat ditanyakan pada orangtua dengan membandingkan pasien dengan anak sebaya, apakah pasien cepat lelah, napas menjadi cepat setelah melakukan aktivitas yang biasa, atau sesak napas dalam keadaan istirahat. Pada bayi dapat ditanyakan saat bayi menetek. Apakah ia hanya mampu minum dalam jumlah sedikit, sering beristirahat, sesak waktu mengisap, dan berkeringat banyak. Pada anak yang lebih besar ditanyakan kemampuannya berjalan, berlari atau naik tangga. Pada pasien tertentu seperti pada tetralogi Fallot anak sering jongkok setelah lelah berjalan. d. Infeksi saluran napas berulang. Gejala ini timbul akibat meningkatnya aliran darah ke paru sehingga mengganggu sistem pertahanan paru. Sering pasien dirujuk ke ahli jantung anak karena 30
anak sering menderita demam, batuk dan pilek. Sebaliknya tidak sedikit pasien PJB yang sebelum- nya sudah diobati sebagai tuberkulosis sebelum di rujuk ke ahli jantung anak. e.Bising jantung. Terdengarnya bising jantung merupakan tanda penting dalam menentukan penyakit jantung bawaan. Bahkan kadang-kadang tanda ini yang merupakan alasan anak dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Lokasi bising, derajat serta penjalarannya dapat menentu- kan jenis kelainan jantung. Namun tidak terdengarnya bising jantung pada pemeriksaan fisis, tidak menyingkirkan adanya kelainan jantung bawaan. Jika pasien diduga menderita kelainan jantung, sebaiknya dilakukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Diagnosis
Diagnosis
penyakit jantung bawaan ditegakkan berdasarkan pada anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang dasar serta lanjutan. Pe- meriksaan penunjang dasar yang penting untuk penyakit jantung bawaan adalah foto rontgen dada, elektrokardiografi, dan pemeriksaan laboratorium rutin. Pemeriksaan lanjutan (untuk penyakit jantung bawaan) 31
mencakup ekokardiografi dan kateterisasi jantung. Kombinasi ke dua pemeriksaan lanjutan tersebut untuk visualisasi dan konfirmasi morfologi dan pato-anatomi masing-masing jenis penyakit jantung bawaan memungkinkan ketepatan diagnosis men- dekati seratus persen. Kemajuan teknologi di bidang diagnostik kardiovaskular dalam dekade terakhir menyebabkan pergeseran persentase angka kejadian beberapa jenis penyakit jantung bawaan tertentu. Hal ini tampak jelas pada defek septum atrium dan transposisi arteri besar yang makin sering dideteksi lebih awal.1,6-8 Makin canggihnya alat ekokardiografi yang dilengkapi dengan Doppler berwarna, pemeriksaan tersebut dapat mengambil alih sebagian peran pemeriksaan kateterisasi dan angiokardiografi. Hal ini sangat dirasakan manfaatnya untuk bayi dengan PJB kompleks, yang sukar ditegakkan diagnosisnya hanya berdasarkan pemeriksaan dasar rutin dan sulitnya pemeriksaan kateterisasi jantung pada bayi. Eko- kardiografi dapat pula dipakai sebagai pemandu pada tindakan septostomi balon transeptal pada transposisi arteri besar. Di samping lebih murah, ekokardiografi mempunyai keunggulan lainnya yaitu mudah dikerjakan, tidak menyakitkan, akurat dan pasien terhindar dari pajanan sinar X. Bahkan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas pemeriksaan ekokardiografi, foto toraks sebagai pemeriksaan rutinpun mulai ditinggalkan. Namun demikian apabila di tangan seorang ahli tidak semua pertanyaan dapat dijawab dengan menggunakan sarana ini, pada keadaan demikian angiografi radionuklir dapat membantu. Pemeriksaan ini di samping untuk menilai secara akurat fungsi ventrikel kanan dan kiri, juga untuk menilai derasnya pirau kiri ke kanan. Pemeriksaan ini lebih murah daripada kateterisasi jantung, dan juga kurang traumatis. Tingginya akurasi pemeriksaan ekokardiografi, membuat pemeriksaan kateterisasi pada tahun 1980 menurun drastis. Sarana diagnostik lain terus berkem- bang, misalnya digital substraction 32
angiocardiography, ekokardiografi transesofageal, dan ekokardiografi intravaskular. Sarana diagnostik utama yang baru adalah magnetic resonance imaging, dengan dilengkapi modus cine sarana pemeriksaan ini akan merupakan andalan di masa mendatang
AVSD . Atrioventrikular Septal Defect Defek septum Atrioventrikular dikenal sebagai " common kanal atrioventrikular " ( CAVC ) atau " endocardial cushion defect " dan berhubungan dengan riwayat keluarga dengan defek kongenital jantung. Defek septum Antrioventricular ditandai oleh defisiensi septum atrioventrikular jantung . Mereka menyumbang sekitar 5 persen dari seluruh penyakit jantung bawaan , dan yang paling umum pada bayi dengan sindrom Down. ( Sekitar 15 persen menjadi 20 persen dari bayi yang baru lahir dengan sindrom Down memiliki defek septum atrioventrikular ) . Empat puluh lima persen dari anak-anak dengan sindrom Down memiliki penyakit jantung bawaan . Dari jumlah tersebut , 3540 % memiliki defek septum AV. Selama perkembangan jantung normal terjadi perkembangan sekat dan 2 katup yang membagi atrium dan ventrikel dan juga membatasi jantung menjadi 4 ruang tetapi pada defek septum atrioventrikular perkembangan ini tidak terjadi. Defek primer pada AVSD yaitu kegagalan pembentukan bagian dari jantung yang harusnya berkembang dari struktur embrionik yaiutu endocardial cushions. Endocardial cushion akan berkembang menjadi pembagi bagian tengah
33
jantung antara katup AV dimana membagia atrium dan ventrikel, serta membentuk sekat antar atrium dan ventrikel. Ada beberapa jenis defek kanal AV, yang paling parah menjadi Complete AV Septal Defect, di mana hanya ada satu katup AV umum atas lubang besar antara keempat bilik jantung. Semua empat ruang mencampur darah dan biasanya ada sejumlah besar darah akan ke paru-paru. Kedua ventrikel harus memompa lebih keras dan paru hipertensi (tekanan darah tinggi di paru-paru) berkembang dari waktu ke waktu. gagal jantung dan pertumbuhan yang buruk adalah temuan umum. Klasifikasi 1. Complete AVSD (lubang besar ada di tengah jantung di mana dinding antara ruang atas dan bawah bertemu bukan dua katup terpisah di sebelah kanan dan kiri, satu katup umum besar duduk di antara ruang atas dan bawah. Seringkali, katup ini tidak menutup rapat. Sehingga cacat septum atrioventrikular lengkap adalah satu di mana ada cacat pada semua struktur yang dibentuk oleh bantal endokardium. Oleh karena itu, ada cacat (lubang) di atrium dan ventrikel septal, dan AV valve tetap tak terbagi atau "umum." 2. Parsial (atau tidak lengkap) (lubang ada di dinding antara ruang atas jantung, dan katup antara ruang kiri tidak menutup sepenuhnya). Jadi atrioventrikular defek septum parsial atau tidak lengkap adalah satu di mana bagian dari septum ventrikel dibentuk oleh bantal endokardium telah diisi, baik dengan jaringan dari katup AV atau langsung dari jaringan bantal endokardium, dan trikuspid dan mitral katup dibagi menjadi dua katup yang berbeda. cacat, oleh karena itu, terutama di septum atrium dan katup mitral. Jenis cacat septum atrium disebut sebagai ostium
34
primum defek septum atrium, dan biasanya berhubungan dengan sumbing di katup mitral yang dapat menyebabkan katup bocor. 3. transisi (terlihat mirip dengan bentuk lengkap atrioventrikular septal defect, tapi selebaran dari katup AV umum terjebak ke septum ventrikel sehingga secara efektif membagi katup menjadi dua katup dan menutup sebagian lubang antara ventrikel). Jenis transisi cacat terlihat mirip dengan bentuk lengkap atrioventrikular septal defect, tapi selebaran dari katup AV umum terjebak ke septum ventrikel sehingga secara efektif membagi katup menjadi dua katup dan menutup sebagian lubang antara ventrikel. Akibatnya, cacat septum atrioventrikular transisi berperilaku lebih seperti defek septum atrioventrikular parsial, meskipun tampak lebih seperti defek septum atrioventrikular kompit
35
36
Dekstrokardia Dekstrokardia merupakan anomali posisi jantung, yaitu jantung berada di hemithoraks kanan dengan basis-apeks jantung mengarah ke kanan dan kaudal. Malposisi ini disebabkan oleh jantung itu sendiri dan bukan karena kelainan ekstrakardiak. Kelainan dekstrokardia harus dibedakan dengan dekstroposisi. Dekstroposisi merupakan perubahan letak jantung ke kanan secara sekunder karena penyebab ekstrakardiak seperti hipoplasia paru kanan, pasca pneumonektomi kanan atau hernia diafragmatika. Dekstrokardia pada anak-anak dapat disebabkan oleh berbagai hal, tetapi jika didapat pada orang dewasa maka penyebabnya sangat terbatas seperti situs inversus totalis. Dengan adanya teknologi pencitraan yang makin berkembang maka kelainan ini dapat dengan mudah dikenali oleh petugas medis.
Anomali Situs Organ abdomen dan toraks bersifat asimetris, sehingga normal tidaknya situs dinilai dari gambaran tertentu seperti posisi hati dan vena kava inferior di sebelah kanan serta posisi limpa dan jantung di sebelah kiri. Kondisi vena cava inferior bermuara ke atrium kanan telah memunculkan istilah situs viseroatrial. Hal ini menunjukkan bahwa situs atrial (posisi atrium 37
kanan) pada hampir seluruh kasus terkait dengan situs dari organ abdomen atas dan tidak berhubungan dengan posisi anatomi jantung yang lain. Posisi situs ditentukan oleh letak atrium kanan, bukan oleh apeks jantung. Pada keadaan normal bronkus utama kanan lebih pendeklebar, dan lebih vertikal dibanding bronkus utama kiri. Panjang bronkus kiri biasanya sekitar 1,5 kali dibandingkan bronkus kiri diukur dari bifurcatiobronkus. Gambaran ini menunjukkan situs bronchial. Bila terdapat kelainan pada situs viseroatrial sering dijumpai pula kelainan pada situs bronkial. Kata “situs” mengacu pada posisi atrium kanan jantung dan organ abdomen atas seperti hati, vena kava inferior. Situs solitus merupakan istilah yang menggambarkan keadaan normal yaitu situs viseroatrial (organ hati, vena cava inferior , dan atrium kanan) berada di sebelah kanan dan bronkhial situs yang normal. Posisi apeks jantung tidak berkorelasi langsung dengan situs viseroatrial, yaitu dijumpai kasus apeks jantung mengarah ke kanan namun situs viseroatrial normal. Keadaan ini disebut sebagai situs solitus dengan isolated dekstrokardia atau dekstrorotasi jantung. Pada situs solitus prevalensi kasus kelainan jantung kongenital terjadi kurang dari-1%. Anomali situs terdiri atas situs inversus dan situs ambiguous/heterotaxia.Situs inversus merupakan istilah yang menunjukkan posisi kebalikan (posisi cermin) dari situs viseroatrial dan situs bronkhial. Ada 2 jenis situs inversus yakni situs inversus dengan dekstrokardia dan situs inversus dengan levokardia. Situs inversus dengan dekstrokardia lebih sering ditemukan. Pada kasus ini posisi lambung dan aorta berada di sebelah kanan garis sumbu tubuh sedangkan vena cava inferior dan atrium kanan berada di sebelah kiri garis sumbu tubuh. Apeks jantung terletak di sebelah kanan. Penyakit jantung kongenital terjadi pada 3-5% pasien situs inversus dengan dekstrokardia. Situs inversus dengan levokardia merupakan kasus yang sangat jarang ditemukan. Pada kasus ini posisi organ abdomen merupakan kebalikan dari situs solitus dengan posisi apeks 38
jantung tetap di sebelah kiri dari garis sumbu tubuh. Sebagian besar pasien situs inversus dengan levokardia mengalami kelainan jantung kongenital. Situs ambiguous/heterotaxia merupakan kelainan posisi saat pengaturan organ dalam dan pembuluh darah berlainan dengan posisi normal seperti pada situs solitus serta susunannya tidak jelas. Pasien dengan situs ambiguous memiliki kemungkinan sebesar 50-100% untuk menderita penyakit jantung kongenital dan biasanya memiliki lebih dari satu kelainan. Situs ambiguous dikategorikan menjadi situs ambiguous dengan asplenia dan situs ambiguous dengan polisplenia
Penatalaksanaan Pada penderita yang mengalami serangan sianosis maka terapi ditujukan untuk memutus patofisiologi serangan tersebut, antara lain dengan cara : Medika Mentosa 1. Morphine sulfat 0,1-0,2mg/kg SC, IM atau IV untuk menekan pusat pernafasan dan mengatasi takipneu. 2. Natrium Bikarbonat 1Meq/kg BB IV untuk mengatasi asidosis 3. Oksigen dapat diberikan,walaupun pemberian disini tidak begitu tepat karena permasalahan bukankarena kekurangan oksigen, tetapi karena aliran darah ke paru menurun.Dengan usaha di atas diharapkan anak tidak lagi takipnea, sianosis berkurangdan anak menjadi tenang. Bila hal ini tidak terjadi dapat dilanjutkan denganpemberian : 4. Propanolol 0,01-0,25 mg/kgIV perlahan-lahan untuk menurunkan denyut jantung sehingga serangan dapatdiatasi. Dosis total dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosisawal/bolus 39
diberikan separohnya, bila serangan belum teratasi sisanyadiberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya. 5. Berikan transfusi darah bilakadar hemoglobin kurang dari 15 g/dl, sekali pemberian 5 ml/kgBB 6. Propanolol oral 1 mg/kg/haridalam 4 dosis dapat digunakan untuk serangan sianotik 7. Bila ada defisiensi zat besisegera diatasi 8. Pemberian Prostaglandin E1untuk sianosis atau pada keadaan akut (vasodilator arteriol dan menghambatagregasi trombosit) 9. Pemberian Vasopressor padaawal serangan atau jika terapi lain gagal (methoxamine, phenylephrine) Non Medika Mentosa 1. Posisi lutut ke dada agar aliran darah ke paru bertambah 2. Perhatikan kebersihan mulutdan gigi untuk meniadakan sumber infeksi terjadinya endokarditis infektif atau abses otak. 3. Hindari dehidrasi Pembedahan 1. Bedah paliatif Bedah paliatif yang biasa dilakukan adalah operasi B-T (BlalockTaussig)Shunt yang bertujuan meningkatkan sirkulasi pulmonal denganmenghubungkan a.subklavia dengan a.pulmonalis yang ipsilateral. Umumnyaoperasi paliatif dilakukan pada
40
bayi kecil atau dengan hipoplasia a.pulmonalisdan pasien yang sering mengalami sianotik. Selain BT Shunt terdapat pulaPotts Shunt, Waterston Shunt, dan Glenn Shunt. Tetapi BT Shunt merupakanyang paling sering digunakan karena memberikan hasil yang paling baik.Tetapi BT Shunt juga menimbulkan beberapa komplikasi walaupun angkakejadiannya sangat kecil. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain :hipoplasia pada lengan, gangren pada digitalis, cedera nervus frenikus,stenosis a.pulmonal. 2. Bedah Korektif Pada bedah korektif dilakukan koreksi total yang dapat didahului atau tanpabedah paliatif. Bila arteri pulmonalis tidak terlalu kecil, umumnya koreksitotal dilakukan pada pasien tetralogi Fallot di bawah usia 2 tahun. Prognosis Jika tidak dilakukan tindakan operasi maka rata-rata mencapai umur 15 tahun.Dengan operasi paliatif dan korektif makan prognosis akan menjadi lebih baik. Komplikasi a. Trombosis pulmonal Trombosis disebabkan karena meningkatnya viskositas darah yang disebabkan oleh polisitemia. Dehidrasi dapat meningkatkan resiko untuk terjadinya trombosis. Trombosis dapat terjadi di mana saja tapi yang berbahaya jikaterjadi di paru dan otak. b. CVA thrombosis c. Abses otak Penyakit jantung bawaan sianotik dengan pirau dari kanan ke kiri, terutama terjadi pada anak yang berusia lebih dari 2 tahun, dikenal luas sebagai faktor predisposisi abses otak. Pada 41
penderita ditemukan polisitemia dengan alirandarah yang lambat, sehinga dapat menyebabkan terjadinya infark kecil didalam otak yang merupakan tempat abses mulai timbul. Aliran darah piraudari kanan ke kiri, tidak difiltrasi di paru-paru, sehingga memudahkan terjadinya septikemia. Hal-hal tersebut merupakan faktor predisposisi terjadinya abses otak pada penderita penyakit jantung bawaan sianotik.Terjadinya abses dapat dibagi menjadi empat stadium, yaitu: fase serebritisdini, fase serebritis lambat, pembentukan kapsul dini dan pembentukan kapsul lambat. Abses otak pada penyakit jantung bawaan sianotik biasanya soliter,sering terdapat pada lobus frontalis, temporalis, dan parietalis. d. Perdarahan Bayi dengan sianosis disertai dengan lamanya polisetimia akan mengakibatkan trombositopenia dan kelainan pembekuan darah. e. Endokarditis f. Aritmia
42
DAFTAR PUSTAKA 1. Roebiono,S.2008. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan. Bagian kardiologi dan kedokteran vaskuler FKUI. Pusat jantung Nasional Harapan Kita.Jakarta. 2. Mulyadi M Djer, Bambang Madiyono. 2000. Tatalaksana Penyakit Jantung Bawaan.Sari pediatric vol 2 no 3 hal 155-62.Jakarta 3. VP Stella (2006). Cardiac Malpositions and the Heterotaxy Syndromes dalam Nadas Pediatric Cardiology (675-696), Saunders Elsavier, Philadelphia, Usa. 4. Park (2008) Chamber Localization and Cardiac Malposition dalam Pediatric Cardiology for Practitioners edisi 5, Mosby Elsevier, Philadelphia, Usa. 5. VB Sivarajan (2006) Pediatric Evaluation of the Cardiac Patient dalam Pediatric Cardiology: The Requisites In Pediatrics, edisi 2, Mosby Elsevier, Philadelphia, Usa 6. Madiyono Bambang. Penanganan Penyakit Jantung Pada Bayi dan Anak.UKK Kardiologi Ika\tan Dokter Anak Indonesia; 2005
43