LAPORAN KASUS A. IDENTITAS PASIEN Nama : S.M Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 60 tahun Alamat : Sumbawa Agama : Islam Pekerjaan : Petani Tanggal Masuk RS : 06/04/2015 Nomer RM : 042795 B. ANAMNESIS Diberikan oleh : Pasien dan Keluarga (istri) Keluhan Utama : Nyeri perut Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, nyeri perut di rasakan mendadak, awalnya nyeri dirasakan di perut bagian tengah atas, akan tetapi nyeri semakin memberat dan meluas, pasien mengeluh perutnya terasa kaku dan membesar karena menahan sakit, terkadang sampai keluar keringat, terasa sesak dan kepala terasa sakit. Nyeri perut di sertai juga dengan mual dan muntah, pasien mengaku sebelumnya perut sering terasa kembung, terasa panas dan terasa penuh. Nafsu makan berkurang, pasien mengeluh tidak bisa BAB sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluh tidak bisa BAK ± 6 jam SMRS. Di rumah pasien hanya mengompres dengan air hangat, karna sakitnnya semakin memberat, keluarga membawa pasien ke dokter umum, dan kemudian di rujuk ke RS. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat penyakit serupa (-) Riwayat penyakit maagh yang lama (+) Riwayat penyakit tekanan darah tinggi (-) Riwayat Penyakit kencing manis (-) Riwayat operasi sebelumnya (-) Riwayat Alergi (-) Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat keluhan serupa (-) Riwayat operasi sebelumnya (-) Riwayat Kebiasaan dan Lingkungan
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan anti nyeri yang di beli di
warung untuk mengobati nyeri pada sendi-sendi Riwayat mengkonsumsi kopi Riwayat merokok Riwayat makan tidak teratur Anamnesis Sistem Sistem Cerebrospinal : Pasien sadar, nyeri kepala (+) Sistem Cardiovaskular : tidak ada keluhan Sistem Respiratologi : dada terasa berat, sesak nafas Sistem Gastrointestinal : nyeri perut (+), kembung (+), mual (+),
muntah
(+),
nafsu
makan
berkurang (+), BAB (-), flatus (+) Sistem Urogenital
: BAK (-), nyeri daerah kantung kemih (+)
Sistem Muskuloskeletal : tidak ada keluhan Resume Anamnesis Pasien mengeluh nyeri perut yang dirasakan sejak 1 hari yang lalu, nyeri dirasakan semakin memberat dan meluas, disertai dengan mual, muntah, perut terasa kembung, kaku, kepala terasa sakit,
tidak bisa BAB dan BAK Pasien memiliki riwayat penyakit gastritis yang lama, riwayat mengkonsumsi obat anti nyeri, riwayat merokok, riwayat minum
kopi, dan riwayat makan tidak teratur. C. PEMERIKSAAN FISIK 1. Status Generalis a. Keadaan Umum : Tampak Kesakitan b. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6) c. Status gizi : normal d. Vital sign : TD
:140/90
Nadi
: 90 x/menit
RR
: 20x/menit
Suhu :37,9°C e. Warna kulit f. Cephal Bentuk Rambut
: coklat : : Mesochepal, simetris : ikal, warna hitam bercampur putih
g. Mata h. Collum
: Palpebra : tidak edema Conjungtiva : tidak anemis Sclera : tidak ikterik Pupil : isokor/isokor Reflek cahaya : +/+ : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening JVP meningkat (-)
i. Thorax Cor Inspeksi Palpasi Perkusi
: simetris, retraksi (-), dinding dada lebih tinggi dari dinding perut : : tampak iktus cordis : ictus cordis teraba : Batas kiri atas SIC II LMC sinistra Batas kanan atas SIC II LPS dextra Batas kiri bawah SIC V LMC sinistra Batas kanan bawah SIC IV LPS dextra
Auskultasi
: S1S2 tunggal, murmur (-), galop (-)
Inspeksi
: : simetris, tidak retraksi dan tidak ada
Palpasi Perkusi Auskultasi
ketinggalan gerak : taktil fremitus kanan sama dengan kiri : sonor seluruh lapang paru : suara dasar paru vesikule/vesikuler, Rh -/-,
Pulmo
j. Abdomen Inspeksi
wz -/: : Distended, sejajar dengan tinggi dada,
simetris, darm kontur dan darm steifung tidak tampak. Auskultasi : peristaltik menurun Palpasi : tidak teraba massa, defans muskuler, nyeri tekan seluruh lapang perut, hepar dan lien tidak teraba, ballotmen ginjal tidak teraba, Perkusi : timpani, tidak ada nyeri ketok CVA k. Urogenital : RT teraba prostat membesar LUTS Ringan Vesika Urinaria penuh l. Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-), edema (-) D. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1) Hematologi (06/04/2015)
WBC : 4.500 HB : 14,4 gr/dl HCT : 43,7 % PLT : 317.000 2) Imunologi/serologi HbsAg (-) 3) Kimia klinik SGOT : 38 SGPT : 26 Albumin : 4,05
E. F. G.
H.
4) Ginjal BUN : 43 Creatinin : 1,0 5) Urin rutin Eritrosit : banyak Leukosit : banyak Epitel : gepeng 5-10, bulat : banyak Kristal : 10-20 6) Pemeriksaan radiologi abdomen DIAGNOSIS BANDING Akut abdominal pain et causa app perforasi Akut abdominal pain et causa gaster perforasi DIAGNOSIS KERJA Post op : akut abdominal pain et causa gaster perforasi PENATALAKSANAAN Tindakan resusitasi : airway, breathing, circulation Inf RL 20 tpm Inj ceftriaxone 2x1 gram Inj omeprazole 1x 40 mg Inj ondncentron 3x8 mg Inj ketorolac 3x 3% Pro op laparotomi eksplorasi PROGNOSIS Dubia et bonam
FOLLOW UP 07/04/2015 (08.00) S : nyeri perut (+), mual (+) muntah (-), BAB (-), flatus (+), BAK(+) O : KU : lemah, tampak kesakitan, kesadaran : CM VS : TD : 100/70, Nadi : 80x/menit, RR : 20x/menit A : abdominal pain ec gaster perforasi P : pro laparotomi explorasi 15.00 S : nyeri perut post operasi O : KU : Lemah, tampak kesakitan VS : TD 90/60, Nadi 76x/menit, RR 24x/menit A : post laparotmi eksplorasi gaster repair omentum patch H. 0 P : puasa 5 hari Pasang NGT inf RL:D10%:aminovel inj ceftriaxone 2x1 gram inj omeprazole 1x 40 mg inf metronidazole 3x500 mg inf sanmol 3x1000mg pro cek DL post op, elektrolit, albumin. (08/04/2015) S : nyeri perut post op (+), BAB (-), flatus (-), BAK (+), mual (+), muntah (-) O : KU : lemah, VS : TD 110/70, Nadi 80x/menit, RR 22x/menit, T 36,8°C Hasil lab post op :
WBC : 7.900 HB : 9,9 HCT : 30,9 % PLT : 222.000 Albumin : 1,62 BUN : 48 mg/dl Creatinin : 1,6 mg/dl
Px fisik : abdomen : A : peristaltik (-)
A : Post laparotomi eksplorasi gaster repair omentum patch H. 1 P : puasa Inf RL:D10%:aminovel Inj. Ceftriaxone 2x1 gram Inj. Omeprazole 1x 40 mg Inj. Ondancentron 3x 8 mg Inf. Metronidazole 3x500mg Inf. Sanmol 3x1000mg Inf. Vip Albumin (09/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), muntah (-) BAK (+), BAB (-) O : KU : lemah VS : TD 120/70, Nadi 85x/menit, RR 20x/menit, T 36,5 Px fisik : abdomen : peristaltik (-) A : post laparotomi eksplorasi gaster repair omentum patch H. 2 P : terapi lanjut (10/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), flatus (-), BAB (-) O : KU : lemah VS : TD 120/90, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, T 36,8 Px fisik : abdomen: peristaltik (-) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.3 P : terapi lanjut Mobilisasi miring kanan, miring kiri , duduk (11/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), flatus (+), BAB (-) O : KU : lemah VS : TD 120/80, Nadi 84x/menit, RR 20x/menit, T 36,8 Px fisik : abdomen: peristaltik lemah A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.4 P : terapi lanjut Stop vip albumin
Mobilisasi duduk (12/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (-), mual (-), muntah (-), flatus (+), BAB (+) O : KU : lemah VS : TD 110/90, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, T 36,8 Px fisik : abdomen: peristaltik (+) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.5 P : terapi lanjut Mobilisasi duduk (13/04/2015) S : nyeri luka post op (berkurang), demam (-), mual (-), muntah (-), flatus (+), BAB (+) O : KU : lemah VS : TD 120/80, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, T 36,8 Px fisik : abdomen: peristaltik (+) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.6 P : terapi lanjut Aff DC Aff drain Diet susu 3x100 cc Mobilisasi jalan (14/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (+), mual (+), muntah (-), flatus (+), BAB (+), batuk (+) O : KU : lemah VS : TD 110/70, Nadi 88x/menit, RR 22x/menit, T 38,5 Px fisik : abdomen: peristaltik (+) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.7 P : terapi lanjut Ambroxol syr 3x1 ct
Diet bubur TKTP Jalan-jalan Rencana besok BPL (15/04/2015) S : nyeri luka post op (+), demam (-), mual (<<), muntah (-), flatus (+), BAB (+) O : KU : lemah VS : TD 120/80, Nadi 85x/menit, RR 20x/menit, T 37,3 Px fisik : abdomen: peristaltik (+) Luka post op : bersih (+), basah (+), pus (-) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.8 P : terapi lanjut Mobilisasi (16/042015) S : nyeri luka post op (<<), demam (-), mual (-), muntah (-), flatus (+), BAB (+) O : KU : cukup VS : TD 120/80, Nadi 80x/menit, RR 20x/menit, T 36,8 Px fisik : abdomen: peristaltik (+) Luka operasi : basah (+), pus (-), bersih (-) A : post laparotomi eksplorasi, gaster repair omentum patch H.9 P : BPL
PERFORASI GASTER
A. PENDAHULUAN Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Penyebab perforasi gastrointestinal adalah ulkus peptik, inflamasi divertikulum kolon sigmoid, kerusakan akibat trauma, perubahan pada kasus penyakit Crohn, kolitis ulserasi, dan tumor ganas di sistem gastrointestinal. Perforasi paling sering adalah akibat ulkus peptik lambung dan duodenum. Perforasi dapat terjadi di rongga abdomen (perforatio libera) atau adesi kantung buatan (perforatio tecta). Pada tahun 1799 gejala klinik ulkus perforasi dikenali untuk pertama kali, meskipun baru pada tahun 1892, Ludwig Hensner, seorang Jerman, pertama kali melakukan tindaka bedah pada ulkus peptik lambung.
Pada tahun 1894, Henry Percy Dean melakukan tindakan bedah pada ulkus perforasi usus kecil duodenum. Gastrektomi parsial, meskipun sudah dilaksanakan untuk ulkus gaster perforasi dari awal 1892, tidak menjadi terapi populer sampai tahun 1940. Hal ini karena dirasakan adanya rekurensi yang tinggi dari gejalagejala setelah perbaikan sederhana. Efek fisiologis vagotomi trunkal pada sekresi asam telah diketahui sejak awal abad 19, dan pendekatan ini diperkenalkan sebagai terapi ulkus duodenum pada tahun 1940. Perkembangan selanjutnya terapi ulkus peptik adalah diperkenalkannya vagotomi selektif tinggi pada akhir 1960. Namun, tidak ada satupun pencapaian ini yang terbukti berhasil, dan beberapa komplikasi postoperatif, termasuk angka rekurensi ulkus yang tinggi, telah membatasi penggunaan teknik-teknik ini. Akhir-akhir ini, pada pasien dengan perforasi gaster, penutupan sederhana lebih umum dikerjakan daripada reseksi gaster. B. ANATOMI LAMBUNG Lambung merupakan bagian sistem gastrointestinal yang terletak di antara esophagus dan duodenum. Dari hubungan anatomi topografik lambung-duodenum dengan hati, pankreas, dan limpa, dapat diperkirakan bahwa tukak peptik akan mengalami perforasi ke rongga sekitarnya secara bebas atau penetrasi ke dalam organ di dekatnya, bergantung pada letak tukak. Berdasarkan faalnya, lambung dibagi dalam dua bagian. Tiga perempat proksimal yang terdiri dari fundus dan korpus, berfungsi sebagai penampung makanan yang ditelan serta tempat produksi asam lambung dan pepsin, sedangkan dinding korpus, apalagi antrum, tebal, dan kuat lapisan ototnya. Ciri yang cukup menonjol pada anatomi lambung adalah peredaran darahnya yang sangat kaya dan berasal dari empat jurusan dengan pembuluh nadi besar di pinggir kurvatura mayor dan minor serta dalam dinding lambung. Di belakang dan tepi madial duodenum, juga ditemukan arteri besar (a.gastroduodenalis). Perdarahan hebat bisa terjadi karena erosi dinding arteri itu pada tukak peptik lambung atau duodenum. Vena dari lambung duodenum bermuara ke vena porta. Peredaran vena ini kaya sekali dengan hubungan kolateral ke organ yang ada hubungan embrional dengan lambung dan duodenum.
Saluran limf dari lambung juga cukup rumit, Semuanya akan berakhir di kelenjar paraaorta dan preaorta di pangkal mesenterium embrional. Antara lambung dan pangkal embrional itu terdapat kelenjar limf yang letaknya tersebar di mana-mana akibat putaran embrional. Persarafan simpatis lambung seperti biasa melalui serabut saraf yang menyertai arteri. Impuls nyeri dihantarkan melalui serabut eferen saraf simpatis. Serabut parasimpatis berasal dari n.vagus dan mengurus sel parietal di fundus dan korpus lambung. Nervus vagus anterior (sinister) memberikan cabang ke kandung empedu, hati dan antrum sebagai saraf Laterjet anterior, sedangkan n.vagus posterior (dekstra) memberikan cabang ke ganglion seliakus untuk visera lain di perut kan ke antrum sebagai saraf Laterjet posterior. C. FISIOLOGI LAMBUNG Fungsi utama lambung adalah penerima makanan dan minuman, dikerjakan oleh fundus dan korpus, dan penghancur dikerjakan oleh antrum, selain turut bekerja dalam pencernaan awal berkat kerja kimiawi asam lambung dan pepsin. Motilitas Fungsi lambung yang berkaitan dengan gerakan adalah penyimpanan dan pencampuran makanan serta pengosongan lambung. Kemampuan lambung menampung makanan mencapai 1500 ml karena mampu menyesuaikan ukurannya dengan kenaikan tekanan intraluminal tanpa peregangan dinding (relaksasi reseptif). Fungsi ini diatur oleh n.vagus dan hilang setelah vagotomi. Ini antara lain yang mendasari turunnya kapasitas penampungan pada penderita tumor lambung lanjut sehingga cepat kenyang. Peristalsis terjadi bila lambung mengambang akibat adanya makanan dan minuman. Kontraksi yang kuat pada antrum (dindingnya paling tebal) akan mencampur makanan dengan enzim lambung, kemudian mengosongkannya ke duodenum secara bertahap. Daging tidak berlemak, nasi, dan sayuran meninggalkan lambung dalam tiga jam, sedangkan makanan yang tinggi lemak dapat bertahan di lambung 6-12 jam.
Cairan lambung yang jumlahnya bervariasi antara 500-1500 ml/hari mengandung lendir, pepsinogen, faktor intrinsik dan elektrolit, terutama larutan HCl. Sekresi basal cairan ini selalu ada dalam jumlah sedikit. Produksi asam merupakan hal yang kompleks, namun secara sederhana dibagi atas tiga fase perangsangan. Ketiga fase, yaitu fase sefalik, fase gastrik, dan fase intestinal ini saling mempengaruhi dan berhubungan. a. Fase sefalik Rangsang yang timbul akibat melihat, menghirup, merasakan, bahkan berpikir tentang makanan akan meningkatkan produksi asam melalui aktivitas n.vagus. b. Fase gastrik Distensi lambung akibat adanya makanan atau zat kimia, seperti kalsium, asam amino, dan peptida dalam makanan akan merangsang produksi gastrin, refleks vagus, dan reflek kolinergik intramural. Semua itu akan merangsang sel parietal untuk memproduksi asam lambung. c. Fase intestinal Hormon enterooksintin merangsang produksi asam lambung setelah makanan sampai di usus halus. Seperti halnya proses sekresi dalam tubuh, cairan lambung bertindak sebagai penghambat sekresinya sendiri berdasarkan prinsip umpan balik. Keasaman yang tinggi di daerah antrum akan menghambat produksi gastrin oleh sel G sehingga sekresi fase gastrik akan berkurang. Pada pH di bawah 2.5 produksi gastrin mulai dihambat. D. PERFORASI GASTER Pada orang dewasa, perforasi ulkus peptik adalah penyebab umum dari morbiditas dan mortalitas akut abdomen sampai sekitar 30 tahun lalu. Angka kejadian menurun secara paralel dengan penurunan umum dari prevalensi ulkus peptik. Ulkus duodenum 2-3 kali lebih sering dari perforasi ulkus gaster. Sekitar satu pertiga perforasi gaster berkaitan dengan karsinoma gaster. Etiologi
Perforasi non-trauma, misalnya
o akibat volvulus gaster karena overdistensi dan iskemia spontan pasa bayi baru lahir yang terimplikasi syok dan stress ulcer. o Ingesti aspirin, anti inflamasi non steroid, dan steroid, terutama pada pasien usia lanjut. o Adanya faktor predisposisi : termasuk ulkus peptic o Perforasi oleh malignansi intraabdomen atau limfoma o Benda asing (misalnya jarum pentul) dapat menyebabkan perforasi esofagus, gaster, atau usus dengan infeksi intraabdomen,
peritonitis, dan sepsis. Perforasi trauma (tajam atau tumpul) misalnya : o trauma iatrogenik setelah pemasangan pipa nasogastrik saat endoskopi. o Luka penetrasi ke dada bagian bawah atau abdomen (misalnya tusukan pisau) o Trauma tumpul pada gaster : trauma seperti ini lebih umum pada anak daripada dewasa dan termasuk trauma yang berhubungan dengan pemasangan alat, cedera gagang kemudi sepeda, dan sindrom sabuk pengaman. Dari hasil penelitian di RS Hasan Sadikin Bandung sejak akhir tahun 2006
terhadap 38 kasus perforasi gaster, 32 orang di antaranya adalah pengonsumsi jamu (84,2 persen) dan dari jumlah itu, sebanyak 18 orang mengonsumsi jamu lebih dari 1 tahun (56,25 persen). Pasien yang paling lama mengonsumsi jamu adalah sekitar 5 tahun. Frekuensi tersering mengonsumsi jamu adalah seminggu tiga kali. Namun jamu yang mereka konsumsi adalah jamu plus obat kimia atau yang sering dikenal dengan jamu oplosan. Dari uji laboratorium, ternyata jamu tersebut mengandung bahan kimia. Sebagian besar zat kimia tersebut merupakan golongan obat yang bersifat antiperadangan dan antinyeri (anti-inflamasi) nonsteroid (NSAID) di antaranya fenilbutazon, antalgin, dan natrium diclofenac, serta golongan obat anti-inflamasi steroid di antaranya deksametosan dan prednisone. Ruptur lambung akan melepaskan udara dan kandungan lambung ke dalam peritoneum. pasien akan menunjukkan rasa nyeri hebat, akut, disertai
peritonitis. Dari radiologis, sejumlah besar udara bebas akan tampak di peritoneum dan ligamentum falsiparum tampak dikelilingi udara. Patofisiologi Dalam keadaan normal, lambung relatif bersih dari bakteri dan mikroorganisme lain karena kadar asam intraluminalnya yang tinggi. Kebanyakan orang yang mengalami trauma abdominal memiliki fungsi gaster normal dan tidak berada dalam resiko kontaminasi bakteri setelah perforasi gaster. Namun, mereka yang sebelumnya sudah memiliki masalah gaster beresiko terhadap kontaminasi peritoneal dengan perforasi gaster. Kebocoran cairan asam lambung ke rongga peritoneal sering berakibat peritonitis kimia yang dalam. Jika kebocoran tidak ditutup dan partikel makanan mencapai rongga peritoneal, peritonitis kimia bertahap menjadi peritonitis bakterial. Pasien mungkin bebas gejala untuk beberapa jam antara peritonitis kimia awal sampai peritonitis bakterial kemudian. Adanya bakteri di rongga peritoneal merangsang influks sel-sel inflamasi akut. Omentum dan organ dalam cenderung untuk melokalisasi tempat inflamasi, membentuk flegmon (ini biasanya terjadi pada perforasi usus besar). Hipoksia yang diakibatkan di area memfasilitasi pertumbuhan bakteri anaerob dan menyebabkan pelemahan aktivitas bakterisid dari granulosit, yang mengarah pada peningkatan aktivitas fagosit granulosit, degradasi sel, hipertonisitas cairan membentuk abses, efek osmotik, mengalirnya lebih banyak cairan ke area abses, dan pembesaran abses abdomen. Jika tidak diterapi, bakteremia, sepsis general, kegagalan multi organ, dan syok dapat terjadi. Tanda dan Gejala Perforasi gaster akan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi akan tampak kesakitan hebat, seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak, terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsang peritoneum oleh asam lambung, empedu dan/atau enzim pankreas. Cairan lambung akan mengalir ke kelok parakolika kanan, menimbulkan nyeri perut kanan bawah, kemudian menyebar ke seluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut. Pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, fase ini disebut fase peritonitis kimia. Adanya nyeri di bahu menunjukkan adanya rangsangan
peritoneum di permukaan bawah diafragma. Reaksi peritoneum berupa pengenceran zat asam yang merangsang itu akan mengurangi keluhan untuk sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri tekan dan defans muskuler. Pekak hati bisa hilang karena adanya udara bebas di bawah diafragma. Peristaltis usus menurun sampai menghilang akibat kelumpuhan sementara usus. Bila telah terjadi peritonitis bakteria, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi, dan penderita tampak letargik karena syok toksik. Rangsangan peritoneum menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritoneum dengan peritoneum. Nyeri subjektif dirasakan waktu penderita bergerak, seperti berjalan, bernapas, menggerakkan badan, batuk, dan mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri ketika digerakkan seperti pada saat palpasi, tekanan dilepaskan, colok dubur, tes psoas, dan tes obturator. Pemeriksaan Penunjang Sejalan dengan penemuan klinis, metode tambahan yang dapat dilakukan adalah : foto polos abdomen pada posisi berdiri, ultrasonografi dengan vesika urinaria penuh, CT-scan murni dan CT-scan dengan kontras. Jika temuan foto Rontgen dan ultrasonografi tidak jelas, sebaiknya jangan ragu untuk menggunakan CT-scan, dengan pertimbangan metode ini dapat mendeteksi cairan dan jumlah udara yang sangat sedikit sekali pun yang tidak terdeteksi oleh metode yang disebutkan sebelumnya. a. Radiologi Perforasi gastrointestinal adalah penyebab umum dari akut abdomen. Isi yang keluar dari perforasi dapat mengandung udara, cairan lambung dan duodenum, empedu, makanan, dan bakteri. Udara bebas atau pneumoperitoneum terbentuk jika udara keluar dari sistem gastrointestinal. Hal ini terjadi setelah perforasi lambung, bagian oral duodenum, dan usus besar. Pada kasus perforasi usus kecil, yang dalam keadaan normal tidak mengandung udara, jumlah udara yang sangat kecil dilepaskan. Udara bebas terjadi di rongga peritoneum 20 menit setelah perforasi. Manfaat penemuan dini dan pasti dari perforasi gaster sangat penting, karena keadaan ini biasanya memerlukan intervensi bedah.
Radiologis memiliki peran nyata dalam menolong ahli bedah dalam memilih prosedur diagnostik dan untuk memutuskan apakah pasien perlu dioperasi. Deteksi pneumoperitoneum minimal pada pasien dengan nyeri akut abdomen karena perforasi gaster adalah tugas diagnostik yang paling penting dalam status kegawatdaruratan abdomen. Seorang dokter yang berpengalaman, dengan menggunakan teknik radiologi, dapat mendeteksi jumlah udara sebanyak 1 ml. dalam melakukannya, ia menggunakan teknik foto abdomen klasik dalam posisi berdiri dan posisi lateral decubitus kiri. Untuk melihat udara bebas dan membuat interpretasi radiologi dapat dipercaya, kualitas film pajanan dan posisi yang benar sangat penting. Setiap pasien harus mengambil posisi adekuat 10 menit sebelum pengambilan foto, maka, pada saat pengambilan udara bebas dapat mencapai titik tertinggi di abdomen. Banyak peneliti menunjukkan kehadiran udara bebas dapat terlihat pada 75-80% kasus. Udara bebas tampak pada posisi berdiri atau posisi decubitus lateral kiri. Pada kasus perforasi karena trauma, perforasi dapat tersembunyi dan tertutup oleh kondisi bedah patologis lain. Posisi supine menunjukkan pneumoperitoneum pada hanya 56% kasus. Sekitar 50% pasien menunjukkan kumpulan udara di abdomen atas kanan, lainnya adalah subhepatika atau di ruang hepatorenal. Di sini dapat terlihat gambaran oval kecil atau linear. Gambaran udara bentuk segitiga kecil juga dapat tampak di antara lekukan usus. Meskipun, paling sering terlihat dalam bentuk seperti kubah atau bentuk bulan setengah di bawah diafragma pada posisi berdiri. Football sign menggambarkan adanya udara bebas di atas kumpulan cairan di bagian tengah abdomen. b. Ultrasonografi Ultrasonografi adalah metode awal untuk kebanyakan kondisi akut abdomen. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi cairan bebas dengan berbagai densitas, yang pada kasus ini adalah sangat tidak homogen karena terdapat kandungan lambung. Pemeriksaan ini khususnya berharga untuk mendeteksi cairan bebas di pelvik kecil menggunakan teknik kandung
kemih penuh. Kebanyakan, ultrasonografi tidak dapat mendeteksi udara bebas. c. CT-Scan CT Scan abdomen adalah metode yang jauh lebih sensitif untuk mendeteksi udara setelah perforasi, bahkan jika udara tampak seperti gelembung dan saat pada foto rontgen murni dinyatakan negatif. Oleh karena itu, CT scan sangat efisien untuk deteksi dini perforasi gaster. Ketika melakukan pemeriksaan, kita perlu menyetel jendelanya agar dapat membedakan antara lemak dengan udara, karena keduanya tampak sebagai area hipodens dengan densitas negatif. Jendela untuk parenkim paru adalah yang terbaik untuk mengatasi masalah ini. Saat CT scan dilakukan dalam posisi supine, gelembung udara pada CT scan terutama berlokasi di depan bagian abdomen. Kita dapat melihat gelembung udara bergerak jika pasien setelah itu mengambil posisi decubitus kiri. CT scan juga jauh lebih baik dalam mendeteksi kumpulan cairan di bursa omentalis dan retroperitoneal. Walaupun sensitivitasnya tinggi, CT scan tidak selalu diperlukan berkaitan dengan biaya yang tinggi dan efek radiasinya. Jika kita menduga seseorang mengalami perforasi, dan udara bebas tidak terlihat pada scan murni klasik, kita dapat menggunakan substansi kontras nonionik untuk membuktikan keraguan kita. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan udara melalui pipa nasogastrik 10 menit sebelum scanning. Cara kedua adalah dengan memberikan kontras yang dapat larut secara oral minimal 250 ml 5 menit sebelum scanning, yang membantu untuk menunjukkan kontras tapi bukan udara. Komponen barium tidak dapat diberikan pada keadaan ini karena mereka dapat menyebabkan pembentukkan granuloma dan adesi peritoneum. Beberapa penulis menyatakan bahwa CT scan dapat memberi ketepatan sampai 95%. Penatalaksanaan Penderita yang lambungnya mengalami perforasi harus diperbaiki keadaan umumnya sebelum operasi. Pemberian cairan dan koreksi elektrolit, pemasangan pipa nasogastrik, dan pemberian antibiotik mutlak diberikan. Jika gejala dan
tanda-tanda peritonitis umum tidak ada, kebijakan nonoperatif mungkin digunakan dengan terapi antibiotik langsung terhadap bakteri gram-negatif dan anaerob. Tujuan dari terapi bedah adalah :
Koreksi masalah anatomi yang mendasari Koreksi penyebab peritonitis Membuang setiap material asing di rongga peritoneum yang dapat menghambat fungsi leukosit dan mendorong pertumbuhan bakteri (seperti darah, makanan, sekresi lambung).
Laparotomi dilakukan segera setelah upaya suportif dikerjakan. Jahitan saja setelah eksisi tukak yang perforasi belum mengatasi penyakit primernya, tetapi tindakan ini dianjurkan bila keadaan umum kurang baik, penderita usia lanjut, dan terdapat peritonitis purulenta. Bila keadaan memungkinkan, tambahan tindakan vagotomi dan antrektomi dianjurkan untuk mencegah kekambuhan. Perforasi gaster pada periode neonatal. Meskipun perforasi gaster jarang terjadi, penyakit ini lebih sering terjadi pada anak daripada dewasa, dan biasanya terjadi di ICU neonatal. Tiga mekanisme telah diajukan untuk perforasi gaster pada neonatal : traumatik, iskemik, dan spontan. Etiologi spesifik dapat sulit ditentukan karena bayi biasanya sakit dan patologi aktual menyediakan hanya sedikit petunjuk. Kebanyakan perforasi gaster adalah akibat trauma iatrogenik. Cedera paling umum adalah akibat pemasangan pipa orogastrik atau nasogastrik yang terlalu bertenaga. Perforasi biasanya di sepanjang kurvatura mayor dan tampak sebagai luka tusuk atau laserasi pendek. Perforasi gaster traumatik dapat muncul sebagai akibat distensi gaster yang hebat selama ventilasi tekanan positif selama resusitasi bag-mask atau ventilasi mekanik untuk gagal napas. Mekanisme perforasi iskemik sulit diterangkan karena kasus ini dihubungkan dengan kondisi stress fisiologis berat seperti prematuritas hebat, sepsis, dan asfiksia neonatal. Perforasi gastrik iskemik telah dilaporkan dalam hubungan dengan enterokolitis nekrotikans. Karena stress ulcer gaster telah
dilaporkan pada berbagai bayi yang sakit kritis, telah diajukan bahwa perforasi gaster sebagai akibat dari nekrosis transmural. Perforasi gaster spontan pernah dilaporkan terjadi pada bayi yang sehat, biasanya dalam minggu pertama kehidupan terutama antara hari ke 2 sampai ke 7. Istilah spontan menyatakan penyebab yang bukan akibat enterokolitis nekrotikan atau iskemia, trauma dari intubasi gastrik, obstruksi intestinal atau insuflasi aksidental selama bantuan ventilasi. Meskipun stress perinatal dan prematuritas tidak umum dihubungkan, tidak ada faktor predisposisi yang dapat diidentifikasi pada setidaknya 20% kasus. Satu hipotesis adalah bahwa perforasi spontan berkaitan dengan defek kongenital dinding muskuler gaster. Namun penemuan patologis yang sama belum pernah dilaporkan. Perforasi gastroduodenal telah dihubungkan dengan terapi steroid postnatal untuk mencegah atau terapi BPD. Kebanyakan bayi diberi makan secara normal sampai saat terjadi perforasi. Gambaran patologis dan klinis konsisten dengan overdistensi mekanik daripada iskemia sebagai penyebab perforasi. Tanda dan gejala perforasi gaster biasanya mereka dengan gejala akut abdomen disertai sepsis dan gagal napas. Pemeriksaan abdominal adanya distensi abdominal yang signifikan. Vomitus adalah gejala yang tidak konsisten. Konfirmasi radiografi akan pneumoperitoneum masif adalah sugestif dan studi kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis tidak diindikasikan. Tanda-tanda syok hipovolemik dan sepsis melengkapi gambaran klinik. Perforasi pada bayi baru lahir merupakan kegawatdaruratan bedah. Karena ukuran yang besar dan tempat perforasi yang proksimal, bayi-bayi ini dapat mendapat pneumoperitoneum dengan progresifitas cepat yang dihubungkan dengan bahaya kardiopulmoner. Sebelum intervensi bedah, selama evaluasi dan resusitasi bayi, dekompresi jarum abdomen dengan kateter intravena besar mungkin diperlukan. Pipa nasogastrik sebaiknya dipasang ketika resusitasi cepat dikerjakan. Pada bayi dengan berat lahir yang sangat rendah yang mengalami perforasi terisolasi, drainse peritonel saja dapat encukupi. Udara bebas persisten atau asidosis berkelanjutan dan bukti peritonitis mengamanatkan eksplorasi bedah. Perbaikan
bedah kebanyakan perforasi terdiri dari debrideman dan penutupan dua lapis gaster. Suatu gastrostomi mungkin menjamin. Reseksi lambung signifikan sebaiknya dihindari. kerusakan sering melibatkan dinding posterior lambung sepanjang kurvatura mayor membuat pembagian omentum gastrokolik dan eksplorasi dinding lambung posterior diperlukan bahkan jika gangguan ditemukan juga di dinding anterior. Area multipel dari cedera harus dikecualikan. Terapi suportif yang giat post operatif bersama dengan penggunaan antibiotik spektrum luas secara intravena diperlukan. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi angka ketahanan hidup tampaknya adalah interval antara onset gejala dan dimulainya terapi definitif, luas kontaminasi peritonel, derajat prematuritas dan keparahan konsekuensi asfiksia. Berkaitan dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan sepsis dan gagal napas sering ditemukan pada bayi prematur, angka mortalitas perforasi gaster menjadi tinggi, berkisar antara 45% sampai 58%. Komplikasi
Infeksi Luka, angka kejadian infeksi berkaitan dengan muatan bakteri pada
gaster Kegagalan luka operasi o Kegagalan luka operasi (kerusakan parsial atau total pada setiap lapisan luka operasi) dapat terjadi segera atau lambat o Faktor-faktor berikut ini dihubungkan dengan kegagalan luka
operasi : Malnutrisi Sepsis Uremia Diabetes mellitus Terapi kortikosteroid Obesitas Batuk yang berat Hematoma (dengan atau tanpa infeksi) Abses abdominal terlokalisasi Kegagalan multiorgan dan syok septik o Septikemia adalah proliferasi bakteri dalam
darah
yang
menimbulkan manifestasi sistemik, seperti kekakuan, demam,
hipotermi (pada septikemia gram negatif dengan endotoksemia), leukositosis atau leukopenia (pada septikemia berat), takikardi, dan kolaps sirkuler. o Syok septik dihubungkan dengan kombinasi hal-hal berikut : Hilangnya tonus vasomotor Peningkatan permeabilitas kapiler Depresi myocardial Pemakaian leukosit dan trombosit Penyebaran substansi vasoaktif kuat, seperti histamin, serotonin, dan prostaglandin, menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler Aktivasi komplemen dan kerusakan endotel kapiler o Infeksi gram-negatif dihubungkan dengan prognosis yang lebih buruk dari gram-positif, mungkin karena hubungan dengan
endotoksemia. Gagal ginjal dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan pH Perdarahan mukosa gaster. Komplikasi ini biasanya dihubungkan dengan kegagalan sistem multipel organ dan mungkin berhubungan dengan defek
proteksi oleh mukosa gaster Obstruksi mekanik, sering disebabkan karena adesi postoperative Delirium post-operatif. Faktor berikut dapat menyebabkan predisposisi delirium postoperatif: o Usia lanjut o Ketergantungan obat o Demensia o Abnormalitan metabolic o Infeksi o Riwayat delirium sebelumnya o Hipoksia o Hipotensi Intraoperatif/postoperatif
Prognosis Apabila tindakan operasi dan pemberian antibiotik berspektrum luas cepat dilakukan maka prognosisnya dubia ad bonam. Sedangkan bila diagnosis, tindakan, dan pemberian antibiotik terlambat dilakukan maka prognosisnya menjadi dubia ad malam.
Hasil terapi meningkat dengan diagnosis dan penatalaksanaan dini. Faktorfaktor berikut akan meningkatkan resiko kematian :
Usia lanjut Adanya penyakit yang mendasari sebelumnya Malnutrisi Timbulnya komplikasi
DAFTAR PUSTAKA Azer,
Samy
A.,
Intestinal
Perforation
–
emedicine
available
from,
http://www.emedicine.com/med/topic2822.htm Gharehbaghy, Manizheh M., Rafeey, Mandana., Acute Gastric Perforation in Neonatal
Period,
available
from
www.medicaljournal-
ias.org/14_2/Gharehbaghy.pdf Hermana, A., Awas, Bahaya Jamu Oplosan! Available from http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/072007/05/cakrawala/lainnya Mansjoer, A., Suprohalta., Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi Ketiga, Jilid 2, Fakultas Kedokteran UI, Media Aesculapius, Jakarta : 2000 Medcyclopaedia
–
Gastric
rupture,
available
from
http://www.medcyclopaedia.com/library/topics/volume_vii/g/gastric_ruptu r Sofić, Amela., Bešlić, Šerif., Linceder, Lidija., Vrcić, Dunja., Early radiological diagnostics of gastrointestinal perforation, available from www.onkoi.si/uploads/articles/Radiology_40_2_2.pdf Pieter, John, editor : Sjamsuhidajat,R. dan De Jong, Wim, Bab 31 : Lambung dan Duodenum, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, EGC : Jakarta, 2004. Hal. 54159.