BAB 1 PENDAHULUAN
Limfoma Non Hodgkin merupakan salah satu jenis bentuk keganasan dari Limfoma Maligna. Limfoma Maligna (LM) adalah proliferasi abnormal dari sistem limfoid dan struktur yang membentuknya; dapat menyerang kelenjar getah bening atau organ di luar kelnjar getah bening. Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit yang berasal dari limfosit B, Limfosit T, dan dapat juga berasal dari sel NK ( Natural Killer ) yang berada pada sistem limfe. Pada LNH terjadi proliferasi dari sel limfosit yang tak terkendali sehingga menyebabkan terbentuknya tumor. 1 Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.2,3 Manifestasi
Klinis
dari
penderita
Limfoma
non-hodgkin
yaitu
pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit, demam, keringat malam, rasa lelah yang dirasakan terus menerus, gangguan pencernaan dan nyeri perut, hilangnya nafsu makan, nyeri tulang, bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena, dan limphadenopati. 1,2,3 Limfoma non-hodgkin menjadi permasalahan kesehatan yang serius dari komplikasi yang berakibat langsung seperti mudahnya terjadi infeksi, penekanan terhadap organ khususnya khususnya jalan nafas, usus, dan saraf. 1,2,3
1
BAB 2 KASUS 2.1. IDENTITAS 1. Identitas Penderita:
Nama penderita
: An. MS
Umur
: 8,6 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat/tanggal lahir
: Lamandau, 20 Agustus 2008
Agama
: Kristen Protestan
Tanggal MRS
: 6/1/2017
2. Identitas Orang Tua/Wali: Tua/Wali:
Ayah : Nama
: Tn. T
Pendidikan
: Swasta
Pekerjaan
: SMP
Alamat
: PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab. Lamandau
Ibu
: Nama
: Ny. M
Pendidikan
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
: SMP
Alamat
: PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab. Lamandau
2.2. YANG MENGIRIM
Rujukan Rumah Sakit Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun dengan diagnosis 2.3. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan
: Ibu dan Ayah Pasien
Tanggal/jam
: 11 Januari 2017 / 13.00 WIB
1. Keluhan Utama
: Benjolan pada leher disebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang rujukan dari RS Sultan
Imannudin dengan keluhan utama benjolan di leher sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan hanya ada satu pada bagian kiri leher. Awalnya 2
BAB 2 KASUS 2.1. IDENTITAS 1. Identitas Penderita:
Nama penderita
: An. MS
Umur
: 8,6 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Tempat/tanggal lahir
: Lamandau, 20 Agustus 2008
Agama
: Kristen Protestan
Tanggal MRS
: 6/1/2017
2. Identitas Orang Tua/Wali: Tua/Wali:
Ayah : Nama
: Tn. T
Pendidikan
: Swasta
Pekerjaan
: SMP
Alamat
: PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab. Lamandau
Ibu
: Nama
: Ny. M
Pendidikan
: Ibu Rumah Tangga
Pekerjaan
: SMP
Alamat
: PT. Sumber Mahadika Graha 001 Penopa Kab. Lamandau
2.2. YANG MENGIRIM
Rujukan Rumah Sakit Daerah Sultan Imanuddin Pangkalan Bun dengan diagnosis 2.3. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan
: Ibu dan Ayah Pasien
Tanggal/jam
: 11 Januari 2017 / 13.00 WIB
1. Keluhan Utama
: Benjolan pada leher disebelah kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang rujukan dari RS Sultan
Imannudin dengan keluhan utama benjolan di leher sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan hanya ada satu pada bagian kiri leher. Awalnya 2
benjolan sebesar kelereng. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar sampai sekarang sebesar telur ayam. Benjolan dirasakan tidak menjalar, tidak terasa nyeri, tidak terasa panas, dan benjolan tidak pernah luka hingga bernanah. Pasien juga mengeluh demam sejak 2 bulan yang lalu. Demam dirasakan naik turun. Demam menurun saat diberikan obat penurun panas. Demam tidak disertai menggigil, mimisan, gusi berdarah, nyeri menelan, keluar cairan dari telinga, nyeri berkemih, BAK seperti teh, dan BAB berwarna hitam. Pasien mengeluh nyeri n yeri diseluruh badan. Nyeri berpindah pindah tidak ada. Ibu pasein juga mengatakan pasien mengeluh mual dan muntah sejak 1 bulan yang lalu. Pasien muntah setiap apa yang dimakan dimuntahkan dengan volume sekitar 1/8 gelas aqua. Muntah berwarna hijau kekuningan, darah (-), lendir (-), tetapi pasien masih banyak minum. Selain itu juga mengeluh nyeri pada perut bagian atas ditengah. Nyeri tidak dirasakan menjalar. BAK dan BAB lancar serta tidak nyeri. Selain itu, ibu pasien mengatakan bahwa pasien mengalami penurunan nafsu makan yang mengakibatkan penurunan berat badan dari 23 kg menjadi 19 kg dalam 3 bulan terakhir ini. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
1.
Riwayat memiliki operasi operasi usu buntu ± 2 bulan yang lalu di RSUD RSUD Sultan Imanduddin Pangkalanbun
2.
Riwayat TB Paru (+) sejak 1 tahun yang lalu. Pengobatan sudah tuntas, keluhan batuk sudah tidak ada.
4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1.
Riwayat antenatal : ANC 4x selama masa kehamilan di Puskesmas
2.
Riwayat natal
3. Nilai APGAR
: Lahir Spontan : Saat lahir langsung menangis
4.
Berat badan lahir : 2700 gr
5.
Tempat dan Penolong : Lahir dirumah dan ditolong bidan puskesmas
6.
Riwayat neonatal : Tidak ada membiru pada bibir atau tangan dan kaki, tidak ada demam atau badan kuning. 3
5. Riwayat Perkembangan
Perkembangan motorik kasar, motorik halus, bahasa dan kemandirian sudah sesuai dengan usia. Usia sekarang os dapat melompat, menendang benda, menggambar garis, bisa berbicara banyak kata ke orang lain, bisa mencuci tangan dan menyuap makan sendiri. 6. Riwayat Imunisasi
Tabel 1. Riwayat Imunisasi Jenis BCG POLIO HEPATITIS B DPT CAMPAK
Dasar (umur dalam hari/bulan) 1 Bulan 2,4,6 bulan 2,4,6 bulan 2,4,6 bulan 9 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia 7. Riwayat Makanan
Tabel 2. Riwayat Makanan USIA
MAKANAN
0-1 Tahun
Susu ASI semau anak
6 Bulan
Bubur nasi dan sayuran dilunakkan 3xhari
1 tahun
Bubur saring + telur, sayuran 3-4 kali sehari
2-8 tahun
Makan Nasi biasa + telur + tempe + tahu sekitar 3 kali sehari
Kesan : Makanan Sehat
4
8. Riwayat Penyakit Keluarga
Pada keluarga pasien, nenek pasien memiliki kanker payudara.
= Perempuan
= Laki-laki
= An.M
= Nenek pasien yang mengalami
Gambar 1. Skema Riwayat Penyakit
kanker payudara
Keluarga
9. Riwayat Sosial Lingkungan
1. Keadaan lingkungan rumah yang bersih. 2. Ventilasi yang cukup baik dan sinar matahari yang cukup masuk ke dalam rumah. 3. Jarak septik tank dengan sumber air minum berjarak sekitar 5 meter. 4. Keadaan sosial ekonomi yang kurang 5. Sekitar rumah ada pembuangan sampah
2.4. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan Umum
: Tampak lemas, tampak sangat kurus, tampak seperti orang tua
Kesadaran
: Kompos Mentis
GCS
: E4M6V5
2. Pengukuran
Tanggal
: 12-01-2017
Umur
: 8,6 tahun
Tanda vital: Nadi
: 110 x/menit (reguler, isi cukup, dan kuat angkat)
Suhu
: 36,00C
Respirasi
: 21 x/menit 5
Antopometri : Berat badan
: 19 kg
Tinggi badan
: 127 cm
Lingkar Lengan Atas
: 10 cm (51%) Gizi buruk
Status Gizi (BB/TB)
: 76% Gizi Kurang (Waterlow)
6
3. Kulit
Warna
: Sawo Matang
Sianosis
: Tidak ada
Hemangioma
: Tidak ada
Turgor
: Tidak cepat kembali
Kelembapan
: Kering, keriput
Pucat
: Tidak Ada
Lain-lain
: Lemak Subkutan tipis
4. Kepala
Bentuk
: Mesosephal
Sefal hematom
: Tidak ada
Caput suksadenum
: Tidak ada
Lain-lain
: Wajah tampak seperti orang tua
Rambut:
Mata:
Warna
: Hitam
Tebal/tipis
: Tipis
Distribusi
: Merata
Alopesia
: Tidak ada
Lain-lain
: Mudah dicabut
Palpebra
: Edem (-/-), cekung (-/-)
Alis, bulumata
: Hitam, jarang, tidak mudah tercabut
Konjungtiva
: Anemis (-/-)
Sklera
: Ikterik (-/-)
Produksi air mata
: Cukup
Pupil: Diameter
: 3 mm / 3 mm
Simetris
: +/+
Refleks cahaya : Langsung (+/+), tidak langsung (+/+)
Telinga:
Kornea
: Jernih
Bentuk
: Simetris
Sekret
: Tidak ada
Serumen
: Minimal
Nyeri
: Tidak ada
7
Hidung:
Bentuk
: Simetris
Pernapasan cuping hidung: (-/-)
Mulut:
Epistaksis
: Tidak ada
Sekret
: Tidak ada
Lain-lain
: Memakai NGT
Bentuk
: Normal
Bibir
: Sianosis, kering (+)
Gusi
: - Tidak mudah berdarah - Tidak ada pembengkakan
Lidah:
Lain-lain
: tidak ada
Bentuk
: Normal
Pucat
: Tidak ada
Tremor
: Tidak tremor
Warna
: Merah muda
5. Leher
Vena jugularis:
Pulsasi
: Tidak teraba
Tekanan
: Tidak meningkat
Pembesaran kelenjar leher
: ada region colli sinistra Pembesaran berukuran ± 6x8 cm, tidak ada nyeri tekan, immobile, konsistensi keras, tidak ada tanda radang pada benjolan, permukaan tidak rata
Massa
: Tidak ada
Tortikolis
: Tidak ada
6. Thoraks Dinding dada/paru
Inspeksi :
Bentuk
: Simetris kanan-kiri, ketinggalan gerak (-), barrel chest (-), pectus carinatum (-), pectus excavatum (-)
Retraksi
: (-)
Dispnea
: (-)
Pernapasan
: Thorakal-abdominal 8
Palpasi :
Fremitus fokal
: Normal (+/+)
Perkusi
: Sonor (+/+)
Auskultasi: Suara napas dasar
: Vesikuler (+/+)
Suara napas tambahan: Ronki (-/-) wheezing (-/-) Jantung
Inspeksi:
Ictus cordis
: Tidak terlihat
Palpasi:
Apeks
: Teraba di SIC V linea midclavicula sinistra
Auskultasi: Frekuensi
: 110 x/menit, irama: reguler
Suara dasar
: S1-S2 reguler, thrill (-),
Bising
: Gallop (-), murmur (-)
Bentuk
: Cembung, Distensi (+)
Lain-lain
: ada bekas jahitan operasi
Hati
: Tidak teraba membesar
Lien
: Tidak teraba membesar
Massa
: Tidak ada
Timpani/pekak
: Timpani
Asites
: Tidak ada
7. Abdomen
Inspeksi:
Palpasi:
Perkusi:
Auskultasi
: Bising usus (+) normal
8. Ekstremitas
Umum
: Akral hangat, CRT < 2 detik, edem (-), ikterik (-), pucat (-), clubbing finger (-).
9
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2.5.1. Pemeriksaan Patologi Anatomi Makroskopik :
Jaringan warna putih ukuran 1 x 1 x 1 cm. pada pemotongan warna putih. Mikroskopik :
Sediaan dari operasi tampak jaringan ikat limforetikuler dan sebukan sel-sel limfosit, beberapa sel histosit. Pada bagian lain tampak sel-sel bulat, oval berkelompokkan dengan ratio inti sitoplasma besar, khromatis kasar, anak inti nyata. Diagnosis/kesimpulan :
Histopatologis mengesankan Diffuse Non Hodgkin Lymphoma Maligna, Large Cell Type.
2.5.2. Pemeriksaan Darah Tepi Kesan : Leukositosis dengan Neutrofilia dan aktivasi neutrophil + monositosis
DD/ - Infeksi berat - Infeksi bakterial
10
2.5.3
Laboratorium
Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tanggal / Waktu 06-01-2017 (20.13 WIB)
09-01-2017
11-01-2017 (06.36 WIB)
a. Darah Lengkap
Kimia Darah
Darah Lengkap
WBC
= 23.590 /uL
GDS
= 85 mg/dL
WBC
= 34.070 /uL
RBC
= 4.760.000 /uL
Ureum
= 81 mg/dl
RBC
= 4.500.000 /uL
HGB
= 11,4 g/dL
Kreatinin = 0,74 mg/dl
HGB
= 11,1 g/dL
HCT
= 33,2 %
SGOT/AST = 33 U/L
HCT
= 33,5 %
MCV
= 69.7 fL
SGPT/ALT = 26 U/L
MCV
= 74,4 fL
MCH
= 23,9 pg
Albumin = 2,60 g/dl
MCH
= 24,4 pg
MCHC
= 34,4 g/dL
MCHC
= 32,9 g/dL
PLT
= 63.000/uL
PLT
= 59.000 /uL
Elektrolit
b. Kimia Darah
Natrium = 122 mmol/L
GDS
Kalium = 4,1 mmol/L
= 102 mg/dL
Calcium = 1,04 mmol/L
Elektrolit ( 12-01-2017)
Kimia Darah (13-01-2017)
Natrium = 121 mmol/L
Ureum = 107 mg/dl
Kalium = 5,3 mmol/L Calcium = 0,99 mmol/L
11
2.6
Diagnosis Diagnosis Banding
Limfoma NonHodgkin Keganasan Limfoma Hodgkin
Pembesaran KGB
Non-Keganasan
Limfadenopati Tubercukulosa
KEP Ringan Penurunan Berat Badan
KEP Sedang Marasmus KEP Berat Kwashiorkor
Diagnosis Kerja:
Limfoma Non Hodgkin, KEP Berat, Hiponatremia
2.7
Penatalaksanaan
1. Infus D5 ½ NS 15 tpm 2. Infus Nacl 15 tpm 3. Inj. Ceftriaxone 3 x 650 mg 4. Inj. Meropenem 2x750 mg 5. Inj. ranitidin 2x20 mg 6. Inj. Ondancetron 3 x 2 mg 7. Inj. ketorolac 3 x 10 mg 8. PCT 200 mg (k/p) 9. Diet 3x nasi biasa TKTP 10. Diet ditambahkan susu F75 5x100cc 11. Konsul dokter spesialis bedah ongkologi
12
BAB 3 TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Limfoma Non Hodgkin
Limfoma Non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan prirner limfosit yang dapat berasal dari limfosit B, limfosit T, dan sangat jarang berasal dari sel NK ("natural killer") yang berada dalam sistem lirnfe; yang sangat heterogen, baik tipe histologis, gejala, perjalanan klinis, respon terhadap pengobatan, maupun prognosis. 1 3.2
Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Laki-laki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia 14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.2,3 3.3
Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti sumsum tulang, kulit, meningen, dan lain-lain. 4,5,6 Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV) yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya keganasan limfoma sel B yang tinggi, 13
virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.5,6 3.4
Manifestasi Klinis5,6,7
Gejala umum penderita limfoma non-Hodgkin yaitu : 1.
Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
2.
Demam
3.
Keringat malam
4.
Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
5.
Gangguan pencernaan dan nyeri perut
6.
Hilangnya nafsu makan
7. Nyeri tulang 8.
Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
9.
Limphadenopati
14
Tabel 4. Gejala dan Penyebab dari Limfoma Non Hodgkin 4,5,6,8 Gejala
Penyebab
Gangguan pernafasan Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar bening di dada
getah
Kemungkinan timbulnya gejala 20-30%
Hilang nafsu makan Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung Pembengkakan tungkai
Pembesaran kelenjar bening di perut
getah
30-40%
Penurunan berat badan Diare Malabsorbsi Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru (efusi pleura) Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal Penurunan berat badan Demam Keringat di malam hari Anemia (berkurangnya jumlah sel darah merah)
Mudah bakteri
terinfeksi
oleh
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut Penyebaran limfoma ke usus halus Penyumbatan pembuluh bening di dalam dada
getah
10%
10%>
20-30%
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%
Penyebaran limfoma ke seluruh tubuh
50-60%
Perdarahan ke dalam saluran pencernaan Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar & terlalu aktif Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik ) Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran Penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening, menyebabkan berkurangnya pembentukan antibody
30%, pada akhirnya bisa mencapai 100%
15
20-30%
3.5 Patofisiologi
Perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen pada salah satu sel dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Beberapa perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain: 1.) Ukurannya semakin besar, 2). Kromatin inti menjadi lebih halus, 3) Nukleolinya terlihat, 4) Protein permukaan sel mengalami perubahan.7 Beberapa faktor resiko yang diperkirakan dapat menyebabkan terjadinya limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin seperti infeksi virus-virus seperti virus Epstein-Berg, Sitomegalovirus, HIV, HHV-6, defisiensi imun, bahan kimia, mutasi spontan, radiasi awalnya menyerang sel limfosit yang ada di kelenjar getah bening sehingga sel-sel limfosit tersebut membelah secara abnormal atau terlalu cepat dan membentuk tumor/benjolan. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Proliferasi abnormal tumor tersebut dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan organ tubuh yang diserang. Apabila sel tersebut menyerang Kelenjar limfe maka akan terjadi Limfadenophati Dampak dari proliferasi sel darah putih yang tidak terkendali, sel darah merah akan terdesak, jumlah sel eritrosit menurun dibawah normal yang disebut anemia. Selain itu populasi limfoblast yang sangat tinggi juga akan menekan jumlah sel trombosit dibawah normal yang disebut trombositopenia. Bila kedua keadaan terjadi bersamaan, hal itu akan disebut bisitopenia yang menjadi salah satu tanda kanker darah.7 Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat (misalnya leher atau selangkangan)atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil (amandel) menyebabkan gangguan menelan.7 Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit berat, nyeri perut, pembengkakan tungkai. 7
16
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukimia. Limfoma non hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang, saluran pencernaan dan kulit. Pada anak – anak, gejala awalnya adalah masuknya sel – sel limfoma ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak, dan tulang belekang; bukan pembesaran kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala neurologis (misalnya delirium, penurunan kesadaran). 7 Secara kasat mata penderita tampak pucat, badan seringkali hangat dan merasa lemah tidak berdaya, selera makan hilang, berat badan menurun disertai pembengkakan seluruh kelenjar getah bening: leher, ketiak, lipat paha, dan lainlain.7
3.6 Klasifikasi
Ada 2 klasifikasi besar penyakit ini yaitu: 1.
Limfoma non Hodgkin agresif Limfoma non Hodgkin agresif kadangkala dikenal sebagai l imfoma non
Hodgkin tumbuh cepat atau level tinggi. Karena sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin agresif ini tumbuh dengan cepat. Meskipun nama ‘agresif’ kedengarannya sangat menakutkan, limfoma ini sering memberikan respon sangat baik terhadap pengobatan. Meskipun pasien yang penyakitnya tidak berespon baik terhadap standar pengobatan lini pertama, sering berhasil baik dengan kemoterapi dan transplantasi sel induk. Pada kenyataannya, limfoma non Hodgkin agresif lebih mungkin mengalami kesembuhan total daripada limfoma non Hodgkin indolen.8 2.
Limfoma non Hodgkin indolen Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai
limfoma non Hodgkin tumbuh lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh hanya sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering tetap tidak terditeksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin. Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti 17
pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi akibat limfoma non Hodgkin. Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Karena limfoma non Hodgkin indolen tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.8
3.7 Pemeriksaan Diagnostik
Anamnesis dan pemeriksaan fisik : ada tumor sistem limfoid, febris keringat
malam,
penurunan
berat
badan,
limfadenopati
dan
hepatosplenomegali. 1.
Pemeriksaan laboratorium : Hb, leukosit, LED, hapusan darah, faal hepar, faal ginjal, LDH.
2.
Limfografi, IVP, Arteriografi. Foto organ yang diserang, bone – scan, CT – scan, biopsi sunsum tulang, biopsi hepar, USG, endoskopi
3.
Diagnosis
ditegakkan
berdasarkan
gejala
klinik
dan
pemeriksaan
histopatologi. Untuk LH memakai krioteria lukes dan butler (4 jenis). Untuk LNH memakai kriteria internasional working formulation (IWF) menjadi derajat keganasan rendah, sedang dan tinggi 4.
Penentuan tingkat/stadium penyakit (staging)
5.
Stadium ditentukan menurut kriteria Ann Arbor (I, II, III, IV, A, B, E)
6.
Ada 2 macam stage: Clinical stage dan pathological stage
3.8 Penatalaksaan
Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype. Untuk anak dengan stage I dan II NHL diberikan multi agen khemoterapi (doxorubicin, vincristine, cyclophospamide, dan prednison) diikuti 6 bulan daily oral 6 MP dan metotrexate setiap minggu dengan long term free survival 90 %. Tidak ada perbedaan bermakna dengan lokal irradiasi. 9 Penderita limfoma tingkat rendah mungkin
tidak
memerlukan
pengobatan 18
segera,
tetapi
harus
menjalani
pemeriksaan sesering mungkin untuk meyakinkan bahwa penyakitnya tidak menyebabkan komplikasi yang serius. 8 Kemoterapi dilakukan pada penderita limfoma tingkat menengah. Penderita limfoma tingkat tinggi memerlukan kemoterapi intensif segera karena penyakit ini tumbuh dengan cepat. 8 Jika dimulai sesegera mungkin, pemberian kemoterapi dengan atau tanpa terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi, bisa menyembuhkan lebih dari separuh penderitanya. Sebagian besar penderita sudah mencapai stadium lanjut (stadium III dan IV) pada saat penyakitnya terdiagnosis. 7 Terapi penyinaran pada limfoma tingkat menengah biasanya akan memperpanjang harapan hidup penderita sampai 2-5 tahun, sedangkan pada limfoma tingkat tinggi hanya 6 bulan sampai 1 tahun. 8 Radioterapi secara umum jarang digunakan kecuali untuk beberapa pasien dengan penyakit lokal yang residual setelah terapi induksi. Pasien dengan refractory atau relapse NHL juga diterapi dengan kemoterapi dosis tinggi yang diikuti dengan autologus atau allogenic bone marrow transplantation (BMT). 5,6 Terapi untuk stadium IV dengan dosis tinggi arabinoide-C (ara-C) dan dosis intermediate metotrexate memperbaiki survival sampai 50 %. Anak-anak dengan penyakit yang lanjut memerlukan profilaksis CNS dengan intrathecal metotrexate atau radiasi cranial atau keduanya dan memerlukan terapi dengan durasi yang lebih lama. VP-16 (epipodophyllotoxin) dan ara-C bermanfaat untuk menangani NHL yang relapse. 5 Hanya pada pasien dengan tumor kepala dan leher diberikan terapi intrathecal sebagai profilaksis. Untuk anak dengan LBLs lanjut (stage III) diberikan 10 – drug program (LSA2L2) dengan hasil 76 % relapse free survival. Regimen ini tidak efektif untuk tumor sel B limfoma. (28 % relapse free survival). Penggunaan COMP (cyclophospamide, vincristine, netotrexate dan prednisone), dimana tidak efektif untuk LBL, memperbaiki relapse free survival pada limfoma cell B sampai 57 %. 8 Tersedia beberapa sediaan kemoterapi yang sangat efektif. Obat kemoterapi bisa diberikan tunggal (untuk limfoma tingkat rendah) atau dalam bentuk kombinasi (untuk limfoma tingkat menengah dan tingkat tinggi).
19
Pemberian kemoterapi disertai faktor pertumbuhan dan pencangkokan sumsum tulang masih dalam tahap penelitian.
9
Pengobatan baru yang masih dalam penelitian adalah antibodi monoklonal yang telah digabungkan dengan racun, yang memiliki bahan racun (misalnya senyawa radioaktif atau protein tanaman yang disebut risin), yang menempel di antibodi tersebut. Antibodi ini secara khusus akan menempel pada sel-sel limfoma dan melepaskan bahan racunnya, yang selanjutnya akan membunuh sel-sel limfoma tersebut. 9 Kemoterapi dengan menggunakan protokol COMP terdiri dari : Fase induksi : 1.
Siklofosfamid 1,2 g/m 2 iv (hari ke-1)
2.
Vinkristin 2 mg/m 2 iv (hari ke-3, 10, 18, 26)
3.
Metotreksat 300 mg/m2 iv (hari ke-12)
4.
Metotreksat 6,25 mg/m2 it (hari ke-4, 30, 34)
5.
Prednison 60 mg/m 2 po (hari ke-3 sampai 30 kemudian diturunkan bertahap sampai hari ke-40. 10
Fase rumatan : 1.
Siklofosfamid 1,0 g/m 2 iv (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
2.
Vinkristin 1,5 mg/m 2 iv (minggu ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20)
3.
Metotreksat 300 mg/m2 iv (minggu ke-2, 6, 10, 14, 18)
4.
Metotreksat 6,25 mg/m2 it (minggu ke-4, 8, 12, 16, 20)
5.
Prednison 60 mg/m 2 po selama 5 hari (minggu ke-0, 4, 8, 12, 16, 20)
Selama kemoterapi dilakukan pemeriksaan fungsi hati, ginjal tiap bulan. 10
20
Tabel 5. Sediaan kombinasi kemoterapi pada Limfoma Non-Hodgkin. Sediaan
Obat
Obat tunggal
Klorambusil Siklofosfamid
5,7
Keterangan
Digunakan pada limfoma tingkat rendah untuk mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala CVP (COP) Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat rendah & Vinkristin (onkovin) beberapa limfoma tingkat menengah untuk Prednison mengurangi ukuran kelenjar getah bening & untuk mengurangi gejala Memberikan respon yang lebih cepat dibandingkan dengan obat tunggal CHOP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat Doksorubisin (adriamisin) menengah & beberapa limfoma tingkat Vinkristin (onkovin) tinggi Prednison C-MOPP Siklofosfamid Digunakan pada limfoma tingkat Vinkristin (onkovin) menengah & beberapa limfoma tingkat Prokarbazin tinggi Juga digunakan pada penderita yang Prednison memiliki kelainan jantung & tidak dapat mentoleransi Doksorubisin M-BACOD Metotreksat Memiliki efek racun yg lebih besar dari Bleomisin CHOP & memerlukan pemantauan ketat Doksorubisin (adriamisin) terhadap fungsi paru-paru & ginjal Siklofosfamid Kelebihan lainnya menyerupai CHOP Vinkristin (onkovin) Deksametason ProMACE/C Prokarbazin Sediaan ProMACE bergantian dengan ytaBOM Metotreksat CytaBOM Doksorubisin (adriamisin) Kelebihan lainnya menyerupai CHOP Siklofosfamid Etoposid Sitarabin Bleomisin Vinkristin (onkovin) Metotreksat MACOP-B Metotreksat Kelebihan utama adalah waktu pengobatan Doksorubisin (adriamisin) (hanya 12 minggu) Siklofosfamid Kelebihan lainnya menyerupai CHOP Vinkristin (onkovin) Prednison Bleomisin
21
3.8 Prognosis
LNH
dapat
dibagi
kedalam
2
kelompok
prognostik: Indolent
Lymphoma dan Agresif Lymphoma. LNH memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologik “divergen” baik pada kelompok Indolen maupun Agresif. 11 Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup lama. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan. Derajat keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati. 11
3.9 Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya 11,12 a.
Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
b.
Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan 11,12 a.
Aplasia sumsum tulang
b.
Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
c.
Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
d. Neuritis oleh obat vinkristin 3.10 KEP
WHO mendefinisikan malnutrisi sebagai ketidakseimbangan seluler antara suplai nutrien dan energi terhadap kebutuhan tubuh untuk menjamin pertumbuhan, pemeliharaan dan fungsi-fungsi spesifik. Definisi lain dari malnutrisi adalah suatu keadaan kekurangan gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi. 13 1. Klasifikasi KEP menurut WHO
Penilaian status gizi berdasarkan berat terhadap tinggi (atau panjang), tinggi (atau panjang) terhadap umur, dan edema terdapat pada tabel 6. Juga 22
ditunjukkan kriteria untuk klasifikasi malnutrisi berat sebagai edema, “severely wasted” atau “severely stunted”.13,14,15,16
Tabel 6. Klasifikasi malnutrisi menurut WHO 2. Klasifikasi KEP menurut Gomez :
13,14,15,16
Derajat KEP
BB/U % standar baku WHO-NCHS
Normal 1 – ringan 2 – sedang 3 – berat
> 90 % 75 – 89 % 60 – 74 % < 60 %
Tabel 7. Klasifikasi KEP menurut Gomez 3. Modifikasi yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI Derajat KEP
BB/U % standar baku WHO-NCHS
0=Normal 1 = gizi kurang 2 = gizi buruk
> 80 % 60-79 % < 60 %
Tabel 8. Klasifikasi KEP Modifikasi Depkes 13,14,15,16
23
BAB 4 PEMBAHASAN
Dilaporkan kasus seorang anak berusia 8,6 tahun dengan berat badan 19 kg datang ke IGD dengan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah Pangkalan Bun dengan keluhan utama benjolan dileher sebelah kiri. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang didiagnosa sebagai Limfoma Non Hodgkin, KEP dan Hiponatremia. 1.
Limfoma Non Hodgkin Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan pasien adanya benjolan dileher
sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan hanya ada satu pada bagian kiri leher. Awalnya benjolan sebesar kelereng. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar sampai sekarang sebesar telur ayam. Benjolan dirasakan tidak menjalar, tidak terasa nyeri, tidak terasa panas, dan benjolan tidak pernah luka hingga bernanah. Selain itu, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di leher sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan berukuran ± 6x8 cm, tidak ada nyeri tekan, immobile, konsistensi keras, tidak ada tanda radang pada benjolan, dan permukaan tidak rata. Kemudian pada pemeriksaan penunjang dari hasil biopsi yaitu diffuse non Hodgkin limfoma maligna, large cell type. Hal ini sesuai berdasarkan teori bahwa benjolan akibat keganasan meliputi ukuran yang lebih dari 1 cm, konsistensi keras seperti batu, padat seperti karet, multiple, immobile dan tidak adanya nyeri. Hal ini sesuai pada hasil biopsi didapatkan suatu keganasan yaitu limfoma non Hodgkin. Pada gejala klinis yang paling sering dari Limfoma Non Hodgkin adalah pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit. Selain itu, ukuran yang semakin membesar pada benjolan pada leher pasien ini merupakan perubahan sel limfosit normal menjadi sel limfoma yang merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu gen dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi menjadi imunoblas, dimana perubahan yang terjadi pada limfosit tua antara lain : 1.) Ukurannya semakin besar, 2.) Kromatin inti menjadi lebih halus, 3.) Nukleolinya terlihat, 4.) Protein permukaan sel mengalami perubahan.
24
Gambar 2. Large cell Lymphoma
Selain itu, pada pasien didapatkan hasil pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan leukositosis dan hasil MDT yaitu leukositosis dengan neutrofilia dan aktivasi neutrophil + monositosis dengan DD infeksi berat dan infeksi bakterial. Hal ini sesuai berdasarkan teori pada penderita Limfoma Non Hodgkin penyebab leukositosis atau mudahnya terinfeksi oleh bakteri karena penyebaran ke sumsum tulang dan kelenjar getah bening dimana hal ini menyebabkan berkurangnya pembentukan antibodi. 5,6 Pada pasien didapatkan hasil laboratorium didapatkan bahwa pasien mengalami anemia dengan hasil HB 11,4 g/dl dan HB 11,1 g/dl. Berdasarkan te ori bahwa anemia atau berkurangnya jumlah sel darah merah disebabkan pendarahan ke dalam saluran pencernaan. Penghancuran sel darah merah oleh limpa yang membesar dan terlalu aktif. Penghancuran sel darah merah oleh antibodi abnormal (anemia hemolitik). Penghancuran sumsum tulang karena penyebaran limfoma. Ketidakmampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sejumlah sel darah merah karena obat atau terapi penyinaran.5
25
2.
KEP Dalam menentukan asuhan nutrisi pediatrik, hal yang perlu dilakukan
adalah assasement , assasement didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan anamnesis dari ibu pasien didapatkan pasien mengalami penurunan nafsu makan. Pasien hanya makan sedikit sekitar 2-3 sendok nasi dan makan kue sekitar 1 potong. Tetapi untuk minum pasien mau minum banyak sekitar 5-6 gelas aqua perhari. Berdasarkan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan keadaan umum tampak kurus dan tampak cengeng. Pengukuran antropometri didapatkan berat badan 19 kg dan tinggi badan 127 cm.
26
Berdasarkan kurva CDC, didapatkan berat badan ideal berdasarkan tinggi yaitu 26 kg. Jadi, status gizi pada pasien yaitu Status Gizi = BB aktual
=
19 26
BB Ideal
=
73% (gizi kurang)
Penentuan KEP diperlukan klasifikasi menurut derajat beratnya KEP, klasifikasi demikian yang sering dipakai adalah sebagai berikut:
Table 9. Klasifikasi KEP berdasarkan baku median WHO-NHCHS6 Klasifikasi KEP
BB/U
BB/TB
Ringan
70-80%
80-90%
Sedang
60-70%
70-80%
Berat
<60%
<70%
Berdasarkan klasifikasi dari WHO-NCHS, didapatkan bahwa pasien menderita KEP sedang. Berdasarkan pengukuran BB/TB dan ketika dimasukan klasifikasi WHO didapatkan bahwa pasien menderita KEP sedang, namun jika dilihat secara klinis pasien tampak seperti gizi buruk. Pasien tampak sangat kurus, terlihat cengeng, rambut kering dan warna kemerahan, namun rambut masih kuat (tidak mudah dicabut), iga terlihat gambang, wajah seperti orang tua, lemak subkutan tidak ada sehingga hanya tampak seperti tulang terbalut kulit, perut tampak membesar, namun tidak tampak pembengkakan pada mata, perut, atau kaki. Jika diperhatikan pasien tampak seperti marasmus Gejala klinis marasmus yaitu, wajah tampak seperti orang tua, terlihat sangat kurus, perubahan mental, cengeng, kulit kering, dingin dan mengendor, keriput, lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit berkurang, otot atrofi sehingga kontur tulang terlihat jelas, kadang terdapat bradikardia, dan tekanan darah lebih rendah dibandingkan anak sehat yang sebaya. 11,12
27
Penegakkan diagnosis pasien menderita KEP berat pada pasien tidak dapat dilakukan dengan pengukuran antropometri berdasarkan BB/TB karena perut membesar, dalam hal ini pasien mengalami hepatosplenonomegali, sehingga pengukuran status gizi sebaiknya dengan mengukur lingkar lengan atas. Pengukuran lingkar lengan atas perempuan normal dari umur 8-8,9 th adalah 195 mm (19,5 cm) sedangkan pasien ukuran lingkar lengan atas hanya 10 cm (110 mm) sehingga persentasi yang didapatkan pengukuran lingkar lengan atas aktual/lingkar lengan atas ideal adalah 110/195 adalah 51%. Persentasi 51% masuk dalam kategori kriteria gizi buruk seperti yang terlihat pada Tabel 10. Kriteria status gizi berdasarkan lingkar lengan atas per umur yaitu, Tabel 10. Kriteria status gizi berdasarkan lingkar lengan atas Kriteria
Nilai
Obesitas
>120%
Overweight
110-120%
Normal
90-110%
Kurang
60-90%
Buruk
<60%
28
Secara klinis pasien juga tampak marasmus. Untuk menegakan diagnosis marasmus McLaren mengklasifikasikan KEP berat dalam 3 kelompok menurut tipenya sepeti Tabel 11. Tabel 11. Klasifikasi KEP menurut McLaren6 Gejala klinis / laboratoris
Angka
Edema
3
Dermatosis
2
Edema disertai dermatosis
6
Perubahan pada rambut
1
Hepatomegali
1
Albumin serum atau protein total serum/g % <1,00
<3,25
7
1,00-1,49
3,25-3,99
6
1,50-1,99
4,00-4,74
5
2,00-2,49
4,75-5,49
4
2,50-2,99
5,50-6,24
3
3,00-3,49
6,25-6,99
2
3,50-3,99
7,00-7,74
1
>4,00
>7,75
0
Penentuan tipe berdasarkan atas jumlah angka yang dapat dikumpulkan tiap penderita: 0-3 angka
= marasmus
4-8 angka
= marasmic-kwashiorkor
9-15 angka
= kwashiorkor
Berdasarkan jumlah penentuan tipe KEP berat pasien masuk dalam kategori marasmic-kwashiorkor karena pasien mengalami perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan kering mempunyai poin 1, hepatomegali mempunyai poin 1, dan kadar albumin 2,6 g/dL mempunyai poin 3, sehingga
29
jumlah seluruh nya 5. Skor 5 masuk dalam bagian marasmic-kwashiorkor, namun pada pasien secara klinis tampak marasmus. Hubungan dari KEP dengan Limfoma Non Hodgkin yang ditunjukkan dari pasien ini yaitu pasien mengalami kurang nafsu makan. Hal ini sesuai sesuai pada teori dimana gejala yang dialami pada Limfoma Non Hodgkin adalah penurunan nafsu makan yang terjadinya karena pembesaran kelenjar getah bening di daerah perut. Pembesaran kelenjar getah bening yang jauh didalam dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan seperti gangguan pernafasan, berkurangnya nafsu makan, sembelit, nyeri perut dan pembengkakan tungkai. 1,2,8
3.
Hiponatremia Pada anamnesis didapatkan pasien mengalami muntah-muntah. Hal ini
sesuai berdasarkan teori pada gejala dari hiponetremia yaitu muntah, sakit kepala, kebingungan, dan kelemahan otot. Berdasarkan hasil pemeriksaan elektrolit pada pasien ini didapatkan hasil awal natrium adalah 122 mmol/L dan pemeriksaan selanjutnya adalah 121 mmol/L. Hal ini sesuai pada teori hiponatremia yang didefinisikan sebagai kadar natrium plasma <135 mmol/L, merupakan gangguan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Selain itu teori lain juga mengatakan hiponatremia sedang dikatakan kadar natrium plasma antara 125 dan 129 mmol/L yang diukur dengan ion elektroda khusus.
4.
Penatalaksanaan Penatalaksanaan Limfoma Non Hodgkin Pada pasien ini diberikan infus D5 ½ NS 15 tpm, infus Nacl 15 tpm, inj.
Ceftriaxone 3 x 650 mg, inj. Meropenem 2x750 mg, inj. ranitidin 2x20 mg, inj. Ondancetron 3 x 2 mg, inj. ketorolac 3 x 10 mg, PCT 200 mg (k/p), Diet 3x nasi biasa TKTP, Diet ditambahkan susu F75 5x100cc, dan konsul dokter spesialis bedah ongkologi. Terapi yang diberikan di Rumah Sakit hanya bersifat suportif. Menurut teori terapi pada Limfoma Non Hodgkin adalah kemoterapi. Tetapi pada pasien ini melakukan pulang paksa, sehingga terapi lanjut tidak bisa diberikan.
30
Penatalaksanaan KEP Dalam tatalaksanan KEP, yang perlu dilakukan adalah menentukan assasement, yaitu melakukan penentuan status gizi, didapatkan bahwa pasien masuk dalam klasifikasi KEP berat
dengan diagnosis marasmus. Selanjutnya
menentukan jumlah kebutuhan untuk memenuhi nutrisi. Penatalaksanaan KEP berat melalui 3 fase, yaitu stabilisasi, transisi, dan rehabilitasi dengan 10 langkah tindakan (Tabel 5. 10 langkah tatalaksana KEP berat), yaitu 1.
Pengobatan gangguan keseimbangan elektrolit dengan rehidrasi secara oral dengan resomal, secara parenteral dilakukan hanya pada dehidrasi berat atau syok. Pada pasien ini dilakukan rehidrasi secara parenteral dan enteral melalui pipa nasogastric tube, karena kondisi pasien yang sangat lemah selain itu pasien juga muntah jika masuk makanan atau minuman melalui mulut.
2.
Atasi/cegah hipoglikemia, Pada pasien ini kadar gula darah masih dalam batas normal yaitu 102 mg/dL, pencegahan hipoglikemia masih dilakukan dengan memberikan asupan glukosa melalui jalur parenteral yaitu dengan infus D10%, karena asupan glukosa jika hanya melalui pipa nasogastric tube kemungkinan masih belum dapat mencegah hipoglikemia pada pasien, karena pasien sewaktuwaktu dapat memuntahkan bahan makanan/minuman dari lambung,
3.
Atasi gangguan elektrolit
4.
Atasi/cegah hipotermi Pada pasien ini suhu dapat stabil atau terjadi peningkatan, peningkatan suhu disebabkan karena sepsis.
5.
Antibiotik:
Bila tidak jelas ada infeksi, berikan kotrimoksazol selama 5 hari.
Bila infeksi nyata: ampisilin IV selama 2 hari, dilanjutkan dengan oral sampai 7 hari, ditambah dengan gentamisin IM selama 7 hari.
6.
Atasi penyakit penyerta sesuai pedoman
7.
Vitamin A (dosis sesuai usia, yaitu < 6 bulan: 50.000 SI, 6-12 bulan 100.000 SI, > 1 tahun: 200.000 SI) pada awal perawatan dari hari ke-15 atau sebelum pulang. 31
8.
Multivitamin-mineral, khusus asam folat hari pertama 5 mg, selanjutnya 1 mg/hari.
9.
Stimulasi
10. Tindak Lanjut
Tabel 12. 10 langkah tatalaksana KEP berat
Pemenuhan nutrisi pada pasien KEP juga dilakukan dengan terapi suportif/dietetik baik secara enteral dan intravena. Pada pasien gizi buruk dapat diberikan seperti pada Tabel 14. Tabel 13. Kebutuhan energi, protein, dan cairan sesuai fase-fase tatalaksanan gizi buruk.
32
Penatalaksanaan pada pasien ini dimulai pada fase stabilisasi dengan penatalaksanaan pemberian cairan dan makanan untuk stabilisasi pada kondisi tanpa disertai tanda bahaya atau tanda penting tertentu karena pada awal masuk, pasien tidak menunjukan tanda bahaya, muntah-muntah dirasakan pada hari ke-6 perawatan. Penatalaksanaan pada pasien KEP berat tanpa tanda bahaya dapat diberikan cairan dan makanan seperti Bagan 1.
Bagan 1. Pemberian cairan dan makanan untuk Stabilisasi
Pada hari pertama hingga hari keempat perawatan hanya diberikan cairan D5 ¼ NS 15 tpm dengan diet nasi biasa tinggi kalori dan protein sebanyak 3x/hari, ditambah susu 5x100 cc/ OGT. Pada keadaan KEP berat dengan muntah-muntah, dapat diberikan cairan dan makanan seperti pada gambar diatas.
33
Bagan 2. Pemberian Makanan dan Cairan pada gizi buruk dengan muntah atau diare atau dehidrasi
Pada perawatan hari ke-6 hingga pasien pulang pasien mengeluhkan muntahmuntah,dalam keadaan tersebut pasien diberikan larutan D10 100cc: NaCl 3% 40 cc: KCL 12 cc 15% dan diet F75 sebanyak 5 kali pemberian dalam sehari. Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan.Ketidakseimbangan elektrolit ini ikut berperan pada terjadinya edema (jangan obati edema dengan pemberian diuretikum). 4,10 Berikan :
Tambahan Kalium 2-4 mEq/kg BB/hari (= 150-300 mg KCl/kgBB/hari)
Tambahkan Mg 0.3-0.6 mEq/kg BB/hari (= 7.5-15 mg MgCl 2 /kgBB/hari)
Untuk rehidrasi, berikan cairan rendah natrium (Resomal/pengganti)
Siapkan makanan tanpa diberi garam/rendah garam.
34
Penatalaksanaan Hiponatremia Pada pasien ini diberikan infus Nacl 3%, hal ini sesuai berdasarkan teori untuk prinsip penatalaksaan hiponatremia adalah dengan mengatasi penyakit dasar dan menghentikan setiap obat yang ikut menyebabkan hiponatremia. Sebelum memberikan terapi sebaiknya ditentukan apakah hiponatremia merupakan hiponatremia hipoosmolalitas. Untuk hiponatremia hiperosmolalitas, koreksi yang diberikan hanya berupa air saja. Larutan pengganti yang diberikan adalah natrium hipertonik, bisa berupa NaCl 3% atau 5% NaCl. Pada sediaan NaCl 3% yang biasa dipakai, terdapat 513 mmol dalam 1 liter larutan.
5.
Prognosis Prognosis dari kasus ini derajat tinggi, dimana dapat disembuhkan, tetapi
cepat meninggal apabila tidak diobati. Hal sesuai pada teori dari prognosis Limfoma Non Hodgkin yaitu LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent
Lymphoma dan Agresif
Lymphoma.
LNH
memiliki
prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologik “divergen” baik pada kelompok Indolen maupun Agresif. Derajat keganasan rendah: tidak dapat sembuh namun dapat hidup lama. Derajat keganasan menengah: sebagian dapat disembuhkan. Derajat keganasan tinggi: dapat disembuhkan, cepat meninggal apabila tidak diobati.
6.
Komplikasi Pada pasien ini ditemukan komplikasi akibat limfoma non hodgkin ini
yaitu penekan terhadap organ khususnya bagian pencernaan atau usus, dimana hal ini mengakibatkan penurunan nafsu makan. Selain itu juga mengakibatkan mudah terjadi infeksi yang ditunjukkan pada hasil laboratorium dari jumlah leukosit adalah 34.070/uL.
35
Hal ini sesuai berdasarkan teori bahwa komplikasi dari limfoma Non Hodgkin mengalami akibat langsung pada penyakitnya yaitu penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf dan mudah terjadi infeksi bahkan bisa fatal. Sedangkan akibat efek samping pengobatan yaitu aplasia sumsum tulang, gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin, gagal ginjal oleh obat sisplatinum dan Neuritis oleh obat vinkristin.
36
BAB 5 KESIMPULAN
An. M dirawat dengan keluhan benjolan dileher sebelah kiri sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan hanya ada satu pada bagian kiri leher. Awalnya benjolan sebesar kelereng. Benjolan dirasakan semakin lama semakin membesar sampai sekarang sebesar telur ayam. Benjolan dirasakan tidak menjalar, tidak terasa nyeri, tidak terasa panas, dan benjolan tidak pernah luka hingga bernanah. Selain itu disertai gejala penyerta demam intermitten, dan penurunan nafsu makan. Selama dua bulan mengalami penurunan berat badan dan berdasarkan CDC pengukuran berat badan actual per tinggi badan, An. M tergolong gizi KEP sedang. Diagnosis pasti dari keluhan benjolan dileher sebelah kiri tersebut diperoleh setelah melakukan pemeriksaan Patologi Anatomi. Dari hasil Patologi anatomi didapatkan Sediaan dari operasi tampak jaringan ikat limforetikuler dan sebukan sel-sel limfosit, beberapa sel histosit. Pada bagian lain tampak sel-sel bulat, oval berkelompokkan dengan ratio inti sitoplasma besar, khromatis kasar, anak inti nyata. Histopatologis mengesankan Diffuse Non Hodgkin Lymphoma Maligna, Large Cell Type. Sehinggan An. M didiagnosa Limfoma Non Hodgkin. Pada kasus tatalaksana yang diberikan hanya bersifat suportif. Menurut teori terapi pada Limfoma Non Hodgkin adalah Kemoterapi. Terapi NHL tergantung histologi, stage, dan immunophenotype. Prognosis pada pasien ini derajat tinggi, hal ini dapat disembuhkan tetapi cepat meninggal apabila tidak diobati. Hal sesuai pada teori dari prognosis Limfoma Non Hodgkin yaitu LNH dapat dibagi kedalam 2 kelompok prognostik: Indolent limfoma dan Agresif limfoma. LNH memiliki prognosis yang relatif baik, dengan median survival 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe Indolen adalah noduler atau folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan alamiah yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan secara signifikan dengan kemoterapi kombinasi intensif. Resiko kambuh lebih tinggi pada pasien dengan gambaran histologik “divergen” baik pada kelompok Indolen maupun Agresif.
37
DAFTAR PUSTAKA
Setioyohadi, B. 2009. Limfona Non-Hodgkin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam; 1251-1260. 2. Quade, G., Treatment statement for Health professionals, Childhood Non Hodgkin Lymphoma Treatment , The National Cancer Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html, last update at: February 25, 2011. 3. Childhood Non-Hodgkin Lymphoma , The National Cancer Institute, available at: file:///cancer.gov/index.html, update at: November 02, 2003. 4. Bakta IM. 2007. Limfoma maligna. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I. Jakarta: EGC;.p.192- 219. 5. Emmanouillides C, Casciato DA. 2004. Hodgkin and non-Hodgkin lymphoma. In Manual of clinical oncology, 5th Ed. Lippincot Williams & Wilkins : 435-56. 6. Sutrisno, H. 2010. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Kanker Limfoma Non-Hodgkin Yang Dirawat Di Rsup Sanglah Denpasar . Jurnal Penyakit Dalam volume 2; 96-102 7. Bruce D. Cheson. 2007. Revised Response Criteria for Malignant Lymphoma. Journal Of Clinical Oncology. Volume 25(5); 581 8. Hoffbrand A.V. 2005. Limfoma maligna. Kapita Selekta Hematologi Edisi 4. Jakarta: EGC; 185-198 9. Santoso, M., Krisfu, C. 2004. Diagnostik dan Penatalaksanaan LNH. Dexa media: No. 4(17). 10. Bakta IM. 2007. Limfoma maligna. Hematologi klinik ringkas. Cetakan I. Jakarta: EGC;.p.192- 219. 11. Emmanouillides C, Casciato DA. 2004. Hodgkin and non-Hodgkin lymphoma. In Manual of clinical oncology, 5th Ed. Lippincot Williams & Wilkins : 435-56. 12. Bruce D. Cheson. 2007. Revised Response Criteria for Malignant Lymphoma. Journal Of Clinical Oncology. Volume 25(5); 581 13. Behrman, Richard E., MD., et. al. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics 16 th ed. Pennsylvania : W. B. Saunders Company. 14. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1998. Pedoman Tata Laksana Kekurangan Energi Protein pada Anak di Rumah Sakit Kabupaten/Kodya, edisi revisi. Jakarta : Departemen Kesehatan. 15. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. 2000. Pedoman Kekurangan Energi Protein (KEP). Jakarta. 16. Pudjiadi, Solihin. 2003. Ilmu Gizi Klinis pada Anak, edisi keempat. Hal 95-137. Jakarta : FK UI. 17. Chen K dan Pohan H.T. 2007. Penatalaksanaan Syok Septik dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Pp: 187-9 1.
38