i
Laporan Kasus RA1 INTOKSIKASI HERBISIDA
Penyaji: 1. Frederick Lim (130100248) 2. Zahrifa Dwi Andina (130100179) 3. Vanda Olivia (130100318) 4. Durga Devi (130100444) 5. Abidah Harahap (130100196)
Supervisor : dr. MELATI SILVANNI NST, M. Ked (PD), Sp. PD
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Telah dibacakan tanggal
:
Nilai
:
CHIEF OF WARD
dr. Citra Abdi Negara
PIMPINAN SIDANG
dr. Melati Silvanni Nst, M. Ked (PD), Sp. PD
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul “INTOKSIKASI HERBISIDA”. Penulisan laporan kasus ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah meluangkan mel uangkan waktunya dan memberikan banyak masukan dalam penyusunan laporan kasus ini sehingga dapat selesai tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan laporan kasus selanjutnya.Semoga makalah laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, November 2017
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .......................................... ................................................................. .................................... .............ii
.................................................................. .......................................... ....................iii KATA PENGANTAR ............................................ .................................................................. ............................................ ................................... ............. iv DAFTAR ISI ............................................ BAB 1 PENDAHULUAN ......................................... ............................................................... ........................................ .................. 5
1.1 Latar Belakang .............................................. .................................................................... .................................... .............. 5 1.2 Tujuan ............................................ .................................................................. ............................................ ............................. ....... 6 1.3 Manfaat .......................................... ................................................................ ............................................ ............................. ....... 6 ................................................................. ............................. ...... 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .......................................... 2.1 Definisi ............................................... ..................................................................... ............................................ ......................... ... 7 2.2 Jenis Herbisida .............................................. .................................................................... .................................... .............. 7 2.3 Farmakokinetik ......................................... ............................................................... ...................................... ................ 10 2.4 Patofisiologi ........................................... ................................................................. ......................................... ................... 11 2.5 Toksisitas .......................................... ................................................................ ............................................ ........................ 13 2.6 Gejala Klinis .......................................... ................................................................. ............................................. .............................. ........ 14 2.7 Diagnosa ........................................... ................................................................. ............................................ ........................ 15 2.8 Penatalaksanaan Penatal aksanaan .......................................... ................................................................ ...................................... ................ 19 ................................................................ ................... 24 BAB 3 STATUS ORANG SAKIT ............................................. BAB 4 FOLLOWUP .......................................... ................................................................ ............................................ ........................ 36 BAB 5 DISKUSI KASUS .......................................... ................................................................ ...................................... ................ 47
................................................................ ......................................... ...................55 BAB 6 KESIMPULAN .......................................... .................................................................... ....................................... ................. .56 DAFTAR PUSTAKA..............................................
5
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Racun adalah zat yang bekerja dalam tubuh secara kimiawi dan fisiologis yang pada dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan hingga kematian. Ilmu yang mempelajari sumber, sifat, serta efek racun, gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang didapatkan pada korban yang meninggal disebut toksikologi. Pemeriksaanya dilakukan untuk mengetahui jenis racun yang masuk dan menyebabkan kematian pada seseorang. Racun dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti tumbuh-tumbuhan, hewan, mineral, atau dari alam bebas, rumah tangga, dan pertanian.1 Salah satu sumber keracunan tersering adalah dari bidang pertanian, yaitu penggunaan pestisida. Pestisida P estisida adalah zat untuk membunuh atau mengendalikan men gendalikan hama. Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat memberikan efek samping keracunan.2 Peningkatan penggunaan bahan-bahan kimia dalam bidang agrikultur ini juga menyebabkan peningkatan kejadian keracunan akibat bahan-bahan kimia tersebut.3 WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi sekitar 25 juta kasus keracunan pestisida atau sekitar 68.493 kasus setiap harinya. Menurut Badan POM RI, pada tahun 2014, terjadi sebanyak 710 kasus keracunan pestisida di Indonesia.2 Negara berkembang dengan jumlah lahan pertanian dan pekerja pertanian yang tinggi merupakan faktor resiko dalam keracunan herbisida mengingat tingginya penggunaan herbisida tersebut. Herbisida adalah senyawa yang digunakan untuk menekan atau memberantas tumbuhan menyebabkan penurunan hasil pertanian (gulma).3 Paraquat (gramoxone) adalah herbisida yang paling sering menyebabkan kasus keracunan.
6
Herbisida (terutama jenis paraquat ) banyak terlibat dalam kasus bunuh diri, pembunuhan, ataupun keracunan yang tak disengaja.3 Pengetahuan mengenai sifat, gejala, dan hasil temuan pada pemeriksaan korban keracunan herbisida sangat diperlukan mengingat banyaknya kasus kematian yang terjadi akibat keracunan pestisida terutama jenis herbisida ini.
1.2
Tujuan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis penyakit intoksikasi herbisida 2. Untuk mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap kasus intoksikasi herbisidaserta melakukan penatalaksanaan yang tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.
1.3
Manfaat
Beberapa manfaat yang didapat dari penulisan laporan kasus ini adalah: 1. Untuk lebih memahami dan memperdalam secara teoritis tentang intoksikasi herbisida. 2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca mengenai intoksikasi herbisida.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi
Herbisida adalahbahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan
tumbuhan.
sel,perkembangan
Herbisida
jaringan,
mempengaruhi
pembentukan
klorofil,
proses
pembelahan
respirasi,
fotosintesis,
metabolisme, pengikatan nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya. Herbisida sangat diperlukan dalam bidang pertanian untuk mempertahankan kelangsungan hidup tanaman terhadap gulma.4 Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme.Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.Keracunan herbisida adalah masuknya bahan kimiaberupa herbisida yang dapat menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan dan bersifat toksik pada tubuh. Keracunan dapat terjadi secara sengaja terhisap (inhalasi), menelan, atau melalui kulit.4
2.2. Jenis Herbisida a. Paraquat
Paraquat (methyl viologen), [C12H14 N2]2+, dengan nama kimia 1,1’-dimetil1,1’-dimetil4,4’-bipiridinum 4,4’-bipiridinum atau dalam bentuk paraquat dichloride [C12H14 N2]Cl2 , merupakan herbisida golongan bipiridil yang berefek toksik sangat tinggi. Paraquat dapat pula ditemukan secara komersial sebagai garam methyl sulfat (C12H14 N2•2CH3SO4).2,3 Paraquat adalah produk sintesis yang pertama kali dibuat pada tahun 1882 oleh Weidel dan Russo. Pada tahun 1933, Michaelis dan Hill menemukan kandungan
8
redoks dan disebut senyawa metil viologen. Kandungan paraquat pertama kali dijelaskan pada tahun 1958 dan mulai menjadi produk komersil pada tahun 1962.4,5 Paraquat mempunyaiciri berupa:3,4,5 berupa massa padat, tetapi biasanya dalam bentuk konsentrat 20-24% berat molekul 257,2 D pH 6,5 – 6,5 – 7,5 7,5 dalam bentuk larutan titik didih pada 760 mmHg sekitar 175oC – 175oC – 180oC. 180oC. berwarna kuning keputihan dan berbau seperti ammonia sangat larut di dalam air, kurang larut dalam alkohol, dan tidak larut dalam senyawa hidrokarbon g) stabil dalam larutan asam atau netral dan tidak stabil dalam senyawa alkali h) tidakaktif akibat paparan sinar ultraviolet a) b) c) d) e) f)
Paraquat yang digunakan lebih dari 120 negara bekerja secara non-selektif menghancurkan jaringan tumbuhan dengan mengganggu / merusak membran sel. Gramoxone larutan 20%, produk Syngenta, merupakan nama dagang dari paraquat yang paling banyak dipakai.2,5
b. Diquat
Diquat, (C12H12 N2) atau dalam bentuk diquat dibromide (1,1’-ethylene(1,1’-ethylene-2,2’ 2,2’-dipyridylium-dibromida), C12H12 N2Br 2, merupakan herbisida non-selektif yang mirip dengan analog paraquat tetapi memilki efek toksik yang berbedah.5 Diquat membentuk monohidrat dengan warna kristalin kekuningan.Tingkat lebur antara 335oC dan 340oC.Diquat memiliki pH sekitar 5-7.Diquat sangat larut dalam tanah, tidak diabsorbsi oleh tanaman, dan tidak didekomposisi secara metabolik oleh tanaman.Namun, paparan sinar matahari dapat mendegradasi diquat dengan cepat dan luas. Diquat tidak terakumulasi dalam makanan.5,6
c. Jenis Lain
Beberapa jenis herbisida lain berdasarkan mekanisme kerjanya pada tanaman di antaranya:5
9
a) menghambat proses fotosintesis, seperti anilides, uracils, benzimidazoles, biscarmabates, pyridazinones, triazines, quinones, dan triazinones. b) menghambat sintesis asam amino, seperti glyphosate, sulfonilures, bialaphos, dan imidazolinones. c) mengganggu membran sel, seperti p-Nitrodiphenyl eter, N-phenylamides, dan oxadiazoles. d) menghambat sintesis lipid, seperti asam alkali aryloxyphenoxy e) mengambat sintesis selulosa, seperti dichlobenil f) menghambat pembelahan sel, seperti fosfor amida dan dinitroanilin g) menghambat sintesis klorofil, seperti phiridazinones, fluoridone, dan difluninone h) menghambat sintesis folat, seperti metil carbamate i) menghambat pertumbuhan tunas, seperti maetachlor j) mengatur perkembangan, seperti asam picolinic dan asam benzoic
Herbisida dapat diklasifikasikan berdasarkan:5 1.
Cara Kerja a.
Herbisida kontak Merupakan herbisida yang mampu mematikan langung jaringan tumbuhan yang terkena. Herbisida jenis ini tidak mengalami translokasi dari satu jaringan ke jaringan lain. Contoh herbisida kontak adalah paraquat.
b.
Herbisida sistemik Merupakan herbisida yang dapat diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan gulma. Contoh herbisida sistemik adalah 2,4dichlorophenoxyacetic acid (2,4 D) dan Glifosfat.
2.
Selektivitas a.
Herbisida Selektif Merupakan herbisida yang mematikan jenis gulma tertentu. Contoh herbisida selektif adalah 2,4 D
b.
Herbisida Non-Selektif
10
Merupakan herbisida yang dapat mematikan hampir semua jenis gulma yang terkena herbisida.Contoh herbisida non selektif adalah paraquat dan glifosfat. 3.
Bahan Herbisida berbahan aktif 1) Oksifluorfen Ini termasuk herbisida pra-tumbuh. Merk dagangnya antara lain: Goal 240 EC, Golma 240 EC, GoL ok 240 EC. 2) Isopropilamina glisofat Merk dagangnya antara lain: Roundup 480 g/l, glisat 480 g/l, Bionasa 480 g/l, Konup 480 g/l, Basmilang 480 g/l, Glibas 480 g/l. 3) Paraquat diklorida 276 g/l Merk dagangnya: Gramoxon 276 g/l, Noxon 276 g/l, Bravoxone 276 g/l. 4) Shalatop butil, Penoksulam, Bispyribac-sodium Merk dagangnya: Clincher 100 EC, Clipper 25 OD, Topshot 60 OD, Nominee 100 OF. 5) Tiobenkarb 400 g/l dan 2,4 D IBE 600 g/l Merk dagangnya: Saturn – Saturn – D D 600 g/l 6) Mesotrin + Atrozin Merk dagangnya: Calaris 550 sc.
2.3. Farmakokinetik
Penelitian pada tikus dan anjing menunjukkan absorpsi paraquat yang cepat tetapi tidak sempurna melalui traktus gastrointestinal khususnya lambung, kira-kira kurang dari 5% diabsorpsi.Informasi absorpsi paraquat melalui lambung pada manusia belum ada, tetapi bisa diasumsikan hal itu dapat disamakan, namun masih perlu penilitian untuk mendukung hal tersebut. Absorpsi melalui kulit yang tidak intak dapat terjadi, namun terbatas hanya sekitar 0,3% dari dosis terapan.4
11
Paraquat yang terabsorpsi didistribusikan ke semua organ dan jaringan melalui aliran darah. Paru-paru merupakan organ selektif tempat terkumpulnya paraquat dari plasma melalui suatu proses energi. House et al (1990) menemukan bahwa waktu paruh paraquat sekitar 5 – 5 – 84 84 jam. Paraquat tidak dimetabolisme tetapi direduksi menjadi radikal bebas yang tidak stabil, yang kemudian mengalami reoksidasi untuik membentuk kation dan menghasilkan anion superoksid.4 Penelitian pada hewan menunjukkan paraquat diekskresi secara cepat oleh ginjal. Sekitar 80-90% diekskresi dalam waktu 6 jam dan hampir 100% dalam 24 jam. Paraquat dapat menyebabkan nekrosis tubular akut yang dapat memperlambat ekskresi lebih dari 10-20 hari.4
2.4. Patofisiologi a. Paraquat
Ketika masuk dalam tubuh per oral dalam dosis yang adekuat, paraquat mempunyai efek terhadap traktus gastrointestinal, ginjal, hepar, jantung, dan organ lainnya. Paru-paru merupakan target organ utama dari paraquat dan efek toksik yang dihasilkan dapat menyebabkan kematian walaupun toksisitas melalui inhalasi terbilang jarang.7 Mekanisme utama yang terjadi ialah paraquat menimbulkan stres oksidatif melalui siklus redoks (reduksi oksidasi) sehingga membentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan.Radikal bebas merupakan suatu kelompok bahan kimia baik berupa atom atau molekul dengan reaksi jangka pendek yang memiliki satu atau lebih elektron bebas.Atom atau molekul dengan elektron bebas ini dapat digunakan untuk menghasilkan tenaga dan beberapa b eberapa fungsi fisiologis di dalam tubuh.Namun oleh karena mempunyai tenaga yang sangat tinggi, zat ini juga dapat merusak jaringan normal apabila jumlahnya terlalu banyak. Radikal bebas yang terdiri atas unsur oksigen dikenal sebagai kelompok oksigen reaktif (reactive oxigen species / ROS), seperti anion superoksida (O2-).7,8,9 Telah ditemukan bukti bahwa reaksi redoks merupakan reaksi utama yang bertanggung jawab terhadap terha dap toksisitas paraquat.Kation paraquat dapat direduksi d ireduksi oleh NADPH-dependent mikrosomal flavoprotein reductase menjadi bentuk radikal tereduksi.Kemudian bereaksi dengan molekul oksigen membentuk kation paraquat dan ion superoksida (O2-).Paraquat berlanjut ke dalam siklus dari bentuk teroksidasi
12
ke bentuk tereduksi dengan elektron dan oksigen. Paraquat menyebabkan kematian sel melalui lipid peroksidase atau deplesi NADPH, seperti yang terjadi pada paru paru.4,8 Edema paru akut dan kerusakan paru-paru dini dapat terjadi dalam beberapa jam akibat paparan akut yang berat. Kerusakan lanjut berupa fibrosis paru, p aru, penyebab pen yebab kematian, yang kebanyakan terjadi 7-14 hari setelah paparan.Pada pasien yang terpapar dalam konsentrasi yang sangat tinggi, beberapa di antaranya meninggal lebih cepat (sekitar 48 jam) akibat kegagalan sirkulasi.7 Baik pneumatosit tipe I maupun tipe II bergerak ke daerah akumulasi paraquat.Biotrasnformasi dari paraquat di dalam sel-sel tersebut menyebabkan produksi radikal bebas sehingga terjadi peroksidase lipid dan kerusakan sel. Cairan protein hemoragik dan leukosit menginfiltrasi alveolus, setelah terjadi proliferasi fibroblast yang cepat.Terjadi penurunan progresif pada tekanan parsial oksigen arteri dan kapasitas difusi CO2. Kerusakan berat pada pertukaran gas tersebut menyebabkan proliferasi yang cepat dari jaringan ikat fibrous di dalam alveolus dan pada akhirnya kematian akibat asfiksia dan anoksia jaringan.7 Kerusakan pada tubulus proksimal ginjal sering bersifat reversibel dibandingkan kerusakan yang terjadi pada jaringan paru-paru.Namun, rusaknya fungsi ginjal menjadi penting sebagai penentu pengeluaran racun dari paraquat.Sel tubulus normal secara aktif mengekskresi paraquat melalui urin, secara efisien membersihkan racun dari dalam darah. Keracunan diquat secara khas menyebabkan kerusakan yang lebih berat dibandingkan paraquat.7
b. Diquat
Keracunan diquat terbilang kurang dibandingkan keracunan akibat paraquat sehingga laporan (data) tentang keracunan diquat sangat sedikit. Secara sistemik diquat diabsorbsi secara non-selektif pada jaringan paru, sebagaimana halnya paraquat, namun kerusakan paru-paru oleh diquat lebih ringan.7 Penelitian pada hewan, diquat menyebabkan kerusakan ringan yang reversibel hanya pada sel pneumatosit tipe I, tidak pada sel tipe II.Tidak ada fibrosis paru-paru yang progresif seperti ditemukan pada keracunan paraquat.Namun, diquat memiliki efek toksik yang berat pada SSP. Pada pemeriksaan laboratorium, tidak didapatkan efek langsung neurotoksik. Terdapat kelaina`n patologis pada otak berupa infark brain batang otak dan juga pada pons.7
13
2.5. Toksisitas
Gejala klinis yang timbul bergantung pada dosis atau konsentrasi racun yang pada akhirnya menjadi dasar prognosis dari kasus keracunan paraquat:
Dosis rendah, yaitu < 20 mg/kgBB (7,5 ml dalam konsentrasi 20%) tidak memberikan gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul seperti muntah atau diare. 4,7 Dosis sedang, yaitu 20-40 mg/kgBB (7,5-15 ml dalam konsentrasi 20%) menyebabkan fibrosis jaringan paru yang masif dan bermanifestasi sebagai sesak napas yang progresif yang dapat menyebabkan kematian antara 2-4 minggu setelah masuknya racun. Gangguan ginjal dan hati dapat ditemukan. Sesak napas dapat muncul setelah beberapa hari pada beberapa kasus berat. Fungsi ginjal biasanya dapat kembali ke normal.7 Dosis besar, yaitu > 40 mg/kgBB (> 15 ml dalam konsentrasi 20%) menyebabkan kerusakan multi organ, tetapi lebih progresif. Sering disertai tanda khas berupa ulkus pada orofaring. Gejala gastrointestinal sama seperti pada konsumsi racun dengan dosis yang lebih rendah namun gejalanya lebih berat akibat dehidrasi. Gagal ginjal, aritmia jantung, koma, kejang, perforasi oesofagus, dan koma kemudian diakhiri dengan kematian yang dapat terjadi dalam 24-48 jam akibat gagal multi mu lti organ.4,7
Tertelannya paraquat dengan dosis yang sedang (20-40 mg/kgBB) dapat menyebabkan kelainan morbiditas yang terdiri dari 3 tingkat, yaitu:4 a) Stage I : 1-5 hari. Efek korosif lokal seperti hemoptisis, ulserasi membran mukosa, mual, diare, dan oligouria. b) Stage II : dalam 2-8 hari didapatkan tanda-tanda kerusakan hati, ginjal, dan jantung berupa ikterus, demam, takikardi, miokarditis, gangguan pernapasan, sianosis, peningkatan BUN, kreatinin, alkali fosfatase, bilirubin, dan rendahnya protrombin. c) Stage III : dalam 3-14 hari terjadi fibrosis paru. Batuk, dispnea, takipnea, edema, efusi pleura, atelektasis, penurunan tekanan O2 arteri yang menunjukkan hipoksemia, peningkatan gradien tekanan O2 alveoli, dan kegagalan pernapasan.
14
2.6. Gejala Klinis a. Paraquat
Gejala yang timbul bergantung pada jalur masuk paparan dan konsentrasi paraquat dalam tipa produknya. Pada kasus tertelannya paraquat yang masif, dapat bermanifestasi muntah, nyeri abdomen, diare, gagal ginjal dan hati, serta gagal jantung yang berkembang pada 24 jam pertama. Kadang-kadang diakhiri dengan kematian akibat gagal jantung akut.4 Gejala dan tanda dini dari keracunan melalui melalui pencernaan di antaranya rasa terbakar pada mulut, kerongkongan, dada, perut atas, akibat dari efek korosif paraquat terhadap mukosa.Diare yang kadang-kadang dengan darah juga dapat terjadi.Muntah dan diare dapat berujung hipovolemia. Pusing, sakit kepala, demam, mialgia, letargi, dan koma adalah contoh lain dari gejala sistemik dan susunan saraf pusat (SSP). Pankreatitis dapat menyebabkan nyeri abdomen berat.Proteinuria, hematuri, pyuria, dan azotemia menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Oligouria atau anuria mengindikasikan adanya nekrosis tubular akut.4,7,8 Oleh karena ginjal merupakan organ yang mengeliminasi paraquat dari jaringan tubuh, gagal ginjal dapat terjadi akibat terbentuknya konsentrasi tinggi, termasuk paru-paru. Kelainan patologik ini dapat terjadi dalam beberapa jam pertama setela masuknya paraquat yang melalui pencernaan. Asidosis metabolik dan hiperkalemia dapat terjadi akibat gagal ginjal.4 Batuk, sesak napas, dan takipnea biasanya muncul 2-4 hari setelah tertelannya paraquat, tetapi dapat muncul setelah 14 hari.Sianosis secara progresif dan sesak napas menunjukkan adanya gangguan pertukaran oksigen pada paru yang rusak. Pada beberapa kasus, batuk berdahak adalah gejala awal dan manifestasi terpenting dari kerusakan paru akibat paraquat.7 Traktus gastrointestinal adalah tempat pertama atau keracunan fase I ke permukaan mukosa melalui proses pencernaan dari zat tersebut. Keracunan ini bermanifestasi sebagai edema dan nyeri akibat ulseratif pada mulut, faring, oesofagus, lambung, dan usus. Pada derajat yang lebih tinggi, keracunan gastrointestinal yang lain berupa kerusakan sel-sel hati yang menyebabkan peningkatan bilirubin dan enzim hati seperti AST, ALT, dan LDH.10 Gejala pada kulit biasanya terjadi pada pekerja tani akibat keracunan paraquat.Khususnya dalam bentuk konsentrat, paraquat menyebabkan kerusakan
15
lokal pada jaringan yang terpapar dengan zat tersebut.Kerusakan lokal pada kulit berupa dermatitis kontak. Kontak yang lama akan menyebabkan eritema, vesikel, erosi dan ulkus, dan perubahan pada kuku. Walaupun absorbsi melalui kulit lambat, kulit yang erosif akan mempertinggi tingkat absorbsinya.7 Keracunan fatal dilaporkan telah terjadi akibat kontaminasi paraquat yang lama, tetapi hal ini terjadi hanya pada kulit yang tidak intak. Kontak yang lama pada kulit akan menimbulkan pengikisan atau ulserasi, yang cukup untuk mempermudah absorpsi ke sistemik. Kontak racun pada kuku dapat menyebabkan bintik putih atau pada kasusu berat dapat terjadi atrofi kuku.7
b. Diquat
Pada kasus keracunan diquat, tanda klinis dari keracunan saraf sangat penting, di antaranya cemas, iritabilitas, lemas, disorientasi, dan berkurangnya refleks. Efek neurologis dapat berlanjut ke koma dan menyebabkan kematian pada pasien.7 Gejala dini dari keracunan melalui saluran pencernaan pada umumnya sama dengan paraquat. Akibat sifat korosif terhadap jaringan memberikan gejala di antaranya rasa terbakar pada mulut, kerongkongan, dada dan perut, mual dan muntah, dan diare. Jika dosisnya kecil, gejala-gejalatersebut dapat muncul setelah 1-2 hari .darah dapat muncul pada muntahan dan feses.7 Ginjal merupakan organ sekresi utama untuk mengeliminasi diquat yang ada dalam tubuh.Oleh karena itu, kerusakan ginjal merupakan tanda penting dari keracunan.Proteinuria, hematuri, dan pyuria dapat berkembang ke gagal ginjal dan azotemia.Peningkatan dari serum alkali fosfatase, AST, ALT, dan LDH menunjukkan kerusakan pada hati. Ikterus dapat muncul kemudian.7 Jika pasien selamat dalam beberapa jam atau hari, dapat terjadi kegagalan sirkulasi akibat dehidrasi. Hipotensi dan takikardi dapat terjadi yang pada akhirnya berakibat syok dan kematian.7
2.7 Diagnosis Intoksikasi
Usaha untuk membuat diagnosis toksikologi khusus hanya memperlambat penggunaan tindakan suporitif yang merupakan bentuk dasar (“ABCD”) pada
16
pengobatan keracunan.Pertama, keracunan.P ertama, saluran napas (A) harus dibersihkan dan muntah atau beberapa gangguan lain dan, bila diperlukan, suatu alat yang mengalirkan napas melalui oral atau dengan memasukkan pipa endotrakea. Pada kebanyakan pasien, penempatan pada posisi sederhana dalam posisi dekubitus lateral cukup untuk menggerakkan lidah yang kaku (flaccid) keluar dan saluran napas. Pernapasan (B) yang adekuat harus diuji dengan mengobservasi dan mengukur gas darah arteri.Pada, pasien dengan insufisiensi pernapasan harus dilakukan intubasi dan ventilasi mekanik.Sirkulasi (C) yang cukup harus diuji dengan mengukur denyut nadi, tekanan darah, urin yang keluar, dan evaluasi perfusi perifer. Alat untuk intravena harus dipasang dan darah diambil untuk penentuan serum glukosa dan untuk pemeriksaan rutin lainnya.11 Setelah dilakukan intervensi awal yang esensial, dapat dimulai evaluasi yang terinci untuk membuat diagnosis spesifik.Hal ini meliputi pengumpulan riwayat yang ada dan melakukan pemeriksaan fisik singkat yang berorientasi pada toksikologi. Penyebab koma lainnya atau kejang seperti trauma pada kepala, meningitis, atau kelainan metabolisme harus dicari dan diobati.12 A. Riwayat: Pemyataan dengan mulut tentang jumlah dan jenis obat yang ditelan dalam kedaruratan toksik mungkin tidak dapat dipercayai. Bahkan anggota keluarga, polisi, dan pemadam kebakaran atau personil paramedis harus ditanyai tintuk menggambarkan lingkungan di mana kedaruratan toksik ditemukan dan semua alat suntik, botol-botol kosong, produk rumah tangga, atau obat-obat bebas di sekitar pasien yang kemungkinan dapat meracuni pasien harus dibawa ke ruang gawat darurat. B.
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang cepat harus dilakukan dengan penekanan pada daerah yang paling mungkin memberikan petunjuk ke arah diagnosis toksikologi. Hal ini termasuk tanda-tanda vital, mata dan mutut, kulit, abdomen, dan sistem saraf.
1. Tanda-tanda vital: Evaluasi dengan teliti tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh) merupakan hal yang esensial dalam kedaruratan toksikologi. Hipertensi dan takikardia adalah khas pada obat-obat amfetamin, kokain, fensiklidin, nikotin, dan antimuskarinik.Hipotensi dan bradikardia, merupakan gambaran karakteristik dan tákar lajak narkotika, kionidin, sedatif-hipnotik dan beta bloker.Takikardia dan hipotensi sering terjadi dengan antidepresan trisiklik, fenotiazin, dan teofihin. Pernapasan yang cepat adalah khas pada amfetamin
17
dan simpatomimetik lainnya, salisilat, karbon monoksida dan toksin lain yang menghasilkan asidosis metabolik. Hipertermia dapat disebabkan karena obatobat simpatomimetik, antimuskarinik.salisilat dan obat-obat yang menimbulkan kejang atau kekakuan otot. Hipotermia dapat disebabkan oleh takar lajak yang berat dengan obat narkotik, fenotiazin, dan obat sedatif, terutama jika disertai dengan pemaparan pada lingkungan yang dingin atau infus intravena pada suhu kamar.
2. Mata: Mata merupakan sumber informasi toksikologi yang berharga. Konstriksi pupil (miosis) adalah khas utituk keracunan narkotika, klonidin, fenotiazin, insektisida organofosfat dan penghambat kolinesterase lainnya, serta korna yang dalatn akibat obat sedatif. Dilatasi pupil (midriasis) umumnya terdapat pada amfetamin, kokain, LSD, atropin, dan obat antirnuskarinik lain. Nistagmus riorizontal dicirikan pada keracunan dengan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan obat seclatit lain. Adanya nistagmus horizontal dan vertikal memberi kesan yang kuat keracunan fensiklidin.Ptosis dan oftalmoplegia merupakan gambaran karakteristik dari botulinum. 3. Mulut. Mulut dapat memperlihatkan tanda-tanda luka bakar akibat zat-zat korosif.atau jelaga dan inhalasi asap. Bau yang kaas dan alkohol, pe(arut hidrokarbon. Paraldehid.atau amonia mungkin perlu dicatat. Keracunan dengan sianida dapat dikenali oleh beberapa pemeiriksa sebagai bau seperti bitter almonds.Arsen dan organofosfat telah dilaporkan menghasilkan bau seperti bau bawang putih. 4. Kulit. Kulit sering tampak merah, panas, dan kering pada keracunan dengan atropin dan antim.uskarinik lain. Keringat yang herlebihan diternukan pada keracunan dengan organofosfat, nikotin, dan ohat-obat simpatomimetik.Sianosis dapat disehabkan oleh hipoksemia atau methemoglohinemia. Ikterus dapat memheri kesan adanya nekrosis hati akilat keracunan asetaminofen atau jamur A manila phailoides. 5. Abdomen. Pemeriksaan abdomen dapat menunjukkan ileus, yang khas pada keracunan dengan antimuskarinik, narkotik, dan obat sedatif.Bunyi usus yang hiperaktif, kramp perut, dan diare adalah urnum terjadi pada keracunan dengan organofosfat, besi, arsen, teofihin, dan A.phalloides. 6. Sistem saraf. Pemeriksaan neurologik yang teliti adalah esensial.Kejang fokal atau defisit motorik lebih menggambarkan lesi struktural (seperti perdarahan intrakranial akibat trauma) daripada ensefalopati toksik atau metabolik.Nistagmus, disartria, dan ataksia adalah khas pada keracunan fenitoin, alkohol, barbiturat, dan keracunan sedatif lainnya.Kekakuan dan hiperaktivitas otot umum ditemukan pada
18
metakualon, haloperidol, fensiklidin (PCP), dan obat-obat simpatomimetik.Kejang sering disehabkan oleh takar lajak antidepresan trisiktik, teotilin, isoniazid, dan fenotiazin.Koma ringan tanpa refleks dan bahkan EEG isoelektrik mungkin terlihat pada koma yang dalam karena obat narkotika dan sedatif-hipnotik, dan mungkin menyerupai kematian otak. Prosedur Laboratorium & Sinar -X Uji Laboratoriurn rutin yang bermanfaat dalam diagnosis toksikologi adalah sebagai berikut:1 A. Gas Darah Arteri: Hipoventilasi akan menyebabkan peningkatan PCO2 (hiperkapnia). PO2 dapat rendah dengan aspirasi pneumonia atau obat-obat yang menginduksi edema paru. Oksigenisasi jaringan .yang kurang akibat hipoksia, hipotensi. atau keracunan sianida akan menghasilkan asidosis metabolik. PO2 hanya mengukur oksigen yang larut dalam plasma dan bukan merupakan total oksigen dalam darah. karena itu pada keracunan karbon monoksida mungkin PO2 tampak normal meskipun ada defisiensi oksihemoelobin yang n yata dalam darah. B. Elektrolit: Natrium, Kalium, klorida, dan bikarbonat harus diukur. Anion gap dihitung dengan mengurangi anion dan kation-kation: Anion A nion gap = (NA+ +K+) - (HCO3- + CI-) Dalam keadaan normal, Anion gap tidak lebih besar dari 12- 16 meq/L. Anion meq/L. Anion gap yang Iebih besar dari yang diperkirakan, disebabkan oleh adanya anion yang tidak terukur yang menyertai asidosis metabolik.Sebagai contoh, hal ini disebabkan oleh ketoasidosis diahetik, gagal ginjal, atau asidosis laktat yang diinduksi obat syok yang dapat menginduksi asidosis metabolik dengan peningkatan Anion gap, termasuk aspirin, metanol, etilen glikol.isoniazid, dan besi. Perubahan dalam tingkat kadar serum kalium dapat membahayakan karena ini dapat menyebabkan aritmia jantung. Obat yang dapat menyebabkan hiperkalemia meskipun dengan fungsi ginjal normal termasuk kalium sendiri, penghambat adrenoseptor-beta, glikosicia digitalis, fluorida, dan litium.Obat-obat yang berkaitan dengan hipokalemia termasuk barium, agonis beta-adrenoseptor.kafein. teofihin, diuretik, dan toluen.
A nion n G ap Jenis Peningkatan Anio Asidosis Metabolik Asidosis Laktat
Obat Metanol, etilen glikol, salisilat Kejang apa saja yang diinduksi oleh obat, besi, fenformin, hipoksia Ketoasidoss Etanol Catatan: Anion Catatan: Anion gap normal yang dhtung dan (Na+ + K+) - (HCO3- + Cl-) adalah 1216 meg/L; dihitung dari (Na+) - (HCO3 + CI-) C I-) nilainya adalah 8-12 meg/L.
19
C. Uji Fungsi Ginjal: Beberapa toksin mempunyai efek nefrotoksik; dalam kasus lain, gagal ginjal merupakan akihat syok, koagulasi intravaskular yang menyebar (disseminated irrtravascular coagulation, DTC), atau mioglohinuria. Tingkat kadar nitrogen urea darah dan kreatinin harus diukur dan dilakukan urinalisis. D. Osmolalitas Serum: Perhitungan osmolalitas serum terutama bergantung pada natrium serum, glukosa serum serta nitrogen urea darah dan dapat diperkirakan dan rumus berikut: 2 x NA + (BUN/3) + (Glukosa/18)
Nilai normal perhitungan ini adalah 280-290 mosm/kg. Etanol dan alkohol lainnya dapat menyumbang secara bermakna terhadap pengukuran osmolalitas serum, tetapi karena alkohol ini tidak termasuk dalam perhitungan, menyebabkan suatu osmolargap: Osmolargap = Osmolalitas yang diukur - Osmolalitas yang dihitung E. Elektrokardiogram: Pelebaran lama kompleks QRS yang lebih besar dari 0,1 detik adalah khas untuk takar lajak antidepresan trisiktik dan kuinidin. F. Gambaran sinar-X: fotopolos abdomen mungkin berguna, karena beberapa tablet, khususnya besi dan kalium, dapat berbentuk radiopaque. Foto toraks dapat menunjukkan pneumonia aspirasi, pneumonia hidrokarbon, atau edema paru. Bila dicurigai adanya trauma kapitis, dianjurkan untuk pemeriksaan CT-scan.11
2.8 Penatalakasanaan 13
KUMBAH LAMBUNG
Perkumpulan toksikologi Amerika dan Eropa berpendapat bahwa kumbah lambung dapat mengeluarkan banyak racun dari lambung, dan hanya dapat dilakukan pada racun yang belum terserap di dalam usus halus; sehingga tindakan ini tidak lagi dianjurkan sebagai prosedur rutin.Selain itu, patut dicatat bahwa kumbah lambung seringkali menghambat penggunaan arang aktif (activated charcoal/AC), yang mana
20
pemberian arang aktif kemungkinan besar justru lebih dapat memberikan manfaat dan dapat mengurangi resiko yang tidak diinginkan. ARANG AKTIF
Activated charcoal (AC) atau arang aktif hingga saat ini masih menjadi lini pertama untuk keracunan akut.Karena memiliki permukaan yang luas dan struktur berpori maka agen ini sangat efektif dalam menyerap banyak racun dengan beberapa pengecualian seperti unsur logam, pestisida, alkohol, asam kuat dan basa kuat, serta sianida.Agen ini harus diberikan pada semua pasien yang datang dalam jangka waktu 1 jam setelah masuknya substansi toksin; agen ini tidak boleh diberikan pada pasien yang dalam kondisi penurunan kesadaran (kecuali jika jalan napasnya telah terlindungi).Panduan internasional merekomendasikan pemberian AC dalam waktu 1 jam, sehingga merupakan hal yang vital v ital untuk segera menentukan menentuk an apakah seseorang sedang mengalami overdosis serius sehingga AC dapat langsung diberikan tanpa menunda.Setelah 1 jam, agen ini dapat tetap efektif untuk kasus overdosis zat yang memperlambat pengosongan lambung (seperti opioid, antikolinergik, antidepresan trisiklik), namun hal ini tergantung kondisi klinis pasien dan jumlah zat yang dimakan. Pengulangan dosis AC dapat meningkatkan eliminasi beberapa jenis obat dengan cara mengganggu proses sirkulasi entero-enterika dan enterohepatika. Indikasi untuk pengulangan dosis AC dapat dilihat pada Kotak 88.3.Tindakan ini dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengkonsumsi sediaan salisilat lepas lambat; karena pada kasus seperti ini, AC hanya mengurangi absorpsi bukannya meningkatkan eliminasi.AC diberikan dalam dosis 50 gram pada orang dewasa dan 1 g/kg (maksimal 50 gram) pada anak-anak.AC merupakan penyebab tersering muntahl sehingga kita dapat mempertimbangkan pemberian antiemetik sebelum memulai terapi AC. Beberapa dosis AC dapat menyebabkan konstipasi sehingga kita dapat memberikan laksatif untuk pasien dalam dosis yang tepat. Pengulangan dosis dapat dilakukan dalam interval 4 jam hingga secara klinis kondisi pasien telah berhenti. IRIGASI SELURUH USUS
Ini merupakan salah satu metode dekontaminasi usus yang diindikasikan untuk racunracun tertentu. Irigasi seluruh usus melibatkan proses pemberian polyethylene glycol yang tidak dapat diserap sehingga menyebabkan tinja menjadi encer dan mengurangi absorpsi obat karena secara fisik tinja yang encer dapat keluar lebih cepat melalui
21
traktus gastrointestinal. Sediaan polyethylene glycol sering digunakan di bangsal bedahh bedahh untuk “persiapan usus” sebelum operasi. Zat ini kemungkinan besar dapat berperan dalam mengeluarkan obat-obatan yang sudah ada di usus besar, yang tidak lagi dapat diserap oleh AC. Indikasi pemberian agen ini adalah konsumsi zat besi atau lithium dalam jumlah banyak, konsumsi paket/kondom berisi obat (seperti pada kuri narkoba yang membawa obat di usus besarnya) dan konsumsi obat-obatan lepas lambat dalam jumlah banyak (seperti theophylline atau calcium channel blocker). MENINGKATKAN ELIMINASI OBAT
Pada kebanyakan pasien yang datang akibat overdosis, teknik dekontaminasi usus dan penanganan suportif merupakan hal yang sangat dibutuhkan.Namun pada beberapa jenis keracunan akut, kita perlu melakukan sejumlah tindakan untuk meningkatkan eliminasi. ALKALINISASI URIN
Alkalinisasi urin (sebelumnya disebut juga dengan diuresis alkaline yang dipaksa) dapat berguna untuk beberapa jenis keracunan seperti: -
Salisilat
-
Fenobarbital (dengan disertai pemberian dosis AC berulang)
-
Chlorpropamide
-
Methotraxate
Natrium bikarbonat 8.4% yang diberikan secara intravena dengan cara infus (perkumpulan toksikologi Amerika dan Eropa merekomendasikan dosis 225 mL selama 1 jam pada orang dewasa) untuk mencapai pH urin yang mencapai 7.5-8.5. Istilah ‘alkalinisasi urin’ digunakan untuk menekankan bahwa manipulasi pH urin merupakan tujuan utama terapinya; istilah ‘diuresis alkalin yang dipaksa’ dan ‘diuresis alkalin’ tidak boleh lagi digunak an.Menurut an.Menurut perkumpulan internasional, tindakan ini dapat dipertimbangkan sebagai terapi pilihan untuk keracunan salisilat sedang dan berat. Namun kita harus hati-hati saat melakukannya untuk memastikan bahwa kadar kalium tidak mengalami penurunan secara cepat, dan pH urin harus diperiksa tiap 30 menit.
22
TEKNIK EKSTRAKORPOREAL
Ada beberapa jenis teknik ekstrakorporeal yang berpotensi untuk digunakan membantu mengeluarkan obat-obatan dari tubuh pasien yang keracunan, sekaligus untuk mengoreksi abnormalitas metabolik dan biokimiawi yang diakibatkan oleh keracunan.Teknik seperti plasmafaresis, hemodialisis, hemofiltrasi, hemodiafiltrasi dan hemoperfusi. Hanya sedikit data yang mendukung bahwa tindakan-tindakan ini dapat membersihkan obat dan tidak mungkin untuk melakukan ekstrapolasi dari satu sistem ke sistem lain. Saat ini, kita hanya dapat bergantung pada pengetahuan mengenai metode dan kinetika obat-obatan. Teknik ekstrakorporeal harus dipertimbangkan hanya jika terdapat tanda-tanda klinis atau penanda bahwa telah terjadi toksisitas berat, kegagalan dalam merespon penanganan suportif serta jenis keracunan obat yang dapat berpotensi untuk dikeluarkan.Gangguan dalam rute eliminasi normal juga dapat mempengaruhi pengambilan keputusan. Penggunaan teknik ekstrakorporeal biasanya hanya dapat berguna jika total pembersihan obat dari tubuh meningkat hingga sekurangkurangnya 30%. Hemoperfusi jarang dilakukan di unit penanganan intensif (ICU) dan hemodialisis intermiten seringkali hanya dilakukan di unit ginjal.Sebagai konsekuensinya, penggunaan hemofiltrasi berkelanjutan, dengan atau tanpa dialisis, dengan menggunakan kecepatan filtrasi yang lebih besar dari 50-100 mL/kg per jam merupakan teknik yang cukup efektif jika pasien memang membutuhkan teknik ekstrakorporeal. Kelompok multidisiplin internasional yang disebut EXTRIP (EXtracorpoperal Treatments In Poisoning) saat ini sedang melakukan peninjauan terhadap peranan eliminasi ekstrakorporeal dan akan segera menerbitkan beberapa panduan untuk keracunan yang mana eliminasi ekstrakorporeal dapat digunakan atau dipertimbangkan. TERAPI EMULSI LIPID
Intravenous lipid emulsion (ILE) saat ini diketahui sebagai salah satu penatalaksanaan yang efektif untuk kolaps kardiovaskuler yang terinduksi oleh anestetik lokal. Mekanisme terapi ini belum jelas, namun nampaknya terapi ini dapat membentuk semacam keran lipid, yang dapat membantu menangkap obat-obatan dari jaringan target, atau sebagai substrat energi untuk myokadium yang mengalami renjatan. Berdasarkan hipotesis keran lipid, ILE dapat dipertimbangkan sebagai salah satu penatalaksanaan potensial untuk keracunan akut berat yang disebabkan oleh
23
obat-obatan lipofilik.Ada beberapa bukti dari model hewan dan kasus manusia mengenai penggunaan ILE pada kasus toksisitas anestetik lokal; ada banyak laporan kasus mengenai penggunaan ILE pada keracunan jenis lain, namun penggunaannya belum direkomendasikan secara rutin.Saat ini ILE hanya tersedia di ruang gawat darurat dan unit penanganan intensif lainnya.Belum ada dosis regimen yang optimal untuk ILE, namun sudah jelas bahwa ILE merupakan salah satu antidote yang sangat kuat dalam beberapa tahun terakhir.Ada beberapa laporan mengenai rekurensi toksisitas setelah pemberian dosis awal ILE, begitu juga dengan beberapa komplikasi seperti pankreatitis. TERAPI SUPORTIF YANG BERKELANJUTAN
Pasien yang meracuni dri sendiri tidak selalu menimbulkan empati pada tim medis yang menerimanya di rumah sakit, namun pasien-pasien seperti ini memiliki tantangan medis tersendiri, selain karena mereka menimbulkan penyakit pada diri sendiri. Beberapa tindakan khusus untuk pasien seperti ini akan dijelaskan nanti, namun penanganan suportif umum yang baik pada pasien tak stabil yang tak sadarkan diri harus tetap dilanjutkan. Hal ini termasuk pemantauan dan pemberian dukungan organ jika dibutuhkan, begitu juga dengan upaya menyeimbangkan cairan, koreksi elektrolit, memulai dukungan nutrisi, dan melakukan penatalaksanaan terhadap infeksi nosokomial. Meskipun pada awalnya pasien-pasien ini mengalami gangguan fisiologis yang signifikan, secara umum luaran pasien-pasien ini biasanya baik.
24
BAB 3 STATUS ORANG SAKIT
Nomor RekamMedis : 00.72.34.12 TanggalMasuk :
11/ 09/ 2017
DokterRuangan : Dr. Lahi
Jam :
00 : 00 : 10
Dokter Chief of Ward : dr. Citra Abdi Negrara
Ruang :
RA 1 3.3.5
DokterPenanggungJawabPasien : dr. Franciscus Ginting Sp.PD
ANAMNESA PRIBADI Nama
: Nn. ELP
Umur
: 18 tahun
JenisKelamin
: Perempan
Status Perkawinan
: BelumMenikah
Pekerjaan
: Pelajar
Suku
: Batak
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: Labuhan Batu
ANAMNESIS PENYAKIT Keluhan Utama
: Muntah
Telaah
: Hal ini dialami oleh pasien kurang lebih 4 hari SMRS. Muntah tidak diawali dengan mual.Muntah 3x/hari volume muntah 100-150cc/ kali muntah. Muntah berisi kekuningan,
muntah
berdarah
tidak
dijumpai.
lender Muntah
berwarna hitam tidak dijumpai. Muntah menyembur tidak dijumpai. Hal ini di awali
ketika pasien pasien meminum racun
25
tanaman +/- 4 sendok makan.Pasien sebelumnya sudah dilakukan kumbah lambung di rs.tanjung balai 4hari SMRS. Mual tidak dijumpai, nyeri perut dijumpai, terutama di bagian ulu hati, Nyeri bertambah berat ketika perut di tekan.Demam dijumpai sejak 2 hari SMRS bersifat terus menerus dan turun dengan obat penurun panas. Mengigil tidak di jumpai , kejang tidak di jumpai. Riwayat pergi ke daerah endemis tidak dijumpai. BAK berwarna the pekat tidak dijumpai, dengan volume 1000cc/24 jam.Frekuensi BAK 5-6x/hari. BAB berwarna coklat dan lunak,volume 150cc/BAB. Frekuensi BAB 1x sehari. BAB berdarah , berwarna hitam, dempul tidak dijumpai.Batuk dijumpai sejak 2 hari yang lalu.Dahak tidak dijumpai.Batuk berdarah tidak dijumpai.Batuk disertai lendir putih-kekuningan dijumpai seja 2 hari SMRS.Batuk dan sesak nafas tidak dipengaruhi oleh cuaca.Nyeri menelan dijumpai sejak 4 hari SMRS. Riwayat sakit gula tidak di jumpai, Kuning pada mata dijumpai sejak 4 hari SMRS.Riwayat sakit kuning sebelumnya tidak dijumpai, Riwayat transfuse darah, transfuse darah dan konsumsi alkohol tidak dijumpai. RPT
: Tidak dijumpai
RPO
: Tidak jelas
ANAMNESIS ORGAN Jantung Sesak Nafas
:(+)
Edema
:(-)
Angina Pectoris
:(-)
Palpitasi
: ( -)
Lain-lain
: ( -)
Asma, bronchitis
:(-)
SaluranPernapasan Batuk-batuk
:(+)
26
Dahak
:(+)
Lain-lain
:(-)
Penurunan BB
:( - )
SaluranPencernaan Nafsu Makan
: Menurun
Keluhan Mengunyah
:(+)
KeluhanDefekasi
:(-)
Keluhan Perut
:(+)
Lain-lain
:(-)
Nyeri BAK
:(-)
BAK Tersendat
:(-)
Batu
:(-)
Keadaan Urin
:Kuning
Haid
:(-)
Lain-lain
:(-)
Keterbatasan Gerak
:(-)
Saluran Urogenital
Sendi danNyeriPinggang: ( - ) Tulang Keluhan Persendian
:(-)
Lain- lain
:(-)
Haus/Polidipsi
:(-)
Gugup
:(-)
Poliuri
:(-)
Perubahan suara
:(-)
Polifagi
:(-)
Lain-lain
:(-)
Saraf Pusat, SakitKepala
:(-)
Hoyong
:(-)
Lain- lain
:(-)
Endokrin
Darah dan Pembuluh Darah Pucat
:(-)
Perdarahan
:(-)
Petechie
:(-)
Purpura
:(-)
Lain-lain
:(-)
Lain-lain
:(-)
Sirkulasi Perifer Claudicatio Intermitten
:(-)
ANAMNESA FAMILI : Riwayat keluarga menderita sakit yang sama disangkal. PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK STATUS PRESENS Keadaan Umum
:
27
KeadaanPenyakit Sensorium
: Compos Mentis
Pancaran wajah: Lemah
Tekanandarah
: 130/90 mmHg
Sikap paksa
:(-)
Nadi
: 100 x/menit
Refleks fisiologis
:(+)
Pernafasan
: 24 x/menit
Refleks patologis
:(-)
Temperatur
: 39 ⁰C
Anemia (-/-), Ikterus (+), Dispnoe (-) Sianosis (-/-), Edema (-), Purpura (-/-) Turgor Kulit
: Baik
KeadaanGizi
: Normal
BeratBadan
: 50 kg
TinggiBadan
: 164 cm
IMT
: 19kg/m2 (normoweight)
KEPALA Mata
: Konjungtiva Palpebra inferior pucat (-/-), sklera ikterus (+/+)
Telinga
: Dalam batas normal
Hidung
: Dalam batas normal
Mulut
: Bibir
:Dalambatas normal
Lidah
:Ulkus dengan dasar eritema
Gigi geligi
:Dalambatas normal
Tonsil/Faring :Eritema
LEHER Leher : simetris, Trakea : medial, pembesaran KGB (-), Struma (-), TVJ : R-2 cm H2O, Kaku kuduk ( - ), lain-lain (-)
THORAKS DEPAN
28
Inspeksi Bentuk
: Simetris Fusiformis
Pergerakan
: Tidak ada ketinggalan bernafas di kedua lapangan
paru Palpasi, nyeri tekan
: Tidakdijumpai
Fremitus suara
: Suara napas lapangan paru kanan melemah
Iktus
: Tidakdijumpai
Perkusi Paru Perkusi
: Bedah pada lapangan paru kanan
Batas ParuHati R/A
: Relatif ICS 4, absolute ICS 5
Peranjakan
: ± 1 cm
Jantung Batas atasjantung
: ICS III LMCS
Batas kirijantung
: ICS V, 1 cm medial LMCS
Batas kananjantung
: ICS IV Linea Parasternal Dextra
Auskultasi Paru SuaraPernafasan
:
Bronkial,
suara
napas
lapangan
atasmelemah SuaraTambahan
: Tidakadasuaratambahan
Jantung M1>M2,P2>P1,T1>T2,A2>A1, desah sistolis (-), lain-lain (-) Heart rate
: 74 x/menit, reguler, intensitas: cukup
THORAX BELAKANG Inspeksi
: Simetris fusiformis
Palpasi
: Suara napas paru kanan melemah
paru
kanan
29
Perkusi
: Bedah pada lapangan paru kanan
Auskultasi
: Suara Pernafasan = bronkial, suara napas lapangan
paru kanan melemah Suara Tambahan = tidak ada suara tambahan ABDOMEN Inspeksi Bentuk
: Simetris membesar
Gerakanlambung/usus : Vena kolateral
:-
Caput medusa
:-
Lain-lain
:-
Dinding abdomen
: Soepel, H/L/R tidakmembesar
Permukaan
: Tidak teraba
Konsistensi
: Soepel
Pinggir
: Tidak teraba
Ukuran
: Normal
NyeriTekan
:(-)
Palpasi
HATI
LIMFA Pembesaran
: Tidakdijumpai
GINJAL Ballotement TUMOR
:(-) :(-)
PERKUSI Pekak Hati
:-
Pekak Beralih
:+
AUSKULTASI Peristaltik usus
: Normoperistaltik
30
Lain-lain
: (-)
PINGGANG Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-) SUPRAPUBIK Nyeri tekan suprapubik (-) INGUINAL
:(-)
GENITALIA LUAR
: Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR (RT) Perineum
:Tidak dilakukan pemeriksaan
SpincterAni
:Tidak dilakukan pemeriksaan
Ampula
:Tidak dilakukan pemeriksaan
Mukosa
:Tidak dilakukan pemeriksaan
Sarungtangan
:Tidak dilakukan pemeriksaan
ANGGOTA GERAK ATAS Deformitassendi
: (-)
Lokasi
: (-)
Jaritubuh
: (-)
Tremor ujungjari
: (-)
Telapaktangansembab : ( - ) Sianosis
:(-)
Eritema Palmaris
:(-)
Lain-lain
:(-)
ANGGOTA GERAK BAWAH
Kiri
Kanan
Edema
-
-
Arterifemoralis
+
+
Arteritibialis posterior
+
+
Arteridorsalispedis
+
+
31
Refleks KPR
+
+
Refleks APR
+
+
Refleksfisiologis
+
+
Reflekspatologis
-
-
Lain-lain
-
-
PEMERIKSAAN LABORATORIUM RUTIN
Tanggal : 20 oktober 2017 Darah
Kemih
Tinja
Hb : 12.8g/dL
Warna: Kuning
Warna :
Eritrosit : 4.43 x
Kejernihan: Keruh
CoklatKonsistensi :
106/mm3
Glukosa : -
LunakEritrosit : -
Leukosit: 12.26
Keton : -
Leukosit : -
103/mm3
BeratJenis : 1.008
Amoeba/Kista : -
Trombosit: 336.000/ 336.000/l
pH : 6.5
TelurCacingAscaris :
Ht: 35 %
Nitrit : -
- Ancylostoma : -
MCV: 83fL
Protein: +1
T. Trichiura : -
MCH : 28.9pg
Reduksi: -
Kremi: -
MCHC: 34,7 g/dl
Bilirubin: -
Eosinofil: 0,10 %
Urobilinogen : -
Basofil: 0,00 %
SedimenEritrosit : -
Neutrofil:85,80 %
Leukosit: -
32
Limfosit : 12,30 %
Darah : -
Monosit: 1,80 % Ureum: 195 mg/dL Kreatinin : 2.96 mg/dL Natrium : 134 mEq/L Kalium : 2.7 mEq/L Klorida : 102mEq/L
RESUME ANAMNESA
Keluhan utama : muntah
Telaah :Hal ini dialami oleh pasien kurang lebih 4 hari SMRS. Muntah >3x/hari. Isi muntah berypa cairan kekuningan. Nyeri epigastrium(+). Sebelumnya os meminum cairan herbisida sejak 4 hari SMRS. Febris(+) 2 hari SMRS RPT : tidak jelas RPO : Tidak jelas
STATUS PRESENS
Keadaan Umum : Sedang
Keadaan Penyakit : Buruk
Keadaan Gizi : Normal PEMERIKSAAN FISIK
VITAL SIGN
33
Sensorium : Compos Mentis
Tekanandarah : 130/90 mmHg
Nadi : 100x/ mnt
Pernafasan : 24x/ mnt
Temperatur : 39 °C
STATUS LOKALISATA
Kepala : Mata: Konjungtivaanemis (-/-) T/H : Dalambatas normal Mulut : Lidah:Ulkus dengan dasar eritema Tonsil/Faring:Eritema Trakea : TVJ R-2 cm H20
Leher : Lehersimetris, Trakea medial, pembesaran KGB (-), Struma (-) Thorax: Inspeksi : Simetris fusiformis Palpasi : suara napas pada lapangan paru
34
kanan melemah Perkusi : Bedah pada lapangan paru kanan atas Auskultasi : SuaraPernafasan = Bronkial, suara napas pada lapangan paru kanan melemah SuaraTambahan = Tidak ada suara tambahan
Abdomen: Inspeksi : Simetris membesar Palpasi : Soepel Nyeri ketuk Sudut KostoVertebra (-)
Limpa : Pembesaran (-)
Ekstremitasatas : Dalam batas normal Ekstremitasbawah : Dalam batas normal LABORATORIUM RUTIN
Darah : Eritrosit Normokrom Normosik Leukosit : Normal Trombosit : Normal Kemih : Warna: Kuning Kejernihan: Keruh Protein: +1 Reduksi: Urobilinogen : SedimenEritrosit : -
35
Leukosit: Darah : Warna : Coklat Konsistensi : Lunak DIAGNOSIS BANDING
DIAGOSIS SEMENTARA
PENATALAKSANAAN
-
Intoksikasi herbisida
-
AKI stadium Failure
-
Hipokalemia
-
Intoksikasi herbisida
-
AKI stadium Failure
-
Hipokalemia
Non Farmakologis : -
Tirah baring
-
Diet M2
Farmakologis :
DIET
-
IVFD NaCl 0,9 % 20 gtt/i
-
Omeprazole inj. 40mg/8jam
-
Metoclorpramide 1A/8jam
-
Ceftriaxone 1 gr/12jam
-
Sucralfate syr 3xc2
-
Vit c 1000mg/24 jam
-
KSR 1x600mg
Diet M2
RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK / TINDAKAN LANJUTAN 1. URINALISA, FESES RUTIN
4. LIVER FUNCTION TEST
2. DARAH RUTIN
5. EKG , FOTO THORAX
3. RENAL FUNCTION TEST
6. USG WHOLE ABDOMEN
36
BAB 4 FOLLOW-UP
HASIL LABORATORIUM 20/10/2017
Hb: 12.8 Eri: 4.43 Leuk: 12.180 Trombosit: 363.000 AGDA: pH: 7.470 pCO2: 26 pO2: 150 HCO3: 18.9 Total CO2: 19.7 Kelebihan Asam (BE): -3.4 Saturasi O2: 99 KGD Sewaktu: 117 Ginjal BUN: 91 Ureum: 195 Kreatinin: 2.96
Elektrolit Natrium : 134 Kalium: 2.7 Klorida: 102
HBsAg Non reaktif
37
23/ 10/2017
Urinalisa: Protein: +1Leukosit : +(28.8) Darah : + (172.8) Fosfatase alkali (ALP) 246 SGOT 289 SGPT 513 26/10/2017
Hb: 11.3 Eri: 4.04 Leukosit : 26.770 Trombosit : 505.000 Bilirubin total : 21 Bilirubin direk : 13.70 ALP : 496 SGOT: 558 SGPT:600 Ureum : 28 Kreatinin : 0.75 30/10/2017
Bilirubin total : 22.50 Bilirubin direk : 15 ALP : 561 SGOT: 394 SGPT: 634 BUN : 18 Ureum : 39 Kreatinin : 0.63 Natrium/ Kalium/Clorida: 135/2.9/96 02/11/2017
Hb : 12.3 Eri : 4.28 Leukosit : 12.100 Trombosit : 255.000 Bilirubin total : 31.00 Bilirubin direk : 22.00 ALP : 646 SGOT : 377 SGPT : 681 BUN : 25 Ureum : 54 Kreatinin : 0.64 Natrium/Kalium/Klorida : 134/2.6/99
38
Hasil Foto Thorax tanggal 19/10/2017
Interpretasi : tidak dijumpai kelainan, jantung dan paru dalam batas normal
39
FOLLOW-UP TANGGAL 21/10/2017
S
Muntah (+)
O
Sens : CM, HR:74x/i , RR: 24x/i, TD: 120/80mmHg , temp: 36,8°c Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Leher TVJ : R-2 Paru : SP: bronkial ST : Abdomen : soepel, H/L : dalam batas normal peristalstik (+), ekstremitas : edema (-/-)
A
- Intoksikasi herbisida -AKI st Failure -Hipokalemia
P
Tirah baring IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam inj metoclorpramide 1amp/8jam/iv Inj ceftriaxone 1g /12jam (H1) Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg
40
Hasil Foto Thorax tanggal 21/10/2017
Interpretasi : dijumpai kardiomegali
41
FOLLOW-UP TANGGAL 23/10/2017
S
Nyeri tenggorokan(+)
O
Sens : CM, HR:88x/i , RR: 24x/i, TD: 110/70mmHg , temp: 36°c Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Leher TVJ : R-2 Paru : SP: bronkial ST : Abdomen : soepel, H/L : dalam batas normal peristalstik (+), ekstremitas : edema (-/-)
A
- Intoksikasi herbisida - AKI st Failure - Hipokalemia(2.7)
P
Tirah baring IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam Inj Methylprednisolone 125mg/12 jam Inj. Vit C 1gr/12 jam inj metoclorpramide 1amp/8jam/iv Inj ceftriaxone 1g /12jam (H3) Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg n-acetylsistein 3x200mg r/ ceck LFT
42
FOLLOW-UP TANGGAL 25/10/2017-26/10/2017
S
Nyeri tenggorokan(+)
O
Sens : CM, HR:88x/i , RR: 24x/i, TD: 110/70mmHg , temp: 36°c Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Leher TVJ : R-2 Paru : SP: bronkial ST : Abdomen : soepel, H/L : dalam batas normal peristalstik (+), ekstremitas : edema (-/-)
A
- Intoksikasi herbisida - AKI st Failure - Hipokalemia(2.7)
P
Tirah baring IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam Inj Methylprednisolone 125mg/12 jam.tapp Inj. Vit C 1gr/12 jam inj metoclorpramide 1amp/8jam/iv Inj ceftriaxone 1g /12jam (H5) aff Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg n-acetylsistein 3x200mg Antasida syrup 4xcII r/ cek LFT, RFT, Bilirubin/ 3 hari
43
FOLLOW-UP TANGGAL 28/10/2017-31/10/2017
S
Nyeri tenggorokan(+)
O
Sens : CM, HR:88x/i , RR: 24x/i, TD: 110/70mmHg , temp: 36°c Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Leher TVJ : R-2 Paru : SP: bronkial ST : Abdomen : soepel, H/L : dalam batas normal peristalstik (+), ekstremitas : edema (-/-)
A
- Intoksikasi herbisida - AKI st Failure - Hipokalemia( 2.7)
P
Tirah baring IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam Inj Methylprednisolone 125mg/12 jam.(h6) Inj. Vit C 1gr/12 jam inj metoclorpramide 1amp/8jam/iv aff Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg n-acetylsistein 3x200mg Antasida syrup 4xcII Domperidone 3x10mg
44
FOLLOW-UP TANGGAL 01/11/2017-03/11/2017
S
Nyeri menelan(+) Sesak napas berkurang
O
Sens : CM, HR:96x/i , RR: 31x/i, TD: 140/80mmHg , temp: 37,5°c Mata: konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (+/+), Leher TVJ : R-2 Paru : SP: bronkial ST : Abdomen : soepel, H/L : dalam batas normal peristalstik (+), ekstremitas : edema (-/-)
A
- Intoksikasi herbisida
P
Tirah baring O2 2-4 L/I via NC Diet MII IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam Inj Methylprednisolone 125mg/12 jam.(H10) Inj. Vit C 1gr/12 jam Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg n-acetylsistein 3x200mg Antasida syrup 4xcII Domperidone 3x10mg
45
Hasil USG tanggal 03/11/2017
46
Interpretasi :
Hati : -
Permukaan : regular Pinggiran : tajam Ukuran : normal Parenkim : homogeny Ascites : (-) Pembuluh darah : o Vena Porta : normal o Vena Hepatika : normal
Limpa : -
Ukuran : normal V. Lienalis : normal
Kandung Empedu : -
Ukuran Dinding Echo
: normal : normal : Stone (+)
Pankreas
: normal
Ginjal
: normal
Kesimpulan Sonogram
: Cholelithiasis Cholelithiasis
Anjuran
: CT-Scan Abdomen
47
BAB 5 DISKUSI
TEORI
PASIEN
Toksisitas
Gejala klinis bergantung pada dosis racun yang masuk ke dalam tubuh:
Dosis rendah (<20 mg/kgBB / <7,5 ml dalam konsentrasi 20%) : tidak memberikan gejala atau hanya gejala gastrointestinal yang muncul seperti muntah atau diare
Dosis sedang (20-40 mg/kgBB / 7,5 - 15 ml dalam konsentrasi 20%) :
Pasien mengatakan meminum racun ±20 cc paraquat. Dari hasil pemeriksaan fisik : Sens : CM , HR: 100x/i, RR:24x/i, TD: 130/90 temp: 39,0°c Kepala : Mata : ikterus (+/+) Mulut : lidah : ulkus dengan dasar eritema Tonsil/faring : eritema
fibrosis paru yang massif dan bermanifestasis ebagai sesak napas
Leher : TVJ R-2, pembesaran KGB (-)
yang progresifyang dapat menyebabkan kematian antara 2-4 minggu setelah masuknya racun. Sesak napas dapat muncul setelah beberapa hari pada beberapa kasus. Gangguan ginjal dan hati dapat
Thorax: Inspeksi : Simetris fusiformis Palpasi : suara napas melemah diparu kanan Perkusi : bedahh dijumpai pada paru kanan Auskultasi : SP: bronkial, suara napas melemah di lapangan paru kanan ST: (-)
ditemukan. Fungsi ginjal biasanya kembali normal
Dosis besar (>40 mg/kgBB / >7,5ml
Abdomen: soepel, H/L tidak teraba, peristaltik (+) ekstremitas : edema (-/-)
48
dalam konsentrasi 20%) : menyebabkan kerusakan multi organ, tetapi lebih progresif. Sering disertai tanda khas berupa ulkus pada orofaring. Gejala gastrointestinal sama seperti konsumsi dosis rendah namun gejala lebih berat akibat adanya dehidrasi. Gegeal ginjal, aritmia jantung, koma, kejang, perforasi oesophagus, dan koma kemudian diakhiri kematian dapat terjadi dalam 24-48 jam akibat gagal multi organ Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda dini dari keracunan melalui melalui pencernaan di antaranya : Pasien mengeluhkan sesak napas, mual, Rasa terbakar pada mulut, muntah, nyeri tenggorokan. kerongkongan, dada, perut atas, akibat dari efek korosif paraquat terhadap mukosa Diare yang kadang-kadang dengan darah juga dapat terjadi. Muntah dan diare dapat berujung hipovolemia Gejala Sistem Saraf Pusat (SSP) seperti pusing, sakit kepala, demam, mialgia, letargi, dan koma Nyeri abdomen berat akibat pankreatitis Kerusakan ginjal (proteinuria, hematuri, pyuria, dan azotemia). Oligouria atau anuria mengindikasikan adanya nekrosis tubular akut.Gagal ginjal dapat terjadi akibat terbentuknya konsentrasi tinggi
49
Batuk, sesak napas, dan takipnea biasanya muncul 2-4 hari setelah tertelannya paraquat, tetapi dapat muncul setelah 14 hari. Sianosis secara progresif dan sesak napas menunjukkan adanya gangguan pertukaran oksigen pada paru yang rusak. Pada beberapa kasus, batuk berdahak adalah gejala awal dan manifestasi terpenting dari kerusakan paru akibat paraquat. Traktus gastrointestinal adalah tempat pertama atau keracunan fase I ke permukaan mukosa melalui proses pencernaan dari zat tersebut. Keracunan ini bermanifestasi sebagai edema dan nyeri akibat ulseratif pada mulut, faring, oesofagus, lambung, dan usus. Pada derajat yang lebih tinggi, keracunan gastrointestinal yang lain berupa kerusakan sel-sel hati yang menyebabkan peningkatan bilirubin dan enzim hati seperti AST, ALT, dan LDH. Pada kasus tertelannya paraquat yang masif, dapat bermanifestasi muntah, nyeri abdomen, diare, gagal ginjal dan hati, serta gagal jantung yang berkembang pada 24 jam pertama. Kadang-kadang diakhiri dengan kematian akibat gagal jantung akut.4
50
Pemeriksaan penunjang
1. Anamnesis Riwayat konsumsi racun bisa diketahui dengan menanyakan kepada pasien apabila
Pasien mengeluhkan sesak napas, mual, muntah, nyeri tenggorokan
pasien masih sadar, keluarga pasien atau orang lain yang membawa pasien ke RS.
2. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien yang diduga mengalami intoksikasi herbisida adalah analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin, enzim hati, dan uji fungsi ginjal.
3. Pemeriksaan fisik pemeriksaan fisik dapat dijumpai tandatanda dini dari intoksikasi herbisida antara lain rasa terbakar pada mulut, kerongkongan, dada, perut atas yang diakibatkan oleh efek korosif paraquat terhadap mukosa. Diare yang kadang-
AGDA - pH
7.4
- pCO2
26
- pO2 - HCO3
150 18.9
- Total CO2 19.7 - Kelebihan Asam (BE) : -3.4 - Saturasi O2 : 99
HATI - Bilirubin Total : 21 - Bilirubin Direk : 13.7 - ALP : 246 - SGOT : 289 - SGPT : 513 GINJAL - BUN 91 mg/dL - ureum 195mg/dL - Kreatinin2.96 mg/dL
kadang dengan darah juga dapat terjadi. Muntah dan diare dapat berujung hipovolemia. Pusing, sakit kepala, demam, mialgia, letargi, dan koma adalah contoh lain dari gejala sistemik dan susunan saraf pusat (SSP). Pankreatitis dapat
ELEKTROLIT -Natrium 134 mEq/L -Klorida 102 mEq/L -Kalium 2.7 mEq/L DARAH LENGKAP Hemoglobin 12.8 g/dL
51
menyebabkan nyeri abdomen berat. Proteinuria, hematuri, pyuria, dan azotemia menunjukkan adanya kerusakan ginjal. Oligouria atau anuria mengindikasikan adanya nekrosis tubular akut
Eritrosit 4.43 Juta/uL Leukosit 12.26 x 103/mm3 Hematokrit 35 % Trombosit 336.000/L MCV 83 fl MCH 28.9 pg MCHC 34.7 g/dL Hitung Jenis : - Neutrofil 85.80 % - Limfosit 12.30 % - Monosit 1.80 % - Eosinofil 0.10 % - Limfosit Absolut 0.82 103/uL IPF
0.0%
MORFOLOGI : Eritrosit : nomokrom normositik Leukosit : normal
52
Sens : CM , HR: 100x/i, RR:24x/i, TD: 130/90 temp: 39°c Mata: conjuntiva (-/-), sklera ikterik (+/+)
Mulut : lidah : ulkus dengan dasar d asar eritema Faring : eritema
Leher : TVJ R-2, pembesaran KGB (-)
Thorax: Inspeksi : Simetris fusiformis Palpasi : suara napas melemah diparu kanan Perkusi : bedahh dijumpai pada paru kanan Auskultasi : SP: bronkial, suara napas melemah di lapangan paru kanan ST: (-)
Abdomen: soepel, H/L tidak teraba, peristaltik (+)
ekstremitas : edema (-/-)
53
Penatalaksanaan
ALKALINISASI URIN
Natrium bikarbonat 8.4% yang diberikan secara intravena dengan cara infus (perkumpulan toksikologi Amerika dan
IVFD NaCl 20gtt/i NGT terpasang Inj omeprazole 40mg/12jam
Eropa merekomendasikan dosis 225 mL selama 1 jam pada orang dewasa) untuk mencapai pH urin yang mencapai 7.5-8.5.
Inj Methylprednisolone 125mg/12 jam.(h6) Inj. Vit C 1gr/12 jam inj metoclorpramide 1amp/8jam/iv aff
ARANG AKTIF
Activated charcoal (AC) atau arang aktif hingga saat ini masih menjadi lini pertama untuk keracunan akut. Karena memiliki
Sucralfat syrup 3 x 2c KSR 1x600mg n-acetylsistein 3x200mg
permukaan yang luas dan struktur berpori maka agen ini sangat efektif dalam menyerap banyak racun dengan beberapa
Antasida syrup 4xcII Domperidone 3x10mg
pengecualian seperti unsur logam, pestisida, alkohol, asam kuat dan basa kuat, serta sianida. Agen ini harus diberikan pada semua pasien yang datang dalam jangka waktu 1 jam setelah masuknya substansi toksin; agen ini tidak boleh diberikan pada pasien yang dalam kondisi penurunan kesadaran.
Tirah baring
54
TERAPI SUPORTIF YANG BERKELANJUTAN
Pasien yang meracuni dri sendiri tidak selalu menimbulkan empati pada tim medis yang menerimanya di rumah sakit, namun pasien-pasien seperti ini memiliki tantangan medis tersendiri, selain karena mereka menimbulkan penyakit pada diri sendiri. Namun penanganan suportif umum yang baik pada pasien tak stabil yang tak sadarkan harus tetap dilanjutkan. Hal ini termasuk pemantauan dan pemberian dukungan organ jika dibutuhkan, begitu juga dengan upaya menyeimbangkan cairan, koreksi elektrolit, memulai dukungan nutrisi, dan melakukan penatalaksanaan terhadap infeksi nosokomial. Meskipun pada awalnya pasien-pasien ini mengalami gangguan fisiologis yang signifikan, secara umum luaran pasien pasien ini biasanya baik.
55
BAB 6 KESIMPULAN
Seorang pasien bernama Evi Liantri Purba yang didiagnosa dengan intoksikasi herbisida+ AKI st Failure + hipokalemia.Ditatalaksana secara suportif dengan pemberiaan antioksidan inj vit c 1000gr/12 jam, Methylprednisolone 125mg/12 jam.Dan os memiliki prognostic yang tidak baik, dikarenakan tidak ada nya antidotume untuk keracunan paraquat.
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Toksikologi. Dalam: Bagian Kedokteran Forensik FK UI. Ilmu Kedokteran Forensik edisi 2. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik FKUI; 1997. Hal. 7186. 2. Raini, Mariana. Kajian: Toksikologi pestisida dan penangan akibat keracunan pestisida. Media Litbang Kesehatan, 2008; 17:10-18. 3. Aggrawal, Anil. Agrochemical Poisoning. Dalam: Tsokos, M. Forensic Pathology Reviews, Vol. 4. Totowa: Humana Press Inc; 2005. Hal.280-91. 4. Dad, R. J. Sembodo. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta, Indonesia. 5. Wahyudi
T,
Panggabean
TR,
Pujiyanto.
Kakao:
Manajemen
Agribisnis.Penebar Swadaya 2008; 1:177-178 6. 7. Zein U, Purba A, Ginting Y, dan Pandjaitan T.B. Beberapa Aspek Keracunan di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit H. Adam Malik, Medan. Available from : http://www.idi.or.id/mki/racun.htm : http://www.idi.or.id/mki/racun.htm 8. Mishra AK, Pandey AB. Paraquat. Available from : http://www.panap.net/ uploads/ media/paraquat_monograph_PAN_AP.pdf 9. Anonym. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards-Paraquat. Available from : http://www.cdc.gov/niosh/nmam/1910425.html : http://www.cdc.gov/niosh/nmam/1910425.html 10. Ashton C, Leahy N. Paraquat. Available from : http://www.intox.org/databank/ documents/ chemical/paraquat/pim399.htm 11. Bronstein AC. Herbicides. In : Dart RC, Ed. Medical Toxicology. 3rd ed. Philadelphia: Lippincot Williams and Wilkins, 2004: 1515-24 12. Anonym. Diquat in Drinking-water. Available from : http://www.who.int : http://www.who.int 13. Anonym. Paraquat. Available from : http://www.panap.net/uploads/media/rmpp_ ch12.pdf 14. Day BJ et al. A Mechanism of Paraquat Toxicity Involving Nitric Oxide Synthase. Available from : http://www.pnas.com : http://www.pnas.com
57
15. Anonym. Free Radical Introduction. 16. Wesseling C et al. Paraquat in Developing Countries. Available from : http://www.una.ac/paraquat_in_developing_countries_pdf 17. Davidson, Israel, & John Bernard Henry, 1976. Clinical Diagnosis by Laboratory Methods, WB. Saunders Co. London. 18. Darsono L, 2002. Diagnosis dan Terapi Intoksikasi. JKM. 2:1. 19. Textbook of Sky and Flying Glasses . For General Convenience David M Wood dan Duncan LA Wyncoll