LAPORAN PRAKTEK FARMAKOTERAPI SISTEM PERNAFASAN DAN PENCERNAAN DIARE NON INFEKSI (DEF4272T)
SEMESTER GENAP
DISUSUN OLEH KELOMPOK A4 ANGGOTA: Puji Astuti Nur Hidayanti (NIM. 155070501111019) Ramendra Dirgantara Putra (NIM. 155070507111023) Rifky Afrizal Fajar Kurniawan (NIM. 155070500111011) Saffana Qolby Mayana (NIM. 155070500111017) Savira Septiarini (NIM. 155070501111017) Shafira (NIM. 155070507111021) Sofyah Putri Ramadhani (NIM. 155070501111027) Tiara Ayu Lestari (NIM. 155070500111003) Vinta Fajar Ridho Illahi (NIM. 155070500111025) 155070500111025) Yuniati Elisabeth (NIM. 155070501111035)
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA TA 2017/2018
1. DEFINISI
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair, dengan frekuensi buang air besar lebih dari 3 kali dalam sehari (Depkes RI, 2002). Penyakit ini biasanya terjadi secara tiba-tiba dan akan reda dalam 1 atau 2 hari tanpa terapi pengobatan. Secara umum, diare terbagi menjadi dua yakni diare infeksi dan diare non-infeksi. Diare non-infeksi terhitung lebih sedikit atau jarang terjadi dibandingkan dengan diare infeksi. Diare biasanya berupa gejala dari penyakit sistemik. Menurut lama kejadiannya, diare dapat dibagi menjadi diare akut, persisten, dan kronis. Diare akut secara umum didefinisikan sebagai diare yang terjadi kurang dari 14 hari, diare persisten didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 14 hari, dan diare kronis didefinisikan sebagai diare yang terjadi lebih dari 30 hari (Dipiro, 2008). Secara sederhana, diare merupakan peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi dari debit tinja yang dibandingkan dengan individu yang pola penyerapan ususnya normal. Frekuensi dan konsistensi bervariasi antara individu yang satu dengan yang lainnya. Contohnya, ada beberapa orang yang defekasi tiga kali dalam sehari namun ada juga orang yang defekasi hanya dua sampai tiga kali dalam seminggu. Diare mungkin berhubungan dengan penyakit usus tertentu atau secara sekunder (tidak langsung) berhubungan dengan penyakit diluar usus. Misalnya, disentri bacilari secara langsung mempengaruhi usus, dimana diabetes melitus dapat menyebabkan diare neuropati. Gangguan bawaan pada ion transport di gastrointestinal dapat pula menjadi penyebab dari diare kronik. Diare akut maupun diare kronik memiliki patofisiologi yang sama yang menyebabkan identifikasi dan terapi pengobatan dari keduanya menjadi sama (Dipiro, 2008). 2. EPIDEMIOLOGI EPIDEMIOLOGI
Menurut Departemen Kesehatan RI (2003), insidensi diare di Indonesia pada tahun 2000 adalah 301 per 1000 penduduk untuk semua golongan umur dan 1,5 episode setiap tahunnya untuk golongan umur balita. Cause Specific Death Rate (CSDR) diare golongan umur balita adalah sekitar 4 per 1000 balita. Kejadian diare pada anak laki-laki hampir sama dengan anak perempuan. Penyakit ini ditularkan secara fecal-oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Di
negara yang sedang berkembang, insiden yang tinggi dari penyakit diare merupakan kombinasi dari sumber air yang tercemar, kekurangan protein dan kalori yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh (Suharyono, 2003). Sekitar lima juta anak diseluruh dunia meninggal karena diare akut. Di Indonesia tahun 70 sampai 80-an, prevalensi penyakit diare sekitar 200-400 per 1000 penduduk per tahun, dari angka prevalensi tersebut 70-80 % menyerang anak dibawah usia lima tahun (balita). Golongan umur ini mengalami 2-3 episode diare per tahun. Diperkirakan kematian anak akibat diare sekitar 200-250 ribu setiap tahunnya. Menurut Depkes RI (2002), epidemiologi penyakit diare adalah sebagai berikut : 1. Penyebaran kuman yang menyebabkan diare
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/ minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku yang menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare. Perilaku tersebut antara lain : a) Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI resiko untuk menderita diare lebih besar daripada bayi yang diberi ASI penuh dan kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar. b) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencemaran oleh kuman, karena botol susah dibersihkan. c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak. d) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan dirumah. Pencemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan tercemar
menyentuh
penyimpanan.
air
pada
saat
mengambil
air
dari
tempat
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak. 2. Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
beranggapan
bahwa
tinja
bayi
tidaklah
berbahaya,
padahal
sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Faktor Penjamu yang Meningkatkan Kerentanan terhadap Diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden, beberapa penyakit dan lamanya diare, antara lain : a) Tidak memberikan ASI sampai 2 tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap berbagai kuman penyebab diare seperti kurang gizi. b) Beratnya penyakit, lama dan resiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi, terutama pada penderita campak. Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat badan pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh pada penderita. c) Imunodefisiensi/ imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS (Automune Deficiensy Syndrome). Pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen. Secara proporsional, diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita (55 %) 3. Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berkumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat, yaitu melalui makanan dan minuman maka menimbulkan diare. 3. Etiologi
Penyebab dari diare non infeksi sangat bervariasi dan multifaktorial, namun secara umum dapat dihubungkan dengan adanya oversekresi pada saluran pencernaan akibat adanya tumor yang memicu sekresi berlebihan (pada kasus diare sekretorik) serta adanya intake makanan yang mengandung senyawasenyawa yang sukar diabsorbsi oleh usus halus sehingga menyebabkan perubahan tekanan osmotik di saluran pencernaan (membuat saluran pencernaan menjadi hiperosmotik) dan mengakibatkan sekresi cairan ke dalam lumen saluran pencernaan untuk mengimbangi tekanan osmotik tersebut (pada kasus diare osmotik). Salah satu jenis makanan yang cukup sering memicu diare terutama pada anak-anak adalah makanan yang mengandung kadar laktosa dalam jumlah tinggi seperti susu. Anak-anak dengan defisiensi enzim laktase tidak akan mampu memecah laktosa (disakarida) menjadi glukosa dan galaktosa (monosakarida), sehingga laktosa yang ada dalam susu tidak akan terabsorbsi dan menumpuk di saluran cerna, menyebabkan timbulnya perubahan tekanan osmotik yang mengarah pada diare. Selain laktosa, makanan yang juga dapat menimbulkan efek diare dengan melalui mekanisme osmotik yang sama seperti laktosa adalah pemanis buatan pada makanan seperti Sorbitol dan senyawa laxative seperti laktulosa dan Magnesium Sulfat. Cara terbaik untuk menghentikan diare semacam ini tentunya adalah dengan menghentikan konsumsi makanan-makanan dengan kandungan senyawa-senyawa tersebut, agar dapat tercipta keseimbangan osmotik yang baik dalam saluran pencernaan. Khusus untuk anak-anak dengan defisiensi enzim laktase, telah dikembangkan jenis susu formula dengan kandungan laktosa yang rendah sehingga anak-anak akan tetap dapat mengonsumsi susu dengan nyaman tanpa menderita diare (Koda K imble and Young’s et al , 2013).
Gambar 1. Reaksi Pemecahan Normal dari Laktosa di dalam Saluran Pencernaan oleh enzim Laktase menjadi Glukosa dan Galaktosa (Chemistry Tutorvista, 2017)
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare adalah gangguan osmotik (makanan yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus berlebihan sehingga timbul diare). Selain itu menimbulkan gangguan sekresi akibat toksin di dinding usus, sehingga sekresi air dan elektrolit meningkat kemudian terjadi diare. Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, salah satunya yakni diare osmotik (Zein, dkk.,2004) Diare osmotik dapat terjadi dalam beberapa keadaan : 1. Intoleransi makanan Situasi ini timbul bila seseorang makan berbagai jenis makanan dalam jumlah besar sekaligus. Misalnya, seseorang yang baru makan durian lalu minum eskrim dan makan roti yang banyak disertai bistik. Sekaligus beberapa makanan tersebut masuk ke usus kecil dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana campur aduknya berbagai jenis makanan tersebut masuk ke usus kecil dalam keadaan osmotik yang sangat tinggi dimana campur aduknya berbagai jenis makanan tidak menguntungkan untuk suatu proses pencernaan. Keadaan tersebut diatas akan menimbulkan sekresi air yang berlebihan, sehingga menimbulkan diare sementara, dikarenakan kondisi hipertonik akibat kandungan disakaridase yang berlebihan (Daldiyono, 1997). 2. Waktu pengosongan lambung yang berlebihan Dalam keadaan fisiologis, makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan hipertonis, kemudian oleh lambung dicampur dengan cairan la mbung dan diaduk menjadi bahan yang isotonis atau hipotonis. Hal ini diatur oleh
osmoreseptor yang ada pada duodenum yang mengatur proses pengosongan lambung. Pada pasien yang sudah mengalami gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, maka makanan yang masih hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi intestin yang bertambah dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus. Yang kemudian mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolemi intravaskuler dan depresi. Jadi pada keadaan pengosongan lambung yang cepat timbul distensi intestine, diare dan hipovolemi (Daldiyono, 1997). 3. Sindrom malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal Sebagai contoh keadaan ini adalah hal yang terjadi pada penyakit seliak (gluten enterophaty). Akibat reaksi antigen antibodi terhadap protein gandum (gluten), akan terdapaat kerusakan pada mukosa intestin sebagai akibat proses absorbsi monosakarid dan oligosakarid yang terganggu yang akan menimbulkan suasana hipertonik pada intestin lalu timbul diare (Daldiyono, 1997). 4. Defisiensi enzim Suatu contoh yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida glukose dan galaktose. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel intestin sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai umur masi anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia (Daldiyono, 1997). Diare osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium. Sebagai akibat diare baik akut maupun kronis akan terjadi beberapa hal, antara lain: -
Kehilangan air dan elektrolit (dehidrasi) yang mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan asam-basa (asidosis metabolik, hypokalemia dan sebagainya)
-
Gangguan gizi sebagai akibat kelaparan (masukan makanan kurang, pengeluaran bertambah)
-
Hipoglikemia
-
Gangguan sirkulasi darah. Karakteristik dari diare osmotik adalah diare akan berhenti apabila pasien
dipuasakan atau asupan makanan dan minumannya dibatasi (Daldiyono, 1997). 5. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Terapi non farmakologi pendting diberikan untuk mennjang kesembuhan pasien, berikut beberapa cara yang di tujukan untuk terapi non farmakologi pada pasien, yaitu : -
Minum susu yang tanpa laktosa selama masih diare, pasien dapat mengkonsumsi susu dengan latosa lagi setelah sembuh
-
Hindari makanan berserat tinggi, berlemak , mengandung kafein, alkohol dan soda.
-
Istirahat yang cukup
-
Minum obat dengan teratur dan minum air putih
-
Memakan makanan yang bergizi
-
Tidak jajan sembarangan, lebih baik pasien diberitahu untuk membawakan bekal sendiri dari rumah.
6. TERAPI FARMAKOLOGI
a. Terapi Rehidrasi Terapi terpenting untuk pasien diare akut maupun kronis adalah rehidrasi, sebagai terapi lini pertama untuk diare dengan pemberian oral rehydration therapy atau ORT atau oralit, yaitu yang sering disebut terapi suportif. Oralit berfungsi untuk mencegah dehidrasi yang sangat berbahaya bagi penderita diare, terutama bayi dan lansia namun lebih baik diberikan melalui rute parenteral karena memiliki onset kerja yang cepat (Tjandrawinata, 2009).
b. Adsorben dan obat pembentuk masa Adsorben seperti kaolin, tidak dianjurkan untuk diare akut. Obat-obat pembentuk masa
seperti
isphagula, metil
selulosa,
dan sterkulia
bermanfaat dalam mengendalikan konsistensi tinja pada ileostomi dan kolonostomi,
serta
dalam
mengendalikan
diare
akibat
penyakit
divertikular. Contoh obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain kaolin, pectin, dan attalpugit. (Tjandrawinata, 2009). c. Anti motilitas Pada diare akut obat-obat anti motilitas perannya sangat terbatas sebagai tambahan pada terapi penggantian cairan dan elektrolit. Yang termasuk dalam golongan ini adalah codein fosfat, co-fenotrop, loperamid HCl, dan morfin. (Tjandrawinata, 2009) d. Antisekresi e. Bismut subsalisilat dapat mengurangi gejala diare, mual, dan nyeri abdomen pada diare wisatawan. Obat ini bekerja melalui efek antisekresi dari salisilatnya. Bismut subsalisilat 30 ml atau 2 tablet setiap 30 menit sebanyak 8 dosis bermanfaat pada beberapa pasien. Obat ini paling efektif untuk pasien dengan gejala muntah yang menonjol, namun tidak boleh diberikan pada diare inflamasi atau berdarah. Racecadotril merupakan suatu inhibitor enkephalinase (nonopiat) dengan aktivitas antisekresi, didapatkan bermanfaat pada anak-anak dengan diare, tetapi tidak pada orang dewasa dengan kolera. (Tjandrawinata, 2009) f. Probiotik probiotik merupakan terapi dengan memberikan mikroorganisme yang hidup dan tentu saja yang tidak berbahaya dimana ia akan berkompetisi dengan bakteri patogen pada tempat menempelnya bakteri di mukosa usus dan memodulasi sistem imun pejamu. Terdapat beberapa spesies yang telah diteliti dan digunakan sebagai probiotik, yakni Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei, Lactobacillus GG, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Streptococcus thermophilus, Enterococcus faecium, dan Saccharomyces boulardi. Yang
umum digunakan adalah kelompok laktobasilus dan bifidobakteria. (Tjandrawinata, 2009)
7. KASUS PRAKTEK FARMAKOLOGI DATA BASE PASIEN
Nama
: An. Sari
Umur
: 10 thn
BB
: 25 kg
Keluhan : Diare sudah 3 hari ini, feses encer tanpa darah dan nanah. Sehari BAB 3- 6 kali. Kepala pusing, , lemas, tdk bisa bangun dari tempat tidur, mual dan muntah. Nafsu makan hilang. Diare tidak diketahui penyebabnya, namun berawal dari minum es campur yang An. Sari beli di lingkungan rumahnya. An. Sari selalu merasa haus. Ibunya sudah berusaha untuk memberikan Renalit, namun selalu dimuntahkan. Kulit An. Sari mulai kering dan turgor matanya menurun. Ibunya langsung membawanya ke klinik. Dokter di puskesmas segera melakukan pemeriksaan dan di dapatkan data :
Riwayat penyakit : Typhoid Riwayat pengobatan : Ciprofloxacin, Siladex ekspektoran dan Biolysin Alergi : Diagnosa : Diare + Dehidrasi
Data klinik saat ini :
T= 36,5 oC RR = 22/ menit TD = 110/ 80 mmhg
HR = 80/ menit Bising usus : menurun Data laboratorium :
Na = 40 mEq K = 43 mEq Cl = 60 mEq Terapi yang diterima :
NaCl = 28 tts/ menit ( 5 kolf / hari ) Imodium, 2 x ½ tablet Guanistrep syr, 4 x 2 sendok takar Lacto B, 2 x 1 sachet Imunos syr, 1 x 1 sendok takar Pertanyaan : Lakukan SOAP pada kasus di atas.
1. Apakah penyebab diare An. Sari ? 2. Jelaskan indikator terjadinya dehidrasi pada An. Sari ! 3. Jelaskan tentang terapi yang diberikan pada An. Sari ! 4. Berikan KIE pada An. Sari ! 5. Apakah monitoring yang perlu dilakukan untuk kasus ini ?
8. PEMBAHASAN KASUS 8.1
SUBJEKTIF
Nama
: An. Sari
Umur
: 10 thn
BB
: 25 kg
NO. KLASIFIKASI
URAIAN
1.
Diare sudah 3 hari ini,
Sehari BAB 3- 6 kali
Kepala pusing, lemas, tdk bisa bangun dari tempat tidur, mual
Keluhan
dan muntah
Nafsu makan hilang Kulit kering dan turgor matanya menurun.
2.
Kebiasaan
-
3.
Riwayat penyakit keluarga
-
4.
Riwayat penyakit pasien
Typhoid
5.
Riwayat pengobatan
6.
Alergi obat
-
7.
Diagnosa
Dehidrasi + diare
Ciprofloxacin, Siladex ekspektoran dan Biolysin
NaCl = 28 tts/ menit ( 5 kolf / hari ) Imodium, 2 x ½ tablet 8.
Pengobatan Saat Ini
Guanistrep syr, 4 x 2 sendok takar Lacto B, 2 x 1 sachet Imunos syr, 1 x 1 sendok takar
8.2
OBJEKTIF
Gejala
feses encer tanpa darah dan nanah
TD 110/80 mmhg
TD Normal
RR 22/min (normal : < 20x/menit)
RR normal
T 36,5°C
Suhu tubuh normal
HR 80/menit
Normal
Gerak
peristaltik
menurun
dikarenakan peradangan dan aktivitas Bising usus menurun
enzim
pada
memperberat cairan
DATA LABORATORIUM : Na 40 mEq K 43 mEq Cl 60 mEq ( nilai normal 98110mEq/L)
Menurun
motilitas
usus
yang
ketidakseimbangan
8.3 Assessment DRUG RELATED PROBLEM
No Kriteria DRP 1
Penggunaan 2x1/2
tablet
menurunkan
Uraian Masalah Imodium Pemberian
Imodium
Tindakan dapat
digunakan
untuk Menginfokan pada pasien untuk menghentikan
untuk penyembuhan penyakit diare, Imodium bukan penggunaan Imodium . gerak merupkan obat diare namun merupakan antimotility
peristaltik pada pasien atau antiperistaltik, berguna untuk menurunkan diare
gerak peristaltik, Imodium Kontraindikasi pada pasien berumur di bawah 12 tahun, sedangkan pasien saat ini masi berumur 10 tahun, selain itu Imodium dapat menurunkan clearance bakteri pathogen karena penurunan gerakan peristaltik dan dapat menyebabkan kram.
2
Penggunaan Guanistrep Pemberian Guanistrep syr dengan dosis 4 x 2 Syr 4 X 2 sendok takar
Menginfokan
pada
pasien
untuk
pemberian
sendok takar, lebih dari dosis yang seharusnya Guanistrep syr di ubah menjadi 2-3x 2 sendok. apabila jika diberikan pada pasien yang masih anak anak. Guanistrep syr yang terdiri dari kaolin dan pectin tidak boleh di berikan terlalu banyak. Sehingga perlu di lakukan pengkajian dosis ulang.
8.4 PLAN
Beberapa tindakan untuk pasien perlu dilakukan dengan tujuan: 1. Menghilangkan gejala diare yang dilihat dari frekuensi feses, warna, keenceran dan volume menjadi normal 2. Pasien tidak mengalami dehidrasi 3. Mencegah faktor pemicu agar tidak terjadi kekambuhan 4. Memperbaiki kualitas hidup pasien 5. Mengedukasi pasien
Selain itu, dapat dianjurkan terapi non farmakologi yang dapat memaksimalkan efek terapi pada pasien dengan :
Menghentikan
konsumsi
makanan
padat
dan
susu
perlu
dilakukan.
Menjaga konsumsi makanan: tidak jajan sembarangan
Menghindari konsumsi makanan berserat tinggi, lemak, produk susu yang mengandung laktosa, kafein, alkohol dan soda.
Rehidrasi dan maintenance air dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare berakhir.
Menjaga higienitas makanan
Melakukan parameter klinis agar dapat mengetahui keberhasilan terapi & untuk mendeteksi Efek samping obat tersebut yaitu parameter :
Pasien tidak mengeluarkan feses dengan frekuensi yang cukup sering, volume banyak, dan encer.
Pasien tidak mengalami dehidrasi yang gejalanya dapat dilihat yaitu lemas, kulit kering, dan turgor matanya menurun.
MONITORING
Monitor keadaan pasien yaitu gejala dehidrasi seperti lemas, turgor
mata menurun, dan kulit kering
Monitor elektrolit pasien
Monitor keluhan feses pasien: frekuensi, warna, keenceran, dan
volume
Monitor gejala diare pasien
Monitor efek samping obat
Monitor efek terapi obat
No
Parameter
1.
Lemas, kondisi kulit, dan turgor mata
Tujuan Monitoring Untuk
mengetahui
dehidrasi
pasien
agar
kondisi tidak
mengalami kekurangan cairan dalam tubuh 2.
Elektrolit
Elektrolit tidak
dapat
adanya
elektrolit
dalam
menunjukkan keseimbangan tubuh
yang
berperan dalam aktivitas tubuh. 3.
Kondisi feses
Untuk mengetahui gejala diare pasien apakah membaik atau memburuk.
Jawaban pertanyaan 1. Apakah penyebab diare An. Sari ?
Penyebab diare yang dialami oleh An Sari yaitu bisa disebabkan karena es campur yang dibeli di dekat lingkungan rumah, Dalam es campur terdapat pemanis buatan yang sulit diabsorbi oleh usus seperti sorbitol, Sorbitol yang sulit terabsorbsi akan memicu peningkatan tekanan osmotik pada saluran pencernaan yang kemudian menyebabkan pergerakan air dari sistemik ke pencernaan dan kemudian menyebabkan diare.
2. Jelaskan indikator terjadinya dehidrasi pada An. Sari !
Indikator terjadinya dehidrasi pada An Sari yaitu Kulit kering yang dialami oleh pasien, dan turgor mata menurun merupakan indikator pasti pasien mengalami dehidrasi di dukung dengan pasien mengalami muntah, dan lemas.
3. Jelaskan tentang terapi yang diberikan pada An. Sari !
Terapi yang diberikan pada An Sari yaitu -
NaCl 28 tts/menit ( 5 kolf/hari ) digunakan sebagai larutan rehidrasi untuk mengembalikan dan menyeimbangkan cairan dalam tubuh. Diberikan secara IV agar tidak melewati GIT dan langsung masuk pada sitemik, dikarenakan GIT pasien sedang terganggu dan untuk mempercepat absorbsi. Apabila NaCl telah mengembalikan cairan tubuh, dan cairan tubuh telah seimbang, NaCl dapat dihentikan.
-
Imodium , 2 x ½ tablet tidak diberikan karena kontraindikasi pada anak berusia di bawah 12 tahun.
-
Guanistrep syr , 4 x 2 sendok takar , digunakan sebagai obat absorbent untuk diare. Obat ini berfungsi sebagai mengikat toksik dan di buang sehingga tidak diserap sama sekali oleh pencernaan usus. Pada pemberian obat ini dapat di beri jarak dengan pemberian obat lain, karena Guanistrep dapat berinteraksi dengan obat lain.
-
Lacto B , 2 x 1 sachet Merupakan probiotics, digunakan sebagai terapi diare untuk anak dengan mencegah intoleransi enzim lactase. Diberikan hingga pasien tidak mengalami diare.
-
Imunos syr 1 x 1 sendok takar Imunos merupakan suplemen nutrisi untuk pasien , diberikan untuk meningkatkan imunitas pada pasien.
4. Berikan KIE pada An. Sari !
Diberi edukasi pada ibu pasien dan pasien tentang
Menghentikan konsumsi makanan padat dan susu perlu dilakukan.
Menjaga konsumsi makanan: tidak jajan sembarangan
Menghindari konsumsi makanan berserat tinggi, lemak, produk susu yang mengandung laktosa, kafein, alkohol dan soda.
Rehidrasi dan maintenance air dan elektrolit merupakan terapi utama yang harus dilakukan hingga episode diare berakhir.
Menjaga higienitas makanan
5. Apakah monitoring yang perlu dilakukan untuk kasus ini ?
Monitor keadaan pasien yaitu gejala dehidrasi seperti lemas, turgor mata menurun, dan kulit kering
Monitor elektrolit pasien
Monitor keluhan feses pasien: frekuensi, warna, keenceran, dan volume
Monitor gejala diare pasien
Monitor efek samping obat
Monitor efek terapi obat
Monitoring gejala penyakit dan efek samping obat yang timbul
setelah pemberian obat, jika belum ada perbaikan kesehatan pasi en segera dikonsultasikan ke dokter.
Tambahan : Mekanisme Zinc sebagai tatalaksana pengobatan diare pada anak, antar a lain dengan mempercepat regenerasi epitel usus, sehingga dapat memperbaiki absorbs air dan eletrolit di usus, dan meningkatkan respon imun yang merujuk pada bersihan pathogen di usus ( Lolopayung dkk, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Chemistry
Tutorvista,
Lactose,
(Online),
(http://chemistry.tutorvista.com/biochemistry/lactose.html Diakses tanggal 22 Mei 2017). Daldiyono. 1997. Pendekatan Klinik Diare Kronik pada Orang Dewasa. Dalam : Gastroenterologi Hepatologi. Jakarta : CV Sagung Seto. Depkes RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Diare. Jakarta : Depkes RI. Dipiro, Joseph T., et. al. 2008. Pharmacoterapy; A Pharmacological Approach, Seventh Edition. Mc Graw Hill Medical. New York. Koda Kimble and Young’s. 2013. Applied Therapeutics, The Clinical Use of Drugs 10th Edition., Lippincott Williams and Wilkins, Wolters Kluwer, p. 1560. Lolopayung, Mardayani., Mukaddas, Alwiyah,. Faustine, Inggrid. 2014. Evaluasi Penggunaan Kombinasi Zink dan Probiotik pada Penanganan Pasien Diare Anak di Instalasi Rawat Inap RSUD UNDATA Palu tahun 2013: Online Jurnal of Nature Science. Vol 3(1):55-64. Tjandrawinata,
R.Raymond.
2009.
MEDICINUS.
Scientific
Journal
Of
Pharmaceutical Development and Medical Application. Vol. 22 No. 33 (95-98). Suharyono. 2003. Strategi Pembelajaran Diare. Jakarta : Depdikbud. Zein, Umar,. Khalid Huda Sagala,Josia Ginting,.2004. Diare Akut Disebabkan Bakteri. Fakultas Kedokteran Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara:USU Repository.