I. IDENTITAS Nama Lengkap
:
Tn. S
Umur
:
75 tahun
Pekerjaan
:
dagang
Agama
:
Islam
Datang ke RS tanggal
:
15/1/2012
1. Keluhan Utama
:
mual muntah 1 hari SMRS
2. Keluhan Tambahan
:
sakit perut sebelah kiri, pusing, tidak bisa BAB.
3. RPS
:
Laki-laki, 75 th, datang ke RSIPK dengan keluhan
II. ANAMNESIS
mual muntah 1 hari SMRS sehabis makan. Muntah
sebanyak 4x dengan konsistensi cair, dan 2x dengan konsistensi cair sedikit ampas karena OS baru sarapan bubur. Sakit perut di bagian kiri, nyeri seperti nyut-nyutan. Belum BAB sejak 2 hr SMRS karena belum makan. Tidak nafsu makan. Lemas. BAK
lancar
warna
kuning
jernih.
Demam
disangkal. Batuk disangkal. Pilek disangkal. Ada riwayat
hipertensi
Kupingnya
sering
sejak
5
th
berdenging.
yang
lalu .
DM
baru
diketahui ± 1 tahun yang lalu. BAK sering
terutama pada malam hari bisa sampai 6-7x. Sering merasa haus. Sering merasa lapar, tapi saat ini
sedang tidak nafsu makan. Sakit kepala bagian depan sejak 5 hari SMRS. Kalau terasa pusing OS selalu berobat ke dokter. Sedikit sesak sejak 1 hari SMRS. Nyeri dada disangkal. OS juga mengeluh tangannya yang kiri sedikit baal. Ada penurunan berat badan 62 kg
55 kg dalam 3 bulan.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
:
Ada riwayat sakit maag.
5. Riwayat Pengobatan
:
Sebelumnya OS sudah memeriksakan diri ke klinik, dan mendapatkan obat darah tinggi yang tidak biasa beliau konsumsi. OS langsung mengeluh mual muntah.
6. Riwayat sosial/kebiasaan
:
Merokok 1 bungkus untuk 3 hari, Makannya kurang teratur.
III. PEMERIKSAAN FISIK 1. General a. Keadaan umum : tampak sakit sedang b. Bb
: 55
c. T b
: 150
d. Status Gizi
: 24,4 (NORMAL)
e. Kesadaran
: komposmentis
2. Tanda Vital a. TD
:
150/90 mmHg
b. Nadi
:
80 kali/menit
c. Suhu
:
36 C
d. Pernafasan
:
18 kali/menit
3. Kepala
:
normosefal
4. Rambut
:
beruban, tidak mudah rontok
a. Konjungtiva
:
anemia +
b. Sklera
:
ikterik –
a. Rongga hidung
:
sekret -, darah –
b. Septum nasi
:
deviasi -
0
5. Mata
6. Hidung
7. Mulut
: bibir tidak kering, lidah kotor
8. Leher
: pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-),
9. Toraks a. Paru 1. Inspeksi
: dada simetris, retraksi dinding dada (-)
2. Palpasi
: vocal fremitus ka=ki
3. Perkusi
: sonor
4. Auskultasi : vesikuler normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-) b. Jantung 1. Inspeksi
: ictus cordis tidak tampak
2. Palpasi
: ictus cordis teraba pada ICS 5 linea midclavicula sinistra
3. Perkusi
:
batas kanan jantung linea parasternalis dextra 3,4
batas kiri jantung pada linea mid clavicula sinistra ICS 5
4. Auskultasi : bunyi jantung I dan bunyi jantung II sedikit lemah, murmur (), gallop (-) 10. Abdomen a. Inspeksi
: tampak cembung
b. Palpasi
: supel, nyeri tekan abdomen bagian kiri
c. Perkusi
: timpani
d. Auskultasi
: bising usus normal
11. Ekstremitas a. Atas
: tangan sinistra baal, akral hangat, udem (-)
b. Bawah
: akral hangat, udem (-)
Pemeriksaan Laboratorium
(15/01/2012) •
Hematologi –
Hb : 12,5 gr/dl (13-17)
–
Leukosit :
–
Ht : 36% (40-50)
–
Trombosit : 323.000/mm3
12.400/mm3 (4000-10.000)
•
Faal Ginjal –
Ureum : N 42 mg/dl (13-43)
–
Kreatinin : ↑ 2,4 mg/dl (0,6-1,3) •
–
•
CCT : 20,68
GDS : N 131 mg/dl (80-144)
Urinalisa –
Protein (+)
–
Leukosit
–
Darah N 2-4 (0-5)
3-5 (0-1)
(16/01/2012) •
Glico Hb : ↑ 8,9% (<6)
•
HDL Cholesterol :
•
Gula Darah Nuchter :
•
Gula Darah PP :
32 mg/dl (40-60)
115 mg/dl (<100)
203 mg/dl (<140)
Rontgen Toraks –
CTR >50%
–
Pulmo: infiltrat di parakordial kanan dan kiri
–
Kesan : kardiomegali dan BP duplex
USG Abdomen –
Chronic Kidney Disease bilateral
–
Tidak didapatkan adanya batu atau tanda-tanda hidronefrosis
–
Urine bladder tak tampak kelainan
Daftar Masalah •
Hipertensi
•
DM
•
Dispepsia e.c. fungsional
Assessment
1. Hipertensi Berdasarkan anamnesis OS mengeluh sakit kepala bagian depan sejak 5 hari SMRS. OS memiliki riwayat hipertensi 5 tahun yang lalu. Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD: 150/90 mmHg, BJ I dan BJ II terdengar lemah WD : hipertensi derajat I R. dx : EKG, Ro. Thorax, R. tx : propanolol 100mg 1x1, captopril 12,5mg 2x1, diuretik
2. DM Tipe 2 Berdasarkan anamnesis DM baru diketahui ± 1 bln yang lalu. BAK sering terutama pada malam hari bisa sampai 6-7x. Sering merasa haus. Sering merasa lapar. OS juga mengeluh tangannya yang kiri sedikit baal. GDS: 130 mg/dl (karena SMRS, OS sudah minum obat) Wd : DM Tipe II R. dx : HbA1C, GDS, GDP 2 jam PP, R. tx : metformin,
3. Dyspepsia e.c. fungsional Berdasarkan anamnesis mual muntah 1 hari SMRS sehabis makan. Muntah sebanyak 4x dengan konsistensi cair, dan 2x dengan konsistensi cair sedikit ampas karena OS baru sarapan bubur. Sakit perut di bagian kiri, nyeri seperti nyut-nyutan. Belum BAB sejak 2 hr SMRS karena belum makan. Tidak nafsu makan. Lemas. Wd: dispepsia e.c. fungsional Dd : dispepsia e.c. non-fungsional R. dx: Barium meal radiografi, endoskopi R. tx: antasida, rantin, ondansentron
Resume
Laki-laki, 75 th, datang dengan keluhan mual muntah 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 6x dengan konsistensi cair. Tidak nafsu makan. Sakit perut bagian kiri. Rasanya seperti nyut-nyutan. Belum BAB sejak 2 hari SMRS. Sering BAK 6-7x. Pusing sejak 5hari yang lalu. Kupingnya sering berdenging. OS memiliki riwayat hipertensi sejak 5 th yang lalu. OS baru mengetahui ada kencing manis ± 1 thn yang lalu. TD: 150/90 mmHg, nyeri tekan pada abdomen sinistra kuadran II dan IV. Hasil lab didapatkan •
Kreatinin : ↑ 2,4 mg/dl (0,6-1,3)
•
Urinalisa : protein (+), leukosit (+)
Tinjauan Pustaka
Hipertensi Adalah peningkatan tekanan darah secara persisten lebih atau sama dengan 140/90 mmHg.
Klasifikasi Hipetensi menurut JNC VII Kategori
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
And < 80
Prehypertension
120 – 139
80 - 89
Stage I hypertension
140 – 159
90 - 99
Stage II hypertension
≥ 160
≥ 100
Pada kebanyakan orang tekanan arteri adalah normal dan dipertahankan dalam suatu batas relative sempit. Ini berarti bahwa system pengawasan diintegrasikan sedemikian rupa sehingga bila tekanan meningkat harus segera diturunkan. Pathogenesis hipertensi adalah adanya kelainan dalam system pengawasan yang gagal menurunkan tekanan arteri menjadi normal.; ini merupakan “penyakit dari pengaturan”. Kelainan ininberbeda sesuai dengan penyebab hipertensi. Apapun penyebabnya, dasar kesalahan hemodinamik adalah kegagalan mengawasi tahanan pembuluh.
Penatalaksanaan Farmakologi Hipertensi
Diuretic
Buka Ca++ activated K+ channel penutupan L-type Ca++ channels
hiperpolarisasi dinding sel otot polos arteriole
turunkan Ca++ intrasel
turunkan TPR
Efektif dlm dosis kecil; tiazid 12,5 mg/hari
Beri bersama hemat K+ utk cegah hipokalemia.
Bila bersama ACEI, cegah hipokalemia
Murah dan efektif pilihan pertama terapi hipertensi.
ES: impotensi, hiperurisemia, kaku otot, hipokalemia, tingkatkan LDL, hiperglikemia.
α-Blockers, β-Blockers, αβ-Blockers
α-blockers (prazosine, terazosine, doxazosine): selektif hambat α1 arteriol
turunkan TD
turunkan resistensi
timbulkan reflek simpatis β HR↑ sementara. Turunkan TG,
cholesterol total dan LDL, tingkatkan HDL. ES: hipotensi ortostatik (dosis awal). Diindikasikan setelah diuretik dan β-blockers.
Β-blockers (propranolol, atenolol, metoprolol,pindolol, dll): hambat reseptor β
CO↓,
TPR↓, HR↓, ubah sensitivitas baroreseptor, tingkatkan prostacyclin, tak timbulkan retensi air dan Na+ (dapat monoterapi). ES: brokokonstriksi, bradikardi, TG↑, gejala withdrawal.
αβ-blockers (labetalol, carvedilol): hambat reseptor α1cepat turunkan TD; IV utk krisis hipertensi. ES: kombinasi ES α-blocker dan β-blocker.
Vasodilator
Hydralazine: relaksasi langsung arteriole
vasodilatasi arteriole
simpatis↑
HR↑,
inotropik↑, retensi air & garam. Resistensi vaskuler koroner, serebral dan ginjal turun; hipertensi pulmoner ringan krn CO↑↑. ES: sakit kepala, palpitasi, takikardi, angina (typeI), sindr lupus, serum sickness, anemia hemolitik, dll (type II). Indikasi: bersama diuretik dan β-blocker pd hipertensi.
Minoxidil: buka kanal K+ otot polos
TD↓. Aliran darah ke jantung naik
efflux K+
hiperpolarisasi
relaksasi arteriol
inotropik+, CO↑, VR↑; aktivitas simpatis↑,
aliran darah ginjal↑, PRA↑. ES: retensi air dan garam, iskemia jantung, HR↑, hiprtensi pulmonal, gagal jantung, efusi pleura, T-wave inverted, hypertrichosis. Indikasi: obat hipertensi cadangan.
Na nitroprusside: nitrovasodilator arteri dan vena. Hasilhkan NO cyclase
jantung.
cyclic GMP↑ Aliran
darah
aktifkan guanyl
vasodilatasi. CO↓ bila jantung normal, CO↑ bila ada gagal ginjal
normal,
PRA↑,
konsumsi
O2↑,
HR↑.
ES:
hipotensi/vasodiltasi berlebihan, lactic acidosis krn akumulasi CN. IndikasiL krisis hipertensi, kontrol TD pd operasi.
Antagonis Kalsium
Hambat kanal Ca++ otot polos
Ca++ intrasel↓ vasodilatasi arteriol
Aktivitas simpatis↑, terutama dengan nimodipine; verapamil dan diltiazem tak takikardi
TD↓.
krn kronotropik negatif; CO↑, VR↑ naik krn TPR↓, terutama dengan nifedipine, tidak dengan verapamil dan diltiazem.
Tak perbaiki fungsi diastolik ventrikel ventrikel.
kurang manfaatnya utk hipertensi dgn hipertrofi
I: dapat monoterapi krn tak timbulkan retensi air & Na+. Aditif bersama antihipertensi lainnya.
ES: nifedipine timbulkan sakit kepala, flushing, vertigo, edema. Semua Ca++ antagonist timbulkan reflux esophagitis, verapamil timbulkan konstipasi: verapamil dan diltiazem timbulkan bradikardi, tak dikombinasikan dengan β-blockers. Utk kurangi ES berikan slow-released nifedipine ↑↑
ACEIs turunkan angiotensin II
vasodilatasi arteriole
TPR↓
TD↓. Perlambat glomerulopati
diabetik, glomerulosclerosis krn hipertensi; perbaiki morbiditas dan mortalitas pada hipertensi dengan jantung iskemik/infark myokard. Aditif dengan diuretika, krn tekan aldosteron. Hiperkalemia cenderung pada cirrhosis hepatis, gagal ginjal, diuretik hemat K+, β-blocker, NSAID. ES: batuk, angioedema, hipotensi hebat pada stenosis a renalis. Mulai dosis kecil utk cegah hipotensi
ARBs hambat kerja angiotensin II pd reseptor AT1 (arteriole dan myokard)
relaksasi arteriole
TD↓. Kadar renin dan angiotensin II naik sewaktu terapi ARBs krn ARB hambat feed-back sekresi renin yang dimediasi oleh AT1. Renin dan angitensin II yang berlebihan memacu perangsangan reseptor AT2. ES: hiperkalemia, hipotensi, dan gangguan fungsi ginjal pada stenosis a. renalis. Indikasi, sebagai terapi pengganti bila penderita alergi thd ACEI, aditif bersama ACEI dan diuretic.
Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebakan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Patofisiologi Diabetes Melitus
Pada diabetes melitus tipe 2, jumlah insulin normal, malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel kurang. Keadaan ini menyebabkan kadar
glukosa dalam darah normal atau tinggi, tapi karena reseptor di sel kurang membuat kadar gula dalam sel kurang, hal ini disebut resistensi insulin. Penyebab hal ini tidak begitu jelas tetapi faktor – faktor yang berperan adalah 1. Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel) 2. Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat 3. Kurang gerak badan 4. Faktor keturunan (herediter)
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM Bukan DM
Belum pasti DM
DM
Kadar glukosa
Plasma vena
<100
100-199
≥200
darah sewaktu
Darah kapiler
<90
90-199
≥200
Kadar glukosa
Plasma vena
<100
100-125
≥126
darah puasa
Darah kapiler
<90
90-99
≥90
Diagnosa klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas seperti : 1. Poliuri 2. Polidipsi 3. Polifagia 4. Penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya Keluhan lain yang mungkin akan dikemukakan adalah : 1. Lemah 2. Kesemutan 3. Gatal 4. Mata kabur 5. Disfungsi ereksi pada pria 6. Pruritus vulvae pada pasien wanita
Adapun pilar utama pengelolaan diabetes melitus adalah : 1. Perencanaan makan, jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan
jasmani
untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
idaman. 2. Latihan jasmani, dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit yang sifatnya berkesinambungan, ritmik, interval, progresif, latihan ketahanan (CRIPE). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. 3. Farmakologis, berupa :
a. Obat hipoglokemik oral i. Pemicu sekresi insulin : sulfonilurea, glinid ii. Penambah
sensitivitas
terhadap
insulin
:
biganid,
tiazolidindion,
penghambat glukosidase alfa. iii. Insulin 4. Penyuluhan,
merupakan
pendidikan
dan
pelatihan
mengenai
pengetahuan
dan
ketrampilan bagi pasien diabetes yang bertujuan menunjang perubahan perilaku untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya, yang diperlukan untuk mencapai keadaan sehat optimal dan penyesuaian keadaan psikologik serta kualitas hidup yang lebih baik.
Dispepsia Rasa nyeri atau tidak enak (discomfort) pada Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) yg rekuren atau persisten. Klasifikasi Dispepsia •
Dispepsia Organik –
disebabkan oleh adanya kelainan organik SCBA: Tukak peptik (lambung/duodenum) GERD Gastritis, duodenitis Kanker lambung / duodenum
•
Dispepsia Fungsional –
Penyebab multifaktor Asam lambung Helicobacter pylori
Gangguan motorik sensasi viseral lambung Faktor Psikologis Faktor Makanan dan Minuman
Gejala Klinik Nyeri epigastrium Rasa tidak enak (discomfort) pada perut bagian atas, yang ditandai oleh keluhan-keluhan seperti : Rasa penuh postprandial Perut kembung Bersendawa Rasa cepat kenyang Anoreksia Mual dan muntah
Diagnosa Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus kecil dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori.
Penatalaksanaan Antasid atau penghambat H2 seperti cimetidine, ranitidine atau famotidine dapat dicoba untuk jangka waktu singkat. Bila orang tersebut terinifeksi Helicobacter pylori di lapisan lambungnya, maka biasanya diberikan bismuth subsalisilate dan antibiotik seperti amoxicillin atau metronidazole.
DAFTAR PUSTAKA
Depkes. 2003. Indonesian Health Profile 2003. Jakarta : Departemen Kesehatan. Mansjoer Arif, dkk (Ed.). 1999. Kapita Selekta Kedokteran ed. 3. Jakarta : Media Aesculapius. Mubin, A. Halim. 2000. Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis dan Terapi. Jakarta : EGC. Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarthy Wilson. Dr. Peter Anugerah (Alih bahasa). 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Rani, A. Aziz dkk (Ed.).2006. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sherwood, Lauralee. 2004. Human Physiology, From Cells to Systems, fifth edition. Belmont : Brooks/Cole-Thomson Learning. Soegondo, Sidartawan dkk (Ed.). 2007. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sudoyo, Aru W dkk (Ed.). 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
LAPORAN KASUS
HIPERTENSI, DIABETES MELLITUS TIPE 2, DAN DISPEPSIA
AYU WITIA NINGRUM 2007730022 DOKTER PEMBIMBING : DR. ADRI RIVAI, Sp.PD
RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA JAKARTA PUSAT 2012