1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Peningkatan populasi hewan dalam jumlah besar menjadi masalah tersendiri bagi kesehatan manusia, terutama hewan kecil seperti anjing dan kucing karena hewan-hewan tersebut dapat berperan sebagai pembawa agen penyakit. Salah satu solusi untuk memecahkan permasalahan di atas adalah melakukan tindakan sterilisasi pada anjing maupun kucing baik pada jantan maupun betina. Sterilisasi merupakan tindakan pembedahan untuk mengangkat atau menghilangkan testis (jantan) atau ovarium (betina).Pada hewan jantan dinamakan kastrasi/orchiectomy kastrasi/orchiectomy,, sedangkan pada hewan betina dinamakan ovariohysterectomy (OH). ovariohysterectomy (OH). Orchiectomy atau kastrasi merupakan prosedur operasi dengan tujuan membuang bagian organ testis dan spermatic cord dengan tujuan sterilisasi sexual, neoplasma, kerusakankerusakan akibat traumatik. Kasrasi berfungsi untuk mengurangi populasi, mengurangi sifat agresif, serta salah satu pilihan terapi dalam menangani kasus kasus patologi pada testis atau scrotum. Kastrasi merupakan salah satu aspek yang penting dalam tatalaksana pemeliharaan dan perawatan pada hewan. Kastrasi adalah suatu tindakan yang sengaja dilakukan untuk menghilangkan fungsi dari alat reproduksi dengan jalan mematikan sel kelamin jantan sehingga hewan tidak mampu menghasilkan keturunan. Oleh sebab itu, sebagai calon dokter hewan hendaknya memiliki kemampuan mengenai kastrasi yang meliputi pre kastrasi, kastrasi dan post kastrasi. Kastrasi termasuk salah satu tindakan bedah yang membutuhkan anastesi, sehingga pengguanaan obat-obat dalam prosedur operasi harus diperhatikan dengan baik. 1.2.Tujuan Praktikum bertujuan agar mahasiswa mengetahui teknik kastrasi pada pada kucing dan mampu mengaplikasikannya, serta mahasiswa mampu memahami prosedur yang yang dilakukan sebelum dan sesudah operasi. 1.3. Manfaat Adapun manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat mengetahui tatalaksana dan metode kastrasi yang benar, persiapan yang dilakukan sebelum operasi dan mengetahui manajemen perawatan post operasi.
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Reproduksi Reproduksi Kucing Jantan Jantan
Kucing jantan memiliki beberapa bagian organ reproduksi yaitu alat kopulasi untuk melakukan penetrasi pada vulva betina, kemudian kelenjar kelamin, saluran kelamin dan bagian untuk memproduksi sperma yaitu testis. Testis kucing terdiri dari dua buah bola seukuran kelereng yang berada diantara penis dan anus. Testis terbungkus dalam suatu kantong yang disebut scrotum. Kantong scrotum memiliki fungsi utama melindungi testis agar tidak terluka atau rusak sekaligus menjaga kondisi suhu saat pembentukan sperma. Pada saat suhu lingkungan dingin kantong skrotum akan mengkeriput sehingga testis akan tertarik mendekat ke pangkal tubuh. Demikian pula sebaliknya ketika suhu l ingkungan meningkat maka skrotum akan mengendur sehingga mempermudah pelepasan panas untuk menghindari kerusakan sperma. Proses ini hanya bisa dilakukan oleh kucing yang memasuki masa dewasa (Aspinall, 2009). Organ yang kedua adalah epididimis merupakan saluran yang panjang dan berkelok kelok. Epididimis sendiri terdiri dari beberapa bagian lain yaitu kaput epididimis. Bentuknya pipih dan melengkung seperti huruf U. Letaknya di bagian proksimal testis. Berlanjut pada korpus epididimis yang berada pada bagian posterior testis dan mengarah ke distal. Yang terakhir adalah kauda epididimis yang terletak dibagian distal testis berbentuk panjang lonjong sebesar ibu jari. Fungsi dari saluran epididimis adalah sebagai jalur penyerapan air, pematangan dan penyimpanan sperma (Aspinall, 2009).
Sistem kelenjar kelamin kucing jantan terdapat di sekitar saluran kelamin dan bermuara di uretra. Saluran kelamin pada kucing secara anatomis memiliki kaitan dengan sistem pembuangan urine urine yang terdiri dari ginjal dan vesika urinira serta saluran-salurannya, sehingga seluruh sistem ini disebut traktus urogenitalis. Penis kucing kucing memiliki 3 bagian utama yaitu yaitu pangkal, badan dan ujung penis. penis. Ukuran penis kucing kucing tidak terlalu panjang hanya sekitar 1 cm. Preputium adalah selubung pada bagian ujung penis yang berasal dari lipata n kulit. Pada bagian prepetium terdapat selaput lendir yang berkelenjar mengeluarkan sisa lemak. Apabila sekresi sekres i ini bercampur dengan epitel yang rusak maka akan menimbulkan bau yang merangsang lawan jenis yang disebut smegma prepusium. Muara luar prepesium disebut juga orificium or ificium preputii (Aspinall, 2009).
3
2.2. Definisi Kastrasi
Kastrasi (pengebirian) artinya menghilangkan fungsi dari alat reproduksi dengan jalan mematikan sel kelemin jantan (testis) yang menyebabkan kelenjar asesorius mundur aktivitasnya, sifat khas jantan berangsur hilang dan kegiatan spermatogenesis berhenti. Kastrasi yang dilakukan sebelum dewasa kelamin, tanda khas jantan tidak akan timbul. Bila kastrasi dilakukan setelah dewasa kelamin, maka perubahan kehilangan tanda khas jantan akan berlangsung secara lambat. Mungkin ini disebabkan karena korteks adrenalis dapat sedikit menghasilkan hormon testosteron (Sariubang dan Qomariyah, 2010). Menurut Waluyo,2009 metode kastrasi dibagi menjadi dua macam yaitu; 1. Metode terbuka Sayatan dilakukan sampai tunika vaginalis communis, sehingga testis dan epididimis tidak lagi terbungkus. 2. Metode tertutup Sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Pengikatan dan penyayatan pada funiculus spermaticus. 2.3.Keuntungan dan Kerugian Kastrasi
Terdapat beberapa keuntungan apabila melakukan orchiectomy atau kastrasi
pada
kucing jantan antara lain menurut (Boden, 2005) : 1. Mecegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan Salah satu keuntungan mengkebiri kucing adalah mencegah kelahiran anak kucing yang tidak diinginkan. Selain menjaga populasi kucing tetap terkendalikan, tindakan ini juga memungkinkan pemilik kucing bisa merawat kucing-kucingnya dengan maksimal. 2. Kurang Agresif Terhadap Kucing Lain Testosteron adalah hormon kelamin jantan. Hormon ini mempengaruhi banyak polapola perilaku pada kucing jantan. Salah satu perilaku yang banyak dipengaruhi hormon testosterone adalah perilaku agresif. Setelah kebiri, perilaku ini cenderung berkurang banyak. Spraying/urine marking adalah salah satu perilaku alami kucing jantan yang tidak dikebiri. Sebagian besar perilaku ini hilang setelah kucing di kebiri. 3. Tidak Suka Berkeliaran Kucing betina yang sedang birahi mengeluarkan feromon yang dapat menyebar melalui udara. Feromon ini dapat mencapai daerah yang cukup jauh. Kucing jantan dapat mengetahui dimana letak kucing betina yang sedang birahi melalui feromon ini, lalu kemudian mecari dan mendatangi sang betina meskipun jaraknya cukup jauh. Kucing jantan yang telah dikebiri cenderung tidak bereaksi terhadap feromon ini dan lebih suka diam di dalam rumah. 4. Lebih jarang terluka Keuntungan medis lain dari kebiri adalah jarangnya kucing terluka akibat berkelahi dengan kucing lain. Semakin jarang terluka semakin kecil juga kemungkinan terkena penyakit yang dapat menular melalui luka/kontak. 5. Peningkatan Genetik
4
Beberapa kucing dikebiri mempunyai/membawa cacat genetik. Diharapkan kucingkucing cacat tersebut tidak dapat lagi berkembang biak, sehingga jumlah kucingkucing cacat dapat dikurangi. 6. Mengurangi Resiko Tumor dan Gangguan Prostat Tumor dan gangguan prostat lebih sering terjadi pada anjing, pada kucing jarang sekali terjadi. Sebagian besar gangguan pada prostat berhubungan dengan hormon testosterone yang dihasilkan oleh testis. Tindakan kebiri menyebabkan hewan tidak lagi menghasilkan hormone tersebut, sehingga resiko tumor dan gangguan pada prostat dapat dikurangi. 7. Cenderung Lebih Manja Sebagian besar perilaku agresif pada kucing jantan dipengaruhi hormone testosterone. Kucing yang dikebiri cenderung tidak agresif dan lebih manja. Selain itu kastrasi juga memiliki beberapa kerugian. Kerugian dalam praktikum orchiectomy antara lain:
Kehilangan untuk memperbanyak keturunan
Terjadi obesitas Seekor kucing jantan yang di orchiectomy membutuhkan kalori seban yak 25%, memiliki ratarata proses metabolisme makanan yang rendah sehingga lemak dapat disimpan dan menimbulkan kegemukan.
Penurun kadar testosteron Kadar testosteron turun dapat menyebabkan kehilangan sifat maskulin dan penurunan otot-otot badan, sehingga kucing yang diorchiectomy pertumbuhan tulang-tulang ekstremitasnya lebih panjang dibandingkan yang tidak diorchiectomy. Untuk mencegah kegemukan dengan cara mengajak kucing bermain.
5
BAB III METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan Alat yang digunakan pada pratikum ini yaitu: a. 4 tali sumbu kompor b. Silet c. Spuit d. duk e. Scalpel f. Blade g. needle holder h. needle i. gunting tajam-tumpul j. gunting tumpul-tumpul k. pinset anatomis Bahan yang digunakan pada pratikum ini yaitu a. air sabun b. atropine sulfat c. xylazine d. ketamine e. NaCl Fisiologis f. Povidone Iodine g. Benang catgut chromic
l. pinset chirugis m. towel clamp n. tampon bulat o. kasa p. termometer q. stetoskop r. perlak s. Syringe t. glove u. masker
h. i. j. k. l. m.
Benang silk Amoxicillin Tolfenamic acid Hematopan Biodin Oxytetracyclin salep mata
3.2. Cara Kerja 3.2.1. Persiapan Alat Bedah Alat bedah yang akan digunakan dalam operasi harus disterilkan terlebih da hulu, dengan tahap sebagai berikut;
Alat Bedah Disusun alat diatas pembungkus (koran) Dilakukan sterilisasi menggunakan autoclave dengan dengan suhu 121°C selama 15 menit. Dikeluarkan alat bedah dan diletakkan pada wadah lalu direndam dengan campuran iodine dan alkohol
Hasil
6
3.2.2 Persiapan Hewan
kucin Di puasakan 6-12 jam sebelum operasi. Ditimbang berat badan kucing yang digunakan untuk perhitungan dosis obat yang akan digunakan. Dihitung pulsus, suhu, CRT, respirasi setiap 15 menit. Disuntikkan premedikasi yaitu atropine sulfat secara subkutan, ditunggu 10-15 menit. Disuntikkan anesthesi ketamine+xylazine secara intramuscular, ditunggu sampai hewan kehilangan kesadaran. Diberikan oxytetracyclin salep mata pada kedua mata. Dicukur rambut sekitar daerah testis yang akan dilakukan kastrasi. Dibentangkan perlak, letakkan kucing yang selesai dicukur diatasnya lalu di restrain kucing dengan 4 tali kompor, mulut kucing ditahan dengan tampon bulat.
Hasil 3.2.3 Persiapan Operator dan Asisten
Praktikan Dibagi jobdesk praktikan, ada yang menjadi operator, asisten operator dan anasthesiolog. Dicuci tangan setiap praktikan dengan sabun antiseptic, dipakai jaslab yang bersih dan steril. Operator dan asisten operator memakai handglove, masker dan nursecap serta tidak boleh menyentuh area kotor kembali. Hasil 3.2.4 Operasi
Kucing Diusapkan iodine dengan gerakan melingkar keluar di daerah yang akan dilakukan kastrasi, pasang duk dan jepit dengan towel clamp Di incisi pada bagian median scrotum secara bertahap setiap lapisan kurang lebih 1 cm, menggungakan blade Dilakuakan pengeluaran testis dari scrotum. Digunakan teknik kastrasi tert utup karena ukuran testis hewan yang kecil Dilakukan ligasi menggunakan forceps pada funikulus spermatikus. Ligasi pertama pada bagian paling jauh dengan testis, ligasi kedua diletakan setelah ligasi pertama dengan diberi jarak 1,5- 2cm. Dilakukan pengikatan menggunakan cat gut chromic pada bagian diatas ligasi pertama yang mengarah kerongga abdomen. Setelah itu dilakukan pemotongan pada funikulus spermatikus, pemotongan dilakukan diantara ligasi pertama dan kedua. Dipastikan sudah tidak terdapat pendarahan dengan melepaskan forceps. Sisa dari bagian yang telah dipotong dimasukan kembali ke kantung scrotum. Testis lainnya dibuang dengan melakukan cara yang sama.
7
Kulit ditutup dengan jahitan sederhana terputus menggunakan benang non absorbable Hasil
3.2.5 Pasca Operasi
Kucing Diberikan tolfenamic acid secara subkutan, selanjutnya tolfen diberikan setiap 2 hari sekali. Diberikan Amoxicillin LA secara subkutan 2 kali sehari Diberikan hematopan dan biodin secara subkutan 2 kali sehari Dilakukan pengecekan suhu, pulsus, CRT dan respirasi kucing setiap 15 menit sampai suhu kucing normal Dilakukan kontrol post operasi kepada asisten pratikum seminggu setelah operasi dilakukan Hasil
8
BAB IV HASIL Pemeriksaan Hewan
Kelas: 2013/B Nama 1. Novi Andriani
Kelompok: 9 Nim 135130101111030
2. 3.
Rizka Utami Putri Amira Rifdatari
135130101111033 135130101111034
4.
Herry Wildan Fawzi
135130107111018
4.1 Signalement Nama Jenis hewan Kelamin Ras/breed Warna bulu/kulit Umur Berat badan Tanda kusus
: Asap : Kucing : Jantan : Mix : Putih : 5 bulan 3 minggu : 1,9 kg : terdapat sedikit warna crem pada punggung
4.2 Pemeriksaan Hewan
Hospital Name Address City
: CLINIC VETERINARY OF BRAWIJAYA UNIVERSITY : JL. MT. HARYONO : MALANG
Tanggal : 6 oktober 2016 Temp: 39,5 0C Pulse: 104/ menit Membrane color: rose Hydration: -
Respirasi: 68/ menit CRT: < 2 detik Body Weight: 1,9 Kg
Body condition : Underweight 4.3 System Review a. Integumentary
√ Normal Abnormal e. Nervus
√ Normal Abnormal
Overweight
b. Otic
√ Normal Abnormal f. Cardiovaskuler
√ Normal Abnormal
√ Normal
c. Optalmic Normal √ Abnormal g. Respiration
√ Normal Abnormal
d. Muscoloskeletal
√ Normal Abnormal h. Digesty
√ Normal Abnormal
9
i. Lympatic
a) Reproduction
√ Normal
k. Urinaria
√ Normal
Abnormal
√ Normal
Abnormal
Abnormal
Deskripsi Abnormal Mata berwarna merah Kucing pada kondisi cukup normal Vaksinasi Ya √ Tidak ctt: Disease Record: 4.4 Form Operasi Laparotomy
Nama Pemilik : Wildan Fawzi Alamat : Jl. Cakalang Nama : Asap Jenis Kelamin : Jantan Jenis Hewan : Kucing Ras/ Brees : Mix
: 39,5 0C : Rose : <2 detik : 120/menit : 32/menit :-
Temp Membrane mucosa CRT Pulsus Respirasi Hydration
KONTROL ANASTESI
Obat
Golongan Obat
Amoxicillin Athropin Sulfat Ketamin Xylazine
ANTIBIOTIK
DOSIS (mg/Kg BB) 20
PREMEDIKASI ANASTHESI PREMEDIKASI
KONTROL PEMERIKSAAN Menit 0 15
200
Volume Obat (ml) 0,19
0,04
0,25
0,304
Subcutan
13.59
10 2
100 20
0,19 0,19
IM IM
14.14 14.14
Pulsus(/menit)
120
88
30 92
0
39,5 24
39,0 16
37,5 12
Menit 135 Pulsus(/menit) 96
150 112
165 112
Temp(0C) Respirasi
36,0 12
37,3 12
Temp( C) Respirasi
36,6 12
Mulai Operasi
: 14.35
Selesai Operasi
: 15.07
Mulai Anastesi
: 14.14
KOSENTRASI (mg/ml)
Rute
Waktu
IM
13.45
45 76
60 124
75 96
90 120
105 110
120 96
37,6 12
37,2 16
36,6 12
36,4 12
35,6 12
35,9 12
10
4.5 Form Perhitungan Dosis 1. Atropine Dosis : 0.04 mg/kg BB (SC) Konsentrasi : 0.25 mg/ml Perhitungan : 1,9 kg x 0,04 : 0,15 = 0,304 ml 2. Ketamine Dosis : 10 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 100 mg/ml Perhitungan : 1,9 kg x 10 : 100 = 0,19 ml 3. Xylazine Dosis : 2 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 20mg/ml Perhitungan : 1,9 kg x 2 : 20 = 0,19 ml 4. Amoxicilin Dosis : 20 mg/kg BB (IM) Konsentrasi : 200 mg/ml Perhitungan : 1,9 x 20 : 200 = 0,19 ml 5. Tolfenamic Dosis : 4 mg/kg BB (SC) Konsentrasi : 40 mg/ml Perhitungan : 1,9 x 4 : 40 = 0.19 ml 6. Amoxcillin LA Dosis : 20 mg/kg BB (SC) Konsentrasi : 150 mg/ml Perhitungan : 1,9 x 20 : 150 = 0.253 ml 7. Hematopan Perhitungan : 1,9 x 0,05= 0.095ml (SC) 8. Biodin Perhitungan : 1,9 x 0,05= 0.095ml (SC) 4.6 Form Monitoring (Pasca Operasi) FORM MONITORING PASCA OPERASI
Nama Hewan : Asap Nama Pemilik : Wildan Fawzi Jenis Hewan : Kucing Alamat : Jalan Cakalang Ras/Breed : Mix No telp :Umur : 5 bulan 3 minggu Jenis Kelamin : Jantan Tanggal Pemeriksaan Terapi 14/10/2016 Suhu : 38,5 oC Pulsus :118/menit CRT :Normal (<2) 15/10/2016 Suhu
: 38,9 oC
Appetice Defekasi Urinasi SL Appetice
: - + + + + : - + + + + : - + + + + : - + + + + :-++++
T/amoxicillin SC
11
Pulsus :115/menit CRT : Normal (<2)
Defekasi Urinasi SL Appetice Defekasi Urinasi SL Appetice Defekasi Urinasi SL Appetice Defekasi Urinasi SL
: - + + + + : - + + + + : - + + + + : - + + + + : - + + + + : - + + + + :-++++ : - + + + + : - + + + + : - + + + + :-++++ :-++++ : - + + + + : - + + + + :-++++
19/10/2016 Suhu :37,8 oC Pulsus :122/menit CRT : Normal (<2)
Appetice Defekasi Urinasi SL
: - + + + + : - + + + + : - + + + + :-++++
20/10/2016 Suhu : 38,0 oC Pulsus :120/menit CRT :Normal (<2)
Appetice Defekasi Urinasi SL
:-++++ : - + + + + : - + + + + :-++++
16/10/2016 Suhu : 39,9 oC Pulsus : 120/menit CRT : Normal (<2) 17/10/2016 Suhu : 38,0 oC Pulsus : 122/menit CRT : Normal (<2) 18/10/2016 Suhu :37,7 oC Pulsus :124/menit CRT :Normal (<2)
Tolfenamic Acid SC Hematopan Biodin SC
T/amoxicillin SC Tolfenamic Acid SC Hematopan Biodin SC
T/ Pemberian bioplacenton setelah lepas jahitan
12
BAB V PEMBAHASAN 5.1 Analisa Prosedur 5.1.1 Preparasi Alat Bedah Alat bedah yang akan digunakan dalam operasi merupakan peralatan yang steril . Sterilisasi alat bedah dilakukan dengan cara membungkus alat bedah dengan koran lalu di masukkan kedalam autoclave pada suhu 121 o C selama 15 menit. Selanjutnya sebelum operasi, alat bedah dikeluarkan dari pembungkusnya dan direndam dalam wadah besi yang berisi iodine dan alkohol. Metode sterilisasi moist heat (autoclaving, tekanan uap) digunakan untuk mensterilkan semua bahan dan alat operasi kecuali alat tajam. Untuk sterilisasi alat dan bahan operasi diperlukan tekanan 20 pound, suhu 121 0 C selama 30 '. Sedangkan untuk sterilisasi sarung tangan (agar tidak rapuh) hanya diperiukan tekanan 15 pound, suhu 121 0 C selama 15'. Sterilisasi dengan autoclaving paling banyak digunakan karena mempunyai daya penetrasi lebih dalam, bersifat bakterisid dan lebih ekonomis, namun kekurangan sterilisasi dengan autoclaving adalah dapat menyebabkan tumpulnya alat tajam, menghanguskan bahan dan kain, bahan dan alat yang dipak dapat menjadi basah, dan tidak dapat digunakan untuk mensterilkan bahan yang mengandung minyak atau lemak (Sudarminto, 2010). Penggunaan iodine dan alkohol berguna untuk menjaga sterilitas dari alat-alat yang digunakan. Hal ini dikarenakan iodine dan alkohol mempunyai sifat-sifat yang dapat digunakan sebagai sterilisasi alat. Pada iodine, iodine merupakan disinfektan yang efektif untuk proses desinfeksi air dalam skala kecil. Dua tetes iodine 2% dalam larutan etanol cukup untuk mendesinfeksi 1 liter air jernih. Salah satu senyawa iodine yang sering digunakan sebagai disinfektan adalah iodofor. Sifatnya stabil, memiliki waktu simpan yang cukup panjang, aktif mematikan hampir semua sel bakteri, namun tidak aktif mematikan spora, nonkorosif, dan mudah terdispersi. Kelemahan iodofor diantaranya aktivitasnya tergolong lambat pada pH 7 (netral) dan lebihmahal.Iodofor tidak dapat digunakan pada suhu lebih tinggi dari 49 °C (Plumb,2008). 5.1.2 Persiapan Hewan Hewan yang akan di operasi di puasakan terlebih dahulu, tidak diberi makan 6-12 jam sebelum operasi dan tidak diberi minum 2-6 jam sebelum operasi guna mengosongkan lambung dan vesica urinaria. Hewan dibersihkan atau dimandikan terlebih dahulu apabila hewan tersebut kotor dan bau karena apabila hewan kotor dan bau dapat mengganggu operator dalam melakukan operasi. Sebelum laparatomi dilakukan, hewan diinjeksikan atropine sulfat melalui subkutan, ditunggu selama 10-15 menit lalu diinjeksikan ketamine+xylazine secara intramuskular. Xylazine merupakan premedikasi yang dapat mengakibatkan muntah pada hewan oleh karena itu terlebih dahulu diberikan atropine sulfat yang merupakan antikolinergik untuk mencegah reaksi muntah tersebut. Setelah hewan mulai kehilangan kesadaran, cukurlah rambut daerah sekitar testis kucing dengan cara menyemprotkan air sabun dan dicukur menggunakan silet searah pertumbuhan rambut agar pencukuran lebih mudah. Perlak dibentangkan pada bagian steril dan letakkan kucing di atas n ya. Restrain ke empat ekstremitas kucing menggunakan 4 sumbu kompor. Restrain bertujuan agar lebih memudahkan operator dalam operasi dan membatasi gerak hewan apabila hewan tiba tiba sadar sebelum operasi selesai dilakukan. Dihitung pulsus, suhu, CRT dan respirasi sebelum operasi dilakukan dan selanjutnya dilakukan setiap 15 menit.
13
5.1.3 Persiapan Operator dan Asisten Operator Sebelum melakukan operasi, setiap praktikan harus mencuci tangan terlebih dahulu dengan sabun antiseptic mulai dari ujung kuku sampai lengan dan dibilas dibawah air mengalir. Kemudian operator dan asisten operator memakai jas lab, hand glove, masker dan nurse cap yang steril dimana setelahnya tidak diperbolehkan memegang apapun selain alat operasi guna mencegah kontaminasi dengan lingkungan sekitar karena operasi harus dilakukan dalam keadaan yang steril. 5.1.4 Operasi Pasien dibaringkan dengan posisi terlentang keatas atau posisi rebah dorsal kemudian dibuat sayatan untuk mengeluarkan testis melalui kulit pada raphe median (garis tengah) skrotum sedikit ke belakang bulbus penis. Dengan jari tangan dinding skrotum dipejet/ditekan secara halus dan hati-hati di atas salah satu testis lalu didorong ke arah bagian cranial skrotum, setelah dilakukan insisi pada kulit skrotum, dan fascia spermatika. Setelah itu testis dan funikulus spermatikus dikeluarkan lakukan ligasi menggunakan dua buah arteri klem, dilakukan pengikatan menggunakan cat gut chromic pada bagian atas klem yang mengarah ke abdomen. Diinsisi funikulus spermatikus diatas arteri clem pertama yang mengarah ke testis. Dilakuka pemeriksaan terhadap adanya pendarahan setelah klem dilepaskan secara perlahan. Potongan dimasukan kembali kedalam lubang incisi. Dilakukan prosedur yang sama pada t estis lainnya. Penjahitan dilakukan pada kulit skrotum ditutup dengan jahitan sederhana terputus menggunakan benang non absorbable ( Silk 3-0). Jahitan simple interrupted suture diberi jarak 5 mm-10 mm dari jahitan satu dengan jahitan lainnya, tergantung pada ukuran hewan. Jahitan pada kulit dilakukan dengan sedikit tegangan untuk meminimalisir bekas jahitan.
Gambar 4.1. Gambaran incisi pada saat kastrasi 5.1.4 Post Operasi Pada praktikum, setelah hewan selesai dioperasi, ditunggu hingga hewan sadar dan suhunya kembali normal, serta dicatat pulsus, suhu, dan respirasi setiap 15 menit sekali hingga hewan benar – benar sadar. Setelah hewan sadar atau belum sadar tetapi suhunya sudah kembali normal maka dapat diinjeksi tolfenamic (analgesik) secara sub cutan untuk mengurangi rasa sakit atau nyeri pada bekas sayatan. Hewan diberikan antibiotik long acting serta hematopan dan biodin. Pemberian obat-obatan tersebut diberikan 2 hari sekali selama seminggu. Setelah jahitan kering dan menutup sempurna, jahitan dilepas dan dilakukan pemberian bioplacenton. Hal lain yang perlu dilakukan post operatif adalah pencucian peralatan, pencucian perlengkapan, pembersihan ruang operasi. Pencucian peralatan dilakukan dengan mencuci alat setelah digunakan dengan direndam dalam air yang diberi larutan pencuci, disi kat, dimulai dari ujung yang paling steril (ujung yang pertama mengenai pasien), kemudia dibilas dengan air yang mengalir, dikeringkan dengan ditata di rak. Peralatan yang sudah kering kemudian disterilisasi lagi seperti di awal tadi. Pencucian perlengkapan meliputi masker, tutup kepala, handuk dan baju operasi yang telah selesai digunakan dicuci dengan sabun, dibilas dikeringkan.
14
Perlengkapan-perlengkapan tersebut kemudian disterilisasi sebagaimana proses pra operasi tadi. Ruang operasi kembali dibersihkan dari kotoran/debu dengan disapu dan disterilisasi dengan menggunakan desinfektan berupa alkohol 70% (Harari, 2005). 5.2 Analisa Hasil 5.2.1 Obat yang digunakan A. Atropin sulfat
Golongan Atropin sulfat merupakan golongan obat antikolinergik
Indikasi Sebagai preanestesi untuk mencegah sekresi saluran pernafasan, sebagai treatmen sinus bradicardy, blok AV yang tidak lengkap dan sebagai antidote organophospat carbamate, jamur muscharinic dan keracunan ganggang hijau dan biru (Plumb, 2008).
Kotraindikasi Kontraindikasi pada pasien dengan glaucoma, sinekia (perlengketan) antara iris dan lensa, hipersensitivitas obat antikolinergik, takikardia, iskemia miokard, penyakit GI obstruktif, atropine sulfat dapat menurunkan motilitas GI. Atropin sulfat hati-hati digunakan pada kuda karena dapat menyebabkan kolik (Plumb, 2008).
Farmakokinetik Atropin sulfat diserap baik setelah pemberian secara oral, injeksi IM dan inhalasi. Efek puncak terjadi dalam 3-4 menit. Atropin didistribusikan keseluruh tubuh spp, dan didistribusikan ke air susu dalam jumlah sedikit. Atropin dimetabolisme dalam hati dan dieksresikan dalam urin (Plumb, 2008).
Farmakodinamik Atropine seperti agen muskarinik lainnya kompetitif menghambat asetilkoloin atau stimulant kolinergik lainnya di postganglionik parasimpatis. Dosis tinggi dapat menghalangi nicotinic reseptor pada ganglia otonom pada neuromuscular. Pada dosis rendah dapat menyebabkan sekresi bronkial dan berkeringat. Pada dosis sistemik moderat, dilatasi atropine menghambat akomodasi pupil. Dosis tinggi menurunkan GI, motilitas saluran kemih dan menghambat sekr esi lambung (Plumb, 2008). B. Xylazine Golongan Xylazine merupakan golongan Alpha 2 – Adrenergic Agonist (sedative)
Indikasi Xylazine dapat digunakan pada hewan anjing, kucing, kuda dan rusa untuk menghasilkan keadaan sedasi dengan waktu analgesia lebih singkat. Sebagai preanestesi sebelum anestesi local dan umum. Dapat digunakan untuk menginduksi muntah pada kucing yang keracunan (Plumb, 2008).
Kontraindikasi Xylazine kontraindikasi pada hewan penerima epineprin, hati hati pada hewan dengan disfungsi jantung, hipotensi, disfungsi pernafasan dan insufisiensi ginjal karena dapat menyebabkan fetus premature. Jadi jangan digunakan pada trisemester
15
terakhir kehamilan terutama pada sapi. Hindari injeksi intra arteri karena dapat menyebabkan kejang dan jangan menggunakan xylazine dengan obat penenang lainnya. Hati-hati penggunaan pada kuda dengan vasokontraksi laminitis (Plumb, 2008).
Farmakokinetik Absorbsi cepat jika diberikan secara IM, dengan efek puncak 3-10 menit setelah injeksi. Durasi efek sekitar 1,5 jam akan tetapi pada anjing dan kucing efek analgesic hanya bertahan 15-30 menit, tapi jika ditambah dengan obat penenang dapat mencapai 1-2 jam tergantung pada dosis yang diberikan. Waktu paruh eliminasi diperkirakan 30 menit. Pemulihan total setelah pemberian dosis mencapai 2-4 jam pada anjing dan kucing. Xylazine tidak terdeteksi pada susu perah setelah pemberian xylazine (Plumb, 2008).
Farmakodinamik Xylazine diklasifikasikan sebagai obat analgesic dengan sifat relaksasi otot. Xylazine menyebabkan relaksasi otot rangka melalui jalur pusat mediated dengan cara memblokir dopaminergic (seperti fenotiazin) atau alpha-blocker. Emesis sering terjadi pada kucing dan anjing tetapi tidak pada kuda dan sapi. Efek pada system kardiovasculer yaitu meningkatkan tekanan darah, xylazine dapat meningkatkan glukosa darah pada anjing dan kucing menyebabkan poliuri setelah pemberian xylazine (Plumb, 2008). C. Ketamin
Golongan Ketamin merupakan golongan dissociative general anesthetic
Indikasi Ketamine dapat digunakan pada primate, kucing dan manusia. Pada kucing indikasi sebagai agen anestesi tunggal yang membutuhkan relaksasi otot rangka. Ketamin dapat menghambat reseptor NMDA dalam ssp, dan digunakan untuk mencegah nyeri berlebihan pada saat operasi (Plumb, 2008).
Kontraindikasi Hati hati pada pasien dengan reaksi hipersensitivitas, insufisiensi hati dan ginjal, jangan digunakan pada hewan dengan riwayat kejang-kejang. Kontraindikasi pada hewan telah banyak sebelum operasi sebaiknya menghindari penggunaan ketamine. Karena ketamine dapat meningkatkan tekanan darah, maka control perdarahan pasca bedah (seperti declawing) sangat dianjurkan (Plumb, 2008).
Farmakokinetik Setelah injeksi IM pada kucing, efek puncak terjadi setelah 10 menit. Ketamin didistribusikan keseluruh jaringan tubuh dengan cepat dengan tingkat tertinggi ditemukan dalam otak, hati, paru-paru dan lemak. Protein plasma mengikat 50% dikuda, 53 % di anjing dan 37-53 % di kucing. Obat ini dimetabolisme dihati dan dieleminasi melalui urin. Ketami akan menginduksi hepatik enzim mikrosomal. Paruh eliminasi pada kucing dan kuda sekitar 1 jam (Plumb, 2008).
Farmakodinamik Ketamin menghambat GABA dan memblok serotonin, norepineprin, dan dopamine di SPP. Sistem tertekan sehingga limbrik diaktifkan, setelah itu menginduksi tahap anestesi I dan II, tapi tidak stadium III. Pada kucing
16
menyebabkan efek hipotermia (suhu tubuh turun) rata-rata 1,6 oC setelah dosis terapi. Efek ketamin pada sistem pada sistem kardiovasculer meliputi peningkatan curah jantung, denyut jantung, tekanan aorta dan arteri pulmonalis dan peningkatan vena sentral. Ketamin tidak menyebabkan tingkat pernafasan menurun (Plumb, 2008). D. Amoxicillin
Golongan Amoksisilin adalah antibiotik dengan spektrum luas golongan penicilin
Indikasi digunakan untuk pengobatan infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp seperti demam tipoid. Amoksisilin aktif melawan bakteri gram positif yang tidak menghasilkan β-laktamase dan aktif melawan bakteri gram negatif karena obat tersebut dapat menembus pori – pori dalam membran fosfolipid luar (Crowel,2005).
Kontraindikasi Kontraindikasi dari obat ini adalah hipersensitivitas terhadapa penicillin. Dan biasanya setelah pemberian amoxicillin, pasien akan mengalami alergi berupa urtikaria, demam, nyeri sendi, angioudem, leukopoia, diare pada pemberian per-oral (Napier, 2009).
Farmakokinetik Farmakokinetik Amoxicillin diserap secara baik sekali oleh saluran pencernaan. Kadar bermakna didalam serum darah dicapai 1 jam setelah pemberian per-oral. Kadar puncak didalam serum darah 5,3 mg/ml dicapai 1,5-2 jam setelah pemberian per-oral. Kurang lebih 60% pemberian per-oral akan diekskresikan melalui urin dalam 6 jam (Napier, 2009).
Farmakodinamik Farmakodinamik Amoxicillin (alpha- amino -p-hydoxy- benzyl- penicillin) adalah derivat dari 6 aminopenicillonic acid, merupakan antibiotika berspektrum luas yang mempunyai daya kerja bakterisida.Amoxicillin, aktif terhadap bakteri gram positif maupun bakteri gram negatif. Bakteri gram positif: Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridan, Streptococcus faecalis, Diplococcus pnemoniae, Corynebacterium sp, Staphylococcus aureus, Clostridium sp, Bacillus anthracis. Bakteri gram negatif: Neisseira gonorrhoeae, Neisseriameningitidis,Haemophillus influenzae,Bordetella pertussis,Escherichia coli Salmonella (Napier, 2009). E. Tolfen Golongan NSAID (Non steroidal Anti Inflammatory) Long-acting
Indikasi Tolfenamic acid dipergunakan untuk pengobatan mastitis pada sapi (Tolfenamic acid merupakan satu-satunya NSAID untuk pengobatan mastitis dengan sekali injeksi), penyakit pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri, Syndrome mastitismetritis-agalaksia, disertai dengan pemberian antibiotic. Tolfenamic juga efektif pada setiap penyakit yang disertai gejala demam, keradangan (inflamasi), dan atau rasa sakit (kolik). Penggunaan: Tolfenamic acid dapat dipergunakan pada hewan : ggal : 1 ml/40 Kg
17
BB secara IM atau IV; untuk kasus akut dilakukan secara IV selama 2 hari. Kemasan: Botol 20 ml, 50 ml, 100 ml dan 250 ml (Plumb, 2008).
Farmakodinamik kerja dari obat ini mirip dengan kerja dari aspirin yaitu sebagai potensial inhibitor dari cyclooxigenase yang akan menghambat rilisnya prostaglandin. Obat ini juga akan menghambat secara langsung pada daerah reseptor prostaglandin. Tolfenamic acid memiliki aktivitas yang signifikan sebagai anti tromboksan, sehingga tidak dianjurkan digunakan pada saat pre-operasi karena akan memberikan pengaruh pada fungsi platelet (Plumb, 2008).
Farmakokinetik tolfenamic acid dapat diabsobrsi melalui rute oral. Pada anjing level tertinggi dari obat adalah 2-4 jam setelah pemberian yang berarti jumlah dari obat ini paling banyak pada serum adalah selama 2-4 jam setelah pemberian dosis yang sesuai. Resirkulasi enteropatik dari obat ini akan meningkat setelah pemberian makanan. Hal ini juga dapat meningkatkan bioavaibility dari obat. Terjadi variasi dari bioavaibility dari obat setelah pemberian pakan pada anjing. Pada anjing volume distribusinya adalah 1,2 L/kg dan akan dieliminasi atau memiliki waktu paruh sekitar 6,5 jam. Durasi kerja dari obat ini adalah 24-36 jam sehingga pemberian obat ini adalah 1-2 hari sekali (Plumb, 2008). F. Bioplacenton Bioplacenton merupakan obat yang digunakan untuk perawatan luka dengan kandungan tiap 15 gram Bioplacenton mengandung, ekstrak Plasenta 10 %, Neomycin sulfat 0.5 %, dan Jelly base. Neomycin sulfate merupakan antibiotik. Kombinasi ini merupakan bagian
dari perawatan luka yang sangat efektif. Ekstrak plasenta sebagai “biogenic stimulator” memegang peranan penting dalam mempercepat regenerasi sel dan penyembuhan luka. Sedangkan neomycin sulfate bekerja sebagai antibiotik yang mampu membunuh beragam jenis kuman dengan daya kerja yang tidak terganggu oleh nanah. Bioplacenton tersedia dalam bentuk jelly yang banyak mengandung air sehingga efeknya lebih cepat terasa. Indikasi dari bioplacenton yaitu; perawatan luka bakar, luka disertai nanah, luka yang lambat menutup. Kontraindikasi Bioplacenton adalah pasien yang hipersensitif terhadap komponen obat ini. Obat ini dapat menimbulkan efek samping walaupun jarang terjadi yaitu berupa; nausea, anoreksia, diare, dan konstipasi. G. Hematopan dan Biodin Hematopan yang pada umumnya digunakan memiliki kandungann natrium kakodilat, Amonium sitrat, Metionin, Histidin, Triptopan, Vitamin B12. Indikasi Pengobatan terhadap anemia karna kekurangan zat besi akibat parasit,penyakit infeksi gizi tidak seimbang ,membantu pertumbuhan dan penambahan berat badan, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Indikasi penggunaan biodin pada umumnya adalah untuk stimulasi t ubuh secara umum terutama pada tonus otot dari semua species hewan seperti pada keadaan, kelemahan otot akibat kerja keras, kelemahan otot akibat transportasi, kelemahan otot akibat melahirkan, menjaga stamina kuda pacu dan anjing, kelemahan diakibatkan oleh kekurangan makanan, infeksi atau keturunan. 5.2. 2. Stadium Anestesi Yang Digunakan
18
Tindakan anestesi digunakan untuk mempermudah tindakan operasi maupun memberikan rasa nyaman pada pasien selama operasi. Stadium anestesi yang digunakan pada saat dilakukan laparatomi yaitu stadium 3 dimana kucing sudah dalam posisi tenang. Pada umumnya stadium anestesi dibagi menjadi 4 yaitu ;(Firman, 2013) a. Stadium 1 atau yang disebut stadium induksi atau eksitasi vounter. Stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi. b. Stadium 2 atau yang disebut stadium eksitasi involunter. Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium 2 terjadi eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkotinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi dan takikardia. c. Stadium 3 atau stadium yang terdapat pada saat dilakuakan pembedahan dan operasi. Stadium ini terbagi atas; Plane I, yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya anggota gerak, dengan tipe pernafasan thoraco-abdominal, memiliki refleks pedal yang masih ada, bola mata bergerak-gerak, palbera, konjuctiva, dan kornea terdepresi. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut. Plane III, ditandai dengan dengan respirasi reguler, abdominal, bola mata kembali ke tengah dan otot perut relaksasi. d. Stadium IV yaitu dimana terjadinya parallisis medulla oblongata atau overdosis. Stadium ini ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus cepat dan dilatasi pupil. Terjadi sekresi lakrimal pada bola mata. 5.2.3. Physical Examination Dilakukan pemeriksaan pulsus, suhu, CRT dan respirasi kucing sebelum operasi dilaksanakan, kemudian dilanjutkan setiap 15 menit sampai sesudah operasi hingga suhu kucing kembali normal. Sebelum operasi suhu kucing adalah 39,5 0C, pulsus 120/menit, CRT <2 detik. Dapat diketahui bahwa pulsus dapat dikatakan rendah, hal ini dapat dikarenakan karena kucing stress dan berpuasa sebelum dilakukannya operasi. Dalam 15 menit pertama pemberian anestesi suhu kucing masih dalam standar suhu normal, masuk dalam 30 menit setelah anestesi dan dilakukan operasi suhu cenderung mengalami penurunan tetapi masih dalam batas normal yaitu 37,5 0C , tetapi CRT masih dalam batas yang cukup baik. Pada saat menit ke 75 yaitu pasca operasi suhu kucing kembali mengalami penurunan hingga 36,60C hal ini dikarenakan kondisi ruang yang cukup dingin, sehingga kucing diberikan lampu penyinaran untuk tujuan menghangatkan. Kucing mengalami recovery yang cukup baik pasca operasi, sehingga tidak terjadi penurunan suhu yang begitu signifikan. Menurut Tambing (2014) pada kedokteran hewan pengukuran suhu tubuh hewan khususnya kucing dengan menggunakan termometer yang diletakkan di rektum. Ketika melakukan pengukuran suhu melalu rektum lakukan saat tidak ada feses di dalam, agar suhu yang muncul melalui termometer menjadi wakil dari suhu tubuh keseluruhan. Suhu normal pada kucing yaitu 38,00 C – 39,30 C. Pada semua hewan, suhu tubuh berubah-ubah sepanjang hari, pada pagi hari suhu tubuh lebih rendah, tengah hari agak tinggi, dan mencapai puncak pada sore hari jam 18.00 (rentang suhu dalam sehari adalah ± 0,80 C). Frekuensi respirasi normal kucing adalah 20-30 per menit dan frekuensi denyut jantung 110-130/menit. 5.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
19
Penyembuhan luka adalah faktor penting pasca operasi yang selalu dihadapi dan merupakan fenomena kompleks yang melibatkan berbagai proses meliputi inflamasi akut. Dalam penyembuhan luka terdapat sejumlah faktor sistemik dan local yang mengganggu penyembuhan luka. Faktor local yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka antara lain infeksi, faktor mekanik, benda asing, macam, lokasi dan ukuran besa rnya luka. Faktor sistemik yang mempengaruhi penyembuhan luka antara lain nutrisi, status metabolic, status sirkulasi darah dan hormon glukokortikoid. Pada pasca operasi, banyak ditemukan permasalahan dalam penyembuhan luka, seperti waktu penyembuhan yang lama, terutama bila terjadi penyembuhan secara sekunder. Nyeri menjadi stressor yang memicu timbulnya gejala klinis patofisiologis, memicu modulasi respon imun, sehingga menyebabkan penurunan system imun yang berakibat pemanjangan waktu penyembuhan luka(Madigan,2006). Selain itu juga dipengaruhi oleh: a. Usia Usia muda penyembuhannya lebih cepat daripada usia. Usis tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah. b. Nutrisi Pasien dengan status nutrisi kurang memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan. Pasien yang obesitas mengalami penundaan penyembuhan karena suplai darah (oksigenasi) jaringan adiposa tidak adekuat. Pasien obesitas juga memiliki risiko tinggi terkena infeksi, seroma, dan dehisensi. c. AsupanNutrisi Penyembuhan luka memerlukan berbagai nutrien. Pada dasarnya nutrien yang berguna ialah protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral. d. Protein. Deplesi protein dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Terjadi peningkatan kebutuhan akan protein saat terjadinya luka. Peningkatan kebutuhan tersebut diperlukan untuk proses inflamasi, imun, dan perkembangan jaringan granulasi. Protein utama yang disintesis selama fase penyembuhan luka adalah kolagen. Kekuatan kolagen menentukan kekuatan kulit luka seusai sembuh. Kekurangan intake protein prabedah, secara signifikan menunda penyembuhan luka pasca bedah. e. Karbohidrat. Selama fase hipermetabolik, kebutuhan akan karbohidrat meningkat. Segala aktifitas seluler dipengaruhi oleh ATP yang diperoleh dari glukosa (karbohidrat), sehingga penyediaan energi untuk respons inflamasi dapat berlangsung. Kekurangan karbohidrat dalam tubuh menyebabkan penghancuran protein untuk keperluan aktifi tas seluler. Dengan kata lain, sedikitnya karbohidrat berpeluang membuat semakin sedikitnya protein. f. Lemak. Lemak memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi membran sel. Asam lemak esensial tidak bias disintesis oleh tubuh, sehingga harus didapatkan dari diet keseharian. Peran asam lemak esensial untuk penyembuhan luka masih belum begitu dimengerti, tetapi diketahui bahwa lemak berperan untuk sintesis sel baru.Kekurangan lemak tubuh dapat menunda penyembuhan luka. Omega-3 polyunsaturated fatty acids (PUFAs) diketahui lebih bermanfaat ketimbang omega-6 PUFAs. Omega-3s merupakan anti-inflamasi yang berguna untuk penyembuhan luka, tetapi pemakaiannya dapat menghambat pembekuan darah, sehingga dinilai merugikan.
20
g. Vitamin. Vitamin B kompleks merupakan kofaktor sejumlah fungsi metabolik termasuk penyembuhan luka. Selain vitamin B, yang berperan dalam penyembuhan luka ialah vitamin K. Vitamin K merupakan kofaktor enzim karboksilase yang mengubah residu protein berupa asam glutamat (glu) menjadi gamma-karboksiglutamat (gla). Gla disebut juga gla-protein. Gla protein dapat mengikat ion kalsium, yang mana kinerja ini merupakan langkah yang esensial untuk pembekuan darah. Ion kalsium berguna untuk mengaktifkan faktor pembekuan. Kekurangan vitamin K menyebabkan faktor pembekuan tidak aktif (darah tidak dapat menggumpal), sehingga menyebabkan perdarahan pada luka (operasi). h. Mineral. Mineral yang diketahui bermanfaat untuk penyembuhan luka ialah besi dan seng. Besi berfungsi sebagai kofaktor pada sintesis kolagen, sehingga defisiensi besi membuat penyembuhan luka tertunda. Seng juga berperan dalam penyembuhan luka (Watcha,2005).
21
BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kastrasi atau orchiectomy adalah tindakan bedah yang dilakukan pada testis, berupa pengambilan atau pemotongan testis dari tubuh. Hal ini umumnya dilakukan untuk sterilisasi (mengontrol populasi), penggemukan hewan, mengurangi sifat agresif, serta salah satu pilihan terapi dalam menangani kasus-kasus patologi pada testis atau scrotum. Metode kastrasi yang dilakukan pada kucing jantan dengan berat 1,9 kg adalah dengan meggunakan metode tertutup dikarenakan kondisi testis yang masih kecil. Pada metode tertutup
sayatan hanya sampai pada tunika dartos, sehingga testis masih terbungkus oleh tunika vaginalis communis. Pengikatan dan penyayatan dilakukan pada funiculus spermaticus. Pengikatan menggunakan benang cat gut chromic sedangkan penjahitan dilakukan dengan benang nonabsorable(silk). Proses penyembuhan luka terjadi selama tujuh hari dengan kondisi yang baik dan jahitan dilepaskan pada hari ke tujuh. 6.2 Saran Sebaiknya persiapan yang dilakukan oleh laboratorium bedah sudah benar-benar siap. Seperti alat atau bahan yang disediakan dari laboratorium sudah dalam keadaan siap pada meja praktikan ataupun praktikan langsung diarahkan mengambil pada lokasi tertentu.
22
DAFTAR PUSTAKA
Aspinall, Victoria dan Capello, Melanie. 2009. Introduction to Veterinary Anatomy and Physiology. United Kingdom : Elsevier. Boden E. 2005. Black’s Veterinary Dictionary 21st Edition. London: Black Publisher. Firman, A. 2013. Revalensi Mual dan Muntah Pasca Anestesi Umum pada Bedah Elektif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013. FK Universitas Sumatera Utara. Harari, Joseph. 2005. Small Animal Surgery Secret 2nd Edition. Hanley & Belfus INC. USA: Philadelpia. Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorganisms. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Napier and Napier.2009. A Handbook of Living Primates [diunduh 2014 Nov 25]. Inverin, Co. Galway,Ireland. Plumb, Donald C., 2008, Veterinary Drug Handbook Sixth Edition, Blackwell Publishing, UK. Saribuang Matheus dan Qomariyah N. 2010. Kajian Pengaruh Kastrasi Terhadap Tingkat Kandungan Kolesterol Daging Kambing di Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makasar. Sudarminto, 2010, Teknik Bedah Dasar, Restrain dan Casting , UGM, Yogyakarta Tambing, T., 2014, Perbandingan Pengaruh Anestesi Ketamin-Xylazine Dan Ketamin-Zoletil Terhadap Frekuensi Nafas Dan Denyut Jantung Kucing Lokal (Feline Domestica) Pada Kondisi Sudden Loss Of Blood , UNHAS, Makasar. Waluyo. 2009. Kastrasi. Laboratorium Produksi Ternak FPPK UNIPA. Monokwari. Watcha, ,MF, dkk. 2005. Pocket Guide To Suture Materials (Hal : 54). (e-book). Germani.
23
LAMPIRAN:
Pengeluaran testis dan funikulus spermatikus setalah insisi scrotum
Mulut disumpal dengan tampon dan lidah dikeluarkan
Fiksasi Ekstremitas
Tesis yang telah dipotong (menggunakan metode tertutup)
Penjahitan kembali scrotum
Pengukuran suhu pasca operasi
Hasil jahitan pada scrotum (Simple Interrupted )
Kucing pasca operasi