PROPOSAL PENGARUH VARIETAS DAN POLYBAG TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI
Disusun Oleh IIN AFRIYANI
Guru Pembimbing : IDA SUMAIDA, S.Pd
MA LUQMANUL HAKIM BATUMARTA 2014-2015
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Cabai merah keriting (Capsicum annum L.) sebagai salah satu komoditas hortikultura merupakan tanaman yang cukup penting di Indonesia. Berbagai macam makanan di Indonesia memerlukan cabai sebagai salah satu bahan utama. Selain berguna sebagai penyedap masakan, cabai juga mengandung zat-zat gizi yang sangat diperlukan untuk kesehatan manusia. Cabai mengandung perotein, lemak, karbohidrat, kalsium (Ca), fosfor (P), besi (Fe), vitamin-vitamin dan senyawa alkali seperti capsaicin, flavonoid dan minyak esensial. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) luas panen tanaman cabai dengan budidaya secara konvensional tahun 2001 untuk daerah Provinsi DKI Jakarta sebesar 16.8 ha. sedangkan untuk produksi sebesar 159.8 ton dengan hasil 9.4 ton/ha. Untuk meningkatkan produksi cabai diperlukan teknologi tepat guna, salah satu teknologi yang digunakan adalah sistem hidroponik. Di Indonesia budidaya hidroponik sudah cukup populer sejak mulai diterapkan sekitar tahun 1980 an. Saat ini kepopulerannya mulai dimanfaatkan oleh petani pengusaha untuk diusahakan secara komersial, yaitu dengan menghidroponikkan berbagai jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti cabai paprika, selada, tomat. Teknologi hidroponik memiliki kendalakendala antara lain membutuhkan modal yang besar, diperlukan tenaga terlatih serta pasar yang dituju harus jelas misalnya supermarket dan restoran sehingga belum banyak diusahakan oleh petani kecil. Penyediaan lokasi penanaman yang sesuai dapat dimanipulasikan dengan melakukan budidaya tanaman hidroponik di dalam green house (rumah kaca) dan dapat diusahakan sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Pemeliharaan tanaman hidroponik lebih mudah karena tidak diperlukan lahan yang luas, media tanam yang digunakan harus steril dana tanaman terlindung dari hujan. Budidaya cabai dengan sistem hidroponik diharapkan akan mendapatkan tanaman lebih sehat, seragam dan produktivitas yang dihasilkan lebih tinggi (Hartus, 2002) Wadah media yang umum digunakan dalam budidaya sistem hidroponik adalah polybag. Penentuan ukuran polybag disesuaikan dengan jenis tanaman untuk
1
perkembangan akar, agar nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar dengan optimal. Ukuran polybag bermacam-macam dari dan penggunaannya harus disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman. Penggunaan varietas hibrida merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam proses budidaya hidroponik cabai. Cabai hibrida dihasilkan melalui proses persilangan dua induk tanaman yang terpilih sehingga turunnya berupa F1 yang memiliki sifat lebih unggul daripada kedua induknya. Keunggulan cabai hibrida adalah tingkat produksinya tinggi, daya penyesuaiannya terhadap berbagai lingkungan tumbuh cukup luas, pertumbuhan tanaman seragam dan kualitas hasil sesuai keinginan konsumen (Rukmana, 1996). Semua varietas cabai hibrida memiliki sifat dan keunggulan tersendiri, antara lain mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan tropis di Indonesia. Dengan demikian kombinasi polybag dan varietas yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Oleh karena itu perlu diketahui pengaruh ukuran polybag dan varietas yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida.
B. Rumusan Masalah 1)
Apakah ukuran polybag dan varietas yang berbeda berpenga-ruh terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida.
2)
Apakah ada interaksi antara uku-ran polybag dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida.
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian adalah mengetahui pengaruh ukuran polybag terhadap pertumbuhan dan hasil varietas cabai keriting hibrida
2
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Taksonomi dan Morfologi Tanaman cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu. Tinggi tanaman 50-120 cm dan mempunyai banyak cabang dan dari setiap cabang akan tumbuh bunga atau buah. Akar tanaman cabai menyebar, tetapi dangkal. Akar-akar cabang dan rambut-rambut akar banyak terdapat dipermukaan tanah, semakin ke dalam akar-akar tersebut semakain berkurang. Ujung akar tanaman cabai hanya dapat menembus tanah sedalam 30 - 40 cm. Akar horizontal cepat berkembang di dalam tanah, menyebar dengan kedalaman 10 - 15 cm (Tjahjadi, 1991). Daun cabai berbentuk lonjong dan bagian ujungnya meruncing dengan panjang daun 14 - 10 cm, lebar 1,5 - 4 cm. Menurut Nawangsih dan Imdad (1994), daun terdiri atas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai daun antara 1 - 5 cm. Tangkai daun berkembang sekaligus sebagai tulang daun. Tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Helaian daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua. Bunga cabai berkelamin dua (hermafrodit), dalam satu bunga terdapat perlengkapan alat kelamin jantan dan betina. Posisi bunga cabai biasanya menggantung dengan warna mahkota bunga putih dan memiliki 5 - 6 kelopak bunga. Panjang bunga 1,5 cm lebarnya 0,5 cm dan panjang bunga 1 - 2 cm. Pangkal putik berwarna putih, panjangnya 0,5 cm. Warna kepala putik kuning kehijauan. Tangkai sari putih, tetapi yang dekat dengan kepala sari ada bercak kecoklatan. Panjang tangkai sari 0,5 cm. Kepala sarinya berwarna biru atau ungu (Tjahjadi, 1991) Pertumbuhan tanaman cabai yang baik memerlukan tanah yang gembur dengan pH berkisar 6 - 6,5. temperaturnya yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 24.0 C – 27 0 C dan untuk pembentukan buah pada kisaran 160C – 230 C. Menurut Rukmana (1996) bahwa tanaman cabai sangat membutuhkan sinar matahari. Apabila kurang mendapat sinar matahari pada awal pertumbuhannya, tanaman cabai akan mengalami etiolasi, jumlah cabang sedikit dan akibatnya buah yang dihasilkan juga berkurang.
3
Hidroponik berasal dari kata Hydro yang berarti air dan ponos yang berarti pengerjaan, sehingga hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan beberapa cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam tetapi menggunakan air yang bersisi larutan nutrisi (Wardi dkk, 2002). Sistem penanaman hidroponik mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan cara penanaman konvensional. Faktor utama untuk membuat sukses hidroponik adalah pemberian unsur hara atau dalam hidroponik lebih dikenal sebagai larutan nutrisi. Tanaman membutuhkan unsur hara esensial yang digolongkan menjadi unsur hara makro dan unsur hara mikro. Disebut unsur hara makro karena dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah relatif banyak. Unsur hara makro terdiri dari N, P, K, Ca, Mg dan S. Unsur hara mikro terdiri dari Fe, Mn, B, Cu, Cl, Zn, dan Mo (Anonim 1999a) Pada penelitian ini digunakan nutrisi hidroponik siap pakai dengan nama JORO A&B MIX yang diproduksi oleh PT.JORO. Nutrisi ini adalah nutrisi hidroponik lengkap yang mangandung unsur makro dan mikro yang diperlukan tanaman. Setiap jenis tanaman memerlukan unsur hara yang berbeda, bahkan untuk setiap fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Beberapa hal yang membedakan bibit, jenis tanaman, tahap pertumbuhan, bagian tanaman yang diproduksi, iklim dan cara pemeliharaan. Kemasan JORO A&B MIX berbentuk padatan di dalam kantong plastik. Satu set nutrisi hidroponik A&B MIX terdiri dari dua kantong yaitu kantong A dan Kantong B. Kemasan kantong yang digunakan adalah kemasan kecil (30 x 200 cm) setara dengan 6.000 liter larutan nutrisi siap pakai. Ada dua tahap yang harus dilakukan sebelum nutrisi JORO A&B MIX dapat digunakan, yaitu pembuatan larutan stok dan pembuatan larutan AB MIX. Fungsi utama media hidroponik adalah untuk menjaga kelembaban, menyimpan air dan dapat bersifat kapiler terhadap air. Media yang baik bersifat porus, ringan agar akar tanaman tidak mudah rusak dan tanaman hidroponik ringan dipindahkan untuk perawatan. Bahan yang memenuhi semua persyaratan adalah arang sekam (kulit gabah) yang berwarna hitam dan sangat menguntungkan sebagai media tanam, karena menghasilkan pertanaman yang baik, meminimumkan penyakit, mengandung beberapa unsur hara dan ekonomis dalam penggunaan air. Kegunaan arang sekam
4
antara lain : menggemburkan tanah, meningkatkan sirkulasi hara, kapasitas menahan air sangat tinggi, warnanya yang hitam dapat mengarsobsi sinar matahari dengan efektif. Wadah media yang umum digunakan dalam budidaya hidroponik adalah polybag yang berwarna hitam, agar tidak ditumbuhi lumut. Ukuran polybag bermacam-macam disesuaikan dengan jenis dan umur tanaman. Keuntungan penggunaan polybag antara lain komposisi media dapat diatur, efisien dalam penyiraman dan pemupukan, tanaman dapat dipindah-pindah, pertumbuhan gulma dapat dikendalikan dan tidak memerlukan lahan yang luas, serta nutrisi yang diberikan dapat diserap oleh akar secara optimal. Penentuan ukuran polybag yang cocok untuk pertumbuhan tanaman diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman dan efisiensi dalam penggunaan media dan nutrisi. Salah satu cara yang dipakai untuk mengairi tanaman hidroponik adalah memakai pengairan irigasi dengan sistem tetes. Tujuan irigasi tetes adalah memenuhi kebutuhan tanaman akan air dan nutrisi. Kerugian dari sistem ini adalah komponen peralatannya membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tanaman mendapatkan suplai air optimal, hemat air, pupuk, waktu dan tenaga kerja. Hal ini sangat penting mengingat media tanam hidroponik bersifat proros sehingga tidak bisa menahan air. Prinsip pengairannya yaitu mengalirkan air dari sumbernya menuju tanaman melewati pipa saluran. Agar air dapat dari saluran dengan cara tetesan, ujung pipa disumbat dengan alat berlubang kecil yang disebut Regulating Stick sehingga debit air yang keluar dapat disesuaikan untuk tanaman. Dalam sistem ini pemberian nutrisi sangat hemat, yaitu diberikan dengan cara mengalirkannya pada pipa-pipa. Sistem irigasi yang diterapkan terdiri dari tiga subsistem yaitu subsistem penyediaan sumber air (Spray jet). Subsistem penyediaan air yang terdiri dari sumur bor ketangki air dengan tangkinya sebagai saluran penghubung dan instalasi pelengkap lainnya seperti keran air. Cabai yang dibudidayakan secara luas di Indonesia adalah cabai besar (Capsicum annum L.) dan cabai kecil (C.Frutescens). Cabai besar termasuk dalam family Solanaceae dan mempunyai banyak jenis yaitu cabai merah (C.Annum varietas longum), cabai bulat (C.annum var grossum). Jenis cabai merah terdiri dari dua jenis yaitu cabai merah keriting dan cabai merah besar. Ciri dari cabai merah keriting antara
5
lain bentuk buah memanjang, dan mengeriting dan bagian ujungnya meruncing. Rasanya pedas, biji yang dihasilkan relatif banyak. Buah yang masih muda berwarna hijau, lalu coklat, setelah masak menjadi merah tua. Sampai saat ini beberapa varietas cabai hibrida berkembang pesat di Indonesia. Beberapa varietas cabai keriting hibrida yang digunakan adalah Taro, dan 304 dimana varietas-varietas ini berasal dari negara yang berbeda. Tujuan mempergunakan varietas tersebut adalah untuk membandingkan kedua varietas. Varietas Taro berasal dari Purwakarta yang diproduksi oleh East West Seed Indonesia. Varietas ini cocok ditanam disegala musim, baik dataran rendah atau menengah dan dapat dipanen umur 70 - 75 hari setelah tanam. Sedangkan varietas 304 berasal dari Belanda yang diproduksi oleh Bejo. Varietas ini toleran layu bakteri dan antraknose (busuk buah) dan dapat dipanen 70 - 75 hari setelah tanam. Varietas adalah kelompok tanaman bagian dari suatu jenis atau species yang mempunyai sifat-sifat genetik tertentu yang dihasilkan oleh proses pemuliaan.
B. Hipotesis 1)
Ukuran polybag yang berbeda dapat memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida.
2)
Varietas yang berbeda akan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida
3)
Terdapat interaksi antara polybag dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida
6
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Tempat penelitian Penelitian dilakukan di sekitar lingkungan pondok pesantren Luqmanul Hakim, Batumarta II, Lubuk Raja, OKU, Sumsel.
B.
Variabel Penelitian 1.
Variabel Manipulasi Interaksi antara polybag dan varietas terhadap pertumbuhan dan hasil cabai keriting hibrida
2.
3.
Variabel Kontrol -
Ukuran polybag
-
Varietas yang digunakan
Variabel Respon Perbedaan hasil pertumbuhan cabai keriting hibrida
C.
Jadwal Penelitian Tabel 1.1 Jadwal Penelitian No.
D.
Nama Kegiatan
Waktu
1.
Menyiapkan alat dan bahan
06 Oktober 2014
2.
Melakukan penelitian
07 Oktober 2014
3.
Mengambil data
09 Oktober 2014
4.
Menulis laporan penelitian
10 Oktober 2014
Bahan dan Metode Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih cabai keriting hibrida
yaitu varietas Taro dan varietas 304, polybag ukuran 30 cm x 30 cm, 35 cm x 35 cm, 40 cm x 40 cm, arang sekam, nutrisi hidroponik siap pakai JORO A&B MIX, Pestisida Curacron, insektisida Mitac 200 EC, Furadan 3 G. Alat yang digunakan adalah timbangan, gelas ukur, EC (Electrical Condicivity) meter, drum (Tanki) plastik
7
kecil kapasitas (40 liter) dan drum besar (1000 liter), meteran, bak persemaian, tali perambat, sekop, gunting. Metode yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua faktor dan tiga kali ulangan. Faktor pertama ukuran polybag (P) yang terdiri dari P1=30 cm x 30 cm (bobot media 1 kg), P2 = 35 cm x 35 cm (bobot media 1,5 kg) dan P3 = 40 cm x 40 cm (bobot media 2,5 kg). Faktor kedua adalah varietas cabai keriting hibrida (V) yang terdiri dari V1 = varietas Taro, dan V2 = Varietas 304. Dalam penelitian ini terdapat 6 kombinasi perlakuan 2, yaitu P1V1, P1V2, P2V1, P2V2, P3V2 dan P3V2 yang diulang sebanyak 3 ulangan, dan dalam setiap ulangan terdapat 4 tanaman contoh yang di amati, sehingga diperoleh jumlah tanaman sebanyak 72 tanaman. Model matematika yang digunakan adalah : ijk + Ki + Vj + Pk + (VP)jk + Yijk =
Dimana: Yijk = Nilai pengamatan akibat pengaruh dari kelompok ke-I, varietas ke-j, dan ukuran polybag ke-k μ = Nilai tengah populasi rata-rata Ki = Pengaruh kelompok ke-I Vj = Pengaruh varietas ke-j (1,2) Pk = Pengaruh ukuran polybag ke-k (1,2,3) (VP)jk = Pengaruh interaksi antara perlakuan varietas ke-j dan ukuran polybag ke-k εijk = Galat percobaan
Analisis ragam dengan uji F, pada uji 5 % atau 1 % akan dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT). bila hasil perlakuan menunjukan pengaruh yang berbeda nyata atau berbeda sangat nyata.
8
E.
Cara Kerja Persiapan diawali dengan membersihkan kotoran yang ada di dalam rumah kaca
dengan disapu dan disiram menggunakan air bersih. Untuk mencegah serangan hama di sekitar areal disemprotkan insektisida Mitac 200 EC dengan konsentrasi 2 ml/air Media tanam hidroponik berupa arang sekam disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan. Tujuannya adalah untuk membebaskan media dari serangan yang diakibatkan oleh jamur. Sterilisasi dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Dithane M-45 pada media arang sekam lalu polybag diikat agar fungisida tidak menguap di udara. Setelah satu menit polybag dibuka ikatannya dan siap digunakan untuk penanaman bibit. Sebelum disemai, benih direndam dalam larutan atonik dengan konsentrasi 2 ml/l air selama 3 jam. Benih ditanam menggunakan media arang sekam dalam bak plastik dengan ketebalan media 6-7 cm, kemudian dibuat lubang sedalam 0,5 cm. Dan dalam setiap lubang berisi 1 benih dan dilakukan penyiraman 2-3 kali sehari dengan handspayer. Pemeliharaan sejak benih berkecambah sampai benih siap dipindah tanam antara lain adalah pengendalian hama dan penyakit serta pengaturan naungan. Serangan hama dapat dicegah dengan menggunakan Furadan 3G. Selain itu pada fase perkecambahan awal cukup disiram dengan air saja tanpa penambahan nutrisi. Umur pindah tanam bibit adalah 21 hari setelah persemaian, yang ditanam pada polybag ukuran 30 x 30 cm, 35 x 35 cm, dan 40 x 40 cm dengan media arang sekam. Pemindahan bibit dari bak persemaian ke polybag dilakukan dengan hati-hati agar batang tidak rusak. Pemidahan dilakukan dengan cara membasahi terlebih dahulu bak persemaian dengan air sampai jenuh, kemudian dipindahkan ke polybag dengan membuat lubang tanam sebesar ukuran bibit yang akan ditanam. Bibit ditanam bersama dengan media yang terbawa dari bak persemaian, kemudian media arang sekam diratakan pada permukaan sehingga pangkal akar bibit tertutup dengan baik. Bibit
yang
telah
ditanam
kemudian
disiram
dengan
air
sampai
jenuh.
Pemeliharaan tanaman hidroponik meliputi penyulaman, penyiraman, larutan nutrisi, pemasangan benang lanjaran, perempelan, dan pengendalian hama dan penyakit .Tanaman yang amati, layu atau patah disulam. Bibit yang digunakan untuk sisa menyulam adalah sisa bibit cadangan untuk sulaman. Cara menyulam sama dengan
9
saat penanaman dan penyulaman sebaiknya tidak lebih dari lima hari terhitung sejak tanam karena akan menghasilkan tanaman yang kerdil. Penyiraman nutrisi dilakukan mulai hari pertama sejak penanaman. Faktor penting penyiraman adalah konsentrasi, frekuensi dan penyiraman yang digunakan untuk cabai dapat dilihat pada Tabel 2 (BPPT, 1999 ) Media arang sekam yang membungkus perakaran tidak mampu menjaga perakaran dengan kuat, sehingga batang tanaman tidak berdiri kokoh. Benang lanjaran yang dipakai adalah benang kasur dengan bahan kapas dan diameter 3,5 mm. Pemasangan benang adalah dengan cara dililitkan di sepanjang batang tanaman yang diikatkan pada kawat atasnya. Benang lanjaran mulai dipasang ketika tanaman berumur 4 minggu setelah tanam dan dilakukan secara periodik sesuai laju pertumbuhan tanaman. Perempelan adalah kegi-atan mambuang tunas-tunas baru yang tumbuh pada batang utama atau di setiap ketiak daun cabai dan membuang bunga pemula dan daundaun cabai tua. Cabai hibrida umumnya bertunas banyak yang tumbuh dari ketiakketiak daun. Tunas ini tidak produktif dan akan dibuang mengganggu pertumbuhan tanaman, sehingga tunas-tunas samping ini perlu dirempel. Pembubuhan adalah kegiatan menambahkan arang sekam baru untuk menutup perakaran yang muncul dipermukaan. Penambahan dengan menggunakan arang sekam yang steril ini dilakukan karena media tanam mengalami penyusutan yang semakin padat akibat penyiraman larutan nutrisi secara terus menerus. Pembubuhan dilakukan saat tanaman berumur satu bulan dan diulang sebulan kemudian sesuai kebutuhan. Hama dan penyakit yang sering mengganggu tanaman hidroponik dapat dicegah dengan penyemprotan pestisida Curacron, untuk mencegah serangan serangga digunakan Mitac 200 EC dan menebar Furadan 3G untuk mencegah nematoda. Sedangkan penyakit dapat dikendalikan dengan penggunaan media tanam baru yang steril, memusnahkan tanaman yang terkena penyakit dan penyemprotan fungisida Dithane M-45 Cabai keriting hibrida varietas Taro dan varietas 304 dapat dipanen 70 - 85 hari seteleh tanam. Cara panen adalah dengan memetik buah bersama tangkainya dengan menggunakan pisau atau gunting tajam. Waktu panen dilakukan 4 hari sekali pada pagi hari
10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan Tanaman cabai yang dipindah dari persemaian ke media tanam polybag tetap
segar dan tidak layu. Hal ini dikarenakan media tanam telah terlebih dahulu diturunkan suhunya dengan menyemprotkan air. Selama penelitian berlang-sung, terdapat hama dan penyakit yang mengganggu tanaman. Hal ini disebabkan kondisi rumah kaca dengan ukuran screen dinding yang cukup besar dan berlubang-lubang, memungkinkan hama seperti Kutu Daun atau Aphid (Myzus persicae Sulz.) dan Thrips (Thrips parsivinus Karny) dapat masuk ke dalam rumah kaca. Serangan Aphid mulai nampak pada 2 MST (minggu setelah tanam) , yang menyebabkan daun muda menjadi keriting dan pertumbuhan daun berikutnya menjadi tidak sempurna (kecil-kecil), sedangkan hama Thrips menyerang tanaman dengan gejala yang sama seperti Aphid dan menimbulkan bercak-bercak keperakan pada daun. Aplikasi pestisida Curacon dengan konsentrasi 2 ml/l air dilakukan untuk menekan tingkat serangan hama dan hasil sekup berpengaruh. Hama lain yang menyerah tanaman cabai adalah Kutu Kebul (Besimia sp.) dengan gejala serangan pada daun terdapat bercak-bercak khlorosis kekuningan. Beberapa daun mengering dan mati layu dan gugur serta terdapat jelaga hitam pada daun dan batang. Pengendalian hama ini dilakukan dengan menyemprotkan insektisida Mitac 200 EC dengan konsentrasi 2 ml/l air.
B.
Pembahasan Berdasarkan hasil sidik ragam menunjukan bahwa ukuran polybag berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 7 MST dan 9 MST. Tinggi tanaman tertinggi di tunjukkan pada ukuran polybag 40 cm x 40 cm, dan secara statistik berbeda nyata dengan ukuran polybag 35 cm 35 cm dan polybag 30 cm x 30 cm. Hal ini diduga karena ruang tumbuh akar pada ukuran polybag 40 cm x 40 cm lebih luas dibandingkan polybag 30 cm x 30 cm dan 35 cm x 35 cm, sehingga lebih banyak unsur hara yang terserap oleh akar. Interaksi antara ukuran polybag 35 cm x 35 cm dan varietas cabai Taro menunjukan nilai paling tinggi terhadap tinggi tanaman pada umur
11
5 MST dan 7 MST. Sedangkan pada umur 1 MST, 3 MST dan 9 MST tidak menunjukan interaksi antara ukuran polybag dengan varietas. Pengaruh peningkatan tinggi tanaman ini berkaitan dengan penambahannya jumlah dan ukuran sel. Laju pembelahan sel serta pembentukan jaringan sebanding dengan pertumbuhan batang, daun dan sistem perakarannya. Pertumbuhan tinggi tanaman menunjukan aktivitas pembentukan xilem dan pembesara sel-sel yang tumbuh. Aktivitas ini menyebabkan kambium terdorong keluar dan terbentuknya sel-sel baru di luar lapisan lapisan tersebut sehingga terjadi peningkatan tinggi tanaman. Ukuran polybag berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah buah panen total. Ukuran polybag 30 cm x 30 cm menunjukan jumlah buah lebih rendah untuk jumlah buah panen total. Hal ini diduga karena kondisi pertumbuhan tanaman yang kurang optimum. Tingginya suhu udara di rumah kaca menyebabkan banyaknya bunga dan bakal buah rontok sehingga jumlah buah yang dihasilkan tidak optimal. Pembentukan buah adalah pertumbuhan pada umumnya bersamaan dengan peristiwa ini terlihat mahkota bunga, benang sari menjadi layu pada beberapa tanaman, dan bunga yang tidak dibuahi akan gugur seiring dengan pembentukan buah. Pembentukan buah merupakan salah satu komponen hasil yang menentukan, jika buah
yang terbentuk
dilanjutkan dengan perkembangan dan pertumbuhan.
Pertumbuhan buah sesudah pembuahan terjadi akibat pembesaran sel yang disertai oleh pemasukan air sebanyak-banyaknya, serta nutrisi dalam bentuk anorganik. Tanaman yang lebih tinggi dapat memberikan hasil per tanaman yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang lebih pendek. Hal ini karena tanaman yang lebih tinggi dapat mempersiapkan organ vegetatifnya lebih baik sehingga fotosintat yang dihasilkan akan lebih banyak. Untuk mendapatkan produksi cabai yang lebih tinggi perlu di tunjang oleh pertumbuhan vegetatif yang optimal antara lain ketersediaan hara dan faktor tumbuh lainnya. Analisa statistik memperlihatkan bahwa ukuran polybag berpengaruh tidak nyata terhadap bobot berangkasan total. Ukuran polybag 40 cm x 40 cm menunjukan bobot berangkasan tertinggi. Hal ini diduga karena ukuran polybag yang lebih besar memberikan pertumbuhan yang lebih baik. Fase vegetatif terutama terjadi pada perkembangan daun, batang baru dan akar. Menurut Harjadi (1995) apabila laju pembelahan sel dan perpanjangan serta pembentukan jaringan berjalan cepat,
12
pertumbuhan batang daun dan akar juga akan berjalan cepat demikian juga sebaliknya, hal ini semua bergantung pada ketersediaan karbohidrat. Hasil analisis ragam menunjukan bahwa ukuran polybag berpengaruh sangat nyata terhadap volume akar. Ukuran polybag 40 cm x 40 cm memberikan volume akar terbanyak (21.87 ml) bila dibandingkan dengan ukuran polybag 30 cm x 30 cm dan 35 cm x 35 cm. Hal ini diduga karena ukuran polybag tersebut memberikan ruang tumbuh yang lebih luas sehingga pertumbuhan dan jelajah akar lebih luas, sehingga perakaran tenaman lebih leluasa menyerap unsur hara. Menurut Aminuddin (2003) semakin besar wadah atau ukuran polybag yang digunakan, jumlah media atau bobot media yang digunakan semakin banyak sehingga dapat membuat akar leluasa untuk berkembang. Selanjutnya dia menyatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan media tanaman berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Kondisi media yang mampu menahan air serta kemampuan akar menyerap air dan mineral. Berdasarkan pengamatan secara visual terhadap akar pada akhir pengamatan, perlakuan ukuran polybag 40 cm x 40 cm memberikan pertumbuhan yang baik terhadap akar. Hal ini terlihat dari kondisi rambut akar yang tumbuh menyebar, yang artinya polybag 40 cm x 40 cm memberi ruang untuk menyediakan oksigen dan air hingga akhir pertumbuhan tanaman. Varietas berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman umur (1, 3, 5, 7, 9 MST) dan jumlah buah total. Varietas Taro menunjukan tinggi tanaman tertinggi untuk semua parameter tinggi tanaman. Hal ini diduga karena sifat pertumbuhan dari masing-masing varietas tanaman yang berbeda sehingga baik secra visual maupun statistik peubah tinggi tanaman antara kedua varietas tampak nyata. Varietas taro memiliki habitus tanaman tinggi, sehingga dari peubah tinggi tanaman varietas Taro memberikan tinggi tanaman tertinggi berbeda nyata terhadap varietas 304. Berdasarkan analisis ragam dan uji rata-rata perlakuan dapat diketahui bahwa varietas berpengaruh tidak nyata terhadap bobot buah total, bobot berangkasan dan volume akar. Varietas Taro menunjukan jumlah buah total terbanyak. Hal ini diduga karena varietas Taro menghasilkan buah yang lebat sedangkan untuk varietas 304 memiliki jumlah buah lebih sedikit dibandingkan dengan varietas Taro, selain itu kandungan unsur hara juga mempengaruhi jumlah buah. Salah satu unsur tersebut adalah nitrogen (N) yang merupakan penyusun dari semua protein dan asam nukleat. Pada umumnya
13
N diambil dari tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan Nitrat (NO3) yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan atau pembentukan bagian vegetatif tanaman seperti tinggi tanaman. Sedangkan unsur hara Kalium (K+) bergeran dalam mengatur fisiologi tanaman, antara lain memacu pertumbuhan tanaman, mengurangi keguguran pada bunga dan buah, dan tingkat kemasakan pada kulit buah lebih merata (Anonim, 1999a). Varietas Taro dan varietas 304 tidak cukup beradaptasi dengan kondisi lingkungan tumbuh sehingga tidak mempengaruhi parameter bobot buah total, bobot berangkasan dan volume akar. Polybag ukuran 35 cm x 35 cm dan 40 cm x 40 cm menunjukan variabelvariabel pertumbuhan dan hasil yang lebih baik untuk tanaman cai, bila dibandingkan dengan ukuran polybag 30 cm x 30 cm sebagai contoh untuk variabel bobot buah ukuran polibag 35 cm x 35 cm menunjukan peningkatan 3,32 % dari ukuran polybag 30 cm x 30 cm dan mengalami peningkatan sebesar 7.13 % dari ukuran polybag 40 cm x 40 cm. Tetapi antara ukuran polybag 40 cm x 40 cm dengan 35 cm x 35 cm dari hasil uji statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Dengan demikian penggunaan ukuran 35 cm x 35 cm lebih efisien karena memerlukan bobot media yang sedikit.
C.
Uji Hipotesis Dari hasil sidik ragam terlihat adanya korelasi negatif antara peubah bobot buah
(ton/ha) dengan tinggi tanaman dan volume akar. Korelasi adalah suatu ukuran keeratan hubungan antara kedua peubah. Bobot buah cabai (ton/ha) berkorelasi negatif dengan tinggi tanaman volume akar.
14
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut: 1) Taraf-taraf perlakuan ukuran polybag memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada umur 9 MST dan volume akar tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 1 dan 3 MST, jumlah buah, bobot buah dan bobot berangkasan. 2) Taraf – taraf perlakuan varietas memberikan pengaruh nyata terhadap peubah tinggi tanaman pada umur (1, 3, 5, 7, 9 MST) dan jumlah buah tidak memberikan pengaruh nyata terhadap bobot buah, bobot berangkasan dan volume akar. 3) Interaksi antara ukuran polybag dengan dua varietas cabai keriting terjadi pada
peubah
tinggi
tanaman
5
MST
dan
7
MST.
Berdasarkan hasil peneli-tian ini disarankan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pada kondisi lingkungan yang lebih ideal (rumah kaca yang lebih baik).
15
DAFTAR PUSTAKA
Aminuddin. 2003. Penggunaan Berba-gai Macam Media pada Budidaya Paprika Secara
Hidroponik.
Fakultas
Pertanian.
Institut
Pertanian
Bogor.
Anonim.1999a. Pengenalan Hidro-ponik Substrat dan NFT. Materi Pelatihan Sayuran Ekslusif. Jakarta _______.1999b. Hama-hama Penting Sayuran. Bonus Trubus No. 335 /XXX Jakarta Biro Pusat Statistik. 2001. Statistik Pertanian. Biro Pusat Statistik. Jakarta Hartus,T.2002. Berkebun Hidroponik Secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta Lakitan, B. 1993. Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta Linggga, P. 1999. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta Nawangsih, A. A dan Imdad, P. 1994. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya. Jakarta Primantoro, H. dan Yovita. 1999. Hidroponik Sayuran Untuk Bisnis dan Hobi. Penebar Swadaya. Jakarta Rukmana, R. 1996. Usaha Tani cabai Hibrida Sistem Mulsa Plastik. Kanisius. Yogyakarta Tjahjadi, N. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta
16
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian “Pengaruh Varietas dan Polybag Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Cabai” ini dengan lancar. Proposal Penelitian ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan guna sebagai salah satu tugas akhir pada Mata Pelajaran Biologi agar mendapat pengalaman sehingga dapat bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Selama prakikum kami mendapatkan bantuan, bimbingan, petunjuk dari pihakpihak yang telah membantu. Maka tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ida Sumaida, S.Pd selaku guru pembimbing kami dan juga teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Laporan Praktikum ini, semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Batumarta, Nopember 2014
Penulis
17ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ................................................................................................. i Kata Pengantar ................................................................................................ ii Daftar isi ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2 C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 2
BAB II LANDASAN TEORITIS A. Taksonomi dan Morfologi ................................................................... 3 B. Hipotesis .............................................................................................. 6
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian ................................................................................ 7 B. Populasi dan Sampel ............................................................................ 7 C. Jadwal Penelitian ................................................................................. 7 D. Bahan dan Metode ............................................................................... 7 E. Cara Kerja ............................................................................................ 9
BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengamatan ................................................................................ 11 B. Pembahasan ......................................................................................... 11 C. Uji Hipotesis ........................................................................................ 14
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan .......................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA
iii 18