OSMOREGULASI
Oleh : Nama NIM Rombongan Kelompok Asisten
: Safrina Rahmah Nasution : B1A015019 : VIII :2 : Annisa Fitri Larassagita
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN II
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS BIOLOGI PURWOKERTO 2017
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap organisme pada saat beraktivitas masing-masing melakukan adaptasi untuk dapat tetap bertahan hidup dalam lingkungannya.Bentuk adaptasi yang dilakukan organisme pun berbeda, ada beberapa organisme yang bentuk adaptasinya dapat dilihat secara morfologi dan adapula yang beradaptasi secara fisiologi. Misalnya saja organisme perairan, organisme yang hidup diperairan tawar tentu memiliki bentuk adaptasi yang berbeda dan beberapa organ khusus yang digunakan dnegan berbagai cara (Palallo, 2010) Faktor lingkungan seperti faktor fisika, faktor kimia, dan faktor biologi akan sangat mempengaruhi kehidupan suatu organisme. Faktor yang mendukung kehidupan organisme di perairan salah satunya adalah kadar salinitas dalam perairan. Tingkat salinitas disuatu perairan baik itu air tawar, air payau, air laut akan mempengaruhi keberadaan organisme yang ada di perairan tersebut, hal ini sangat terkait erat dengan tekanan osmotik dari ikan untuk melangsungkan kehidupannya. Hewan air dalam hidupnya memerlukan kadar garam internal minimal, hal tersebut untuk mengantisipasi agar tidak terjadi dehidrasi ikan akan senantiasa beradaptasi terhadap salinitas lingkungannya. Salinitas yang semakin tinggi akan lebih menyulitkan bagi hewan untuk beradaptasi (Ville et al., 1988). Menurut Fujaya (2004), osmoregulasi merupakan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuh yang dilakukan oleh organisme air untuk mengatur kehidupannya sehingga proses-proses fisiologis berjalan normal. Osmoregulasi ini dilakukan untuk menjaga ikan tersebut agar tetap bertahan hidup. Organisme hewan air (Ikan) tawar dan air laut sangatlah berbeda, artinya bahwa ketika kedua organisme ini dimasukkan kedalam habitat yang berbeda (bukan habitat asalnya) maka proses osmoregulasi akan bertambah tinggi. Hal ini terjadi karena adanya penyesuaian cairan tubuh dengan lingkungannya. Beberapa spesies ikan mampu beradaptasi dengan salinitas yang tinggi maupun rendah namun tetap memiliki batas toleransi, semakin lama suatu organisme hewan air (ikan) pada salinitas tertentu maka akan cenderung melakukan osmoregulasi yang tinggi, sehingga akan mengeluarkan energi yang banyak dan dalam jangka tertentu akan menyebabkan kematian pada organism hewan air (ikan) itu sendiri.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mempelajari osmoregulasi pada hewan eurihalin (hewan yang mampu hidup dalam perairan dengan salinitas yang cukup luas), ikan Nila (Oreochromis niloticus) serta hewan stenohalin, ikan Nilem (Osteochilus vittatus) dan pengukuran kadar air pada ikan dengan salinitas berbeda.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Alat yang digunakan adalah akuarium, kertas label, contrainer , wadah benih ikan, dan bak preparat. Bahan yang digunakan adalah benih ikan Nila (Oreochromis niloticus), benih ikan Nilem (Osteochilus hasselti), ikan Nila (Oreochromis niloticus), ikan Nilem (Osteochilus hasselti), air tawar (salinitas 0 ppt), air bersalinitas 5 ppt, 15 ppt, 25 ppt dan 35 ppt. 2.2 Cara Kerja
2.2.1
Pengamatan toleransi salinitas Metode direct transfer 1. Larva Ikan Nilem dan Nila 5 ekor ditempatkan pada wadah air masingmasing dengan salinitas 0 ppt, 5 ppt, 15 ppt, 25 ppt dan 35 ppt. 2. Masing-masing larva Ikan Nilem dan Nila diamati setiap 10, 20, 30 dan 40 menit. 3. Lakukan pengamatan pada masing-masing wadah, dan dihitung larva ikan yang masih hidup. 4. Pengambilan data sintasan dilakukan dengan menghitung jumlah larva ikan yang hidup pada awal dan akhir penelitian. Metode gradual transfer 1. Larva Ikan Nilem dan Nila ekor ditempatkan pada wadah air masingmasing dengan salinitas 0 ppt, pada 24 jam berikutnya ikan dipindahkan pada wadah air masing-masing dengan salinitas 5 ppt, begitu selanjutnya hingga 96 jam. 2. Larva Ikan diamati setiap 24, 48, 72 dan 96 jam dan dihitung larva ikan yang masih hidup. 3. Pengambilan data sintasan dilakukan dengan menghitung jumlah larva ikan yang hidup pada awal dan akhir penelitian.
2.2.2
Pengamatan Kadar Air 1. Ikan ditimbang sebelum diberi perlakuan
2. Ikan ditempatkan pada air dengan salinitas 0, 5, 15, 25, dan 35 ppt selama 24 jam. 3. Ikan ditimbang sebelum dimasukkan kedalam oven sebagai berat basah. 4. Ikan dioven pada suhu 70 o C selama ± 1 minggu 5. Berat kering ikan ditimbang setelah diberi perlakuan. 6. Kadar air ikan dihitung dengan rumus : KA = (BB-BK)/BB x 100%
I.2 Pembahasan
Osmoregulasi adalah kemampuan organisme untuk mempertahankan keseimbangan kadar osmotik dalam tubuh didalam zat yang kadar garamnya berbeda. Osmoregulasi juga suatu upaya untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dengan lingkungannya. Pengaturan terhadap tekanan osmotik cairan tubuh yang relatif konstan merupakan hal yang dibutuhkan ikan agar proses fisiologi dalam tubuhnya berjalan normal (Papakostas et al., 2012). Osmoregulasi pada ikan air tawar melibatkan pengambilan ion dari lingkungan untuk membatasi kehilangan ion. Air akan masuk ke tubuh ikan karena kondisi tubuhnya hipertonik, sehingga ikan banyak mengeksresikan air dan menahan ion (Passino et al., 1977). Hewan jika dilihat dari kemampuan dalam menyesuaikan diri dibagi menjadi dua kelompok yaitu osmoregulator dan osmokonformer. Osmoregulator adalah hewan yang konsentrasi cairan tubuhnya konstan atau tidak berubah terhadap konsentrasi lingkungan eksternalnya. Hewan osmoregulator harus menyesuaikan osmolaritas internalnya, karena cairan tubuh tidak isoosmotik dengan lingkungan luarnya. Hewan osmoregulator harus membuang kelebihan air jika hewan itu hidup dalam lingkungan hiperosmotik, ikan Nila dan Nilem termasuk dalam kelompok osmoregulator. Osmokonformer merupakan hewan yang konsentrasi osmotik cairan tubuhnya berubah-ubah sesuai dengan konsentrasi lingkungan eksternalnya misalnya pada ikan laut (Hoar, 1984). Hewan eurihalin adalah hewan yang dapat hidup dalam perairan dengan rentang salinitas yang cukup luas. Hewan-hewan tersebut memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan tekanan osmotik dalam tubuh dengan media dengan cepat, contoh dari hewan ini adalah ikan Nila ( Oreochromis niloticus). Ikan eurihalin seperti ikan Nila memiliki sel klorida yang bermanfaat untuk transport ion sehingga mampu bertahan pada rentang salinitas yang cukup luas. Hewan stenohalin adalah hewan yang dapat hidup dalam perairan dengan rentang salinitas yang sempit. Hewan ini tidak mampu hidup di lingkungan yang salinitasnya selalu berubah-ubah. Contohnya adalah ikan Nilem (Osteochilus hasselti) (Hickman, 1972). Menurut Kultz (2015), Salinitas adalah sebuah properti yang melekat pada air, mewakili ukuran kandungannya garam yang terlarut (terionisasi). Kandungan unsur
termodinamika
pada
air
peranan
salinitas
sangat
bagus
untuk
mendefinisikan karakteristik habitat untuk ikan dan organisme air lainnya.
Salinitas habitat mewakili salah satu faktor abiotik utama yang mengatur aktivitas dan distribusi ikan dan hewan air lainnya. Perubahan salinitas pada habitat air menyebabkan stress salinitas yang dapat mengganggu homeostasis dan proses biologi rutin. Berhubungan dengan tekanan osmosis cairan tubuh dan lingkungan dimana hewan hidup dikenal hewan yang isoosmotik, hiperosmotik, dan hipoosmotik. Isoosmotik berarti tekanan osmotik cairan tubuhnya sama dengan tekanan osmotik lingkungan. Hiperosmotik berarti hewan yang mempunyai tekanan osmotik cairan tubuh lebih tinggi dari tekanan osmotik lingkungan, sedangkan hewan hipoosmotik tekanan osmotik cairan tubuhnya lebih rendah daripada tekanan osmotik lingkungan (Noortiningsih et al., 2009). Hartono (2010), menyatakan bahwa hewan yang tergolong ke dalam hewan hiperosmotik misalnya pada ikan air tawar (Potadrom). Hewan yang tergolong ke dalam hewan hipoosmotik misalnya pada jenis ikan air laut (Oseandrom). Hewan yang tergolong ke dalam hewan isoosmotik misalnya pada ikan- ikan yang hidup pada daerah eustaria. Perbedaan antara osmoregulasi ikan air tawar dan ikan air laut jika dilihat dari sistem keseimbangannya, ikan air tawar termasuk hipertonik karena tekanan osmotik lingkungan lebih rendah di bandingkan dengan tekanan osmotik lingkungan sehingga untuk melakukan proses osmoregulasi ikan air tawar lebih banyak melakukan pembuangan urine. Hal ini dilakukan karena untuk mengontrol keseimbangan garam-garam yang ada dalam tubuhnya. Sedangkan pada ikan air laut karena bersifat hipotonik maka lebih cenderung banyak minum agar garamgaram di dalam tubuhnya tetap netral sehingga tidak terjadi yang namanya dehidrasi
(Takeuchi
et
al.,
2002).
Sel
yang
berperan
dalam
proses osmoregulasi adalah sel chloride yang terletak dilembaran-lembaran insang. Perlakuan salinitas yang lebih tinggi membutuhkan energi yang lebih untuk melakukan aktivitas pemindahan ion Na+ melalui transport aktif. Hal inilah yang menyebakan sumber energi lebih banyak digunakan untuk proses osmoregulasi (Lestari et al., 2017). Saat ikan berada pada medium bukan air tawar maka terjadi perubahan osmoregulasi dimana air pada medium akan masuk ke dalam tubuh pada medium tawar dan cairan tubuh keluar dalam cairan medium bukan air tawar, maka pada medium bersalinitas tinggi ikan harus mampu menjaga cairan dalam tubuhnya dan
mengeluarkan ion-ion yang masuk ke dalam tubuh ketika ikan meminum air dari medianya (Kimball, 2004). Berdasarkan hasil praktikum yang menggunakan 10 ekor larva ikan Nila dengan perlakuan direct transfer menunjukkan bahwa hubungan antara sintasan dan salinitas terhadap kelangsungan hidup larva ikan Nila semua ikan masih dapat bertahan hidup pada salinitas 0 ppt, 5 ppt, dan 15 ppt pada menit 10, 20, 30, dan 40 dengan sintasan hidup 100%. Salinitas 25 ppt, ikan dengan sintasan hidup 50% mulai pada menit ke 10, 20, 30, dan 40. Salinitas 35 ppt, ikan dengan sintasan 50% pada menit ke 10 dan 20, menit ke 30 turun menjadi 40%, dan pada menit ke 40 turun menjadi 30%. Pengamatan pada gradual transfer pada salinitas 0 pada 24 jam pertama larva ikan nila yang bertahan hidup 100%, pada 48 jam menurun menjadi 80%, 72 jam menurun menjadi 50% dan 96 jam menjadi 0%. Hasil yang diperoleh sesuai dengan penelitian Wahyurini (2005), terhadap benih ikan Nila Merah, bahwa rata-rata tingkat kelangsungan hidup pada media percobaan dengan salinitas 10% menunjukkan angka yang paling tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata tingkat kelangsungan hidup benih ikan Nila Merah pada media percobaan dengan salinitas 15%, 20% dan 25%. Hal ini disebabkan karena pada media percobaan benih ikan Nila Merah dengan salinitas 10% adalah paling dekat dengan salinitas medium awal (0%), sehingga ikan beradaptasi dengan baik dalam proses osmoregulasi terhadap lingkungannya . Praktikum kali ini juga menggunakan 10 ekor larva ikan Nilem dengan perlakuan yang sama yaitu pada perlakuan direct transfer kelangsungan hidup atau sintasan hidup larva ikan Nilem dalam salinitas 0 ppt, 5 ppt, 15 ppt dan 25 ppt pada menit 10, 20, 30, dan 40 adalah 100%. Sintasan larva ikan Nilem pada salinitas 35 ppt pada menit 10, 20, 30, dan 40 adalah 80%. Perlakuan gradual transfer sintasan hidup larva ikan Nilem pada salinitas 0 ppt setelah 24 jam sintasan larva ikan nilem 80%, pada salinitas 5 ppt setelah 48 jam sintasannya turun menjadi 60%, pada salinitas 15 ppt setelah 72 jam menjadi 40% dan pada salinitas 25 ppt dan 35 ppt sintasan larva ikan nilem 0%. Hasil yang didapatkan sesuai dengan pernyataan Hurkat & Mathur (1976), bahwa ikan Nilem merupakan ikan stenohalin yaitu ikan yang tidak dapat beradaptasi pada dua lingkungan berbeda yang mampu berpindah dari perairan tawar ke perairan laut dan sebaliknya, ikan Nilem memiliki sifat hipertonik yakni kadar konsentrasi pada
plasma darah lebih tinggi daripada nilai konsentrasi medianya. Ikan Nilem tidak mampu beradaptasi terhadap lingkungan dengan salinitas tinggi. Hasil perhitungan kadar air pada ikan nilem dengan berat basah 8,49 gr, berat kering 2,25 gr adalah 73,49%. Ikan nila dengan berat basah 6,62 gr, berat kering 1,98 gr memiliki kadar air sebesar 70,09%. Menurut DSN (Dewan Standarisasi Nasional) (1994), ikan nila memiliki kandungan air sebesar 70-80%.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Osmoregulasi artinya kemampuan untuk mengatur komposisi cairan tubuh dalam batasan konsentrasi ion dan air tertentu. 2. Ikan Nila (Oreochromis sp) jika dilihat dari toleransinya terhadap perubahan kadar garam termasuk kedalam ikan yang eurihalin. Ikan eurihalin mempunyai mekanisme pengaturan renal dan ekstrarenal dalam merespon perubahan salinitas yang terjadi dalam lingkungannya. Kebalikan dari eurihalin adalah kelompok hewan stenohalin. Hewan stenohalin adalah hewan yang toleransi terhadap perubahan salinitasnya sempit, contohnya ikan Nilem (Osteochilus vittatus). 3. Semakin tinggi salnitas maka nilai osmolitas plasma dan media semakin tinggi.
DAFTAR REFERENSI
Fujaya, Y. 2004. Fisiologi Ikan. Jakarta: Rineka Cipta. Hartono, 2010. SPSS 160 Analisis Data Statistik dan Penelitian Edisi-2. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Hickman, C. F. 1972. Biology of Animals. Saint Louis: The C. V. Mosby Company Hoar, W. S. 1984. General and comparative physiology 3 rd . New Delhi : Prentice Hall of India Private Limited.Hurkat and Martur. 1976. A Text Book of Animal Physiology. New Delhi: Chank and Co. Ltd. Hurkat, D. C., & Marthur, P.N. 1976. A Text Book of Animal Physiology. New Delhi: S. Chand and Co CPJ. Kimball, N. A. 2004. Biologi Jilid III . Jakarta: Erlangga. Kultz, D. 2015. Physiological mechanisms used by fish to cope with salinity stress. The company of biologist, 218, pp. 1907-1914. Lestari, S.N., Rachmawati, F.N., & Susilo, U. 2017. Perubahan Kadar Protein dan Status Lipostatik Ikan Sidat ( Anguilla Bicolor ) Stadia Silver yang Dipelihara pada Salinitas yang Berbeda. Scripta Biologica, 4(1), pp. 4145. Noortiningsih, Ratmini, A.N., & Wiryanti, I. 2009. Fisiologi Hewan. Jakarta: Laboratorium Zoologi Fakultas Biologi Universitas Nasional. Palallo, A. 2010. Osmoregulasi. Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Papakostas., S, Vasema., A, Perka., J, Himberg., M, Peil., L, & Primmer., CR. 2012. A Proteomics Approach Reveals Divergent Molecular Responses to Salinity in Populations of European Whitefish ( Coregonus lavaretus). Journal of molecular ecology, 10(111), pp. 165-174. Passino, D. R. M; R. R. Miller; J. C. Bardach & K. F. Lener. 1977. Ichtiology. New York: John Willey and Sons Inc. Takeuchi, K., Toyohara, H., & Sakaguchi, M. 2002. Effect of hyper- and hypoosmotic stress on protein in cultured epidermal cell of common carp. Fisheries Science, 66: 117-123. Villee, C.A., Walker, W.F., & Barnes, R.D. 1988. General Zoology. Philadelphia: W.B. Saunders Company. Wahyurini, E.T. 2005. Pengaruh Perbedaan Salinitas Air Terhadap Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis niloticus). Jurnal Universitas Islam Madura, 1(1), pp. 87-97.