LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
KERJA ENZIM KATALASE
Nama
: Natalina
NIM
: J1C108027
Kelompok : 6 (enam) Asisten
: Ernawati
PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT BANJARBARU 2010
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metaboliesme-perantara (intermediary methabolishm ) dari sel. Pada tahun 1860, telah menunjukkan bahwa proses fermentasi dikatalisa oleh enzim yang secara struktuil terikat di dalam sel ragi. Ekstraksi enzim pertama kali dilakukan oleh Buchner terhadap sel ragi yang berfungsi dalam fermentasi alkohol (Wirahadikusumah, 1992). Enzim adalah katalisasi sejati. Enzim meningkatkan kecepatan reaksi dengan menurunkan energi aktivasinya. Secara umumnya ada 2 cara untuk meningkatkan kecepatan reaksi kimia yaitu : 1. Meningkatkan suhu, kecepatan reaksi meningkat sampai 2 kali dengan kenaikan suhu
10 0C.
2. Menggunakan katalisator yaitu menurunkan batas penghalang energi. Enzim dapat bekerja hanya pada substrat tertentu. Enzim berikatan dengan substratnya (beberapa substratnya ketika terdapat dua atau lebih reaktan). Pada saat enzim dan substrat berikatan, kerja katalitik enzim tersebut akan mengubah substrat menjadi produk (atau beberapa produk) reaksi. Setiap enzim dapat membedakan substratnya dari senyawa yang sangat dekat sekalipun hubungannya seperti isomer. Hal ini terjadi karena enzim merupakan salah satu protein, dan protein merupakan makromolekul dengan konformasi tiga dimensi yang unik. Kekhususan suatu enzim disebabkan oleh bentuknya tersebut. Hanya daerah tertentu dari molekul enzim itu yang sesungguhnya berikatan dengan substrat. Daerah ini disebut sebagai tempat aktif yang merupakan kantong atau lekukan yang khas pada permukaan protein tersebut. Tempat aktif ini adalah pusat dari katalitik enzim (Kimball, 1983). 1.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui enzym katalase adalah protein dan untuk mengetahui pengaruh asam dan basa terhadap kerja enzim.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Enzim adalah protein katalitik yaitu suatu agen kimiawi yang mengubah laju reaksi tanpa harus dipergunakan oleh reaksi itu. Tidak adanya enzim, lalu llintas kimiawi melalui jalur-jalur metabolisme akan menjadi sangat macet. Suatu enzim dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menurunkan rintangan energi aktivasinya. Enzim hanya dapat mempercepat reaksi yang memang pada akhirnya akan terjadi sangat lambat, akan tetapi fungsi ini memungkinkan sel untuk memiliki suatu metabolisme yang dinamis. Selanjutnya karena enzim sangat selektif dalam hal reaksi yang dapat dikatalisisnya, maka enzim itu akan menentukan proses kimiawi mana yang akan berlangsung pada suatu sel pada waktu tertentu (Campbell, 2000). Katalase adalah enzim yang dapat menguraikan hidrogen peroksida yang tidak baik bagi tubuh makhluk hidup menjadi air dan oksigen yang sama sekali tidak berbahaya. Selain itu, enzim ini di dalam tubuh manusia juga menguraikan zat-zat oksidatif lainnya seperti fenol, asam format, maupun alkohol yang juga berbahaya bagi tubuh manusia. Katalase terdapat hampir di semua makhluk hidup. Enzim ini diproduksi oleh sel di bagian badan mikro, yaitu perioksisom bagi sel, enzim ini adalah bodyguard yang melindungi bagian dalam sel dari kondisi oksidatif yang bagi kebanyakan orgnisme ekuivalen dengan kerusakan (Streyer, 2000). Hidrogen peroksida dengan rumus kimia bila H2O2 ditemukan oleh Louis Jacquea Thenard pada tahuna 1818. Senyawa ini merupakan bahan kimia organik yang memiliki sifat oksidator kuat dan bersifat racun dalam tubuh. Senyawa peroksida harus segera di uraikan menjadi air (H 2O) dan oksigen (O 2) yang tidak berbahaya. Enzim katalase mempercepat reaksi penguraian peroksida (H2O2) menjadi air (H2O) dan oksigen (O 2). Penguraian peroksida (H 2O) ditandai dengan timbulnya gelembung (Wirahadikusuma, 1992). Enzim katalase dari mamalia seperti manusia, ataupun sapi, ataupun mikroba moderat (jamur) misalnya, hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40 ○C derajat celcius. Jika suhu terlalu rendah ( < 10 ○C) , maka enzim ini akan berhenti bekerja, tetapi tidak mengalami kerusakan dan akan bekerja kembali jika suhu
telah normal. Jika suhu terlalu tinggi ( >40○C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai kembali (Streyer, 2000). Reaksi-reaksi yang berlangsung didalam tubuh makhluk hidup terjadi pada suhu 27 ○C, misalnya pada tumbuhan dan pada tubuh hewan berdarah dingin; atau pada suhu 37 ○C, misalnya pada tubuh hewan berdarah panas.Pada suhu tersebut proses oksidasi akan berjalan lambat.Agar reaksi-reaksi berjalan lebih cepat diperlukan katalisator.Katalisator adalah zat yang mempercepat reaksi tetapi zat tersebut tidak ikut bereaksi. Katalisator didalam sel makhluk hidup disebut biokatalisator atau enzim (Aryulina, 2007). Dengan menaikkan temperatur, jumlah molekul yang dapat masuk ke keadaan transisi bertambah. Dalam banyak reaksi kimia, pertambahan suhu 10 oC menyebabkan berlipat gandanya laju reaksi kimia. Fungsi katalisator adalah mempercepat reaksi kimia dengan cara menurunkan energi bebas pengaktifan. Dalam hal ini, katalisator bergabung dengan reaktan, sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan transisi yang memiliki energi bebas lebih rendah dibandingkan keadaan reaksi tanpa katalisator. Setelah hasil reaksi terbentuk (produk), katalisator dibebaskan kembali ke keadaan semula (Wirahadikusumah, 1992). Penggunaan makanan untuk keperluan berbagai macam aktivitas tubuh termasuk untuk pemeliharaan pertumbuhan dan pelepasan energi kimia, diperlukan suatu tahap dimana hewan harus mencerna dulu makanan tersebut. Pencernaan merupakan proses kimia yang rumit dimana enzim yang khusus diperlukan untuk mengkatalisis pencernaan molekul subtansi makanan menjadi senyawa kimia yang sederhana dan berukuran kecil sehingga dapat dengan segera menembus dinding usus menuju ke dalam darah. Sebagai contoh, dapat dikemukakan disini bahwa tepung yang merupakan polisakarida berantai panjang dipecah menjadi disakarida dan polisakarida, demikian juga protein dipecah menjadi tripeptida, dipeptida dan akhirnya menjadi asam amino (Wulangi, 1993).
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 9 April 2010 jam 15.45 – 18.00 wita di Laboratorium Biologi I, Laboratorium Dasar MIPA Universitas Lambung Mangkurat. 3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu lumpang dan alu porselen, beaker glass 100 ml, corong, tabung reaksi, neraca ohaus, kertas saring, pipet tetes, gelas ukur, sentrifuge dan tabung sentrifuge. Bahan yang digunakan yaitu aquadest, larutan H2O2 0,2%, larutan NaOH 10%, dan larutan CuSO4 2%. Prosedur Kerja 3.3.1 Membuktikan bahwa enzim katalase adalah protein 1.
Ditimbang hati ayam seberat 5 gr dan dihancurkan hingga halus.
2.
Ditambahkan 20 ml aqudest dan diaduk hingga homogen.
3.
Disaring campuran hati dan ditampung dalam beaker gelas.
4.
Dimasukkan ekstrak hati tersebut ke dalam tabung sentrifuge, kemudian disentrifuge hingga diperoleh supernatan (SLE).
5.
Dimasukkan 1 ml SLE ke dalam tabung reaksi dan dilakukan uji biuret dengan diteteskan larutan NaOH 10% dan CuSO4 2% (masing-masing 2 tetes).
6. Diamati dan dicatat reaksi yang terjadi. 3.3.2 Pengaruh kepekatan terhadap kerja enzim katalase 1.
Disediakan 6 tabung reaksi dan diberi label A, B, C dan 1, 2, 3.
2.
Diisi tabung A, B, dan C dengan larutan H2O2 0,2% masingmasing sebanyak 1 ml.
3.
Diisi tabung 1, 2, 3 dengan SLE dengan kepekatan yang berbeda yaitu : a. 100% SLE dalam tabung 1 b. 50% SLE dalam tabung 2 c. 25% SLE dalam tabung 3
4.
Diteteskan SLE tabung 1 ke dalam tabung A dan dihitung banyaknya tetesan SLE yang diperlukan untuk diuraikan H2O2 sampai terbentuk gelembung, dilakukan hal tersebut untuk tabung 2 dan 3
5.
Dibuat grafik yang dihubungkan kepekatan enzim katalase dengan banyaknya tetesan untuk diuraikan H 2O2
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil
4.1.1 Membuktikan bahwa enzim katalase adalah protein Larutan Warna awal SLE
Perubahan coklat keruh
1 mL SLE+NaOH
coklat bening
4.1. Pengaruh kepekatan terhadap kerja enzim katalase Komposisi larutan 100% SLE pada tabung 1
Jumlah tetesan 6 tetesan
50% SLE pada tabung 2
15 tetesan
25% SLE pada tabung 3
24 tetesan
Grafik Hubungan antara Kepekatan dengan Tetesan SLE 120% 100% 80% 60% 40%
E L 20% S tn a k p e K 0% 0
5
10
15
20
Banyaknya tetesan SLE
25
4.2 Pembahasan
Pada
praktikum
ini
menggunakan
hati
ayam
sebagai
bahan
percobaannya. Hati ayam digunakan dalam praktikum ini karena dalam sel-sel hati ayam memiliki banyak organel peroksisom yang memproduksi enzim katalase yang mampu menguraikan racun termasuk hydrogen peroksida atau peroksida (H2O2), hal ini berkaitan dengan fungsi hati sebagai penawar racun. Pengujian ini dilakukan dengan penetesan SLE dari hati ayam ke dalam larutan yaitu hidrogen peroksida (H 2O2), kemudian saat penetesan akan terjadi gelembung udara. Dalam praktikum ini digunakan 2 larutan yaitu NaOH dan H 2O2, 2 larutan ini memiliki fungsi masing-masing. NaOH berfungsi sebagai larutan reaksi biuret yang menunjukan bahwa enzim katalase itu adalah protein, sedangkan H2O2 berfungsi sebagai senyawa racun yang akan bereaksi dengan enzim katalase. Tanda uji positif reaksi ini adalah jika terjadi perubahan warna menjadi biru tua hingga ungu, ini menandakan pada larutan terdapat ikatan peptida dan protein. Warna ungu atau biru tua terjadi karena terbentuknya senyawa kompleks dengan ion pusat Cu 2+ dan gugus-gugusnya NH 2, dan protein sebagai ligan juga memiliki ikatan peptida. Uji biuret yang dilakukan pada enzim katalase menunjukan uji negatif karena tidak terbentuk warna biru tua atau ungu yang artinya pada enzim tersebut tidak terkandung protein. Hal ini tentu saja bertentangan dengan teori yang telah ada, teorinya adalah enzim adalah suatu kelas protein yang terdiri dari ikatanikatan peptida sehingga jika dilakukan uji biuret hasilnya tentu akan positif dengan terbentuknya kompleks warna ungu. Reaksi pada uji ini adalah sebagai berikut : R CH COOH + 2NaOH
NH2
2R CH COONa + 2H2O
NH2 NH2 R CH COO
2R CH COONa + CuSO 4 NH2
Cu + Na2SO4
R CH COO NH2
Kegagalan pada praktikum ini disebabkan karena uji biuret yang dilakukan tidak lengkap, sebab setelah supernatan (SLE) ditetesi NaOH, hati ayam tidak ditetesi oleh CuSO4 sehingga tidak terbentuk senyawa kompleks dengan ion pusat Cu 2+ dan gugus-gugusnya NH 2, dan protein sebagai ligan juga memiliki ikatan peptida. Warna ungu atau biru tua terbentuk karena adanya senyawa kompleks dengan ion pusat Cu 2+, jika hanya ditambahkan NaOH protein hanya berikatan dengan Na dan tidak mengalami perubahan warna yang berarti. Hal ini yang membuat uji biuret pada hati tidak menunjukkan uji positif. Untuk mengetahui pengaruh kepekatan terhadap kerja enzim katalase. Maka dilakukan beberapa perlakuan yaitu SLE dengan konsentrasi 100%, yaitu larutan SLE tanpa aquades, SLE dengan konsentrasi 50%, yaitu terlarut 2 mL supernatan ditambah 2 ml aquadest, dan SLE dengan konsentrasi 25%, yaitu terlarut 1 ml supernatan + 3 ml aquadest. Kemudian SLE pada masing-masing konsentrasi tersebut kemudian diteteskan dengan H 2O2 0,2% dan dihitung jumlah tetesannya sampai gelembung awal terbentuk. Hal ini dilakukan karena enzim katalase akan mengkatalisis perubahan dua molekul hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen, dengan tanda adanya terbentuk gelembung. Adanya gelembung memperlihatkan adanya suatu reaksi oksidasi pada larutan tersebut. Dari pengamatan yang dilakukan didapat bahwa untuk SLE 100% diperlukan 6 tetes untuk menguraikan H 2O2, untuk SLE 50% diperlukan 15 tetes dan SLE 25% memerlukan 24 tetes. Dari sini kita dapat melihat bahwa makin besar konsentrasi SLE makin banyak SLE yang kita perlukan untuk menguraikan H2O2. Bentuk reaksi kimia penguraian H2O2 adalah: Enzim katalase
2H2O2
2H2O + O2
Dari percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil yaitu untuk SLE 100% diperlukan 6 tetes untuk menguraikan H 2O2, untuk SLE 50% diperlukan 15 tetes untuk menguraikan H 2O2 dan SLE 25% diperlukan 24 tetes untuk menguraikan H2O2. Dari hasil ini dapat dikatakan bahwa makin besar kepekatan SLE semakin banyak SLE yang kita perlukan untuk menguraikan H 2O2.
Pada pH yang mendekati netral bahkan netral, katalase akan kehilangan aktivitasnya dengan cepat. Oleh karena itu semakin kurang kepekatan enzim katalase semakin mendekati netral pHny maka katalase akan mengalami penurunan aktivitas, sehingga harus diperlukan banyak SLE untuk menguraikan peroksida.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hati ayam digunakan dalam praktikum ini karena dalam sel-sel hati ayam memiliki banyak organel peroksisom yang memproduksi enzim katalase yang mampu menguraikan racun termasuk hydrogen peroksida atau peroksida (H2O2). 2. Uji biuret pada SLE menunjukkan hasil yang negatif, karena kesalahan dalam menambahkan pereaksi yaitu tidak ditambahkan dengan larutan CuSO 4 yang dapat menunjukan warna ungu atau biru tua. 3. Enzim katalase berfungsi untuk menguraikan H 2O2 menjadi O2 dan H2O yang tidak berbahaya terhadap tubuh. 4. Pada uji kepekatan terhadap kerja enzim katalase diperoleh hasil untuk terbentuknya gelembung pada SLE 100% adalah 6 tetes, SLE 50% memerlukan 15 tetes dan SLE 25% memerlukan 24 tetes. 5. Semakin besar kepekatan SLE semakin banyak pula SLE yang kita perlukan untuk menguraikan H 2O2 menjadi O2 dan H2O. 5.2 Saran
Sebaiknya bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum dapat digunakan semuanya, sehingga hasil praktikum dapat lebih akurat dan tepat sesuai teori.
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina, Dyah. 2007. Biologi III. Esis, Jakarta Campbell, N. A. 2000 . Biologi Edisi Kelima . Penerbit Erlangga, Jakarta Kimball, J. W. 1983. Biologi Edisi Kelima .Penerbit Erlangga, Jakarta. Streyer, L. 2000. Biokimia . Buku Kedokteran, Jakarta Wirahadikusuma, M. 1992. Biokimia. Penerbit ITB, Bandung Wulangi, K.S. 1993. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta