KONSEP PENYAKIT KEJANG DEMAM KOMPLEKS (KDK)
A. Definisi
Kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu tubuh. Kejang demam ialah bangkitan kejang yg terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38 C) yang disebabkan oleh suatu proses
ekstrakranium. Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh seperti suhu rektal >38 o C yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. 1 Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi dan anak biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Kejang demam kompleks adalah kejang fokal atau parsial, berlangsung lebih dari 15 menit dan berulang dalam 24 jam. Sekitar 30% pasien kejang demam ditemui dengan keadaan kejang demam kompleks (Sihaloho, 2015).
B. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Sistem saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta
medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis). Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid dan piamater. Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari : a. Cerebrum (otak besar) Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media. Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran. Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis. Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah : 1) Thalamus Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi
thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri. 2) Hypothalamus Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan h aus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan.
Seperti
pada
kasus
kejang
demam,
hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik ekstrakranium. 3) Formation Reticularis Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke cortex cerebri. b. Serebellum Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior. Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsun g keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu.
Nervus cranialis ada 12 pasang : 1) N. I
: Nervus Olfaktorius
2) N. II
: Nervus Optikus
3) N. III
: Nervus Okulamotorius
4) N. IV
: Nervus Troklearis
5) N. V
: Nervus Trigeminus
6) N. VI
: Nervus Abducen
7) N. VII
: Nervus Fasialis
8) N. VIII
: Nervus Akustikus
9) N. IX
: Nervus Glossofaringeus
10) N. X
: Nervus Vagus
11) N. XI
: Nervus Accesorius
12) N. XII
: Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system simpatis dan parasimpatis. Yang termasuk dalam sistem saraf simpatis adalah : 1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya 2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis 3) Pleksus pre vertebral: Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral. System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu : Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis: 1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak 2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
C. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000). Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001). D. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar sel neuron terjadi keadaan sebaliknya. Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya : a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan. Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya sehingga terjadi kejang. Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38 C, sedang pada ambang kejang
tinggi baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Pathway
E.
Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi dua jenis, yaitu kejang demam simpleks dan kejang demam kompleks. 1. Kejang demam simpleks adalah kejang yang berlangsung kurang dari 15 menit, kejang bersifat umum, dan tidak berulang dalam 24 jam. Kejang demam sederhana atau simpleks yaitu kejang yang berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum, tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan 80% di antara seluruh kejang demam.1,4. 2. Kejang demam kompleks adalah kejang fokal atau parsial yang berlangsung lebih dari 15 menit dan berulang dalam 24 jam. Sekitar 30% pasien kejang demam ditemui dengan keadaan kejang demam kompleks. kejang demam kompleks yaitu kejang demam dengan salah satu ciri berikut: kejang lama >15 menit, kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial, dan kejang berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
F.
Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain : 1. klien kurang selera makan (anoreksia) 2.
klien tampak gelisah
3. badan klien panas dan berkeringat 4.
mukosa bibir kering
G.
Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis. Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak sehingga terjadi epilepsy. Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam : a. Pneumonia aspirasi b. Asfiksia c. Retardasi mental
H.
Penatalaksanaan / Pengobatan
Pertolongan pertama yang diberikan pada pasien ini adalah : 1.
Pemberian oksigen sebanyak 2 liter saat mengalami kejang merupakan tindakan yang tepat. Hal ini dikarenakan pada saat seorang anak sedang dalam keadaan kejang maka suplai oksigen ke ota k semakin berkurang.
2.
Pengobatan fase akut pada waktu kejang dengan memiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan dan diusahakan jalan nafas harus bebas agar pasokan oksigen terjamin.
3.
Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernafasan, dan fungsi jantung. 12-15 Saat pasien dibawa ke rumah sakit pasien sudah tidak kejang, namun suhu tubuh pasien masih tinggi yaitu 38,70 C.
4.
Penatalaksaan yang direncanakan jika terjadi serangan kejang adalah pemberian diazepam suppositoria 10 mg. Tatalaksana tersebut sudah
tepat. Obat yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena atau per rektal. Kadar diazepam tertinggi dalam darah akan tercapai dalam waktu 1-3 menit apabila diberikan secara intravena, dan tercapai dalam waktu 5 menit bila diberikan secara per rektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB, diberikan perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3- 5 menit dengan dosis maksimal 20 mg. 5.
Pengobatan jangka panjang kejang demam diberikan bila ada lebih dari satu keadaan berikut: kejang demam lebih dari 15 menit, adanya defisit neurologis yang jelas baik sebelum maupun sesudah kejang misalnya serebral palsi, retardasi mental, atau mikrosefal, kejang demam fokal, dan adanya riwayat epilepsi dalam keluarga.
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu : a. Memberantas kejang secepat mungkin Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara intramuskulus.
b. Pengobatan Penunjang Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring. c. Pengobatan di rumah Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi atas 2 golongan yaitu :
1. Profilaksis intermitten Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi 2. Profilaksis jangka panjang Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari. I. Asuhan Keperawatan 1.
Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data – data, mengelompokkan dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan. Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar praktek keperawatan dari American Nursing Association. Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien untuk
mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya. Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data tersebut diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta dari pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari keluarga atau dari kerabat dekat. Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi, validasi data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan
data melalui hasil pengamatan
(melihat, meraba atau
mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan. Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara – cara untuk pengobatan dan penanganan penyakit klien. Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi adanya lesi pada kulit dan sebagainya. Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah yang lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada rongga abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa.
Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru, bunyi jantung. Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data – data yang akurat terhadap Kejang Demam yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. Hal – hal yang perlu dikaji antara lain : a. Identitas pasien dan keluarga 1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat 2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa 3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa. b. Kesehatan fisik 1) Pola nutrisi Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa, frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan. 2) Pola eliminasi 3) Pola tidur Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum tidur 4) Pola hygiene tubuh Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut
5) Pola aktifitas Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng. c. Riwayat kesehatan yang lalu 1) Riwayat prenatal Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil.
2) Riwayat kelahiran Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana. 3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang gawat. Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah menderita kejang.
4) Tumbuh kembang Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik perkembangan emosi dan sosial. 5) Imunisasi Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap, jika belum apa alasannya. d. Riwayat penyakit sekarang 1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat 3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien berada di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang. 4) Riwayat sosial ekonomi keluarga Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat sekitarnya. 5) Riwayat psikologis Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan penyakit dan hospitalisasi. e. Pemeriksaan fisik 1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala 2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 C, nadi cepat,
pernafasan (mungkin dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis) 3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise 4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit 5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya 6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra 7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis 8) Hidung umumnya tidak ada kelainan 9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis 10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada 11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan 12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual – mual dan muntah 14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak 15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak. Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan. Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan rontgen dan sebagainya.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis akan menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi dengan tindakan keperawatan.
Adapun masalah keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran , Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses K eperawatan dan D iagnosa
K eperawatan, EGC, Jakarta Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan K eperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar K eperawatan Profesional, EGC, Jakarta
Hasan, Dr. Rusepno (1995), I lmu K esehatan Anak , Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Saki t, EGC, Jakarta Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi , EGC, Jakarta Saifuddin (1997), Anatomi F isiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan,
Diagnosa dan E valuasi, Edisi 5, EGC, Jakarta Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyaki t , Edisi 4, EGC, Jakarta