Konsep Homeostasis
Filled under: Ilmu Kedokteran Dasar
Ilustrasi
Setiap sel dalam tubuh manusia terlibat dalam upaya mempertahankan keseimbangan internal yang dinamis dan terus menerus yang dinamakan homeostasis. Dalam ilmu kedokteran tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine) hal ini dikenal dengan istilah Yin Yang (Teorinya bisa dibaca di Teori Yin dan Yang).
Setiap perubahan di tingkat seluler dapat mempengaruhi seluruh aktivitas tubuh. Ketika terjadi gangguan homeostasis akibat rangsangan eksternal-seperti cedera, kekurangan nutrien, atau invasi parasit atau organisme lainnya maka itulah yang menyebabkan terjadinya penyakit (illness).
Ada 3 struktur dalam otak yang bertanggung jawab mempertahankan homeostasis tubuh :
1. Medulla Oblongata (Bagian dari Susunan Saraf Pusat), bagian pada batang otak yang berkaitan dengan berbagai fungsi vital, seperti respirasi dan sirkulasi.
2. Kelenjar Hipofisis, yang mengatur fungsi kelenjar lain dan melalui pengaturan ini , mengendalikan pertumbuhan, maturasi, dan produksi.
3. Formasio Retikularis, yaitu suatu jalinan sel-sel saraf (nukleus) dan serabut saraf di dalam batang otak (brain stem) serta medula spinalis yang membantu mengontrol semua refleks vital seperti fungsi kardiovaskuler dan respirasi (Ingat !!! Fungsi refleks).
Homeostasis dipertahankan melalui mekanisme umpan balik (feedback) yang diatur sendiri oleh tubuh. Mekanisme ini terdiri dari 3 komponen :
1. Sensor, yang mendeteksi adanya gangguan pada homeostasis (yang disebabkan oleh impuls saraf atau perubahan kadar hormon).
2. Pusat kontrol dalam sistem saraf pusat yang yang menerima sinyal dari sensor dan mengatur respon tubuh terhadap gangguan pada homeostasis (dengan memulai mekanisme efektor)
3. Efektor yang bekerja untuk memulihkan homeostasis.
Ada 2 Jenis Umpan Balik :
1. Umpan balik Positif yang menggerakkan sistem menjauhi homeostasis dengan cara menggalakkan perubahan dalam sistem tersebut.
Contoh : Jantung akan memompa dengan frekuensi dan kekuatan yang lebih tinggi (melebihi normal) ketika seseorang berada dalam keadaan syok. (Ingat !!! menaikkan sesuatu agar kembali ke homeostasis)
2. Umpan balik Negatif yang bekerja memulihkan homeostasis dengan cara memperbaiki defisit yang terjadi pada sistem.
Contoh : Ketika terjadi peninggian kadar glukosa maka tubuh akan menurunkan (Ingat !!! menurunkan sesuatu agar kembali ke homeostasis) kadar glukosa ke nilai normal dengan cara meningkatan produksi insulin oleh pankreas, sehingga dapat mengembalikan keadaan glukosa ke keadaan normal dan memulihkan homeostasis.
NB : Ditulis berdasarkan referensi dengan sedikit penambahan penjelasan oleh penulis webblog (Hanafi Idris, S.Ked).
Referensi :
Kowalak, Jennifer P, dkk.Buku Ajar Patofisiologi (Professional Guide to Pathophysiology).Jakarta : EGC.2011;hal.1-2
PERANAN GINJAL DALAM MENGATUR HOMEOSTASIS CAIRAN TUBUH
Pengaturan Osmolaritas Cairan Ekstraseluler dan Konsentrasi Natrium.
1. Ginjal Mengeluarkan Air yang Berlebihan dengan membentuk urin yang encer.
Ginjal normal memiliki kemampuan yang besar untuk membentuk berbagai proporsi zat terlarut dan air dalam urin sebagai respon terhadap berbagai perubahan. Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, dan osmolaritas cairan tubuh menurun, ginjal akan mengeluarkan urine dengan osmolaritas serendah 50 mOsm/liter, yaitu suatu konsentrasi yang hanya sekitar 1/6 dari osmolaritas cairan ekstraseluler normal. Sebaliknya, bila terjadi kekurangan air dan osmolaritas cairan ekstraseluler tinggi, ginjal akan mengeluarkan urin dengan konsentrasi sekitar 1200-1400 mOsm/ltr.
A. Hormon Antidiuretik Mengatur Konsentrasi Urine
Ada suatu sistem umpan balik kuat yang mengatur osmolaritas plasma dan konsentrasi natrium, yang berkerja dengan cara menghambat ekskresi air oleh ginjal, dan tidak bergantung pada nilai ekskresi zat terlarut. Peran utama dari sistem umpan balik ini adalah hormon antideuretik (ADH), yang juga disebut vosopresin.
B. Mekanisme ginjal untuk mengeluarkan urin encer
Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, ginjal dapat mengeluarkan urin encer sebanyak 20 liter/hari, dengan konsentrasi serendah 50 mOsm/liter. Ginjal melakukan prestasi yang hebat ini dengan mereabsorbsi terus zat terlarut sementara tidak mereabsopsi kelebihan air di bagian distal dari nefron, termasuk tubulus distal akhir dan duktus koligentes. Mekanisme yang membentuk urin encer adalah dengan terus mereabsorbsi zat terlarut dari bagian distal sistem tubulus sementara tidak dilakukan reabsopsi air.
2. Ginjal Menyimpan Air dengan Mengeluarkan Urin Pekat
Kemampuan ginjal untuk membentuk urin yang lebih pekat dari pada plasma penting untuk kelangsungan hidup mamalia yang hidup di darat, termasuk manusia. Air secara terus menerus hilang dari tubuh melalui berbagai cara, termasuk paru-paru melalui evaporasi kedalam udara ekspirasi, traktus gastrointestinal melalui feses, kulit melalui evaporasi dan perspirasi, dan ginjal melalui ekskresi urin. Bila terdapat kekurangan air dalam tubuh, ginjal membentuk urin pekat dengan terus menerus mengekskresikan zat terlarut sementara meningkatkan reabsopsi air dan menurunkan volume urin yang terbentuk. Volume urin yang diwajibkan kemampuan pemekatan maksimal ginjal menunjukkan berapa banyak volume urin yang harus diekskresikan setiap hari untuk membung sisa-sisa produk metabolism dan ion yang dicerna dari tubuh. Volume urin yang minimal berperan pada dehidrasi, bersama dengan air yang hilang dari kulit, traktus respiratorius, dan traktus gastrointestinal, bila tidak ada air yang dapat di minum.
A. Kebutuhan untuk Mengekskresikan Urin Pekat –Kadar ADH yang Tinggi dan Hiperosmotik Medula Ginjal.
Kebutuhan dasar untuk membentuk urin pekat adalah :
(1) Kadar ADH yang tinggi, yang meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan duktus koligentes terhadap air, sehingga membuat segmen-segmen tubulus ini mereapsobsi air cukup banyak, dan
(2) Osmolaritas yang tinggi dari cairan interstisial medula ginjal, yang menyediakan gradien osmotik yang diperlukan untuk terjadinya reabsorbsi air dengan adanya kadar ADH yang tinggi.
B. Mekanisme Arus Balik Menghasilkan Interstisium Medula Ginjal Hiperosmotik
Osmolaritas cairan interstisial pada hampir seluruh bagian tubuh adalah sekitar 300 mOsm/liter, yang mirip dengan osmolaritas plasma. Sedangkan pada medula ginjal jauh lebih tinggi, meningkat dengan cepat sampai kira-kira 1200 mOsm/liter. Faktor-faktor utama yang ikut berperan dalam membentuk konsentrasi zat terlarut ke dalam medula ginjal adalah sebagai berikut:
1. Transpor aktif ion natrium dan ko-transpor kalium, klorida, dan ion-ion lain keluar dari segmen tebal cabang asenden ansa Henle ke dalam interstisium ginjal.
2. Tanspor aktif ion-ion dari duktus koligentes ke dalam interstisium medula.
3. Difusi pasif sejumlah besar urea dari bagian dalam medula duktus koligentes ke dalam interstisium medulla.
4. Difusi sejumlah kecil air dari tubulus medula ke dalam interstisium medulla, lebih sedikit dari pada reabsopsi zat terlarut ke dalam interstisium medula.
C. Peranan Tubulus Distal dan Duktus Koligentes dalam Mengekskresi Urin Pekat
Bila cairan tubulus meninggalkan ansa Henle dan mengalir ke dalam tubulus kontortus distal di korteks ginjal, cairannya encer, dengan osmolaritas hanya sekitar 100 mOsm/liter. Kenyataan bahwa sejumlah besar air ini direabsorbsi ke dalam korteks, dan bukan ke dalam medula ginjal, membantu mempertahankan osmolaritas cairan interstisial medula yang tinggi.
D. Ureum Berperan Terhadap Hiperosmetik Insterstisium Medula Ginjal dan Terhadap Pemekatan Urine.
Ureum berperan terhadap sekitar 40% osmolaritas (500 mOsm/liter) interstisium medula ginjal saat ginjal membentuk urin pekat secara maksimal. Bila terjadi kekurangan air dan konsentrasi ADH dalam darah nilainya tinggi, sejumlah besar ureum direabsorpsi secara pasif dari bagian dalam medula duktus koligentes masuk ke interstisium.
E. Pertukaran Arus Balik di Vasa Rekta Mempertahankan Hiperosmotik Medula Ginjal
Untuk menyuplai keperluan metabolik sel-sel di bagian ginjal ini, harus tersedia aliran darah medula ginjal. Tanpa suatu sistem aliran darah medula yang khusus, zat terlarut yang dipompa ke dalam medula ginjal oleh sistem arus balik akan menghilang dengan cepat.
F. Ringkasan Mekanisme Pemekatan Urin dan Perubahan Osmolaritas pada Berbagai Segmen Tubulus
Perubahan osmolaritas dan volume cairan tubulus sewaktu cairan melewati berbagai bagian nefron yaitu: Tubulus Proksimalis, cabang desenden ansa Henle, segmen tipis cabang asenden ansa henle, segmen tebal cabang asenden ansa henle, semen tebal cabang asenden ansa henle, segmen awal tubulus distal, semen akhir tubulus dan tubulus koligentes kortikalis.
G. Gangguan kemampuan pemekatan urin
Gangguan kemampuan ginjal untuk memekatkan atau mengencerkan urin secara tepat dapat terjadi pada satu atau lebih dari abnormalitas berikut ini:
1. Sekresi ADH yang tidak tepat. Sekresi ADH yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat menghasilkan pengaturan cairan yang abnormal oleh ginjal
2. Perusakan mekanisme arus balik. Hiperosmotik interstisium medula dibutuhkan untuk kemampuan pemekatan urin yang maksimal.
3. Ketidakmampuan tubulus distal, tubulus koligentes, dan duktus koligentes untuk berrespon terhadap ADH.
3. Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular dan konsentrasi natrium
Pengaturan osmolaritas cairan ekstraselular berhubungan erat dengan konsentrasi natrium karena natrium adalah ion yang paling banyak jumlahnya dalam ruang ekstraselular.
Memperkirakan osmolaritas plasma dari konsentrasi natrium plasma,
Ada 2 sistem utama yang terlibat khusus dalam pengaturan konsentrasi natrium dan osmolaritas cairan ekstraselular :
A. Sistem umpan balik Osmoreseptor-ADH
1. Peningkatan osmolaritas cairan ekstraselular (yang secara praktis berarti peningkatan konsentrasi plasma) menyebabkan sel saraf khusus yang disebut sel-sel osmoreseptor, yang terletak di hipotalamus anterior dekat nukleus supraoptik, menyusut.
2. Penyusutan sel-sel osmoreseptor menyebabkan sel tersebut terangsang, mengirimkan sinyal-sinyal saraf ke sel-sel saraf tambahan di nukleus supraoptik.
3. Potensial aksi ini yang disalurkan ke hipofise posterior akan merangsang pelepasan ADH yang disimpan dalam granula sekretorik di ujung saraf.
4. ADH memasuki aliran darah dan ditranspor ke ginjal, dimana ADH meningkatkan permeabilitas air bagian akhir tubulus distal, tubulus koligentes kortikalis, dan duktus koligentes bagian dalam medula
5. Peningkatan permeabilitas air di segmen nefron distal menyebabkan peningkatan reabsorpsi air dan ekskresi sejumlah kecil urin yang pekat.
b. Peranan Rasa Haus Dalam Mengatur Osmolaritas Cairan Ekstraselular Dan Konsentrasi Natrium
Ginjal meminimalkan kehilangan cairan selama terjadi kekurangan air melalui sistem umpan balik osmoreseptor ADH. Selain itu, asupan cairan diperlukan untuk mengimbangi kehilangan cairan apapun yang terjadi melalui berkeringat dan bernapas serta melalui saluran cerna. Pusat-pusat sistem saraf pusat terhadap rasa haus, peningkatan osmolaritas cairan serebrospinal dalam ventrikel ketiga memberi pengaruh yang sama yaitu menimbulkan keinginan minum.
Respon osmoreseptor ADH dan mekanisme rasa haus yang terintegrasi dalam pengaturan osmolaritas cairan dan konsentrasi natrium
Bila mekanisme ADH atau mekanisme rasa haus gagal, mekanisme yang lain biasanya masih dapat mengatur osmolaritas ekstraselular dan konsentrasi natrium dengan efektifitas yang memadai, selama tersedia asupan cairan yang cukup untuk mengimbangi volume urin harian dan kehilangan air melalui pernapasan, keringat, atau saluran pencernaan.
Mekanisme Keinginan Garam Untuk Mengatur Konsentrasi Dan Volume Natrium Cairan Ekstraselular
Pemeliharaan volume cairan ekstraselular yang normal dan konsentrasi natrium membutuhkan suatu keseimbangan antara ekskresi natrium. Keinginan garam sebagian adalah akibat dari kenyataan bahwa manusia menyukai garam dan memakanya tanpa memperhatikan defisiensi garam. Yang menyebabkan kehilangan natrium yang banyak dalam urin dan menimbulkan :
(a) Penurunan volume cairan ekstraselular
(b) Penurunan konsentrasi natrium.
HOMEOSTASIS II :
Keseimbangan Cairan, Elektrolit, Asam dan Basa Manusia sebagai organisme multiseluler dikelilingi oleh lingkungan luar (milieu exterior) dan sel-selnya pun hidup dalam milieu interior yang berupa darah dan cairan tubuh lainnya. Cairan dalam tubuh, termasuk darah, meliputi lebih kurang 60% dari total berat badan laki-laki dewasa. Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat makanan dan ion-ion yang diperlukan oleh sel untuk hidup, berkembang dan menjalankan tugasnya. Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitarnya. Semua pengaturan fisiologis untuk mempertahankan keadaan normal disebut homeostasis. Homeostasis ini bergantung pada kemampuan tubuh mempertahankan keseimbangan antara subtansi-subtansi yang ada di milieu interior. Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ektrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion karbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengekskresikan ion hidrogen dan CO2, dan sistem dapar (buffer) kimi dalam cairan tubuh. Komposisi Cairan Tubuh Telah disampaikan pada pendahuluan di atas bahwa cairan dalam tubuh meliputi lebih kurang 60% total berat badan laki-laki dewasa. Prosentase cairan tubuh ini bervariasi antara individu, sesuai dengan jenis kelamin dan umur individu tersebut. Pada wanita dewasa, cairan tubuh meliputi 50% dari total berat badan. Pada bayi dan anak-anak, prosentase ini relatif lebih besar dibandingkan orang dewasa dan lansia. Cairan tubuh menempati kompartmen intrasel dan ekstrasel. 2/3 bagian dari cairan tubuh berada di dalam sel (cairan intrasel/CIS) dan 1/3 bagian berada di luar sel (cairan ekstrasel/CES). CES dibagi cairan intravaskuler atau plasma darah yang meliputi 20% CES atau 15% dari total berat badan; dan cairan intersisial yang mencapai 80% CES atau 5% dari total berat badan. Selain kedua kompatmen tersebut, ada kompartmen lain yang ditempati oleh cairan tubuh, yaitu cairan transel. Namun volumenya diabaikan karena kecil, yaitu cairan sendi, cairan otak, cairan perikard, liur pencernaan, dll. Ion Na+ dan Cl- terutama terdapat pada cairan ektrasel, sedangkan ion K+ di cairan intrasel. Anion protein tidak tampak dalam cairan intersisial karena jumlahnya paling sedikit dibandingkan dengan intrasel dan plasma. Perbedaan komposisi cairan tubuh berbagai kompartmen terjadi karena adanya barier yang memisahkan mereka. Membran sel memisahkan cairan intrasel dengan cairan intersisial, sedangkan dinding kapiler memisahkan cairan intersisial dengan plasma. Dalam keadaan normal, terjadi keseimbangan susunan dan volume cairan antar kompartmen. Bila terjadi perubahan konsentrasi atau tekanan di salah satu kompartmen, maka akan terjadi perpindahan cairan atau ion antar kompartemen sehingga terjadi keseimbangan kembali. Perpindahan Substansi Antar Kompartmen Setiap kompartmen dipisahkan oleh barier atau membran yang membatasi mereka. Setiap zat yang akan pindah harus dapat menembus barier atau membran tersebut. Bila substansi zat tersebut dapat melalui membran, maka membran tersebut permeabel terhadap zat tersebut. Jika tidak dapat menembusnya, maka membran tersebut tidak permeabel untuk substansi tersebut. Membran disebut semipermeable (permeabel selektif) bila beberapa partikel dapat melaluinya tetapi partikel lain tidak dapat menembusnya. Perpindahan substansi melalui membran ada yang secara aktif atau pasif. Transport aktif membutuhkan energi, sedangkan transport pasif tidak membutuhkan energi. Difusi Partikel (ion atau molekul) suatu substansi yang terlarut selalu bergerak dan cenderung menyebar dari daerah yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah sehingga konsentrasi substansi partikel tersebut merata. Perpindahan partikel seperti ini disebut difusi. Beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi ditentukan sesuai dengan hukum Fick (Fick's law of diffusion). Faktor-faktor tersebut adalah: Peningkatan perbedaan konsentrasi substansi. Peningkatan permeabilitas. Peningkatan luas permukaan difusi. Berat molekul substansi. Jarak yang ditempuh untuk difusi. Osmosis Bila suatu substansi larut dalam air, konsentrasi air dalam larutan tersebut lebih rendah dibandingkan konsentrasi air dalam larutan air murni dengan volume yang sama. Hal ini karena tempat molekul air telah ditempati oleh molekul substansi tersebut. Jadi bila konsentrasi zat yang terlarut meningkatkan, konsentrasi air akan menurun.Bila suatu larutan dipisahkan oleh suatu membran yang semipermeabel dengan larutan yang volumenya sama namun berbeda konsentrasi zat terlarut, maka terjadi perpindahan air/zat pelarut dari larutan dengan konsentrasi zat terlarut lebih tinggi. Perpindahan seperti ini disebut dengan osmosis. Filtrasi Filtrasi terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara dua ruang yang dibatasi oleh membran. Cairan akan keluar dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah. Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan, luas permukaan membran dan permeabilitas membran. Tekanan yang mempengaruhi filtrasi ini disebut tekanan hidrostatik. Transport aktif Transport aktif diperlukan untuk mengembalikan partikel yang telah berdifusi secara pasif dari daerah yang konsentrasinya rendah ke daerah yang konsentrasinya lebih tinggi. Perpindahan seperti ini membutuhkan energi (ATP) untuk melawan perbedaan konsentrasi. Contoh: Pompa Na-K. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. 1. Pengaturan volume cairan ekstrasel. Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma. Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang. Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam: Eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar Internal fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan reabsorpsi di kapiler ginjal. Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam. Ginjal mengontrol jumlah garam yang dieksresi dengan cara: mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR). mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjal Jumlah Na+ yang direasorbsi juga bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air. Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine sehingga mengembalikan volume darah kembali normal. 2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel. Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan. semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih tinggi (konsentrasi air lebih rendah). Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini. Pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui: a.Perubahan osmolaritas di nefron Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300 mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik. Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air. Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik. Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH). b. Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH) Peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin. Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di dalam tubuh tetap dipertahankan. Selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal. Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin, hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II, Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi volume natrium dan air. Perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet, stres, dan penyakit. Keseimbangan Asam-Basa Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. pH rata-rata darah adalah 7,4; pH darah arteri 7,45 dan darah vena 7,35. Jika pH <7,35 dikatakan asidosi, dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis. Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu: pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat. katabolisme zat organik disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H. Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain: perubahan eksitabilitas saraf dan otot; pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas. mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh mempengaruhi konsentrasi ion K Bila terjadi perubahan konsentrasi ion H maka tubuh berusaha mempertahankan ion H seperti nilai semula dengan cara: mengaktifkan sistem dapar kimia mekanisme pengontrolan pH oleh sistem pernafasan mekasnisme pengontrolan pH oleh sistem perkemihan Ada 4 sistem dapar: Dapar bikarbonat; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel terutama untuk perubahan yang disebabkan oleh non-bikarbonat Dapar protein; merupakan sistem dapar di cairan ekstrasel dan intrasel Dapar hemoglobin; merupakan sistem dapar di dalam eritrosit untuk perubahan asam karbonat Dapar fosfat; merupakan sistem dapar di sistem perkemihan dan cairan intrasel. Sistem dapat kimia hanya mengatasi ketidakseimbangan asam-basa sementara. Jika dengan dapar kimia tidak cukup memperbaiki ketidakseimbangan, maka pengontrolan pH akan dilanjutkan oleh paru-paru yang berespon secara cepat terhadap perubahan kadar ion H dalam darah akinat rangsangan pada kemoreseptor dan pusat pernafasan, kemudian mempertahankan kadarnya sampai ginjal menghilangkan ketidakseimbangan tersebut. Ginjal mampu meregulasi ketidakseimbangan ion H secara lambat dengan menskresikan ion H dan menambahkan bikarbonat baru ke dalam darah karena memiliki dapar fosfat dan amonia. Ketidakseimbangan Asam-Basa Ada 4 kategori ketidakseimbangan asam-basa, yaitu: Asidosis respiratori, disebabkan oleh retensi CO2 akibat hipoventilasi. Pembentukkan H2CO3 meningkat, dan disosiasi asam ini akan meningkatkan konsentrasi ion H. Alkalosis metabolik, disebabkan oleh kehilangan CO2 yang berlebihan akibat hiperventilasi. Pembentukan H2CO3 menurun sehingga pembentukkan ion H menurun. Asidosis metabolik, asidosis yang bukan disebabkan oleh gangguan ventilasi paru, diare akut, diabetes melitus, olahraga yang terlalu berat dan asidosis uremia akibat gagal ginjal akan menyebabkan penurunan kadar bikarbonat sehingga kadar ion H bebas meningkat. Alkalosis metabolik., terjadi penurunan kadar ion H dalam plasma karena defiensi asam non-karbonat. Akibatnya konsentrasi bikarbonat meningkat. Hal ini terjadi karena kehilangan ion H karena muntah-muntah dan minum obat-obat alkalis. Hilangnyaion H akan menyebabkan berkurangnya kemampuan untuk menetralisir bikarbonat, sehingga kadar bikarbonat plasma meningkat. Untuk mengkompensasi gangguan keseimbangan asam-basa tersebut, fungsi pernapasan dan ginjal sangat penting. KESIMPULAN Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan garan dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2 dan sistem dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh. Sumber Sherwood, Lauralee. (2004). Human Physiology: From cells to system. 5th ed. California: Brooks/Cole-Thomson Learning, Inc. Silverthorn, D.U. (2004). Human Physiology: An Integrated approach. 3th ed. San Fransisco: Pearson Education.
Copy n Win at: http://bit.ly/copy_win
Pengaturan keseimbangan elektrolit
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur oleh ginjal, kulit, paru, dan gastrointestinal. Selain itu, pengaturan keseimbangan cairan dapat meialui sistem atau mekanisme rasa haus yang harus dikontrol oleh sistem hormonal, yakni ADH (anti diuretik hormon), sistem aldosteron, prostaglandin, dan glukokortikoid.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar dalam pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat pada fungsi ginjal, yakni sebagai pengatur air, pengatur konsentrasi garam dalam darah. pengatur keseimbangan asam-basa darah, dan ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air ini, diawali oleh kemampuan bagian ginjal seperti glomerulus sebagai penyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500 c-c plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya disaring keluar. Cairan yang tersaring (filtrat glomerulus), kemudian mengalir melalui tubuli renalis yang sel-selnva menyerap semua bahan yang dibutuhkan. Keluaran urine yang diproduksi ginjal dapat dipengaruhi oleh ADH dan aldosteron dengan rata-rata 1 ml/kg/ bb/jam.
2. Kulit
Kulit merupakan bagian penting dalam pengaturan cairan yang terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemanpuan mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan vasouonstriksi. Proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan cara penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung pada banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam kulit. Proses pelepasan panas lainya dilakukan melalui cara pemancaran yaitu dengan melepaskan panas ke udara sekitarnya. Cara tersebut berupa cara konduksi, yaitu pengalihan panas ke benda yang disentuh dan cara konveksi, yaitu dengan mengalirkan udara yang telah panas ke permukaan yang lebih dingin.
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di bawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini, suhu dapat diturunkan dengan cara pelepasa.n air yang jumlahnya kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringat yang dihasilkan dapat diperoleh dari aktivitas otot, suhu lingkungan, melalui kondisi tubuh yang panas.
3. Paru
Organ paru berperan dalam pengeluaran cairan dengan menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari. Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan terhadap upaya kemampuan bernapas.
4. Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan _yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan yang hilang dalam sistem ini sekitar 100-200 ml/ hari.
5. Sistem Endokrin
a. ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel.
b. Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin renin.
c. Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal.
d. Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium.
e. Mekanisme Rasa Haus
Mekanisrne rasa haus diatur dalam rangka memenuhi kebutuhan cairan dengan cara merangsang pelepasan renin yang dapat menimbulkan produksi angiotensin II, sehingga merangsang hipotalamus sehingga menimbulkan rasa haus.
CARA PERPINDAHAN CAIRAN
1. Difusi
Difusi merupakan bercampurnya molekul-molekul dalam cairan, gas, atau cat padat secara bebas atau acak. Proses difusi dapat terjadi bila dua zat bercarnpur dalam sel membran. Dalam tubuh, proses difusi air, elektrolit, dan zat-zat lain terjadi melalui membran kapiler yang permeabel. Kecepatan proses difusi bervariasi tergantung pada faktor ukuran molekul, konsentrasi cairan, dan temperatur cairan.
Zat dengan molekul yang besar akan bergerak lambat dibanding rnolekul kecil. Moiekul akan lebih mudah berpindah dari larutan berkonsentrasi tinggi ke larutan berkonsentrasi rendah. Larutan dengan konsentrasi yang tinggi akan mempercepat pergerakan molekul, sehingga proses difusi berjalan lebih cepat.
2. Osmosis
Osmosis adalah proses perpindahan zat ke larutan lain melalui membran semipermeabel biasanya terjadi dari larutan dengan konsentrasi yang kurang pekat ke larutan dengan konsentrasi lebih pekat. Solut adalah zat pelarut, sedang solven adalah larutannya. Air merupakan solven, sedang garam adalah solut. Proses osmosis ini penting dalam pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
Osmolaritas adalah cara untuk mengukur kepekatan larutan dengan menggunakan satuan mol. Natrium dalam NaCl berperan penting dalam pengaturan keseimbangan cairan dalam tubuh. Apabila ada tiga jenis larutan garam dengan kepekatan yang berbeda, dan di dalamnya di masukkan sel darah merah maka larutan yang mempunyai kepekatan sama yang akan seimbang dan berdifusi terlebih dahulu. Larutan NaCl 0,9 % merupakan larutan yang isotonik, karena larutan NaC 1 mempunyai kepekatan yang sama dengan larutan dalam sistem vaskular. Larutan isotonik merupakan larutan yang mempunyai kepekatan sama dengan larutan yang dicampur. larutan liipotonik mempunyai kepekatan lebih rendah dibanding dengan larutan intrasel.
Pada proses osmosis, dapat terjadi perpindahan larutan dengan kepekatan rendah ke larutan yang kepekatannya lebih tinggi melalui rnembran semipermeabel, sehingga larutan yang berkonsentrasi rendah volumenya akan berkurang, sedangkan larutan yang berkonsentrasi lebih tinggi akan bertambah volumenya.
3. Transpor Aktif
Proses perpindahan cairan tubuh dapat menggunakan mekanisme transpor aktif. Transpor aktif merupakan gerak zat yang akan berdifusi dan berosmosis. Proses ini penting untuk mempertahankan natrium dalam cairan intra dan ekstrasel.
Proses pengaturan cairan dipengaruhi oleh dua faktor yakni tekanan cairan dan membran semipermeabel.
a. Tekanan cairan. Proses difusi dan osmosis melibatkan adanya tekanan cairan. Proses osmotik juga menggunakan tekanan osmotik, yang merupakan kemampuan partikel pelarut untuk menarik larutan melalui membran. Bi1a dua larutan dengan perbedaan konsentrasi maka larutan yang mempunyai konsentrasi lebih pekat molekul intinya tidak dapat bergabung, larutan tersebut disebut: koloid. Sedangkan larutan yang mempunyai kepekatan yang sama dapat becrgabung maka larutan tersebut discbut kristaloid. Scbagai contoh, larutan kristaloid adalah larutan garam. Sedangkan koloid adalah apabila protein bercampur dengan plasma. Secara normal, perpindahan cairan menembus membran sel permeabel tidak terjadi. Prinsip tekanan osmotik ini sangat penting dalam proses pembcrian cairan intravena. Biasanya larutan yang sering digunakan dalam pemberian infus intrmuskular bersifat isotonik karena mempunvai konsentrasi yang sama dengan plasma darah. Hal ini penting untuk mencegah perpindahan cairan dan elektrolit ke dalam intrasel. larutan intravena yang hipotonik, yang larutan mempuyai konsentrasi kurang pekat disbanding dengan konsenirasi plasma darah. Hal ini menyebabkan tekanan osmotic plasma akan lebih besar dibandingkan dengan tekanan osmotik cairan interstisial, karena konsentrasi protein dalam plasma lebih besar disbanding cairan interstisial dan molekul protein lebih besar, maka akan terbentuk larutan koloid Yang sulit menembus membran semipermiabel. Tekanan hidrostatik adalah kemampuan tiap molekul larutan yang bergerak dalam ruang tertutup. Hal ini penting untuk pengaturan keseimbangan cairan ekstra dan intrasel.
b. Membran semipermiabel merupakan penyaring agar cairan yang bermolekul besar tidak tergabung. Membran semipermiabel ini terdapat pada dinding kapiler pembuluh darah, Yang terdapat di seluruh tubuh sehingga molekul atau zat lain tidak berpindah ke jaringan.