ILMU KEDOKTERAN GIGI FORENSIK DERAJAT ATRISI
Disusun oleh: 1. Irwan Muhammad Sofyan (7757)
21. Cornita Ayu (8597)
2. Pujana Tri Wijaya (7847)
22. Anissa Khairina (8599)
3. Jousha Reindra W. (8011)
23. Nadya Cahya P. (8601)
4. Yustika Chrysandra (8131)
24. Dewi Ayu Karina (8605)
5. M. Elfa Zulfian P (8149)
25. Farisah Atsari (8605)
6. Anand Retanam (8173)
26. Rizki Amalia (8607)
7. Tio Hara S (8543)
27. Stella Advena (8609)
8. Tresy Charlotte Marito (8559)
28. Sarah Dini Famela (8611)
9. Meilina Nur Sahar (8573)
29. Hana Liza Utami (8615)
10. Nenden Dwi Puspita (8575)
30. Yulianti Indah (8617)
11. Asep Syaefulloh (8577)
31. Arief Zuama (8619)
12. Vina Mawaddah (8579)
32. Erfandi Ahmad (8621)
13. Puspa Narendra M (8581)
33. Annisa Nurul Fikri (8623)
14. Duma Sulastri P. (8583)
34. Femi Zulhima Hanifa 8625
15. Adetya Ghassani (8585)
35. Yogi Gladi Prayudi (8627)
16. Citra Adien Aprilina (8587)
36. Kadek Asri Asmita P. P. (8629)
17. Rizki Bayu Utomo (8589)
37. Yasmine Putri Caesarina (8631)
18. Sawitri Trisnaningtyas (8591)
38. Dewinta L.N (8633)
19. Adinda Pertiwi (8593)
39. Angelina Putri (8635)
20. Andhini Bellatrix (8595)
40. Vita Primadiningrum (8639)
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta 2011
DASAR TEORI
Pengertian Atrisi dan Penyebab Terjadinya Atrisi Pengikisan gigi atau Tooth Wear merupakan perubahan regresif pada gigi yang biasa terjadi dan biasanya merupakan fenomena alami, khususnya ketika gigi saling beroklusi satu sama lain. Hal ini terjadi dalam kondisi normal, tetapi akan menjadi patologis apabila terjadi secara berlebihan. Contoh dari pengikisan gigi yaitu atrisi, abrasi, erosi dan abfraksi (Saraf, 2006). Menurut Gelbier and Copley (1977) secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada insisal, oklusal dan proksimal dari gigi. Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang berulang-ulang. Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh kebiasaan mengisap tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau menggunakan tusuk gigi yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-geser gigi atau mengerat-ngerat gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan tanpa disadari misalnya pada saat tidur. Atrisi dibagi atas 3 kategori : 1. Atrisi Fisiologi, merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua individu dan hal ini dianggap normal. 2. Atrisi Intensif, merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan, oleh karena beberapa sebab yaitu misalnya bruxism, kebiasaan makan makanan yang keras atau kasar. 3. Atrisi Patologis, merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi yang letaknya tidak normal. (Koerniati, 2006)
Derajat Atrisi
Kriteria Derajad Atrisi Gigi Molar : 1
: Tidak ada keausan.
2
: Email aus sedikit tetapi tonjolan kunyah masih utuh.
3
: Email aus dengan dentin terbuka pada satu sampai tiga daerah oklusal berupa titik kuning.
4–5
: Dentin terlihat berupa empat ti tik kuning mulai dari ringan sampai berat pada permukaan oklusal.
6
: Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai satu sampai dua sisi permukaan oklusal.
7–8
: Dentin terbuka dengan terlihat faset mengenai tiga sisi permukaan oklusal mulai ringan sampai berat.
9 – 10 : Dentin terbuka meliputi 4 sisi permukaan oklusal dan bila dipandang dari permukuan bukal, keausan terjadi merata pada permukaan oklusal, lebih kurang ½ mahkota gigi. 11
: Dentin terbuka sampai leher gigi tapi trifurkasi masih utuh.
12
: Dentin terbuka sampai daerah leher dengan trifurkasi terputus.
Peneliti menggunakan teori derajad keausan gigi Broca, karena selain dilengkapi gambar sebagai acuan, teori ini juga mudah untuk dimengerti. Derajad keausan gigi Broca memberikan gambaran secara rinci atrisi pada gigi posterior. Sedangkan untuk gigi anterior, tidak difokuskan. (Glinka, Artaria, & Koesbardiati, 2008:18)
(a) 0- tidak atrisi, (b) 1- atrisi terbatas sampai enamel, (c) 2- dentin terlihat, (d) 3- paparan dentin sekunder.
Tingkatan Atrisi (A): A0-Tidak Atrisi A1-Atrisi terbatas pada tingkat enamel A2-Atrisi terbatas pada tingkat dentin A3-Atrisi sampai ke rongga pulpa (Singh, 2004)
Hubungan Derajat Atrisi dengan Forensik Odontologi
Dalam kasus di mana catatan gigi tidak tersedia, Forensik odontologi masih dapat memberikan kontribusi untuk membangun identitas dengan membuat profil tentang bagaimana orang yang meninggal itu selama kehidupan. Hal ini termasuk oral habits yang tidak biasa, jenis diet, status sosial-ekonomi, tetapi yang paling penting adalah usia seseorang pada saat kematian. Proses penuaan gigi didasarkan pada kronologi pembentukan dan erupsi gigi. Hal ini membantu dalam menentukan usia seseorang sampai 15 tahun dalam cara yang cukup akurat. Setelah usia 15 tahun, penuaan gigi bergantung pada modifikasi yang terjadi selama hidup, seperti atrisi gigi, pembentukan sementum dan akar transparansi. Meskipun secara ekstensif dipelajari,
hasil penentuan usia seseorang dengan menggunakan proses
penuaan gigi dari kelompok kedua tetap kurang optimal karena berkaitan dengan modifikasi yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti diet. (Al-amad, 2009)
Umur adalah salah satu faktor penting dalam membangun identitas jenasah yang tidak diketahui identitasnya. Perubahan pada struktur gigi yang sejalan dengan bertambahnya usia adalah atrisi gigi, penyakit periodontal, dan deposisi dentin sekunder, translusensi akar, aposisi sementum, resorpsi akar, perubahan warna dan peningkatan kekasaran akar. Dengan mengambil pertimbangan, perubahan-perubahan sekunder dalam gigi pada berbagai usia dilakukan untuk memperkirakan usia individu (Singh, 2004).
KESIMPULAN
Derajat atrisi dapat digunakan dalam identifikasi forensik baik postmortem maupun ante-mortem.
Derajat atrisi dapat dijadikan salah satu data pendukung untuk mengindentifikasi jenazah, salah satu fungsinya adalah untuk mengetahui perkiraan umur jenazah.
DAFTAR PUSTAKA Al-Ahmad, S.H. 2009. Forensic Odontology. Smile Dental Journal . Volume 4 Issue 1
Galbier, Stanley and Margaret A Copley. 1977. Handbook for Dental Surgery Assistants and Other Ancillary Workers. J. Wright (Bristol): USA.
Glinka, Josef, & Toetik Koesbardiati. Myrtati Dyah A (Ed.). (2008) Metode Pengukuran Manusia. Surabaya: Airlangga University Press. (dalam: LAPORAN PENELITIAN POLA KEAUSAN GIGI PADA TENGKORAK DAN MANUSIA HIDUP) Harshanur, I.W. 1995. Anatomi Gigi. Jakarta: EGC Koerniati, I. 2006. Perkembangan Perawatan Gigi Masa Depan . Padang: Andalas University Press
Saraf, Sanjay. 2006. Textbook of Oral Pathology. Jaypee Brothers Medical Publishers Ltd: New Delhi. Page: 501 Singh A, Gorea RK, Singla U. 2004. Age Estimation From The Physiological Changes Of Teeth. JIAFM. Vol 26(3)