KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) Disusun Guna Memenuhi Tugas pada Mata Kuliah Keperawatan Anak II Dosen Pengampu: Ns. Natalia Devi, S.Kep., M.Kep., Sp.An.
Disusun oleh Nanik Handayani Handayani
010115A077
Nunik Agustiani
010115A084
Nurul Azizah
010115A089
Rafika Rahma
010115A098
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATA K EPERAWATAN N FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS NGUDI WALUYO 2017
BAB I KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Definisi Lupus Eritematosus Sistemik atau LES ( SLE ) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai dengan adanya inflamasi yang tersebar luas yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam tubuh. Penyakit Penyakit ini i ni berhubungan dengan deposisiautoantibodi dan kompleks imun sehingga mengakibatkan mengakibatkan kerusakan jaringan. ( Lamont, David E, DO ; 2006 ) Menurut Prof.DR.Dr. Marwali Harahap, Sp.KK tahun 2000, lupus eritematosis sistemik adalah penyakit sistemik yang mengenai berbagai organ sistemik, karakteristik dengan adanya Antibody adanya Antibody Antinuclear Antinuclear ( AAN )
B. Etiologi Etiologi dari SLE ini sendiri masih belum diketahui secara jelas, dimana terdapat banyak bukti bahwa patogenesis SLE bersifat multifaktoral seperti contohnya contohnya faktor genetik, lingkungan dan faktor hormonal terhadap t erhadap respo imun. Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Penyimpanga Penyimpangan n reaksi imunologi ini akan menghasilkan menghasilkan antibodi antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan.
a. Faktor Genetik Berpengaruh sekitar 10% terhadap penyebab SLE, resiko yang meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa banyak gen yang berperan terutama gen yang mengkode unsur unsur sistem imun. Diduga berhubungan gen respon imun spesifik pada kompleks histokompabilitas mayor kelas II, diantaranya kelainan pada gen HCA, DR2, B8, DRW52, DQ101, DQWL dan DQw2. Sedangkan untuk kelainan pada gen NULL-C4 banyak ditemui pada pasien dan keluarganya. Gen gen lain yang mulai ikut berperan adalah gen yang mengkode reseptor sel T, imunoglobin, dan sitokin.
b. Faktor Lingkungan Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti radiasi ultraviolet, tembakan, obat obatan, virus. Sinar UV mengarah pada selfimmunity pada selfimmunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit. Selain itu sinar UV
menyebabkan pelepasan mediator imun dan memegang peranan dalam fase induksi yang secara langsung mengubah sel DNA serta mempengaruhi sel imunoregulator yng bila normal membantu menekan teradinya kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan lainnya yaitu kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau yaitu amino lipogenik aromatik. Karena dapat meningkatkan apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya adalah peranan agen infeksius terutama virus dapat ditemukan pada penderita lupus, yaitu virus rubella, sitomegalovirus dapat mempengaruhi ekspresi sel permukaan dan apoptosis.
c.
Faktor Hormonal Diketahui terdapat hubungan timbal balik antar kadar hormonestrogeen dengan
sistem imun. Estrogen mengaktivasi sel B poliklonal sehingga mengakibatkan produksi autoantibodi berlebihan pada pasien SLE. Autoantibodi kemudian dibentuk untuk menjadi antigen nuklear ( ANA dan Anti-DNA ). Selain itu, terdapat antibodi terhadap struktur sel lainnya seperti eritrosit , trombosit dan fosfolipid. Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun yang diikuti oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak jaringan termasuk kulit dan ginjal
C. Patofisiologi Stimulasi antigen spesifik yang dibawa oleh antigen presenting cells ( APCs ) dapat berasal dari luar seperti bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus dan dapat berasal dari dalam yaitu protein DNA atau RNA. Stimulus ini menyebabkan terjadinya aktifitasi sel B dan sel T. Karena terdapat antibodi antilimfosit T yang menyebabkan terjadinya limfositopenia sel T dan terjadi hiperaktivitas sel B, peningkatan sel B yang teraktivitasi menyebabkan terjadinya hipergamaglobulinemia. Sel T mempunyai 2 subset yaitu CD8+ ( supressor/sitotoksik ) dan CD4+ ( helper ). CD4+ membantu menginduksi terjadinya supresi dengan menyediakan sinyal bagi CD8+ ( Isenberg dan Horsfalli, 1998 ). Berkurangnya jumlah sel T juga menyebabkan berkurangnya subset tersebut sehingga sinyal yang sampai pada CD8+ juga berkurang dan menyebabkan kegagalan sel T dalam menekan sel B yang hiperaktif. Berkurangnya kedua subset sel T yang disebut double negative ( CD4-CD8- ) mengaktifkan sintesis dan sekresi autoantibodi ( Mok and Lau, 2003 ). Proses autoantibodi terjadi melalui 3 mekanisme yaitu : 1. Kompleks imun terjebak dalam membran jaringan dan mengaktifkan komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan. 2. Autoantibodi tersebut mengikat komponen jaringan atau antigen yang terjebak dalam jaringan, komplemen akan teraktifasi dan terjadi kerusakan jaringan.
3. Autoantibodi menempel pada membran dan menyebabkan aktifasi komplemen yang berperan dalam kematian sel ( Eiptsen, 1998 ) Pada sel B terjadi peningkatan reseptor sitokin, IL-2 sehingga dapat meningkatkan heat shock protein 90 ( hsp 90 ) dan CD4+ pada sel B. Namun terjadi penurunan terhadap CR 1 (Complaining Reseptor 1 ) dan juga fagositosis yang inadekuat pada igG2 dan igG3 karena lemahnya ikatan reseptor FcɤRIIA dan FcɤRIIIA. Hal ini berhubungan dengan defisiensi komponen komplemen C1, C2, C4. Adanya gangguan tersebut menyebabkan meningkatnya paparan antigen terhadap sistem imun dan terjadinya deposisi kompleks imun pada berbagai macam organ sehingga terjadi fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktifasi komplemen yang menghasilkan mediator mediator inflamasi yang menimbulkan reaksi radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan atau gejala pada organ atau tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, kulit, dan sebagainya. ( Albar, 2003 ) D. Klasifikasi 1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit lupus yang menyerang kulit. 2. Systemics Lupus, penyakit lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit,sendi,darah,paru-paru,ginjal,hati,otak,dan sistem saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (systemics lupus erythematosus) 3. Drug-induced, penyebab lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalannya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan. E. Manifestasi 1. Manifestasi Secara Umum a. kelelahan : moderate sampai berat sekitar 76% b. demam (83%) dicurigai karena terpapar infeksi c. penurunan berat badan (63%) d. lesi kulit (85%) berupa ruam kemerahan,dan 52% diantarannya berupa ruam kemerahan seperti kupu-kupu pada pipi dan hidung e. fotosensitivitas
2. Manifestasi Pada Persendian
Terjadi pada 95% penderita les, diantarannya : a. Artritis : nyeri pada pergerakan, nyeri tekan dan efusi. Artritis dengan kelainan bentuk terjadi pada 15% les yang mempunyai bentuk leher seperti angsa b. Artralgia : terjadi pada bagian antar falag, lutut,pergelangan tangan dan persendian metacarpal c. Mialgia dan miosistis. Ditemukan pada 1/3 les. Kelemahan otot bagian pangkal mungkin t erjadi karena pengobatan dengan kortikosteroid. 3. Manifestasi Pada Ginjal a. proteinuria,hematuria dan nefritis sindrom b. gagal ginjal (20%) tanpa dialysis dapat bertahan hidup sekitar 5 tahun dengan pengobatan agresif c. pada nefritis lupus, tanda adannya hipertensi merupakan prognosis yang jelek dan harus diobati secara agresif. 4. Manifestasi Pada Jantung a. nyeri dada (40%) b. perikarditis (25%) c. radang pada arteri korona, terutama pada les lanjut dengan pengobatan kortikosteroid d. disfungsi katup jantung dan endokarditis bacterial (5%) e. anginan pektoris f. infark miokard dan gagal jantung kongestif 5. Manifestasi Pada Paru-Paru a. radang interstisial parenkim paru (pneumonitis) b. emboli paru c. hipertensi pulmonal d. perdarahan paru 6. Manifestasi Pada Sistem Saraf a. neuropati perifer berupa campuran sensorik motorik seperti mono neurotis multipleks (14%) b. kadang ditemukan guillain barre syndrome c. disorientasi
d. gangguan persepsi sensori dan fungsi intelektual e. nyeri kepala karena adannya infark otak f. kejang g. meningitis aseptik 7. Manifestasi Pada Organ Pencernaan a. mual,muntah dan anoreksia b. nyeri perut,berupa kram c. perforasi usus besar karena radang pada arteri mesenterika d. hepatomegali 8. Manifestasi Hemik Dan Limfatik a. anemia tanpa diperantarai proses imun,anemia defisiensi besi,sel sabit b. anemia yang diperantarai proses imun : anemia aplastik,anemia hemolitik,anemia pernisiosa c. leucopenia d. trombositopenia e. peningkatan laju endap darah f. limpadenopati g. splenomegali F. Pemeriksaan Diagnosis Dan Penunjang
1. Diagnostik Pada tahun 1982, american rheumatism association (ARA) menetapkan kreteria baru untuk klasifikasi SLE yang diperbarui pada tahun 1997. Kriteria SLE ini mempunyai selektivitas 96%. Diagnosa SLE dapat ditegakkan jika pada suatu periode pengamatan ditemukan 4 atau lebih kreteria dari 11 kreteria yaitu : a.
Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi, pada daerah hidung dan pipi.
b. Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat dan sumbatan folikel,dapat terjadi jaringan parut. c.
Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap cahaya matahari.
d. Ulserasi mulut : ulserasi di mulut atau nasofaring.
e.
Artritis : artritis nonerosif yang mengenai 2 sendi perifer ditandai oleh nyeri,bengkak,atau efusi.
f.
Serositis 1. Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengarnya bunyi gesekan pleura atau adannya efusi pleura. 2. Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau terdengarnnya bunyi gesekan perikard atau efusi perikard.
g. Kelainan ginjal 1. Proteinuria yang lebih besar 0.5% g/dL atau lebih dari 3+ 2. Ditemukan eritrosit, hemoglobin granular, tubular, atau campuran. h. Kelainan neurologis : kejang atau psikosis. i.
Kelainan hematologik : anemia hemolitik atau leukopenia (kurang dari 4000/mm³) atau limfopenia (kurang dari 1500/mm³), atau trombositopenia (kurang dari 100.000/mm³) tanpa ada obat penginduksi gejala tersebut.
j.
Kelainan imunologik : anti ds-DNA atau anti-Sm positif atau adanya antibodi antifosfolipid.
k. Antibodi antinukleus : jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan yang ekuivalen pada setiap saat dan tidak obat yang menginduksi sindroma lupus (Delafuente,2002).
2. Pemeriksaan penunjang a.
ANA (antibody nuclear) Antinuclear antibody (ANA) merupakan suatu kelompok auto antibody dan spesifik
terhadap asam nukleat dan nucleoprotein, ditemukan pada konektif tissue disease seperti SLE sclerosis sistemik, mixed konektif tissue disease (MCTD) dan sindrom sjogren’s primer. ANA dapat diperiksa dengan menggunakan metode imunofluoresensi. ANA digunakan sebagai pemeriksaan penyaring pada connective tissue disease. Dengan pemeriksaan yang baik, 99% penderita LES menunjukkan pemeriksaan yang positif.
b.
Anti dsDNA (double strandel) Anti ds-DNA positif dengan kadar yang tinggi dijumpai pada73% SLE dan mempunyai
anti diagnostic dan prognostic. Peningkatan kadar anti ds-DNA 20 menunjukkan peningkatan aktivitas penyakit. Pada LES, anti ds-DNA mempunyai korelasi yang kuat dengan nefritis lupus dan aktivitas penyakit SLE. Pemeriksaan anti ds-DNA dilakukan dengan metode radioimmunoassay, ELISAdan C.luciliae immunoflouresens.
c.
Antibodi anti-S (smith)
Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien
d.
Anti-RNP (ribonukleoprotein), anti-ro/anti-SS-A, anti-La (antikoagulan lupus)/anti-
SSB, dan antibody antikardiolipin. Titernya tidak terkait dengan kabuhnya LES. e.
Pemeriksaan komplomen
Komplomen merupakan salah satu sistem enzim yang terdiri dari 20 protein plasma dan bekerja secara berantai (self amplifying) seperti model kaskade pembekuan darah dan fibrinolysis. Pada LES, kadar C1,C4,C2, dan C3 biasanya rendah, tetapi pada lupus kutaneus normal. Penurunan kadar komponen berhubungan dengan derajat beratnya SLE terutama adanya komplikasi ginjal.
f.
CBC (Complete Blood Cell Count)
Mengukur jumlah sel darah, maka terdapat anemia, leukopenia, trombositopenia g.
ESR (Erithrocyte Csedimen Rate), lajuendap darah pada lupus akan ESR akan lebih
cepat daripada normal. h.
Fungsi hati dan ginjal (biopsy)
i.
Urinalysys
Pengukuran urine untuk mengetahui kadar protein dan sel darah merah dalam urine j.
X-ray dada
k.
ECG (Echokardiogram)
l.
Faktor rheumatoid
Pemeriksaan laboratorium : Darah dan urine
a.
Darah rutin : Anemia, LED, trombositopenia, limfopenia atau leucopenia
b. Urine lengkap : Proteinuria, imaturia, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya cast, hemmegranular atau sel darah merah pada urine. Pemeriksaan autoantibody
Pembentukan autoantibodi cukup kompleks dan belum ada kajian yang mampu menjelaskan secara utuh mekanisme patofisiologiknya. Demikian pada halnya dengan maslah otoimunitas. Pada masalah yang terakhir, dikatakan terdapat kekacauan dalam sistem toleransi ini dengan sentralnya pada T-helper dan melahirkan banyak hipotesis, antara lain modifikasi autoantigen, kemiripan monikuler antigenic terhadap epitop sel-T, cross reaktif peptide terhadap epitol sel-B, mekanisme bypass indiotipik aktivasi poliklonal dan sebagainya. Mekanisme lain juga dapat dilihat dari sudut adanya gangguan mekanisme regulasi sel baik dari tingkat thymus sampai ke periper.
Penatalaksanaan
Penyakit SLE adalah penyakit kronik yang ditandai dengan remisi dan relaps. terapi suportif tidak dapat dianggap remeh. Edukasi bagi orangtua dan anak penting dalam merencanakan program terapi yang akan dilakukan. Edukasi dan konseling memerlukan tim ahli yang berpengalaman dalam menangani penyakit multisystem pada anak dan remaja dan harus meliputi ahli reumatologi anak perawat petugas social, dan psikologis. nefrologis perlu dilibatkan pada awal penyakit untuk pengamatan yang optimal terhadap komplikasi ginjal. Demikian pula keterlibatan termatologis dan nutrisionis juga diperlukan. pemindahan terapi ke masa dewasa harus di rencanakan sejak remaja. Meskipun efek samping jangka panjang kortikosteroid banyak, obat ini dianggap yang terbaik untuk nefertis lupus dan LSE pada umumnya. Harus dipertimbangkan pada anak, bahwa egfek samping kortekosteroid jangan sampai lebih buruk dari pada penyakitnya itu sendiri. Hal ini dapat menyebabkan anak menjadi tidak mau melanjutkan terapi yang di jalaninya. Karena efek sampingnya yang bayak, dosisnya harus dikurangi segera setelah muncul perbaikan secara klinis dan pemeriksaan laboratorium. Pada permulaan penyakit anak biasanya diberikan jadwal minum obat prednisone 3 kali sehari. Pada pertengahan, dosisi di turunkan namnun tetap dilanjutkan. Pemberian awal kortekosteroid dimulai dari dosisi tinggi, yaitu 2mg/kg BB/hari/60 mg/m²/hari (maksimum 80mg.hari) dan diturunkan secara bertahap; Bila terdapat perbaikan gejala penyakit, proteinuria, fungsi ginjal, normalisasi komplemen darah,dan penurunan tinter anti ds/DNA. Penurunan dosisi berlangsung selama 4-6 minggu. Dosis prednison diturunkan secara bertahap sampai 5-10 mg/hari atau 0,1/0,2 mg/kg BB dan dipertahankan salama 4/6 minggu. Bila tidak terjadi rileps, pemberian steroid di ibah menjadi selang sehari dan diberikan pada pagi hari. bila timbul rileps, dosis di naikan lagi menjadi 2mg/kg BB/ hari. Tabel efek samping kortikosteroid Efek samping
Rekomendasi
Peningkatan nafsu makan dan berat badan,
Diet rendah garam dan lemak. konsultasi gizi
moonface
bila perlu
Agne
Cream anti-acne topikal
Gangguan mood
Diskusikan keluarga
dengan yang
lain
anak
dan
bahwa
anggota terkadang
perubahan mood ini sulit untuk di kontrol
Pertumbuhan lebih lambat
Beri
pengerian tentang
kearusan anak
mengejar ketinggalan dalam pertumbuhan Osteopenia
Suplemen kalsium dan vitamin D
Avascular nekrosis (AVN)
Lakukan rontgen/MRI, konsultasikan kepada dokter ahli ortopedi
Mudah terkena infeksi
Vaksinasi pneumonia dan varisella jika anak tidak sedang menderita cacar
Tekanan darah meningkat
Monitor berkala, obat anti hipetensi bila perlu
Katarak
Biasanya tidak dipengruhi oleh penglihatan. konsultasikan kepada dokter spesialis mata
Peningkatan resiko atherosclerosis
Cek profil lipid sebelum terapi kortikosteroid maupun hidroklorokuin
Hidroklorokuin Hidroklorokuin mulai diberikan sebagai terapi standar, digunakan pada lupus derajat sedang atau sebagai kombinasi dengan obat lain pada lupus yang berat. Ada beberapa study yang menunjukkan pemakaian obat ini secara berkala dapat menurunkan resiko kekambuhan penyait. Hidroklorokuin juga memiliki efek pada lipid plasma dan data menurunkan resiko komplikasi kardiovaskuler. Pemakaian jangka panjang hidroklorokuin dapat menyebabkan retinopati, namun resiko ini dapat di namilisasi dengan mengatur pemberian tidak lebih dari 6 mg/KG BB/hari.
Asam Asetil Salisilat dan Obat-obat AINS Asetil salisilat dosisi rendah (3-5 mg/KG BB/hari) dapat digunakan sebagai profilaksis episode trombositopeni. bisanya digunakan pada anak dengan anti body anti fosfolipid yang tinggi dan/atau anak dengan lupus anti koagulan. Anti inflamasi non steroid (AINS) digunakan untuk gejala dan tanda pada musculoskeletal, yang dapat menjadi parah secara tiba-tiba pada anak dengan terapi kortikosteroid dosis sedang atau tinggi. AINS juga dapat mengobati serositis. Obat-obat imunosupresif
Pengobatan dengan agen imunosupresif (sitostatik) dipakai dalam kobinasi dengan kortikosteroid. Obat yang paling sering di pakai sering di pakai adalah siklofosfamid dan azatioprin. indikasi pemakaian obat sitostatik adalah; -
Bila dengan kortikosteroid hasil yang di dapat tidak memuaskan untuk mengontrol penyakit
-
Bila timbul efek samping pada penggunaan kortikosteroid, misalnya hipertensi
-
Bila NL berat yaitu NL proliferative sejak awal diberiakn kombinasi kortikosteroid dan sitostatik. Biasanya obat sistatik diberikan secara oral, tetapi akhiir-akhir ini di laporkan
pengunaan sistatik secara parenteral yaitu siklofosfamid dengan cara pulse terapi yaitu dengan memberi bolus intervena 0,5-1 gram/m² secara infus selama 1 jam. Pada hari pemberian infus anak dianjurkan sering kencing untuk mencegah timbulnya komplikasi sistitis hemoragik. Lehman dkk (1989) melaporkan hasil baik dengan peberian pulse siklofosfamid sekali sebulan selama 6-12 bulan dengan hasil perbaikan fungsi ginj al pada NL proliferasi difus. dosis yang dipakai adalah 500 mg/m² pada bulan pertama, 750 mg/m² pada bulan pertama, 750 mg/m² pada bulan kedua dan selanjutnya 1 gram/m² (dosis maksimal 40 mg/kgBB). Pada pasien dengan kelainan fungsi ginjal ata hepar hanya dipakai dosis 500mg/m². Bila jumlah leukosit <2000/m² dosis tidak boleh dinaikan dan bila <1000/m² dosis diturunkan 125mg/m². Plasmapharesis telah bertahun-tahun pada lupus yang refrakter. Terkadang ada manfaatnya terutama bila dikombinasi dengan kortikosteroid dosis tinggi dan siklofosfamid. Namun ini bukanlah terapi yang efektif. Splenektomi anak dengan sitopenia refrakter yang tidak dengan terapi standar untuk idiopatik trombositopenia, splenektomi biasanya menjadi efektif. Namun hal ini meningkatkan resiko terjadinya sepsis, terutama fari kuman-kuman salmonella dan pneumokokus. Transplatansi sumsum tulang atau sel punca secara autogous atau alogenik lebih efektif pada pasien dewasa. Terdapat angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi denngan pendekatan terapi semacam ini, sehingga ini merupakan pilihan t erakhir. 2. Terapi konservatif Diberikan tergantung pada keluhan atau manifestasi yang muncul. Pada keluhan yang ringan dapat diberikan analgetik sederhana atau obat antiinflamasi nonsteroid namun tidak memperberat keadaan umum penderita. Efek samping terhadap sistem gastrointestinal, hepar dan ginjal harus diperhatikan, dengan pemeriksaan kreatinin serum secara berkala. Pemberian kortikosteroid dosis rendah 15 mg, setiap pagi. Sunscreen digunakan pada pasien dengan fotosensivitas. Sebagian besar
sunscreen topical berupa krem, minyak, lotion atau gel yang mengandung PABA dan esternya, benzofenon, salisilat dan sinamat yang dapat menyerap sinar ultraviolet A dan B atau steroid topical berkekuatan sedang, misalnya betametason valerat dan triamsinolon asetonid. 3. Terapi agresif Pemberian oral pada manifestasi minor seperti prednisone 0,5 mg/kgBB/hari, sedangkan pada manifestasi mayor dan serius dapat diberikan prednisone 1-1,5 mg/kgBB/hari. Pemberian bolus metilprednisolon intravena 1 gram atau 15 mg/kgBB selama 3 hari dapat dipertimbangkan sebagai pengganti glukokortikoid oral dosis tinggi, kemudian dilanjutkan dengan prednisone oral 1-1,5 mg/kgBB/hari. Secara ringkas penatalaksanaan LES adalah sebagai berikut: a.
Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topical untuk kutaneus.
b. Obat antimalaria untuk gejala kutaneus, musculoskeletal dan sistemik ringan SLE. c.
Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
d. Pemberian obat anti inflamasi nonsteroid termasuk aspirin untuk mengendalikan gejala arthritis. e.
Krim topical kortikosteroid, seperti hidrokortison, buteprat (acticort) atau triamsinalon (acticort) untuk lesi kulit yang akut.
f.
Penyuntikan
kortikosteroid
intralesiatau
pemberian
obat
anti
malaria,
seperti
hidroksikolorokuin sulfat (plaquinil), mengatasi lesi kulit yang membandel. g. Kortikosteroid sistemik untuk mengurangi gejala sistemik SLE dan mencegah eksaserbasi akut yang menyeluruh ataupun penyakit serius yang berhubungan dengan sistem organ yang yang penting, seperti pleuritis, perikarditis, nefritis lupus, faskulitis dan gangguan pada SSP. (Kowa lak, Welsh, Mayer. 2002).
BAB II ASUHAN KEPERAWATAN A.
PENGKAJIAN 1. Identitas
a.
Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik bisa terjadi pada wanita maupun pria, namun penyakit ini sering diderita oleh wanita, dengan perbandingan wanita dan pria 8 : 1.
b. Biasa ditemukan pada ras-ras tertentu seperti Negro, Cina, dan Filiphina. c.
Lebih sering pada usia 20-40 tahun, yaitu pada usia produktif.
d. Faktor ekonomi dan geografis tidak mempengaruhi distribusi penyakit ini. 2. Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien. 3. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji tentang riwayat penyakit dahulu, apakah pernah menderita penyakit ginjal atau manifestasi SLE yang serius, atau penyakit autoimun yang lain. 4. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Perlu dikaji yaitu gejala apa yang pernah dialami pasien (misalnya ruam malarfotosensitif, ruam discoid-bintik-bintik eritematosa menimbul, Artralgia/arthritis, demam, kelelahan, nyeri dada pleuritik, perikarditis, bengkak pada pergelangan kaki, kejang, ulkus dimulut. b. Mulai kapan keluhan dirasakan. c. Faktor yang memperberat atau memperingan serangan. d. Keluhan-keluhan lain yang menyertai. 5. Riwayat Pengobatan
Kaji apakah pasien mendapat terapi dengan Klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid, dilantin, penisilamin, dan kuinidin. 6. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama atau penyakit autoimun yang lain. 7. Pemeriksaan Fisik
Dikaji secara sistematis B1 (Breath)
Irama dan kecepatan nafas, kesimetrisan pergerakan nafas, penggunaan otot nafas tambahan, sesak, suara nafas tambahan (rales, ronchii), nyeri saat inspirasi, produksi sputum, reaksi alergi. Patut dicurigai terjadi pleuritis atau efusi pleura. B2 (Blood)
Tanda-tanda vital, apakah ada nyeri dada, suara jantung (S1, S2, S3), bunyi systolic click (ejeksi click pulmonal dan aorta), bunyi mur-mur. Friction rub pericardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguanvaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan. B3 (Brain)
Mengukur tingkat kesadaran (efek dari hipoksia) Glasgow Coma Scale secara kuantitatif dan respon otak ; compos mentis sampai koma (kualitatif), orientasi klien. Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang. B4 (Bladder)
Pengukuran urine tampung (menilai fungsi ginjal), warna urine (menilai filtrasi glomelorus). B5 (Bowel)
Pola makan, nafsu makan, muntah, diare, berat badan dan tinggi badan, turgor kulit. Nyeri perut, nyeri tekan, apakah ada hepatomegali, pembesaran limpa. B6 (Bone)
Nyeri persendian, rentang gerak, oedema persendian, nyeri tekan, kesimetrisan skeletal. Selain pemeriksaan fisik diatas, dapat pula dilakukan pemeriksaan system integument yang meliputi: Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
Diagnosa keperawatan 1. intergritas kulit b/d cedera kimiawi kulit (Domain 11. Keamanan/perlindungan, kelas 2, cedera fisik 00046) 2. ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang asupan makanan (Domain 2, Nutrisi kelas 1. makan 00002) 3. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan musculoskeletal (Domain 4 aktivitas/ istirahat kelas 2 aktivitas/olahrag 00085) 4. Keletihan berhubungan dengan kelesuan fisiologis (SLE). (Domain 4: Aktivitas/Istirahat. Kelas 3, Keseimbangan Energi. 00093. Hal: 239. Nanda 2015-2017). 5. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan mucus berlebihan. (Domain 11: Keamanan/Perlindungan . Kelas 2, Cedera Fisik. 00031. Hal: 406. Nanda 2015-2017).
Nanda Kerusakan
Noc
integritas
integritas kulit: kulit &
kulit b/d cedera kimiawi
membrane
kulit
(1101)
(domain
11
keamanan/perlindungan
definisi:
kelas
struktur
2
cedera
fisik
Nic
mukosa
2L. kulit/Luka
Perawatan keutuhan dan
fungsi
Manajemen
kulit:
pengobatan
topikal (3584) Definisi:
mengaplikasikan
zat
00046)
fisiologis
dan
topikal atau manipulasi perangkat
Definisi:
selaput lender secara
untuk meningkatkan integritas
normal.
kulit
kerusakan epidermis dermis
pada dana
tau
kulit
dengan
dan
karakteristik:
kerusakan kulit.
1. 110101 suhu kulit
Aktivitas:
ditingkatkan
ke
skala
3
dipertahankan
Kasur bertekstur kasar
2. 0110102
sensasi
ditingkatkan
3
dipertahankan
antibakteri, dengan tepat
ke
03 Pakaikan pasien pakaian
skala 5
yang longgar
3. 110108
tekstur
sensasi
04 Sapu kulit dengan bubuk
ditingkatkan skala
ke 3
dipertahankan
obat, dengan tepat
ke
06 Aplikasikan
skala 5
pelumas
untuk melembabkan bibir
4. 110113
integritas
kulit
ditingkatkan
ke
skala
dipertahankan
3
dan mukosa mulut, yang diperlukan
ke
18 Berikan bedak kering ke
skala 5
dalam lipatan kulit
5. 110105 pigmentasi abnormal
19 Mulai memberikan jasa
ditingkatkan skala
02 Bersihkan dengan sabun
ke
skala
01 Jangan menggunakan alas
ke
skala 5
meminimalkan
3
ke dan
konsultasi perawat untuk terapi enterostomal, jika diperlukan
dipertahankan pada
skala 5
Berikan antibiotic topikal
6. 110115 lesi pada
untuk
kulit ditingkatkn ke skala
21
3
dan
dipertahankan
daerah
yang
terkena, dengan tepat
ke
22 Berikan anti
skala 5
inflamasi
topikal untuk daerah yang terkena, dengan tepat
23 Aplikasikan obat pelunak di daerah yang terkena
24 Berikan anti jamur topikal pada daerah yang terkena, dengan tepat
25 Berikan
pembersih
topikal pada daerah yang terkena, dengan tepat
26 Semprot kutil yang ada di kulit
dengan
nitrogen
cair, dengan tepat dan sesuai
27 Periksa kulit setiap hari bagi pasien yang beresiko mengalami
kerusakan
kulit
28 Dokumentasikan
derajat
kerusakan kulit Ketidakseimbangan nutrisi: kebutuhan
kurang tubuh
nafsu makan (1014)
dari
definisi:
b/d
untuk
kurang asupan makanan
keinginan
makan.
karakteristik:
engan
1D Dukungan nutrisi Terapi nutrisi (1120) Definisi:
pemberian
makanan dan cairan untuk
(domain 2, Nutrisi kelas
1. 101401
1 makan 0002)
untuk
Definisi:
ditingkatkan
Asupan
nutrisi
tidak
skala
hasrat
membantu
makan
metabolic
ke
3
dipertahankan
kebutuhan metabolik
skala 5
pada
pasien
malnutrisi atau (pasien)
dan
cukup untuk memenuhi
proses
yang
ke
berisiko
tinggi
mengalami malnutrisi. Aktifitas:
2. 101403
01
menyenangi
Lengkapi
makanan
nutrisi, sesuai kebutuhan
ditingkatkn skala
ke
3
dan
dipertahankan
ke
dan
hitung masukan kalori
makanan
perhari, sesuai kebutuhan
ditingkatkn
ke
3
ke
06 Pilih
dan
dipertahankan
suplemen
nutrisi
sesuai kebutuhan
skala 5
19 Motivasi (pasien) untuk
4. 101405 untuk
energi
membawa makanan yang
makan
telah dimasak dari rumah
ditingkatkn
ke
3
dan
dipertahankan
sesuai kebutuhan
ke
5. 101406
intake
3
dan
dipertahankan
ke
skala 5 6. 101407
lingkungan
yang membuat suasana yang menyenangkan dan
cairan ditingkatkn skala
22 Ciptakan
skala 5
ke
intake
makanan/cairan
3. 101404 merasakan
skala
02 Monitor
skala 5
skala
pengkajian
menenangkan
23 Sajikan makanan dengan menarik,
intake
cara
menyenangkan
yang dengan
nutrisi ditingkatkn
mempertimbangkan
ke
warna,
skala
3
dan
dipertahankan
ke
skala 5
keragaman
tekstur
dan
7. 101408
intake
cairan ditingkatkn ke
skala
3
dan
dipertahankan
ke
skala 5 8. 101409 rangsangan untuk
makan
ditingkatkn skala
ke
3
dan
dipertahankan
ke
skala 5 Hambatan
mobilitas
fisik
gangguan
b/d
Pergerakan
(0206)
1A Manajemen Aktivitas dan Latihan
musculoskeletal (domain
Definisi:
4 aktivitas/istirahat kelas
pada
2
dengan
aktivitas/olahraga
sendi
ROM aktif
semua
Terapi Latihan: Mobilitas
sendi
gerakan
Sendi (0224)
atas
Definisi:
penggunaan
00085)
inisiatif sendiri. Dengan
gerakan tubuh baik aktif
Definisi:
Karakteristik:
maupun
Keterbatasan
dalam
1. 020601
Rahang
pasif
meningkatkan
gerakan fisik atau satu
ditingkatkan ke skala 3
memelihara
atau lebih ekstremitas
dan dipertahankan ke
sendi.
secara
skala 5
Aktifitas:
terarah
mandiri
dan
2. 020602
Leher
untuk
atau kelenturan
01
ditingkatkan ke skala 3
Tentukan
dan dipertahankan ke
pergerakan
skala 5
efeknya terhadap fungsi
3. 020620
Punggung
ditingkatkan ke skala 3
batasan sendi
dan
sendi
02
dan dipertahankan ke
Kolaborasikan
skala 5
ahli terapi fisik dalam
4. 020603
Jari
(kanan)
mengembangkan
ditingkatkan ke skala 3
menerapkan
dan dipertahankan ke
program latihan
skala 5 5. 020604
Jari
(kiri)
ditingkatkan ke skala 3
dengan
dan sebuah
04 Jelaskan pada pasien atau keluarga
manfaat
dan
dan dipertahankan ke
tujuan melakukan latihan
skala 5
sendi
6. 020605 Jempol (kanan)
05
ditingkatkan ke skala 3
Monitor
dan dipertahankan ke
kecenderungan
skala 5
nyeri
7. 020606 Jempol (kiri)
dan
07 Lindungi
Pergelangan
tangan
(kanan)
adanya
pergerakan/aktivitas
skala 5 8. 020607
dan
ketidaknyamanan selama
ditingkatkan ke skala 3 dan dipertahankan ke
lokasi
pasien
dari
trauma selama latihan
09
ditingkatkan ke skala 3
Dukung
dan dipertahankan ke
aktif, sesuai jadwal yang
skala 5
teratur dan terencana
9. 020608
Pergelangan
tangan
(kiri)
latihan
ROM
10 Lakukan
latihan
ROM
ditingkatkan ke skala 3
pasif atau ROM dengan
dan dipertahankan ke
bantuan, sesuai indikasi
skala 5
10. 020609 Siku (kanan)
11 Instruksikan
ditingkatkan ke skala 3
pasien/keluarga
dan dipertahankan ke
melakukan latihan ROM
skala 5
pasif,
11. 020610
Siku
(kiri)
ditingkatkan ke skala 3
ROM
cara
dengan
bantuan atau ROM aktif
15
dan dipertahankan ke
Bantu untuk melakukan
skala 5
pergerakan sendi yang
12. 020611 Bahu (kanan)
ritmis dan teratur sesuai
ditingkatkan ke skala 3
kadar nyeri yang bisa
dan dipertahankan ke
ditoleransi,
skala 5
dan pergerakan sendi
13. 020612
Bahu
(kiri)
ditingkatkan ke skala 3 dan dipertahankan ke skala 5
ketahanan
17 Dukung ambulasi, jika memungkinkan
14. 020613
Pergelangan
kaki
(kanan)
ditingkatkan ke skala 3 dan dipertahankan ke skala 5 15. 020614
Pergelangan
kaki (kiri) ditingkatkan ke
skala
3
dan
dipertahankan ke skala 5 16. 020615 Lutut (kanan) dipertahankan ke skala 3 dan dipertahankan ke skala 5 17. 020616
Lutut
(kiri)
ditingkatkan ke skala 3 dan
ditingkatkan
ke
skala 5 18. 020617
Panggul
(kanan) ditingkatkan ke skala
3
dan
dipertahankan ke skala 5 19. 020618 Panggul (kiri) ditingkatkan ke skala 3 dan dipertahankan ke skala 5 Keletihan berhubungan
Setelah
dengan
selama 3x24 jam diharapkan
(Domain 1. Fisiologis Dasar.
dengan KH:
Fasilitasi
kelesuan
fisiologis
(SLE).
(Domain
4:
Aktivitas/Istirahat. Kelas 3,
Keseimbangan
diberikan
1. Kelelahan:
tindakan
Efek
yang
mengganggu (0008)
1F-1850
Perawatan
Diri.
Peningkatan Tidur). Aktivitas:
000803
02
Energi. 00093. Hal: 239.
Penurunan
energy
Perkirakan tidur/siklus bangun
Nanda 2015-2017).
dipertahankan pada skala
pasien di dalam perawatan perencanaan
Definisi: keletihan terus
3 dan ditingkatkan ke
menerus dan penurunan
skala 5
Monitor/catat pola tidur pasien
000808
dan jumlah jam tidur
kapasitas
untuk
kerja
05
fisik dan mental pada
Nafsu makan menurun
tingkat yang lazim.
dipertahankan pada skala
Monitor pola tidur pasien, dan
3 dan ditingkatkan ke
catat kondisi fisik (misalnya,
skala 5
apnea tidur, sumbatan jalan
000809
nafas,nyeri/ketidaknyamanan,
Perubahan status nutrisi
dan frekuensi buang air kecil)
dipertahankan pada skala
dan/atau psikologis (misalnya,
3 dan ditingkatkan ke
ketakutan
skala 5
keadaan yang mengganggu
000813
tidur
Gangguan sekolah pada
kinerja
di
skala
3
dan
atau
kecemasan)
09 Sesuaikan
lingkungan
(misalnya,
cahaya,
kebisingan, suhu, kasur, dan
000815
tempat dari
tidur)
untuk
meningkatkan tidur
sekolah
17
3 dan ditingkatkan ke
Mulai/terapkan
skala 5
langkah kenyamanan seperti
000816
pijat, pemberian posisi, dan
Gangguan
langkah-
sentuhan afektif
hubungan
interpersonal
19
dipertahankan pada skala
Anjurkan untuk tidur siang di
3 dan ditingkatkan ke
siang hari, jika diindikasikan,
skala 5
untuk memenuhi kebutuhan
000817
tidur
Gangguan
dengan
21
kegiatan di waktu luang
Sesuaikan jadwal pemberian
dipertahankan pada skala
obat
3 dan ditingkatkan ke
tidur/siklus bangun pasien
skala 5
dipertahankan
dipertahankan pada skala
06
ditingkatkan ke skala 5
Absen
000821
untuk
mendukung
Gangguan alam perasaan dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5
000822 Gangguan
untuk
menikmati
hidup
dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5 Ketidakefektifan bersihan
jalan
berhubungan mucus
Setelah napas
diberikan
tindakan
selama 3x24 jam diharapkan
dengan dengan KH: berlebihan.
(Domain
11:
Keamanan/Perlindungan
1. Status
pernafasan:
041004 Frekuensi
00031. Hal: 406. Nanda
dipertahankan pada skala
2015-2017).
3 dan ditingkatkan ke
Definisi:
skala 5
membersihkan atau saluran
secret
obstruksi
Aktivitas:
pernafasan
01 Bersihkan mulut, hidung, dan secret trakea dengan tepat
03 Batasi merokok
041005 Irama
Manajemen
Pernafasan. Terapi Oksigen).
. Kelas 2, Cedera Fisik.
ketidakmampuan
(Domain 2. Fisiologis: Kompleks (Lanjutan).
kepatenan jalan nafas (0410)
2K-3320
pernafasan
04 Siapkan
peralatan
oksigen
dari
dipertahankan pada skala
dan berikan melalui sistem
napasuntuk
3 dan ditingkatkan ke
humidifier
mempertahankan bersihan jalan napas.
skala 5
041017 Kedalaman
Berikan oksigen tambahan inspirasi
dipertahankan pada skala
seperti yang diperintahkan
3 dan ditingkatkan ke skala 5
05
06 Monitor aliran oksigen
041012
07 Monitor
Kemampuan
untuk
mengeluarkan
secret
posisi
perangkat
(alat) pemberian oksigen
10
dipertahankan pada skala
Monitor
3 dan ditingkatkan ke
oksigen (misalnya, tekanan
skala 5
efektifitas
terapi
041002
oskimetri,
Ansietas dipertahankan
tepat
pada
skala
3
dan
041011
hipoventilasi induksi oksigen
skala
3
Pantau adanya tanda-tanda
040003
kejadian atelektasis
skala
dan
oksigen
kerusakan
ditingkatkan ke skala 5
terhadap
adanya
040007
perangkat oksigen tambahan
3 dan ditingkatkan ke skala 5 040013 Pernafasan hidung pada
cuping dipertahankan
skala
3
dan
ditingkatkan ke skala 5 040014 Mendesah dipertahankan pada
skala
3
dan
ditingkatkan ke skala 5 040015
Dispnea
saat istirahat
dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5 040016
Dispnea dengan aktivitas ringan pada
dipertahankan skala
3
dan
ditingkatkan ke skala 5
dan
18 Monitor
nafas
3
dipertahankan pada skala
15
keracunan
Suara
tanda-tanda
ditingkatkan ke skala 5
pada
dan
Tersedak dipertahankan
14 Amati
pada
dengan
ditingkatkan ke skala 5
Ketakutan dipertahankan
ABGs)
kulit
gesekan
040018 Penggunaan otot bantu nafas dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5
040019 Batuk
pada
dipertahankan skala
3
dan
ditingkatkan ke skala 5
040020 Akumulasi
sputum
dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5
040021 Respirasi
agonal
dipertahankan pada skala 3 dan ditingkatkan ke skala 5
DAFTAR PUSTAKA Arvin, Behrman K. 2007. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol 2. Jakarta : ECG Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Erlangga Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Edisi 6 vol 2. Jakarta : EGC Rudolph, Colin D. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Edisi 20 Vol 2. Jakarta : ECG http://digilib.unsri.ac.id/jurnal/health-science/lupus-eritematosus/mrdetail/901/ http://odapus.multiply.com/journal https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/download/602/537